Dosen Pembimbing :
Ns. Gajali Rahman, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh:
Nurmaya Sari : P07220222077
Alexius Milang : P072202220
2022/2023
1
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Definisi..........................................................................................................4
B. Etiologi..........................................................................................................4
C. Manifestasi Klinis.........................................................................................5
D. Klasifikasi.....................................................................................................5
E. Penatalaksanaan............................................................................................6
F. Komplikasi....................................................................................................7
G. Pathway.........................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................9
A. Pengkajian.....................................................................................................9
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................10
C. Intervensi.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan
penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi
bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik
dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan
oleh Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah
sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka
kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari
Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Asfiksia ?
C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir (JNPK-KR, 2017). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
B. Etiologi
5
pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti: kolesterol tinggi,
hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru / TBC, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan
lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus
meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, premature, kelainan kongenital pada partus
dengan tindakan, dan lain-lain (Jumiarni et al, 2016).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir Menurut Dewi (2011):
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
b. Tidak ada usaha panas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
2) Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.
b. Usaha panas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama
proses persalinan.
3) Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai
berikut:
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
b. Bayi tampak sianosis.
c. Adanya retraksi sela iga.
d. Bayi merintih (grunting).
e. Adanya pernapasan cuping hidung.
f. Bayi kurang aktivitas.
6
Menurut Sembiring (2017) Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut
jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak
ada respon terhadap refleks rangsanga
D. Klasifikasi
Dilakukan pemantauan nilai APGAR pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum diklasifikasikan (Fida & Maya, 2012):
1) Asfiksia Ringan (vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2) Asfiksia sedang (mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
3) Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x per menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang postpartum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Tabel 1.1 Klasidikasi Asfiksia Berdasarkan APGAR Score
E. Penatalaksanaan
7
b. Pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah
c. Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi (Kapita Selekta
Kedokteran, 2015).
2) Nilai APGAR 4 – 6 (asfiksia ringan – sedang)
Cara penanganannya:
a. Menerima bayi dengan kain hangat
b. Letakkan bayi pada meja resusitasi
c. Bersihkan jalan napas bayi
d. Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan
selanjutnya
e. Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk
telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa 60
x/menit
f. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya diberikan
terapi natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, dekstrose 40% sebanyak 4
cc, disuntikkan melalui vena umbilikalis masukkan perlahan-lahan untuk
mencegah terjadinya perdarahan intra kranial karena perubahan pH
darah mendadak (EGC, 2015).
3) Nilai APGAR 0 – 3 (asfiksia berat)
Menurut Prawirohardjo (2015), Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus
segera dilakukan. Langkah utama ialah memperbaiki ventiliasi paru-paru
dengan memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Cara
yang terbaik ialah melakukan inkubasi endotrakeal dan setelah kateter di
masukkan ke dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30
ml air. Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah
diperkaya dengan O2 melalui kateter. Untuk mencapai tekanan 30 ml, air
peniupan yang dapat dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 – 1/2 dari
tiupan maksimal yang dapat dikerjakan. Untuk memperoleh tekanan yang
positif yang lebih aman dan efektif, dapat digunakan pompa resusitasi.
Pompa ini dihubungkan dengan kateter trakea, kemudian udara dengan O2
dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan dinding
toraks. Bila bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan, keteter trakea
segera dikeluarkan. Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis
yang segera membutuhkan bikarbonas natrikus 7,5 dengan dosis 2 – 4 ml /
kg berat badan. Diberikan dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Untuk
menghindarkan efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan air
steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dengan satu semprit melalui
pembuluh darah umbilikus. Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan
8
tidak timbul dan frekuensi jantung menurun (kurang dari 100 per menit)
maka pemberian obat-obat lain serta massage jantung segera dilakukan.
Massage jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang
dada secara teratur 80 – 100 per menit. Tindakan ini dilakukan berselingan
dengan napas buatan, yaitu setiap 5 kali massege jantung diikuti dengan satu
kali pemberian napas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum
apabila tindakan dilakukan secara bersamaan. Di samping massage jantung
ini, obat-obatan yang diberikan antara lain adalah larutan 1/10.000 adrenalin
dengan dosis 0,5 – 1 cc secara intravena/intrakardial (untuk meningkatkan
frekuensi jantung) dan kalsium glukonat 50 – 100 mg/kg berat badan secara
perlahan-lahan melalui intravena (sebagai obat inotropik). Bila tindakan-
tindakan tersebut diatas tidak memberikan hasil yang diharapkan, hal ini
mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa yang
belum diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis jalan napas, dan lain-lain.
F. Komplikasi
G. Pathway
ASFIKSIA NEONATORUM
Persalinan lama,
Paralisis pusat Faktor lain: anastesi,
lilitan tali pusat,
Perubahan asam basa
pernapasan obat-obatan narkotika
presentasi janin
Janin kekurangan Paru-paru terisi
abnormal
O2 dan kadar CO2 cairan
meningkat Kegagalan termoregulasi Hipotermi
# Nafas cepat
Suplai O2 dalam Suplai O2 ke
darah menurun paru
menurun
apneu
Pola nafas Gangguan metabolisme
tidak efektif Kerusakan otak dan perubahan asam
DJJ dan TD basa
Gangguan ventilasi
perfusi
10
Kerusakan
pertukaran gas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, bengkak pada wajah seperti
hidung atau adanya secret. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”.
Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari
tubuh. Frekuensi nafas cepat dan dangka, suara pernafasan pada paru-paru terdengar ada
ronchi, weezing atau dipsnea. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma.
c. Circulation
Dikaji sirkulasi meliputi : sirkulasi perifer, nadi (irama, denyut), tekanan darah,
ekstremitas, warna kulit, CRT, dan edema. Tanda dan gejala seperti : Takikardi, hipotensi,
renjatan, aritmia, palpitasi, bengkak pada wajah, bibir dan mata, akral dingin, pucat, CRT
>2, pruritus, urtikaria.
d. Disability
Periksa tingkat kesadaran, respon pupil dan fungsi sensorik motoric
e. Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe secara menyeluruh dan EKG
1.1.1 engkajian
a. Sirkulasi
1. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal
tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
3. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
11
1. Berat badan: 2500-4000 gram
2. Panjang badan: 44-45 cm
3. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1. Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
1. Skor APGAR: 1 menit 5 menit skor optimal harus antara 7-10.
2. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
1. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
2. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
B. Diagnosa Keperawatan
1.1.2 Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis
(produksi mukus banyak)
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
4) Risiko cedera berhubungan dengan faktor resiko internal anomali
kongenital tidak terdeteksi (terlilit tali pusat)
12
D. Intervensi
13
Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
Berikan Oksigen, Jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
Jika tidak komtraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, Jika perlu
2 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Syok Anafilaktif (I.02049)
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka diharapkan Observasi
penurunan aliran arteri dan perfusi perifer tidak efektif menurn Monitor status kardiopulmonal
vena (D.0009) dengan kriteria hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
Perfusi Perifer (L.02011) napas, TD, MAP)
a. Denyut nadi perifer meningkat Monitor status oksigenasi (oksimetri
14
b. Warna kulit pucat menurun nadi, AGD)
c. Edema perifer menurun Monitor status cairan (masukan dan
d. Nyeri ekstremitas menurun haluaran, turgo kulit, CRT)
e. Kelemahan otot menurun Monitor tingkat kesadaran dan respon
f. Kram otot menurun pupil
g. Nekrosis menurun Terapeutik
h. Pengisian kapiler membaik Pertahankan jalan napas paten
i. Akral membaik Berikan oksigen untuk mempertahankan
j. Turgor kulit membaik saturasi oksigen >94%
k. Tekanan darah sistolik membaik Persiapkan intubasi dan ventilasi
l. Tekanan darah diastolik membaik mekanis, jika perlu
m. Tekanan arteri rata-rata membaik Berikan posisi syok (modified
Trendelenberg)
Pasang jalur IV
Pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine
Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika perlu
15
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian epinefrin
Kolaborasi pemberian dipenhidramin,
jika perlu
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
Kolaborasi krikotiroidotomi, jika perlu
Kolaborasi intubasi endotrakheal, jika
perlu
Kolaborasi pemberian resusitasi cairan,
jika perlu
3 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Jantung (I.02075)
berhubungan dengan selama 3x24 jam maka diharapkan curah Observasi
perubahan irama (D. 0008) jantung meningkat dengan kriteria hasil : Identifikasi tanda atau gejala primer
Curah Jantung (L.02008) penurunan curah jantung (meliputi
a. Kekuatan nadi perifer membaik dispnea, kelelahan, edema, ortopnea,
b. Gambaran EKG aritmia menurun paroxysmal nocturnal dyspnea,
16
c. Lelah menurun peningkatan CVP)
d. Edema menurun Identifikasi tanda atau gejala sekunder
e. Distensi vena jugularis menurun penurunan curah jantung (meliputi
f. Dispnea menurun peningkatan berat badan, hepatomegali,
g. Oliguria menurun distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
h. Pucat/ sianosis menurun basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
i. Tekanan darah membaik Monitor tekanan darah (termasuk
j. Capillary refill time (CRT) membaik tekanan darah ortostatik, jika perlu)
Monitor intake dan output cairan
Monitor berat badan setiap hari pada
waktu yang sama
Monitor saturasi oksigen
Monitor keluhan nyeri dada (mis.
intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
Monitor EKG 12 sadapan
Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)
Monitor nilai laboratorium jantung (mis.
17
elektrolit, enzim jantung, BNP, NTpro-
BNP)
Monitor fungsi alat pacu jantung
Periksa tekanan darah dan fungsi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat (mis. beta
blocker, ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
Terapiutik
Posisikan pasien semi-Fowler atau
Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman
Berikan diet jantung yang sesuai (mis.
batasi asupan kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
Berikan dukungan emosional dan
18
spiritual
Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
Rujuk ke program rehabilitasi jantung
4 Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pemantauan Cairan (I.03121)
cairan berhubungan dengan selama 3x24 jam maka diharapkan tidak Observasi
kehilangan cairan aktif terjadi ketidakseimbangan cairan dengan Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
(D.0036) kriteria hasil : Monitor frekuensi napas
Keseimbangan Cairan (L.03020) Monitor tekanan darah
a. Asupan cairan meningkat Monitor waktu pengisian kapiler
19
b. Haluaran urin meningkat Monitor elastisitas atau turgor kulit
c. Kelembaban membran mukosa Monitor jumlah, warna dan berat jenis urin
meningkat Monitor intake dan output cairan
d. Asupan makanan meningkat Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
e. Edema menurun
Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
f. Dehidrasi menurun
Identifikasi faktor risiko
g. Tekanan darah membaik
ketidakseimbangan cairan
h. Denyut nadi radial membaik
Terapeutik
i. Tekanan arteri rata-rata membaik
Atur interval waktu pemantauan sesuai
j. Membran mukosa membaik
dengan kondisi pasien
k. Mata cekung membaik
Dokumentasikan hasil pemantauan
l. Turgor kulit membaik
Edukasi
m. Berat badan membaik
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
20
DAFTAR PUSTAKA
Mali (2012) ‘Anaphylaxis during the perioperative period’, Anesth Essay Res,
6(2).
Rengganis, I. et al. (2019) Renjatan Anafilatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
21