Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KGD MEDIK KELOMPOK KHUSUS

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA


NEONATUS DENGAN ASFIKSIA

Dosen Pembimbing :
Ns. Gajali Rahman, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh:
Nurmaya Sari : P07220222077
Alexius Milang : P072202220

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR

2022/2023

1
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Definisi..........................................................................................................4
B. Etiologi..........................................................................................................4
C. Manifestasi Klinis.........................................................................................5
D. Klasifikasi.....................................................................................................5
E. Penatalaksanaan............................................................................................6
F. Komplikasi....................................................................................................7
G. Pathway.........................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................9
A. Pengkajian.....................................................................................................9
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................10
C. Intervensi.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan

hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada

penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi

bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik

dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini

merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan

oleh Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah

sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka

kematian yang tinggi

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi

sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta

komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama

kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari

pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh

Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak

bayi yang meninggal karena hipoksia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Asfiksia ?

2. Apa etiologi Asfiksia ?

3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?

4. Apa patofisiologi asfiksia ?

5. Apa komplikasi Asfiksia ?

6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?


3
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?

C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :

1. Mengetahui definisi Asfiksia

2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia

3. Mengetahui komplikasi Asfiksia

4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia

5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia

6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir (JNPK-KR, 2017). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).

Asfiksia neonatorum merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan yang


berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah lahir dan sangat berarti dan
sangat berisiko untuk terjadinya kematian dimana keadaan janin tidak spontan
bernafas dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatkan
karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan berlanjut
(Manuaba, 2010).

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh


kuranynya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:

a. Asidosis (pH<7,0) pada darah arteri umbiilikalis

b. Nilai APGAR setelah menit ke 5 tetap 0-3

c. Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia


ensefalopati)

d. Gangguan multiorgan sistem. (Prambudui, 20013).

B. Etiologi

Pengembangan paru-paru neonates terjadi pada menit-menit pertama


kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke kejanin akanterjadi asfiksia
janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilakn, persalinan
atau secara setelah kelahiran. Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri
dari; faktor ibum faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, setiap penyakit

5
pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti: kolesterol tinggi,
hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru / TBC, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan
lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus
meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, premature, kelainan kongenital pada partus
dengan tindakan, dan lain-lain (Jumiarni et al, 2016).

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir Menurut Dewi (2011):
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
b. Tidak ada usaha panas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
2) Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.
b. Usaha panas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama
proses persalinan.
3) Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai
berikut:
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
b. Bayi tampak sianosis.
c. Adanya retraksi sela iga.
d. Bayi merintih (grunting).
e. Adanya pernapasan cuping hidung.
f. Bayi kurang aktivitas.

6
Menurut Sembiring (2017) Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut
jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak
ada respon terhadap refleks rangsanga

D. Klasifikasi
Dilakukan pemantauan nilai APGAR pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum diklasifikasikan (Fida & Maya, 2012):
1) Asfiksia Ringan (vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2) Asfiksia sedang (mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
3) Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x per menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang postpartum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Tabel 1.1 Klasidikasi Asfiksia Berdasarkan APGAR Score

E. Penatalaksanaan

1) Nilai APGAR 7 – 10 (bayi dinyatakan baik)


Pada keadaan ini bayi tidak memerlukan tindakan istimewa. penatalaksanaan
terdiri dari:
a. Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi

7
b. Pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah
c. Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi (Kapita Selekta
Kedokteran, 2015).
2) Nilai APGAR 4 – 6 (asfiksia ringan – sedang)
Cara penanganannya:
a. Menerima bayi dengan kain hangat
b. Letakkan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi
d. Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan
selanjutnya
e. Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk
telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa 60
x/menit
f. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya diberikan
terapi natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, dekstrose 40% sebanyak 4
cc, disuntikkan melalui vena umbilikalis masukkan perlahan-lahan untuk
mencegah terjadinya perdarahan intra kranial karena perubahan pH
darah mendadak (EGC, 2015).
3) Nilai APGAR 0 – 3 (asfiksia berat)
Menurut Prawirohardjo (2015), Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus
segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventiliasi paru-paru
dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara
yang terbaik ialah melakukan inkubasi endotrakeal dan setelah kateter di
masukkan ke dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30
ml air. Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah
diperkaya dengan O2 melalui kateter. Untuk mencapai tekanan 30 ml, air
peniupan yang dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 – 1/2 dari
tiupan maksimal yang dapat dikerjakan. Untuk memperoleh tekanan yang
positif yang lebih aman dan efektif, dapat digunakan pompa resusitasi.
Pompa ini dihubungkan dengan kateter trakea, kemudian udara dengan O2
dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan dinding
toraks. Bila bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan, keteter trakea
segera dikeluarkan. Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis
yang segera membutuhkan bikarbonas natrikus 7,5 dengan dosis 2 – 4 ml /
kg berat badan. Diberikan dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Untuk
menghindarkan efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan air
steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dengan satu semprit melalui
pembuluh darah umbilikus. Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan

8
tidak timbul dan frekuensi jantung menurun (kurang dari 100 per menit)
maka pemberian obat-obat lain serta massage jantung segera dilakukan.
Massage jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang
dada secara teratur 80 – 100 per menit. Tindakan ini dilakukan berselingan
dengan napas buatan, yaitu setiap 5 kali massege jantung diikuti dengan satu
kali pemberian napas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum
apabila tindakan dilakukan secara bersamaan. Di samping massage jantung
ini, obat-obatan yang diberikan antara lain adalah larutan 1/10.000 adrenalin
dengan dosis 0,5 – 1 cc secara intravena/intrakardial (untuk meningkatkan
frekuensi jantung) dan kalsium glukonat 50 – 100 mg/kg berat badan secara
perlahan-lahan melalui intravena (sebagai obat inotropik). Bila tindakan-
tindakan tersebut diatas tidak memberikan hasil yang diharapkan, hal ini
mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa yang
belum diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis jalan napas, dan lain-lain.

F. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:


4) Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak. (Manuaba, 2010)
5) Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
6) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
7) Koma
9
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada
otak. (David & hull, 2015)

G. Pathway
ASFIKSIA NEONATORUM

Persalinan lama,
Paralisis pusat Faktor lain: anastesi,
lilitan tali pusat,
Perubahan asam basa
pernapasan obat-obatan narkotika
presentasi janin
Janin kekurangan Paru-paru terisi
abnormal
O2 dan kadar CO2 cairan
meningkat Kegagalan termoregulasi Hipotermi

# Nafas cepat
Suplai O2 dalam Suplai O2 ke
darah menurun paru
menurun

apneu
Pola nafas Gangguan metabolisme
tidak efektif Kerusakan otak dan perubahan asam
DJJ dan TD basa

Janin tidak bereaksi Asidosis respiratorik


Kematian bayi
terhadap rangsangan

Gangguan ventilasi
perfusi

10
Kerusakan
pertukaran gas
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, bengkak pada wajah seperti
hidung atau adanya secret. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”.
Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari
tubuh. Frekuensi nafas cepat dan dangka, suara pernafasan pada paru-paru terdengar ada
ronchi, weezing atau dipsnea. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma.
c. Circulation
Dikaji sirkulasi meliputi : sirkulasi perifer, nadi (irama, denyut), tekanan darah,
ekstremitas, warna kulit, CRT, dan edema. Tanda dan gejala seperti : Takikardi, hipotensi,
renjatan, aritmia, palpitasi, bengkak pada wajah, bibir dan mata, akral dingin, pucat, CRT
>2, pruritus, urtikaria.
d. Disability
Periksa tingkat kesadaran, respon pupil dan fungsi sensorik motoric
e. Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe secara menyeluruh dan EKG

1.1.1 engkajian
a. Sirkulasi
1. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal
tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
3. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
11
1. Berat badan: 2500-4000 gram
2. Panjang badan: 44-45 cm
3. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1. Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
1. Skor APGAR: 1 menit 5 menit skor optimal harus antara 7-10.
2. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
2. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)

B. Diagnosa Keperawatan
1.1.2 Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis
(produksi mukus banyak)
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
4) Risiko cedera berhubungan dengan faktor resiko internal anomali
kongenital tidak terdeteksi (terlilit tali pusat)

C. Hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan dingin (BBL)

12
D. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif berhubungan selama 3x24 jam maka diharapkan Observasi
dengan spasme jalan nafas bersihan jalan nafas meningkat dengan  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
(D. 0001) kriteria hasil : usaha napas)
Bersihan Jalan Nafas (L.01001)  Monitor bunyi napas tambahan (mis.
a. Produksi sputum menurun gurgiling, mengi, wheezing, ronkhi
b. Mengi menurun kering)
c. Wheezing menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
d. Dipsnea menurun Terapeutik
e. Gelisah menurun  Pertahanan kepatenan jalan napas dengan
f. Frekuensi napas meningkat head-tift dan chin-lift (jaw-thrust jika
g. Pola napas meningkat curiga trauma servikal)
 Posisikan Semi-Fowler atau Fowler
 Berikan minuman hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

13
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
 Berikan Oksigen, Jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
Jika tidak komtraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, Jika perlu
2 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Syok Anafilaktif (I.02049)
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka diharapkan Observasi
penurunan aliran arteri dan perfusi perifer tidak efektif menurn  Monitor status kardiopulmonal
vena (D.0009) dengan kriteria hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
Perfusi Perifer (L.02011) napas, TD, MAP)
a. Denyut nadi perifer meningkat  Monitor status oksigenasi (oksimetri

14
b. Warna kulit pucat menurun nadi, AGD)
c. Edema perifer menurun  Monitor status cairan (masukan dan
d. Nyeri ekstremitas menurun haluaran, turgo kulit, CRT)
e. Kelemahan otot menurun  Monitor tingkat kesadaran dan respon
f. Kram otot menurun pupil
g. Nekrosis menurun Terapeutik
h. Pengisian kapiler membaik  Pertahankan jalan napas paten
i. Akral membaik  Berikan oksigen untuk mempertahankan
j. Turgor kulit membaik saturasi oksigen >94%
k. Tekanan darah sistolik membaik  Persiapkan intubasi dan ventilasi
l. Tekanan darah diastolik membaik mekanis, jika perlu
m. Tekanan arteri rata-rata membaik  Berikan posisi syok (modified
Trendelenberg)
 Pasang jalur IV
 Pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine
 Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika perlu

15
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian epinefrin
 Kolaborasi pemberian dipenhidramin,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
 Kolaborasi krikotiroidotomi, jika perlu
 Kolaborasi intubasi endotrakheal, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian resusitasi cairan,
jika perlu
3 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Jantung (I.02075)
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka diharapkan curah Observasi
perubahan irama (D. 0008) jantung meningkat dengan kriteria hasil :  Identifikasi tanda atau gejala primer
Curah Jantung (L.02008) penurunan curah jantung (meliputi
a. Kekuatan nadi perifer membaik dispnea, kelelahan, edema, ortopnea,
b. Gambaran EKG aritmia menurun paroxysmal nocturnal dyspnea,

16
c. Lelah menurun peningkatan CVP)
d. Edema menurun  Identifikasi tanda atau gejala sekunder
e. Distensi vena jugularis menurun penurunan curah jantung (meliputi
f. Dispnea menurun peningkatan berat badan, hepatomegali,
g. Oliguria menurun distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
h. Pucat/ sianosis menurun basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
i. Tekanan darah membaik  Monitor tekanan darah (termasuk
j. Capillary refill time (CRT) membaik tekanan darah ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada
waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis.
intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis.

17
elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-
BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan fungsi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
 Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat (mis. beta
blocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapiutik
 Posisikan pasien semi-Fowler atau
Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
batasi asupan kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan

18
spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
4 Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pemantauan Cairan (I.03121)
cairan berhubungan dengan selama 3x24 jam maka diharapkan tidak Observasi
kehilangan cairan aktif terjadi ketidakseimbangan cairan dengan  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
(D.0036) kriteria hasil :  Monitor frekuensi napas
Keseimbangan Cairan (L.03020)  Monitor tekanan darah
a. Asupan cairan meningkat  Monitor waktu pengisian kapiler

19
b. Haluaran urin meningkat  Monitor elastisitas atau turgor kulit
c. Kelembaban membran mukosa  Monitor jumlah, warna dan berat jenis urin
meningkat  Monitor intake dan output cairan
d. Asupan makanan meningkat  Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
e. Edema menurun
 Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
f. Dehidrasi menurun
 Identifikasi faktor risiko
g. Tekanan darah membaik
ketidakseimbangan cairan
h. Denyut nadi radial membaik
Terapeutik
i. Tekanan arteri rata-rata membaik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
j. Membran mukosa membaik
dengan kondisi pasien
k. Mata cekung membaik
 Dokumentasikan hasil pemantauan
l. Turgor kulit membaik
Edukasi
m. Berat badan membaik
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

20
DAFTAR PUSTAKA

ASCIA (2015) Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy,


www.allergy.org.au.

Eskandari, Nekourad and Bastan (2014) ‘The awarness of anaphylaxis reaction to


local anesthesia in dentistry’, J Allergy Asthma, 1(1).

Mali (2012) ‘Anaphylaxis during the perioperative period’, Anesth Essay Res,
6(2).

Nurarif (2016) Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Diagnosa Nanda, Nic,


Noc dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Rengganis, I. et al. (2019) Renjatan Anafilatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.

Simons et al. (2013) ‘World Allergy Organization Anaphylaxis Guidelines: 2013


Update of the Evidence Base’, International Archives of Allergy and
Immunology, 162(5).

Subowo (2013) Imunologi Klinik. Jakarta: CV Sangung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi

1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Edisi 1. Jakarta : PPNI

21

Anda mungkin juga menyukai