Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN ASFIKSIA

OLEH:

NELY QOMARUN NISA

J230 195 058

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN ASFIKSIA

I. PENGERTIAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir (Sofian, 2012). World Health Organization (WHO,
2012) mengubah istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir
rendah (low birth weight) dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang
sebelumnya ≤ 2500 gram menjadi < 2500 gram. BBLR ialah bayi yang
dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang masa
gestasi (Kosim, 2012).
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan (Sofian, 2012). Asfiksia merupakan suatu
keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2009). Asfiksia Neonatorum
merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur, yang mana dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya,
seperti mengembangkan paru (Kristiyanasari, 2013).

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya.
Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara
lain (Astria dkk, 2016):
1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan berat
lahir 1500 – 2499 gram.
2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight
(ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram

Sedangkan menurut masa gestasinya dibedakan menjadi 2 (Sofian, 2012):

1. Prematuritas Murni / Sesuai Masa Kehamilan (SMK)


Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan
sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih besar
dari badannya, kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya
lemah dan jarang.
2. Dismaturitas atau kecil untuk masa kehamilan (KMK):
Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk
usia kehamilan, hal tersebut menunjukkan bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin

Menurut Cahyanti (2018), asfiksia pada neonatus diklasifikasikan menjadi:


1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3)
Didapatkan frekuensi jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis,
keadaan pada bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera
secara tepat dan pemberian oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan
asfiksia berat maka berikan terapi oksigen 2–4 ml per kg berat badan karena
pada bayi asfiksia berat dapat disertai asidosis.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4–6)
Pada bayi dengan asfiksia sedang memerlukan resusitasi dan pemberian
oksigen sampai bayi dapat kembali bernafas normal.
3. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7– 9)
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Dewi (2011) adalah dengan :
1). Menghitung frekuensi jantung.
2). Melihat usaha bernafas.
3). Menilai tonus otot.
4). Menilai reflek rangsangan.
5). Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
< 100 x/
(Frekuensi jantung) Tidak ada > 100 x/ menit
menit
Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis

Activity Fleksi
Tidak Ada
(tonus otot) ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan
(Lemah)
Lambat atau
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai
skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi
bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi
karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.
III. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati &
Ismawati, 2010), yaitu:

a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), danpenyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia <
20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin
kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan
kembar.
c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),
ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
Menurut Wikjosastro (2009), asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu:

1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.

b. Gangguan aliran darah uterus


Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.

3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.

4. Faktor lama persalinan: persalinan lama, kelainan letak, operasi cesar


5. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma
yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan
kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru.

IV. TANDA DAN GEJALA


Menurut Proverawati (2010), Gambaran Klinis atau ciri- ciri Bayi BBLR :
a) Sebelum bayi lahir:
1. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus dan lahir mati.
2. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
3. Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
4. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut
seharusnya.
5. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula
dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut
dengan toksemia gravidarum atau perdarahan ante partum
b) Setelah bayi lahir:
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
7. Kepala lebih besar
8. Kulit tipis transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
9. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
10. Otot hipotonik lemah merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada
lengan dan sikunya
11. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
12. Ekstermitas : paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus, tumit
mengkilap, telapak kaki halus.
13. Kepala tidak mampu tegak, fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif
dan tangisnya lemah.
14. Pernapasan 40 – 50 kali/ menit dan nadi 100-140 kali/ menit
15. Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora
16. Pada bayi laki – laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum
turun

Tanda dan gejala asfiksi berdasarkan jenisnya (Sofian, 2012)


a. Asfiksia ringan (APGAR 7-9)
1). Takipnea dengan napas >60x/menit
2). Bayi tampak sianosis
3). Adanya retraksi sela iga
4). Bayi merintih
5). Adanya pernapasan cuping hidung
6). Bayi kurang aktif
7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif
b. Asfiksia sedang (APGAR 4-6)
1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi sela iga
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun
tampak lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat (APGAR 0 – 3)
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan

V. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Menurut Proverawati & Ismawati (2010) tingginya morbiditas dan mortalitas
bayi berat lahir rendah masih menjadi masalah utama. Gizi ibu yang jelek
sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering
menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak
dengan/tanpa sakit yang berulang akan menyebabkan bentuk tubuh yang
“Stunting/Kuntet” pada masa dewasa, kondisi ini sering melahirkan bayi BBLR.
Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi kehamilan,
kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin
melalui efek buruk yang menimpa ibunya, atau mempengaruhi pertumbuhan
plasenta dan transpor zat-zat gizi ke janin sehingga menyebabkan bayi BBLR.
Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi dengan baik.
Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.
Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan
alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan
makin tinggi angka kematiannya. Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat - alat
dalam tubuhnya, baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul masalah
misalnya :
a) Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya
jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas
dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang
b) Gangguan pernapasan diantaranya asfiksia yang sering menimbulkan penyakit
berat pada BBLR, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan
paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah
c) Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat dari
motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah
d) Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi urine
berkurang
e) Gangguan immunologik: daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang
karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sanggup membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik.
f) Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur sering
menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi menjadi
hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini menyebabkan
aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan oleh karena tidak
adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga mudah terjadi
perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh.
PATHWAY

Faktor ibu: mengalami penyakit Faktor Plasenta: hidramnion, plasenta previa, Faktor janin: kelainan kromosom,
anemia, perdarahan, infeksi. Usia ibu < solution plasenta, ketuban pecah dini. infeksi janin (inklusi sitomegali, rubella
20 tahun/ >35 tahun. Adanya riwayat bawaan), gawat janin, kehamilan
BBLR, jarak kelahiran dekat <1 tahun kembar

Dx. Kep:
Resiko
Infeksi

Dx. Kep:
Hipotermia Dx. Kep: Resiko
Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
Dx. Kep: Resiko
tinggi kekurangan Dx. Kep:
volume cairan Kerusakan
Pertumbuhan dinding dada
Dx. Kep: Integritas
belum sempurna
Hiperbilirubinemia
 Jaringan
Neonatal
Vaskuler paru imatur

Penurunan surfaktan
 Dx. Kep: Resiko
tinggi gangguan
Insufien Pernapasan
pemenuhan nutrisi
Dx. kurang dari
Kep: kebutuhan tubuh
Apnea, dan
Pola
asfiksia
Nafas
Tidak
Efektif
f

Source: Proverawati & Ismawati (2010)


VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan Laboratorium untuk BBLR (Nurarif & Kusuma, 2015):


1. Jumlah sel darah putih: 18000/mm3 , netrofil meningkat sampai 23000 –
24000/mm3 , hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis)
2. Hematokrit: 43% - 61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisitemia, penurunan kadar menunjukan anemia atau hemoragic
prenatal/perinatal)
3. Hrmoglobin: 15 – 30 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia
atau hemolisis berlebihan)
4. Bilirubin total: 6mg.dl pada hari pertama kehidupan, 8mg/dl 1 – 2 hari, dan 12
mg/dl pada 3 – 5 hari.
5. Destrosix: tetes glukosa pertama selama 4 – 6 jam pertama setelah kelahiran
rata – rata 40 – 50 mg/dl meningkat 60 – 70 mg/dl pada hari ketiga
6. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl): biasanya dalam batas normal pada awalnya
7. Pemeriksaan analisis gas darah

Pemeriksaan penunjang asfiksia neonatus (Nurarif & Kusuma, 2015):


1. Analisa Gas Darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)

VII. PENATALAKSANAAN KOLABORATIF


Penanganan dan perawatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah menurut
dapat dilakukan tindakan sebagai berikut (Rukiyah, 2010; Poverawati, 2010):
1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. BBLR mudah mengalami
hipotermi, jadi suhu tubuh bayi perlu dipertahankan dengan ketat. Pengaturan
incubator berdasarkan usia dan berat badan bayi:
Suhu Inkubator (Derajat C) Menurut Umur
Berat Lahir
36°C 34°C 33°C 32°C
< 1500 gram 1 – 10 Hari 11 hari – 3 minggu 3 – 5 minggu > 5 minggu
1500 – 2000 gram 1 – 10 hari 11 hari – 4 minggu > 4 minggu
2100 – 2500 gram 1 – 2 hari 3 hari 3 minggu > 3 minggu
> 2500 gram 1 – 2 hari > 2 hari

2. Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan dengan infeksi,


memperhatikan prinsip – prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci
tangan sebelum memegang bayi
3. Pengawasan nutrisi (ASI). Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh
sebab itu pemberian nutrisi dilakukan dengan cermat.
4. Penimbangan ketat. Perubahan ketat badan mencerminkan kondisi gizi bayi
dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
dilakukan dengan ketat.
5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih,
pertahankan suhu tubuh tetap hangat, kepala bayi diberi topi.
6. Tali pusat dalam keadaan bersih
7. Beri minum dengan sonde/ tetes dengan pemberian ASI
8. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum
matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien
sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar
hemolisias dan infeksi karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila
ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
9. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit
ini tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat
terlentang atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan
untuk mengobserfasi usaha pernapasan. Pasang oksigen bila perlu.
10. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan
lahir rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan
gula darah secara teratur.

Menurut Hidayat (2009), tindakan resusitasi bayi asfiksi secara umum


dilakukan dalam beberapa tahap yang dikenal dengan ABC resusitasi:

1. Memastikan saluran nafas terbuka :


a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan
terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan

Sedangkan cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain :


a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1). Bayi dibungkus dengan kain hangat
2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
3). Bersihkan badan dan tali pusat.
4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1). Bersihkan jalan napas.
2). Berikan oksigen 2 liter per menit.
3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
2. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah
3. Riwayat penyakit sekarang
Lahir spontan/ SC, umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0
sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-
10 normal
4. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru,
tumor kandungan, kista, hipertensi
6. ADL

1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya


absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
7. Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C

Pemeriksaan Fisik
a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-
rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna
kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3
detik).
b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan
otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah
stridor, wheezing atau ronkhi.
c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah,
kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi
dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),
refleks menelan dan mengisap yang lemah.
d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,
menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi,
ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil,
tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan
lunak.
f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500
gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar
kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama
dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut,
keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada
wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai
APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
(Source: Pantiwatia, 2010)
B. Diagnose Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
2) Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
3) Resiko gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
5) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan/ atau imaturisasi atau
penyakit
6) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidak
adekuatan intake nutrisi, malnutrisi, penurunan berat badan
7) Hiperbilirubin neonatus berhubungan dengan penurunan berat badan
abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI; 15% pada
bayi cukup bulan), Pola makan tidak ditetapkan dengan baik, Feses
(mekonium) terlambat keluar.
8) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi,
deficit cairan.
(Source: NANDA, 2020; Proverawati, 2010)
C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan: Diharapkan dalam waktu 3x24 jam pasien dapat memiliki pola
nafas yang efektif dengan kriteria hasil:

 RR 40-60 x/mnt
 Sianosis (-)
 Sesak (-)
 Ronchi (-)
 Whezing (-)
Rencana tindakan:
 Observasi pola Nafas.
 Observasi frekuensi dan bunyi nafas
 Observasi adanya sianosis.
 Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
 Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.
 Beri O2 sesuai program dokter
 Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.
 Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
 Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya
2. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan
lemak tubuh subkutan.
Tujuan: Diharapkan dalam waktu 3x24 jam suhu tubuh dalam rentang
normal dengan kriteria hasil:
 Suhu 36.5 – 37.5 °C.
 Kulit hangat.
 Sianosis (-)
 Ekstremitas hangat
Tindakan keperawatan:
 Observasi tanda-tanda vital.
 Tempatkan bayi pada incubator.
 Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai
kebutuhan.
 Monitor tanda-tanda Hipertermi.
 Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.
 Ganti pakaian setiap basah
 Observasi adanya sianosis.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.
Tujuan : Diharapkan dalam waktu 3x24 jam nutrisi pasien dapat
terpenuhi dengan kriteria hasil:
 Reflek hisap dan menelan baik
 Muntah (-)
 Kembung (-)
 BAB lancar
 Berat badan mengalami peningkatan
 Turgor elastis
Tindakan keperawatan:
 Observasi intake dan output.
 Observasi reflek hisap dan menelan.
 Beri minum sesuai program
 Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.
 Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.
 Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral
 Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
 Timbang BB setiap hari.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
Tujuan: Diharapkan dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil:
 Suhu 36.5 -37.5°C
 Tidak ada tanda-tanda infeksi.
 Leukosit 5.000-10.000
Tindakan keperawatan:
 Kaji tanda-tanda infeksi.
 Isolasi bayi dengan bayi lain.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.
 Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.
 Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.
 Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan
bersih/steril.
 Kolaborasi dengan dokter.
 Berikan antibiotic sesuai program.
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan/ atau imaturisasi atau
penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam asupan cairan
dalam tubuh dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
 Tidak terdapat dehidrasi, hidrasi dapat tercapai.
 Tanda – tanda vital stabil (TD: 80/45 mmHg, HR :140-160x/menit,
S :36,5-37,5°C, RR: 40-60x/menit)
 Turgor kulit normal, membrane mukosa lembab.
Tindakan keperawatan:
 Kaji stasus hidrasi (turgor kulit, tekanan darah, edema, berat badan,
membrane mukosa, fontanel).
 Pantau dengan ketat cairan dan elektrolit
 Pantau keluaran urin dan nilai laboratorium.
 Pastikan masukan cairan oral/parenteral yang adekuat.
 Atur cairan parenteral dengan ketat.
 Hindari pemberian cairan hipertonik.
6. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidak
adekuatan intake nutrisi, malnutrisi, penurunan berat badan
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam kadar glukosa
tubuh dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
 Diet sehat
 Orangtua dapat mengontrol kadar glukosa darah bayi
 Orangtua bayi dapat memanajemen dan mencegah penyakit semakin
parah
 Tingkat pemahaman untuk dan pencegahan komplikasi
 Bayi dapat meningkatkan istirahat
 Berat badan meningkat
 Orangtua bayi memahami manajemen Diabetes
 Status nutrisi adekuat
Tindakan keperawatan:
 Memantau kadar glukosa darah
 Pantau tanda-tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria, polidipsia,
polifagia, lemah, kelesuan, malaise, mengaburkan visi, atau sakit
kepala
 Memantau keton urin, seperti yang ditunjukkan
 Memantau abg, dan elektrolit
 Memantau tanda vital
 Mengelola insulin, seperti yang ditentukan
 Mendorong asupan cairan oral
 Menjaga akses IV
 Memberikan cairan IV sesuai kebutuhan
 Mengelola kalium, seperti yang ditentukan
 Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala hiperglikemia
menetap atau memburuk
 Membantu ambulasi jika hipotensi ortostatik hadir
 Menyediakan kebersihan mulut, jika perlu
 Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
 Membantu pasien untuk menafsirkan kadar glukosa darah
 Tinjau catatan glukosa darah dengan keluarga
 Instruksikan tes urin keton, yang sesuai
 Memfasilitasi kepatuhan terhadap diet dan latihan

7. Hiperbilirubin neonatus berhubungan dengan penurunan berat badan


abnormal (>7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI; 15% pada
bayi cukup bulan), Pola makan tidak ditetapkan dengan baik, Feses
(mekonium) terlambat keluar.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam hiperbilirubin
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
 Tetap mempertahankan laktasi
 Ibu mampu mengumpulkan dan menyimpan ASI secara aman
 Kemampuan penyedia perawatan untuk mencairkan, menghangatkan,
dan menyimpan ASI secara aman
 Berat badan bayi = masa tubuh
 Tidak ada respon alergi sistemik
 Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal: HR: 140 – 160x /menit,
RR: 40 – 60x/menit, S: 36.5 – 37.5 ‘C
 Dapat memanajemen, dan mencegah penyakit semakin parah,
 Tingkat pemahaman untuk dan pencegahan komplikasi
 Dapat meningkatkan istirahat
Tindakan Keperawatan:
 Meninjau sejarah ibu dan bayi untuk faktor risiko untuk
hiperbilirubinemia (misalnya, ketidakcocokan Rh atau ABO,
polisitemia, sepsis, prematuritas, mal presentasi)
 Amati tanda-tanda ikterus
 Tempat bayi di Isolasi
 lnstruksikan keluarga pada prosedur fototerapi dan perawatan
 Terapkan tambalan untuk menutup kedua mata, menghindari tekanan
yang berlebihan
 Hapus tambalan mata setiap 4 jam atau ketika lampu mati untuk
kontak orangtua dan makan
 Memantau mata untuk edema, drainase, dan warna
 Tempat fototerapi lampu di atas bayi pada ketinggian yang sesuai
 Periksa intensitas lampu sehari-hari
 Memonitor tanda-tanda vital per protokol atau sesuai kebutuhan:
HR:140 – 160x/menit, RR: 40 – 60x/menit, S: : 36.5 – 37.5 ‘C
 Ubah posisi bayi setiap 4 jam atau per protocol
 Memantau tingkat biIirubin serum per protokol atau permintaan
praktisi
 MengevaIuasi status neurologis setiap 4 jam atau per protocol
 Amati tanda-tanda dehidrasi (misalnya, depresi fontanel, turgor kulit
mengerut, kehilangan berat badan)
 Timbang setiap hari
 Mendorong delapan kali menyusui perhari
 Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam terapi cahaya
 Instruksikan keluarga pada fototerapi di rumah yang sesuai

8. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi,


deficit cairan.
Tujuan: Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam kerusakan
integritas jaringan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Ketebalan dan tekstur jaringan normal: kulit elastic, turgor kulit <1
detik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera berulang
 Menujukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Tindakan Keperawatan:
 Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
 Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
 Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP( tinggi kalori tinggi
protein)
 Cegah kontaminasi feses dan urin
 Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
 Hindari kerutan pada tempat tidur
DAFTAR PUSTAKA

Astria, Y., Christopher, S.S., Benedicta, M.S., Felix, F.W., Rinawati, R. 2016.
Low Birth Weight Profiles at H. Boejasin Hospital South Borneo, Indonesia
in 2010–2012. Paediatrica Indonesiana, [e-journal] 56 (3): pp. 155–161
Cahyanti, Y.D. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum
Dengan Ketidakefektifan Bersih Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit
Umum Daerah Bangil Pasuruan. Jombang.
Dewi, V. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
Kosim. (2012). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC
NANDA Internasional Inc. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC
Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Proverawati, A., Ismawati, C. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta:
Nuha Medika
Rukiyah, Yeyeh, A., Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan). Jakarta: Trrans Info Media
Sofian, A. 2012. Rustam Moschtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif
Obstetri social edisi 3 jilid 1 & 2. Jakarta: EGC
WHO. 2014. Low Bitrh Weight. [online]
http://www.worldlifeexpentancy.com/cause-of-death/low-birth-weight/by-
country/.
Wikjosastro. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Buku Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai