Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN BBDM MODUL 6.

SKENARIO 2

Disusun oleh:

BBDM 15

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2019
DAFTAR PESERTA DIDIK

BBDM 15

No. Nama Peserta Didik NIM Paraf


1. Veramita Augusta Arisandy 22010116120017 1.
2. Azizah Indria Putri 22010116120018 2.
3. Ahmad Wasil 22010116120027 3.
4. Anafatun Ihtammaliya 22010116120028 4.
5. Afina Mirra Astuti 22010116120037 5.
6. Megawati Sianturi 22010116120038 6.
7. Ananda Rizky Hapsari 22010116120047 7.
8. Maulida Zahra 22010116120048 8.
9. Fathurrahman 22010116120057 9.
10. Shafira Maharani Malik 22010116120058 10.

Mengetahui

Tutor BBDM 15 Skenario 2,

( )
SKENARIO 3

Bayi Lahir Merintih

Seorang perempuan baru saja melahirkan bayinya di tolong bidan puskesmas bayi lahir
berat 3500 gr, merintih, tali pusat tampak layu, ari ari menurut bidan ada pengapuran.
Perempuan tersebut control dibidan 3x selama kehamilan tekanan darah terakhir saat control
150/90 mmHg.

A. TERMINOLOGI
1. Tali pusar tampak layu : tali pusar merupakan jaringan ikat yg terhubung ke janin,
dalam hal ini dikatakan layu dikarenakan tali pusat tampak pucat.
2. Ari ari : organ yang dibentuk dr jaringan pembulu darah yang menghunungkan janin
dan dinding rahim sehingga janin dapat menrima nutrisi, pertukaran gas serta
pertahanan dalam melawan infeksi.
3. Intrepertasi BB bayi dan tekanan darah ibu : untuk BB bayi itu sendiri masi
dikategorikan normal , dan tekanan darah bia dikatakan meningkat

B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa bayi lahir merintih?
2. Adakah hubungan tali pusat tampak layu dengan hipertensi pada ibu?
3. Bagaimana mekanisme terjadi pengapuran pda ari2?
4. Apakah kunjungan si ibu sudah tepat?

C. HIPOTESIS
1. Merintih dalam hal ini dapat dkategorikan karena bayi mengalami gangguan
pernapasan, kemungkinan faktor resikonya karena hipertnsi pada ibu sehingga
supply o2 ke janin berkurang. Dengan demikian bayi bisa mengalami merintih
pada saat lahir. Dan terjadi vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga bsa
menyebabkan kurangnya supply o2 dan nutris yg bsa mengakibatkan hipoksia
neonatorum dan asfiksia.
2. Diakibatkan karena a . Spriallis yg perfusinya terganggu dan ada remodelling a.
Sprilallis sehingga bisa mengakibatkan kekurangan supply pada jaringan di sekitar
plasenta dan termasuk tali pusar juga sehingga bisa terlihat layu karena iskemik.
3. Menurut sarwono : pengapuran pada ari2 itu normal, dan dapat terjadi deposit
calcium bisa meningkat. Pengapuran juga dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor
contohnya hipertensi, SLE, dan rwyt merokok. Dan juga bisa terjadi akibabt
proses remodelling a spiralis. Kalsifikasi juga dapat dideteksi dengan USG terlihat
seperti cincin.
4. Menurut KEMENKES harusnya 4x kunjungan, namu menurut WHO terdapat
lebih dr 4x (minimal 8x) yaitu 2x pada trisemester 1.

D. PETA KONSEP

ANC kurang Tekanan darah meningkat

Tali pusar layu Pengapuran ari-ari

Bayi merintih

Asfiksia neonatorum

E. SASARAN BELAJAR
1. Definisi dan etiologi asfiksia
2. Klasifikasi asfiksia
3. Patofisiologi asfiksia
4. Tata laksana asfiksia
5. Edukasi asfiksia
6. Penilaian dari bayi asfiksia (APGAR)
F. BELAJAR MANDIRI
1. Definisi dan etiologi asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :


a. Faktor ibu

1) Preeklampsia dan eklampsia

2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat.

c. Faktor bayi

1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi


vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


(DepKes RI, 2009).

2. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

Berdasarkan nilai APGAR (appearance, pulse, grimace, activity, respiration) asfiksia


diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

a. Asfiksia Berat (APGAR 0-3)


Ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis
berat, kadang pucat, iritabilitas tidak ada dan kadang terjadi asfiksia dengan henti
jantung.

b. Asfiksia Sedang (APGAR 4-6)


Ditemukan frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik atau
kadang baik, sianois, refleks iritabilitas tidak ada.

c. Bayi Normal (APGAR 7-10)

Asfiksia juga dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu :


a. Asfiksia Livida (Biru)
Ditandai dengan warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsang
positif, bunyi jantung masih teratur dan prognosis lebih baik.

b. Asfiksia Pallida
Ditandai dengan warna kulit pucat, tonus otot berkurang, reaksi rangsang negatif,
bunyi jantung tidak teratur, dan prognosis jelek.

3. Patofisiologi Asfiksia

Biasanya bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam
paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial
di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan
arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap
kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat
oksigen (Perinasia, 2006).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ
seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap
stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi
aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian
jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium
dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan
aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi
oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda
klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain;
depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi
jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah
karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran
darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah (Perinasia, 2006).

4. Tata Laksana
5. Edukasi pada penderita Asfiksia
Konseling pada keluarga:

 Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat gabung, lakukan konseling oemberian ASI
dini dan eksklusif dan asuhan bayi normal lainnya (Perawatan Neonatal Esensial).
 Bila bayi memerlukan perawatan/pemantauan khusus, konseling keluarga tentang
pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi.
 Bila bayi sudah tisak memerlukan perawatan bayi di Puskesmas, nasehati ibu dan
keluarga untuk kunjungan ulangan guna pemantauan tumbuh kembang bayi
selanjutnya.
 Bila resusitasi tidak berhasil/bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional
kepada keluarga.

Pemantauan tumbuh kembang

Lakukan kunjungan neonatal minimal satu kali, sebelum bayi berumur tujuh hari.

 Apakah pernah timbul kejang selama di rumah?


 Apakah pernah timbul gangguan napas, sesak napas retraksi, apnea?
 Apakah bayi minum ASI dengan baik (dapat menghisap dan menelan dengan baik)?
 Apakah bayi dijumpai tanda/gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan?

Edukasi asuhan ibu dan bayi selama masa nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berkhir ketika alat
kandungankembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung kira-kira 6 minggu.

 Anjurkan ibu untuk kontrol/kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali yaitu:


 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
 6 hari setelah persalinan
 2 minggu setelah persalinan
 6 minggu setelah persalinan

 Periksa tekanan darah,perdarahan pervagina,kondisi perineum, tanda infeksi,


kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.
 Nila fungsi berkemih, fungsi cerna, penymbuhan luka, sakit kepala, rasa lelah, dan
nyeri punggung.
 Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang dia dapat,
dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.
 Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah satu
tanda berikut:
 Perdarahan berlebihan
 Sekret vagina berbau
 Demam
 beratNyeri perut
 Kelelahan atau sesak
 Bengkak ditangan, wajah, tungkai,atau sakit kepala atau pandangan kabur.
 Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan puting.
 Perlunya melakukan :
 Kebersihan diri
 Memberiskan daerah vulva dari depan kebelakang seelah buang air
kecil atau besar dngan sabun dan air.

Asuhan Bayi Baru lahir

 Pastikan bayi tetap hangat dan jangan mandikan bayi hingga 24jam setelah persalinan.
Jaga kontak kulit antaraibu dan bayi serta tutupi kepala bayi dengan topi.
 Tanyakan pada ibu atau keluarga tentang masalah kesehatan pada ibu :
 Keluhan tentang bayi
 Penyakit ibu yang mungkin berdampak pada bayi (TBC, demam saat
persalinan, KPD > 18 jam, hepatitis B atau C, shipilis, HIV/AIDS, penggunaan
obat).
 Warna air ketuban
 Riwayat bayi buang air kecil atau besar.
 Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan mengisap.
 Perawatan khusus bayi dengan kondisi rentan
 Identifikasi BBLR
 Nilai tanda bahaya dan rujuk segera bila perlu.
 Berikan dukungan lebih dalam pemberian ASI, gunakan pompa atau cangir
bila perlu.
 Berikan perhatian dalam menjaga kehangatan bayi, dengan kontak kulit ibu
dan bayi atau perawatan kangguru.
 Segera identifikasi dan rujuk bayi yang tidak dapat menyusu.
 Kunjungan ulang neonatal
o Pada usia 6-48 jam (neonatal 1)
o Pada usia 3-7 hari (neonatal 2)
o Pada usia 8-28 hari (neonatal 3)
6. Penilaian APGAR Pada Bayi Baru Lahir

Nilai APGAR pertama kali diperkenalkan oleh dokter anastesi yaitu dr. Virginia
APGAR pada tahun 1952 yang mendesain sebuah metode penilaian cepat untuk menilai
keadaan klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit, yang dinilai terdiri atas 5 komponen,
yaitu frekuensi jantung (pulse), usaha nafas (respiration), tonus otot (activity), refleks
pada ransangan (grimace) dan warna kulit (appearance).

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Warna Seluruh badan biru Warna kulit tubuh Warna kulit tubuh,
kulit atau pucat normal merah muda, tangan, dan kaki normal
tetapi tangan dan kaki merah muda, tidak ada
kebiruan sianosis
Denyut Tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit
jantung
Respon Tidak ada respons Meringis atau Meringis atau bersin
reflex terhadap stimulasi menangis lemah atau batuk saat
ketika distimulasi stimulasi saluran napas
Tonus otot Lemah atau tidak Sedikit gerakan Bergerak aktif
ada
Pernafasan Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat,
teratur pernapasan baik dan
teratur

Nilai APGAR diukur pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran.
Pengukuran pada menit pertama digunakan untuk menilai bagaimana ketahanan bayi
melewati proses persalinan. Pengukuran pada menit kelima menggambarkan sebaik
apa bayi dapat bertahan setelah keluar dari rahim ibu. Pengukuran nilai APGAR
dilakukan untuk menilai apakah bayi membutuhkan bantuan nafas atau mengalami
kelainan jantung.

Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah
bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi harus segera dimulai sesudah bayi lahir.
Apabila memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung atau
warna bayi, maka penilaian ini harus segera dilakukan. Nilai APGAR dapat menolong
dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.

Apabila nilai APGAR kurang dari 7 maka penilaian tambahan masih


diperlukan yaitu 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukan
nilai 8 atau lebih. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting yaitu pernafasan, denyut jantung, dan warna. Resusitasi yang
efektif bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen, dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital
lainnya.

Klasifikasi klinik nilai APGAR adalah sebagai berikut:

- Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan
pemberian oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas
tidak ada.
- Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks
iritabilitas tidak ada.
- Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10).

DAFTAR PUSTAKA
- UKK Perinatologi IDAI. Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal Esensial
Dasar Buku Acuan. 2005.p. 61-9. Departemen Kesahatan Republik Indoneisa:
Jakarta.
- Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi FK UNPAD Bandung.
- Kementerian kesehatan RI “Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan” Jakarta: 2013
- Matondang, S.C., Wahidayat, I.,Sastrasmoro, S. 2003. Diagnosis Fisispada Anak.
Edisi 2, CV Sagung Seto.Jakarta.
- Rudolph, M., Hoffman, E.J., Rudolph,D.C., 2006. Buku Ajar Pediatrik. Edisi20.
EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai