Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

OLEH:

NELY QOMARUN NISA, S. Kep

J230 195 058

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
I. PENGERTIAN
Cairan tubuh adalah larutan encer yang mengandung elektrolit dan non-
elektrolit, dan terdiri atas kompartemen intrasel dan ekstrasel (Rambert, 2014).
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah, jaringan,
dan sel tubuh, yang terurai menjadi ion positif (kation) dan ion negative (anion)
(Yaswir & Ferawati, 2012; Salam, 2016). Elektrolit menghantarkan arus listrik
dan membantu mempertahankan pH dan level asam basa dalam tubuh, serta
memfasilitasi pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui suatu proses yang
dikenal sebagai osmosis dan memegang peranan dalam pengaturan fungsi
neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.
II. ANATOMI FISIOLOGI
1) Komposisi Cairan Tubuh
a. Air, merupakan komponen utama dalam tubuh yakni sekitar 60% dari berat
badan (Total Body Weight) pada laki-laki dewasa (Wahyudi & Wahid,
2016). Persentase TBW bervariasi bergantung beberapa faktor
diantaranya (Salam, 2016):
 TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat
badan. Kisaran ini tergantung pada tiap individu yang memiliki
jumlah jaringan adipose yang berbeda, yang mana jaringan ini hanya
mengandung sedikit air.
 TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki dewasa pada
umur yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang
umumnya lebih banyak mengandung jaringan lemak.
 TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan
 Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan
menurunkan jumlah kandungan total air tubuh
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : Cairan intraseluler
(CIS) dan cairan ekstraseluler (CES) (Lobo, Andrew, & Allison, 2014).
 Cairan intraseluler (CIS) adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh
tubuh (Wahyudi & Wahid, 2016). Cairan intra seluler merupakan 40%
dari TBW, CIS mempunyai kadar Na+, Cl- dan HCO3- yang lebih rendah
dibanding CES dan mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat, serta
protein yang merupakan komponen utama intra seluler. Transpor
membran terjadi melalui mekanisme pasif seperti osmosis dan difusi,
yang mana tidak membutuhkan energi sebagaimana transport aktif
(Salam, 2016).
 Cairan Ekstraseluler (CES) adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari CES
menurun dengan meningkatnya usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira setengah
cairan tubuh terkandung di dalam CES. CES dibagi menjadi:
1. Cairan interstisiel (CIT)
Cairan ini berada di sekitar sel. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstisial. Volume CIT kira-kira sebesar dua kali lebih besar pada
bayi baru lahir dibanding orang dewasa.
2. Cairan intravaskuler (CIV)
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Volume relatif dari
CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah
orang dewasa kira-kira 5-6 L, 3 L dari jumlah itu adalah plasma,
sisanya 2-3 L terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan trombosit.
3. Cairan transeluler (CTS)
Cairan yang terdapat di dalam rongga khusus dari tubuh. Cairan CTS
meliputi cairan cerebrospinal, pericardial, pleural, sinovial, cairan
intraokular dan sekresi lambung. Sejumlah besar cairan ini dapat
bergerak ke dalam dan ke luar ruang transeluler setiap harinya.
Contoh, saluran gastrointestinal (GI) secara normal mensekresi dan
mereabsopsi sampai 6-8 L per hari. (Wahyudi & Wahid, 2016)
b) Solut (terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat
terlarut) elektrolit dan non-elektrolit.
 Elektrolit : terurai menjadi kation dan anion. Kation adalah ion-ion
yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraselular
utama adalah natrium (Na˖), sedangkan kation intraselular utama
adalah kalium (K˖). Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam. Anion adalah ion-ion
yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraselular
utama adalah klorida (Clˉ), sedangkan anion intraselular utama adalah
ion fosfat (PO4ɜ).
 Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak
berdisosiasi dalam larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per
100 ml-mg/dl). Non-elektrolit lainnya yang secara klinis penting
mencakup kreatinin dan bilirubin (Wahyudi & Wahid, 2016).
2) Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen
Terdapat 3 proses utama diantaranya (Salam, 2016):
a) Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
b) Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik
c) Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan
memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium
kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel

III. NILAI – NILAI NORMAL


1) Kebutuhan Air dan Elektrolit
a. Bayi dan anak
BB Bayi Kebutuhan Air Per Hari
10 kg 100 ml/kgBB
11 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB
Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari
b. Orang Dewasa
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :
Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

Berikut ini table nilai norma cairan dan elektrolit dalam tubuh:

Jenis cairan dan elektrolit Nilai normal dalam tubuh


Hemoglobin 13.0-18.0 g/dl (men)
11.5-16.5 g/dl(women)
Hematokrit 40-54 % (men)
37-47 % (women)
Potasium [K+] 3.5 – 5 mEq/L
Sodium [Na+] 135 – 145 mEq/L
Kalsium [Ca2+] 8.5 – 10.5 mg/dl (4.5 – 5.8 mEq/L)
Magnesium [Mg2+] 1.5 – 2.5 mEq/L
Fosfat [PO42-] 2.7 – 4.5 mg/dl
Klorida [Cl-] 98 – 106 mEq/L
Bikarbonat [HCO3] 24 – 28 mEq/L
Source: Wahyudi & Wahid (2016); Salam (2016); Lobo, Lewington, & Allison
(2014).

Berikut ini table Intake dan Output rata-rata harian

INTAKE (RANGE) OUTPUT (RANGE)


AIR (ml)
1. Air minum = 1400-1800 1. Urine = 1400-1800
2. Air dalam makanan = 7000-1000 2. Feces = 100
3. Air hasil oksidasi = 300-400 3. Kulit = 300-500
4. Paru-paru = 600-800
TOTAL = 2400-3200 TOTAL = 2400-3200
Natrium (mEq) = 70 (50-100)  Urine = 65 (50-100)
 Feces = 5 (2-20)
Kalium (mEq) = 100 (50-120)  Urine = 90 (50-120)
 Feces = 10 (2-40)
Magnesium (mEq) = 30 (5-60)  Urine = 10 (2-20)
 Feces = 20 (2-50)
Kalsium (mEq) = 15 (2-50)  Urine = 3 (0-10)
 Feces = 12 (2-30)
Protein (g) = 55 (30-80)
Nitrogen (g) = 8 (4-12)
Kalori = 1800-3000
 Catatan : Kehilangan cairan melalui kulit (difusi) & paru disebut Insensible
Water Loss (IWL)
 Bila ingin mengetahui “Insensible Water Loss (IWL)” maka dapat
menggunakan penghitungan sebagai berikut :
a) Dewasa = 15 cc/kg BB/hari
b) Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
c) Jika ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
Source: Wahyudi & Wahid (2016)

IV. JENIS KELAINAN / GANGGUAN


1) Gangguan Keseimbangan Cairan (Salam, 2016; Wahyudi & Wahid, 2016)
a. Hipovolemia
Hipovolemia merupakan penipisan volume cairan ekstraseluler.
Hipovolemia dapat terjadi karena kekurangan pemasukan air
(anoreksia, mual, muntah, tidak mampu menelan, depresi) atau
pengeluaran yang berlebihan (kehilangan melalui kulit, GI, ginjal,
perdarahan).
Gejala hipovolemia:
 Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus, kekacauan
mental, konstipasi, oliguria.
 Menurunnya turgor kulit dan lidah
 Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut
 Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang dewasa)
 Nadi cepat dan lemah
 Menurunnya temperatur tubuh
 Ektremitas dingin
 Hipotensi, frekuensi nafas cepat
 Kehilangan berat badan yang cepat
b. Hipervolemia
Hipervolemia merupakan penambahan volume CES. Kondisi ini bisa
terjadi bila tubuh menahan air dan natrium dalam proporsi yang sama,
tanpa disertai perubahan kadar elektrolit.
Gejala hipervolemia:
 Sesak nafas, ortopnea
 Edema perifer, kenaikan berat badan sementara (2% hipervolemia
ringan, 5% hipervolemia sedang dan 8% hipervolemia berat)
 Nadi kuat, takikardia
 Asites, efusi pleura, bila sudah berat bisa menimbulkan edema
pulmo
 Kulit lembab
 Irama gallop
c. Ketidakseimbangan Osmolar
Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar) terjadi bila ada kehilangan
air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama
natrium. Menurut jenisnya dehidrasi dibagi atas:
Dehidrasi hipotonik :
terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Kadar natrium
rendah ( <130 mEq/L), osmolaritas serum < 275 mOsm/L, letargi,
kadang- kadang kejang.
Dehidrasi hipertonik:
terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah. Kehilangan air > kehilangan natrium, konsentrasi
natrium > 150 mmol/ L, osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L,
haus, irritable, bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi
kejang
Dehidrasi isotonik:
terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi
natrium terhadap darah.

Sedangkan menurut derajat beratnya dehidrasi yang didasarkan pada


tanda interstitial
dan tanda intravaskuler yaitu ;
Dehidrasi ringan ( defisit 4% dari BB)
Dehidrasi sedang ( defisit 8% dari BB)
Dehidrasi berat ( defisit 12% dari BB)
Syok ( defisit dari 12% dari BB)
Gejala dehidrasi sebagai berikut:
 Hipotensi, takikardi
 Vena-vena kolaps
 Capillary refill time memanjang
 Oliguri
 Syok ( renjatan)
 Turgor kulit yang jelek
 Mata cekung
 Ubun-ubun cekung
 Mukosa bibir dan kornea kering
2) Gangguan Keseimbangan Elektrolit (Wahyudi & Wahid, 2016; Yaswir &
Ferawati, 2012)
a. Natrium

Hipernatremia Hiponatremia
Konsentrasi natrium yang tinggi dalam Melibatkan peningkatan proporsi air
plasma, akibat rasa haus terganggu, dan garam dalam darah akibat
hiperventilasi, demam, cidera kepala, gangguan sekresi ADH (cidera
penurunan sekresi ADH, diabetes kepala, stress fisiologis dan
insipidus, diare, ketidakmampuan psikologis berat)
ginjal berespon terhadap ADH
Natrium serum > 145 mEq/L Natrium serum < 135 mEq/L
Hipotensi Hipertensi, TIK meningkat
Hipervolemia Hipovolemia
Membran mukosa kering Salivasi meningkat
Koma, meninggal Koma, meninggal
Rasa haus, demam, lidah kering, Tidak nafsu makan, mual, muntah,
halusinasi, disorientasi, letargi, twitching, lemah, bingung, edema
hiperaktif bila dirangsang pupil

b. Kalium

Hiperkalemia Hipokalemia
Kadar kalium serum yang tinggi Kadar kalium serum yang rendah
Karena asidosis mendorong kalium ke Karena alkalosis mendorong kalium
luar sel masuk ke dalam sel
K+ serum > 5 mEq/L K+ serum < 3, 5 mEq/L
Gangguan konduksi jantung Aktivasi jantung ektopik
EKG: gelombang T memuncak, QRS EKG: gelombang T mendatar,
melebar, P-R memanjang depresi segmen ST
Diare, nyeri abdomen Bising usus menurun, ileus
Iritabilitas neuromuskuler Kelemahan otot, parestesia
Oliguria/anuria Poliuria
Gagal jantung Toksisitas digitalis

c. Kalsium

Hiperkalsemia Hipokalsemia
Ca ++ serum > 10,5 mEq/L Ca ++ serum < 8,5 mEq/L
Kewaspadaan mental menurun Iritabilitas neuromuskuler (baal,
parestesia, reflek hiperaktif, kejang)
Nyeri abdomen, kelemahan otot, mual, Nyeri tulang
muntah, hipertensi

d. Klorida

Kelebihan klorida Kekurangan klorida


Karena dehidrasi, gagal ginjal, asidosis Akibat hilangnya cairan dalam
dan hiperventilasi saluran gastrointestinal (mual,
muntah, diare), demam
Cl- serum >110 mEq/L Cl- serum < 100 mEq/L
Keluaran urine < 30 ml/jam Terbuang melalui jaringan (luka
bakar)

e. Magnesium

Kelebihan magnesium Kekurangan magnesium


Pada pasien gagal ginjal, ketoasidosis Pada malnutrisi , alkoholisme, terapi
diabetik, pemakaian antasid atau IV jangka lama tanpa suplemen Mg
laksatif dalam jumlah berlebihan
Mg ++ serum > 3,4 mEq/L Mg ++ serum < 1,7 mEq/L
Letargi Disorientasi
Reflek tendon dalam tidak ada Reflek hiperaktif
Hipotensi Tremor, tetani
Depresi pernafasan

V. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


a. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit (Wahyudi &
Wahid, 2016).
1. Usia
Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh
yang lebih besar dibandingkan orang dewasa, maka jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar dibandingkan
orang dewasa. Pada lansia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sering disebabkan oleh masalah jantung atau gangguan ginjal.
2. Aktivitas
Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh.
Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat, dan
ditambah lagi dengan kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible
water loss). Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga
meningkat.
3. Iklim
Iklim member dampak pada keluarnya cairan tubuh yang tidak disadari
atau insensible water loss (IWL). Besarnya IWL pada tiap individu
bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan
usia
4. Diet
Jika asupan maknan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah
simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah simpanan lemak
dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.
5. Stress
Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolisme seluler,
peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot, serta
mengaktifkan hormone antideuretik.
6. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap
kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh, misalnya pembedahan, bilas
lambung, ataupun pada saat pengobatan dengan pemberian obat diuretic
dan laksative yang berlebihan.
7. Penyakit
 Hipervolemia, penyebab:
karena gangguan pada mekanisme regulasi (gagal jantung, cushing
syndrome, gagal ginjal, serosis hati). Intake natrium klorida yang
berlebihan. Pemberian infus yang mengandung natrium dalam
jumlah berlebihan.Banyak makan makanan yang mengandung
natrium
 Dehidrasi, penyebab:
kondisi yang mengganggu asupan oral (perubahan fungsi
neurologis), lansia yang lemah (penurunan fungsi tubuh,
peningkatan lemak tubuh), penurunan sekresi ADH (pada diabetes
insipidus).
b. Patofisiologi
Secara umum ketidakseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan
asupan cairan, perdarahan, gangguan saluran pencernaan, peningkatan
permeabilitas kapiler karena luka bakar, alergi, atau infeksi. Kekurangan
volume cairan dan elektrolit terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler (CES) dalam jumlah yang proporsional (isotonik).
Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler,
lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler
sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Sedangkan,
kelebihan volume cairan merupakan penambahan volume CES. Kondisi ini
bisa terjadi bila tubuh menahan air dan natrium dalam proporsi yang sama,
tanpa disertai perubahan kadar elektrolit. Peningkatan volume tersebut akan
mengobstruksi vena dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler sehingga volume cairan interstisial meningkat.
Penurunan pembuangan cairan interstisial terjadi bila terdapat obstruksi.
Sehingga, retensi air dan natrium oleh ginjal yang meningkat akan
mempertahankan edema umum (Wahyudi & Wahid, 2016).
c. Pathway

Faktor

 pengeluaran cairan melalui  asupan Penyakit & gangguan


kulit (keringat berlebih, cairan masalah pencernaan
pendarahan, alergi) (gagal jantung, diare, dll)

Gangguan Keseimbangan Cairan

 cairan intravaskuler Gangguan permeabilitas


dan keseimbangan osmotik

Air keluar bersama protein plasma


Perpindahan cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
 cairan intraseluler (CIS)

 cairan ekstraseluler (CES)


 cairan ekstraseluler (CES)

Cairan terkumpul di wajah,


Dehidrasi antarsel tungkai, abdomen, dll

 volume darah Edema

Dx: Kekurangan Volume Cairan Dx: Kelebihan Volume Cairan

Dx: Gangguan Keseimbangan Elektrolit


VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan penunjang.
Penurunan tekanan darah (TD), khususnya bila berdiri (hipotensi
ortostatik); peningkatan frekwensi jantung (FJ); turgor kulit buruk; lidah
kering dan kasar; mata cekung; vena leher kempes; peningkatan suhu dan
penurunan berat badan akut.
2. Riwayat kesehatan.
3. Evalusi status volume cairan.
4. Pemeriksaan Laboratorium
VII. PENATALAKSANAAN KOLABORATIF
1. Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam-
basa dan elektrolit.
2. Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
3. Rehidrasi oral pada diare pediatrik.
4. Tindakan berupa hidrasi harus secara berhati-hati dengan cairan intravena
sesuai pesanan / order dari medis.Catatan : Rehidrasi pada kecepatan yang
berlebihan dapat menyebabkan GJK (gagal ginjal jantung kongestif)
5. Tindakan terhadap penyebab dasar.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Data Subjektif
a) Kaji batasan karakteristik.
(1) Asupan cairan (jumlah dan jenis)
(2) Kulit (kering dan turgor)
(3) Penurunan berat badan (jumlah dan lamanya)
(4) Haluaran urine (berkurang dan meningkat)
b) Kaji faktor-faktor yang berhubungan
(1) Diabetes mellitus (diagnosa dan riwayat keluarga/diabetes
insipidus)
(2) Penyakit jantung
(3) Penyakit ginjal
(4) Gangguan atau bedah gastrointestinal
(5) Penggunaan alcohol
(6) Pengobatan : laksatif/enema, diuretic dan efek samping yang
mengiritasi saluran pencernaan (antibiotika dan kemoterapi)
(7) Alergi (makanan dan susu)
(8) Panas tinggi/kelembaban
(9) Olahraga yang terlalu banyak mengeluarkan keringat
(10) Depresi
(11) Nyeri
Data Objektif

a) Kaji batasan karakteristik


1) Berat badan sekarang dan sebelum sakit
2) Asupan (1-2 hari terakhir)
3) Haluaran (1-2 hari terakhir)
4) Tanda-tanda dehidrasi
a) Kulit : mukosa bibir kering, lidah berkerut atau kering, turgor
kulit kurang elastis, warna kulit pucat atau memerah,
kelembaban kering atau diforesis, fontanel bayi cekung dan bola
mata cekung.
b) Haluaran urine : jumlah bervariasi sangat banyak atau sedikit,
warna kuning tua atau kuning jernih dan berat jenis naik atau
turun.
b) Kaji faktor-faktor yang berhubungan
1) Kehilangan fungsi normal GI: muntah, penghisapan NG, diare,
drainase intestinal.
2) Kerusakan kulit abnormal : diaforesis berlebihan sekunder
terhadap demam atau latihan, luka bakar, fibrosis sistik.
3) Kehilangan fungsi normal ginjal: terapi diuretik, diabetes insipidus,
diuresis osmotik (bentuk poliurik), insufisiensi adrenal, diuresis
osmotik (DM takterkontrol, pasca penggunaan zat kontras.
4) Hemoragik

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan ketidak seimbang cairan dan elektrolit
(NANDA, 2015):
1. Gangguan keseimbangan elektrolit b.d kelebihan atau kekurangan
cairan, gangguan mekanisme regulasi, atau disfungsi ginjal
2. Kekurangan volume cairan b.d cairan tubuh atau penurunan masukan,
terjadi karena luka bakar, muntah, dan lain-lain
3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, atau
kelebihan asupan cairan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan


Tujuan : Menyeimbangkan volume cairan sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Kriteria Hasil Intervensi Rasional

a. Terjdi peningkatan a. Kaji cairan yang a. Membuat klien lebih


asupan cairan min. disukai klien dalam kooperatif.
2000ml/hari (kecuali batas diet.
terjadi b. Rencanakan target b. Mempermudah untuk
kontraindikasi). pemberian asupan memantauan kondisi
b. Menjelaskan perlu- cairan untuk setiap klien.
nya meningkatkan sif, mis : siang 1000
asupan cairan pada ml, sore 800 ml dan
saat stress/cuaca malam 200 ml.
panas. c. Kaji pemahaman
c. Mempertahankan klien tentang alasan c. Pemahaman tentang
berat jenis urine mempertahankan alsan tsb membantu
dalm batas normal. hidrasi yg adekuat. klien dlm mengatasi
d. Tidak menunjukan d. Catat asupan dan gangguan.
tanda-tanda haluaran. d. Untuk mengontrol
dehidrasi. e. Pantau haluaran asupan klien.
cairan 1000-1500ml e. Untuk mengetahui
/24jam. Pantau berat prkembangan status
jenis urine. kesehatan klien.

2. Kelebihan volume cairan


Tujuan : Kebutuhan cairan klien dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
tubuh klien.

Kriteria hasil Intervensi Rasional

a. Klien akan a. Kaji asupan diet dan a. Untuk mengontrol


menyebutkan faktor kebiasaan yg asupan klien.
penyebab & metode mendorong terjadi-
pencegahan edema. nya retensi cairan.
b. Klien mperlihatkan
penurunan edema. b. Anjurkan klien
untuk menurunkan b. Konsumsi garam yg
konsumsi garam. berlebihan me-
ningktkan tekanan
darah.
c. Anjurkan klien
untuk: c. Makanan yg meng-
i.Menghindari gunakan penyedap
makanan gurih, rasa dan
makanan kaleng & pengawet.Na +
makanan beku.. mengikat air, jadi
tubuh akan lebih
ii.Mggunakan cuka merasa lebih cepat
pengganti garam utk haus.
penyedap rasa sop,
rebusan dll.

d. Kaji adanya tanda d. Venostasis dapat


venostasis dan mengakibatkan
bendungan vena terhambatnya aliran
pada bagian tubuh darah.
yang mengantung.
e. Mengatur drainase
agar adekuat e. Guna memperlancar
f. Ingatkan klien untuk sirkulasi.
melindungi kulit yg f. Untuk mepercepat
edema dari cidera. perbaikan jaringan
tubuh.

3. Ganguan keseimbangan elektrolit (kalium)


Tujuan : Klien memiliki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam- basa dalam
48 jam.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

a. Klien menjelaskan Penurunan kadar kalium


diet yang sesuai utk
mmpertahnkan kadar a. Observasi tanda dan a. perawat dapat
kalium dlam batas gejala hipokalemia menetapkan
normal. langkah
b. Klien berpartipasi selanjutnya.
untuk melaporkan b. Catat asupan dan b. Poliuria dpat me-
tanda – tanda klinis haluaran. nyebabkan pe-
hipokalemia/hiper- ngeluaran kalium
kaenia. secara berlebihan.
c. Kadar kalium dlam c. Tentukan status c. Kelebihan cairan
batas normal/dapat hidrasi klien bila dapat menyebab-
ditoleransi. terjadi hipokalemia. kan pnurunan ka-
dar kalium serum.

d. Kenali perubahan d. Nilai kalium yg


tingkah laku yang rendah dapat me-
merupakan tanda- nyebabkan kon-
tanda hipokalemia. fusi, mudh mrah,
depresi mental.
e. Anjurkan klien dan e. Kalium membantu
keluarga untuk menyeimbang-kan
mngkonsmsi makan- cairan tubuh.
an tinggi kalium
f. Pemberian suplemen f. Untuk mengurangi
kalium per oral (sesuai resiko iritasi
anjuran dokter) mukosa lambung.
g. Pantau nilai kalium g. Streoid kortison
serum pada klien yang dapat menyebab-
mendapat obat diuretic kan retensi natri-
dan steroid. um dan ekresi
kalium.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Lobo, D. N., Lewington, A. J. P., & Allison, S. P. (2014). Basic Concepts of
Fluid and Electrolyte Balance. Germany. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/249625074.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Rambert, G. I. (2014). Gangguan Keseimbangan Air Dan Natrium Serta


Pemeriksaan Osmolalitas. Jurnal Biomedik, 6(3), 46–54.

Salam, S. H. (2016). Dasar-Dasar Terapi Cairan Dan Elektrolit. Retrieved


from https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-content/uploads/2016/10/DASAR-
DASAR-TERAPI-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT.pdf.

Yaswir, R., & Ferawati, I. (2012). Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan


Natrium, Kalium, dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas, 1(2), 80–85. Retrieved from http://jurnal.fk.unand.ac.id

Wahyudi, A. S., & Wahid, A. (2016). Ilmu Keperawatan Dasar. Mitra Wacana
Media. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/311455903_Ilmu_Keperawatan_Dasar.

Anda mungkin juga menyukai