Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA

BAYI ASFIKSIA KELOMPOK 1

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak 1


Dosen Pembibing: Ns.Septi Wardani, M.Kep
Disusun Oleh:

1. Arbinendra Fajar Sidiq (20.0603.0028)


2. Shela Ayu Dwi Kusuma Putri (19.0603.0004)
3. Monika Intan Kulsumatuti (21.0603.0003)
4. Amalia Putri Puspitasari (21.0603.0004)
5. Zahra Asyifa Dewi (21.0603.0005)
6. Fara Salabila Putri (21.0603.0006)
7. Cahya Bintang Nurani (21.0603.0009)
8. Daffa Gusbon Nugroho (21.0603.0010)
9. Salsabila Ramadhisa Aulia (21.0603.0013)
10. Shofi Afra Aisyah (21.0603.0018)
11. Retno Anggita Pratiwi (21.0603.0032)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Syukur alhadulillah kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tanpa kurang suatu apapun.
Sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Agung SAW yang mana kita nanti syafaatnya
di akhirat kelak.
Terimakasih kami ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Keperawatan anak 1 yang
memberikan arahan dan bimbingan sehingga kami bisa menyelesikan makalah ini sesuai dengan
sub bab mata kuliah tersebut. Judul yang kami bahas adalah Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Asfiksia. Tujuan dari ditulisnya makalah ini agar para pembaca bisa mengetahui apa saja yang
dimaksud dengan afiksia serta bagai asuhan keperawatan pada bayi yang mengalami asfiksia.
Kami berharap setelah ditulisnya makalah ini bisa menambah pengetahuan kepada
pembaca sesuai dengan judul yang dipaparkan. Kami juga mengucapkan terimaksih kepada
pembaca yang mana telah memberikan saran dan kritik. Tujuannya agar saran atau kritik yang
dismpaikan bisa menambah kesempurnaan dalam penulisan makalah ini.
Mungkin sekian yang bisa kami sampaikan, bila ada penulisan atau penulisan yang mana
kurang sempurna kami mohon maaf sebesar-besarnya. Terimkasih.
Waalaikummussalam warhamatullahi wabarakatuh

Magelang, 20 Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia adalah keadaan neonatus yang gagal bernapas secara sepontan dan teratur saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga mengakibatkan kurangnya oksigen atau
perfusi jaringan ditandai dengan hipoksia, hiperkarbi, dan asidosis (Sarosa et al., 2011).
Keadaan asfiksia mengakibatkan kerusakan pada beberapa jaringan dan organ dalam
tubuh, yaitu: ginjal (50%), sistem saraf pusat (28%), sistem kardiovaskuler (25%) dan paru-
paru (23%) (Radityo et al., 2007). Kerusakan pada sistem saraf pusat pada bayi dengan
riwayat asfiksi sedang sampai berat dapat mengakibatkan perlambatan
perkembangan bayi (Hutahean, 2007).
Deteksi dini dan tindakan evaluasi sangat penting untuk menilai keterlambatan
perkembangan karena akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya (Tjandrajani et al.,
2012). Ada beberapa alat untuk mendeteksi tumbuh kembang bayi disebut Prescreening
Developmental Questionnaire (PDQ) yang dikembangkan dari Skrining Denver
Developmental Screening Test (DDST) adalah KPSP (Kuesioner Pra Skrening
Perkembangan) yaitu suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi tumbuh kembang bayi
yang paling mudah, sederhana, dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa bantuan dari dokter
spesialis bayi dan dapat dilakukan dalam waktu 5 menit untuk menilai gangguan
perkembangan bayi.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari asfiksia?
2. Apa saja klasifikasi dari asfiksia?
3. Apa saja etiologi dari asfiksia?
4. Bagaimana patofisiologi dari asfiksia?
5. Bagaimana APGAR score?
6. Apa saja penatalaksanaan dari asfiksia?
C. Tujuan.
Adapun tujuan dari disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pembaca bisa memahami dengan apa yang dimaksud dengan asfiksia.
2. Mampu memahami tentang klasifikasi dari asfiksia.
3. Mengerti serta memahami dari etiologic dari asfiksia.
4. Memahami dan mengerti tentang apa itu APGAR score.
5. Mengetahui tentang apa saja tatalaksana dari asfiksia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul
(Manuaba, 2007).Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa asfiksia
adalah bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan sehingga dibutuhkan
penanganan segera setelah bayi lahir agar tidak menimbulkan akibat buruk dalam
kelangsungan hidupnya.
B. Klasifikasi Afiksia.
1. Asfiksia Neonatorum Ringan.
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia Neonatorum Sedang.
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi tentang lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Neonatorum Berat.
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang
postpartum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.
C. Etiologi Asfiksia.
Adapun etiologi dari Afiksia itu adalah hipoksia janin yang menyebabkan
gangguan pada pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin. Hal ini akan
menimbulkan gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan
ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama hamil
(seperti; gizi buruk, anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain), atau secara
mendadak karena hal–hal yang diderita ibu dalam persalinan (Indah & Apriliana, 2016).
Ada 3 faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia, yang terdiri dari:
1. Faktor Ibu.
Di antaranya preeklamsia dan eklamsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau
solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi
berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu
kehamilan), penyakit ibu.
2. Factor Tali Pusat.
Yaitu lilitan tali pusat, talipusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus tali pusat.
3. Factor Bayi.
Dalam factor ini maka ada beberapa hal yang mempengaruhi diantaranya bayi
prematur, persalinan dengan tindakan, kelainan bawaan dan air ketuban bercampur
meconium (Indah & Apriliana, 2016).
Adapun tanda dan gejala dari afiksia, meliputi:
1. Tidak bernafas atau bernafas megap –megap.
2. warna kulit kebiruan, kejang dan penurunan kesadaran.
3. Gejala asfiksia diklasifikasikan berdasarkan:
a) Apperance (colour = warna kulit).
b) Pulse (heart rate = denyut nadi).
c) Grimace (refleks terhadap rangsangan).
d) Activity (tonus otot).
e) Respiration (usaha bernapas) atau sering disebut APGAR.
Asfiksia diklasifikaikan menjadi tiga jenis yaitu asfiksia berat (nilai APGAR 0-
3) asfiksia ringan-sedang (nilai APGAR 4-6) dan bayi normal (nilai APGAR 7-
10). Skor APGAR dinilai pada menit pertama, menit kelima, dan menit
kesepuluh setelah bayi lahir, untuk mengetahui perkembangan keadaan bayi
tersebut. Dalam keadaan tertentu, skor APGAR juga dinilai pada menit ke
sepuluh, kelima belas, dan kedua puluh, hingga total skor sepuluh.
D. Patofisiologi

Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan kontriksi
dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru sehingga darah
dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta namun suplai oksigen melalui
plasenta ini terputus ketika bayi memasuki kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016).
Hilangnya suplai oksigen melalui plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru
neonatus diaktifkan dan terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan
kemudian digantikan oleh oksigen.
Proses penggantian cairan tersebut terjadi akibat adanya kompresi dada (toraks)
bayi pada saat persalinan kala II dimana saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan
khususnya dada (toraks) berada tekanan cairan pada dinding alveoli membuat pernapasan
yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun karena inspirasi pertama
neonatus normal sangat kuat sehingga mampu menimbulkan tekanan yang lebih besar ke
dalam intrapleura sehingga semua cairan alveoli dapat dikeluarkan. Selain itu, pernapasan
pertama bayi timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan pH,
serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah
jantung sesudah talipusat diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai rangsangan taktil.
Namun apabila terjadi gangguan pada proses transisi ini, dimana bayi tidak berhasil
melakukan pernapasan pertamanya maka arteriol akan tetap dalam vasokontriksi dan
alveoli akan tetap terisi cairan.
Keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah dilahirkan disebut dengan asfiksia neonatorum. gagal napas terjadi
apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu
oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida. Proses pertukaran gas terganggu
apabila terjadi masalah pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan pertukaran
antara oksigen dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Proses difusi gas pada
alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membran respirasi/permeabelitas
membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas gas.

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH

1. 0–3 Berat < 7,2

2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2

3. 7 – 10 Ringan > 7,2

E. APGAR SCORE
1. Dengan Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian
Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan
sebagian besar bayi baru lahir mempunyai Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu
dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima
menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya
gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,
yaitu :

Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2


1. Appearance Seluruh tubuh bayi Warna kulit tubuh Warna kulit seluruh
(warna kulit) berwarna kebiru- normal, tetapi tangan tubuh normal
biruan atau pucat dan kaki berwarna
kebiruan
2. Pulse (denyut Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
jantung)
3. Grimace (Respons Tidak ada Menyeringai/ meringis Meringis, menarik,
reflek) batuk, atau bersin saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk, atau
bersin saat stimulasi

4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki dalam Bergerak aktif dan
(tonus otot) gerakan posisi fleksi dengan spontan
sedikit gerakan

5. Respiration Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


(usaha bernafas) terdengar seperti pernapasan baik dan
merintih, pernapasan teratur
lambat dan tidak teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian
frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila
frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam
hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea
berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita
depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain
tergantung dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :
a) Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan nafas
takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya pernafasan cupping hidung,
bayi kurang aktifitas, pada pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan
wheezing.
b) Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun menjadi (60
– 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi masih bereaksi terhadap
rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna selama
proses persalinan.
c) Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil ( <40x/menit),tidak
ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat
memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2
yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

F. Penatalaksanaan.
1. Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya
bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan
langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa
dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
a) Membuka Jalan Nafas.
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Langkah-langkah:
1) Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/ tengadah.
Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang.
Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru
terhalangi.
2) Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga terangkat 2-
3 cm diatas matras.
3) Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian
belakang) sehingga mudah disingkirkan.
b) Membersihkan Jalan Nafas.
1) Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
2) Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
3) Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih
dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas
pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir
(sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no
10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan
hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas.


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Langkah-langkah:
a) Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan
temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
b) Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut
hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu
tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang
dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
c) Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu
ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang
tembus pandang.
3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif).
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Langkah-langkah:
a) Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi
harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
1) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
2) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
3) Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O.
4) Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukur tekanan.
4. Observasi gerak dada bayi.
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila
dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru
terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat
menyebabkan pneumotoraks.
5. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak
perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
6. Penilaian suara nafas bilateral.
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua
paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
7. Observasi pengembangan dada bayi.
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon.
Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut
yakni perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup
tekanan.
8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang.
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun
telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk
paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :
a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila
bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena,
sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan
7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan
perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

G. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor


a. Apgar skor menit I : 0-3
▪ Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala
akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas
lekukan resusitasi.
▪ Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi.
Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke
ICU.
▪ Ventilasi Biokemial
▪ Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium
Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada
asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam.
Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat
jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x
ventilasi.
b. Apgar skor menit I : 4-6
▪ Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
▪ Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
▪ Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang
dihangatkan).
▪ Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan
mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
▪ Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah
bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut,
jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan
ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung
karena untuk menghindari aspirasi paru.
▪ Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala,
karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
▪ Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai