Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KGD MEDIK KELOMPOK KHUSUS

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA NEONATUS


DENGAN ASFIKSIA

Dosen Pembimbing :
Ns. Gajali Rahman, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh:
Nurmaya Sari : P07220222077
Alexius Milang : P07220222060

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
2022/2023
DAFTAR ISI

COVER i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II TINJAU PUSKESMAS 3
A. Definisi 3
B. Klasifikasi 4
C. Etiologi 5
D. Manifestasi Klinis 6
E. Patofisiologi 6
F. Pathway 9
G. Komplikasi 10
H. Penatalaksanaan 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 13
A. Pengkajian 13
B. Diagnosa Keperawatan 17
C. Intervensi 19
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB I

PENDEAHULUAN

A. Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai

dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat

pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat

adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel

Duc,20111) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis

menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang

mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat

pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi.

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi

sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta

komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama

kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-

hari pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi anatomis yang

dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan

difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Asfiksia ?
2. Apa etiologi Asfiksia ?

1
3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?
4. Apa patofisiologi asfiksia ?
5. Apa komplikasi Asfiksia ?
6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?

C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
1. Mengetahui definisi Asfiksia
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia
3. Mengetahui komplikasi Asfiksia
4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia
5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia
6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Asfiksia
Asfiksia diartikan sebagai kondisi tidak bisanya bayi bernapas dengan
segera dan spontan. Asfiksia neonatorum merupakan suatu kejadian
kegawatdaruratan yang berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah
lahir dan sangat berarti dan sangat berisiko untuk terjadinya kematian dimana
keadaan janin tidak spontan bernafas serta teratur, alhasil kadar oksigennya
menurun sedangkan karbondioksidanya meningkat sehingga menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan (Legawati, 2018).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (JNPK-KR, 2017). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL)
menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi,
2013).

Asfiksia neonatorum merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan yang


berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah lahir dan sangat berarti
dan sangat berisiko untuk terjadinya kematian dimana keadaan janin tidak
spontan bernafas dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin
meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan berlanjut (Manuaba, 2010).

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh


kuranynya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:

a. Asidosis (pH<7,0) pada darah arteri umbiilikalis

b. Nilai APGAR setelah menit ke 5 tetap 0-3

c. Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia


ensefalopati)

d. Gangguan multiorgan sistem. (Prambudui, 20013).

3
B. Klasifikasi Asfiksia
Menurut (Wahyuningsih et al., 2022) secara klinik, asfiksia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia ringan : Nilai Apgar 7-10
2. Asfiksia sedang : Nilai Apgar 4-6
3. Asfiksia berat : Nilai Apgar 0-3
 Faktor Penyebab Asfiksia

Faktor yang menyebabkan asfiksia antara lain keadaan ibu, ntibi keadaan
bayi, faktor plasenta dan persalinan. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, angka kejadian asfiksia yang disebabkan oleh penyakit ibu di
antaranya preeklamsia dan eklamsi sebesar (24%), anemia (10%), infeksi berat
(11%), sedangkan pada persalinan meliputi partus lama atau macet sebesar (2,8-
4,9%), persalinan dengan penyulit(seperti letak sungsang, kembar, distosia bahu,
vakum ekstraksi, forsep) sebesar (3-4%). Berdasarkan data tersebut mengenai
jenis persalinan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
persalinan spontan dan tidak spontan dengan kejadian asfiksia.

Menurut (Hidayat, 2010) asfiksia dapat disebabkan oleh beberapa faktor,


diantaranya adalah adanya :

4. Faktor penyakit ibu (darah tinggi, penyakit paru, dan gangguan kontraksi
uterus)
5. Pada ibu yang kehamilannya beresiko
6. Faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta
7. Faktor janin, seperti terkadi kelainan pada talipusat, seperti leler terlilit tali
pusat, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin
8. Faktor persalinan (partus dengan tindakan tertentu, partus lama)

C. Etiologi

Pengembangan paru-paru neonates terjadi pada menit-menit pertama

4
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke kejanin
akanterjadi asfiksia janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada
masa kehamilakn, persalinan atau secara setelah kelahiran. Penyebab
kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari; faktor ibum faktor
plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
rendah, setiap penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran
gas janin seperti: kolesterol tinggi, hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru /
TBC, ginjal, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain. Faktor plasenta
meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis,
plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus
meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, premature, kelainan
kongenital pada partus dengan tindakan, dan lain-lain (Jumiarni et al, 2016).

5
D. Manifestasi Klinis Asfiksia
Menurut tim pokja SDKI DPP PPNI (2017) dalam (Wahyuningsih et al.,
2022) manifestasi klinis yang dapat muncul berdasarkan masalah gangguan
pertukaran gas akibat asfiksia antara lain sebagai berikut :
1. Dispnea atau sering disebut sesak napas, napas pendek, breathlessness
atau shortness of breath. Dispnea adalah gejala subyektif berupa
keinginan penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara
pernapasan, karena sifatnya subyektif, dispneu tidak dapat diukur namun
dapat ditentukan dengan melihat adanya upaya bernafas aktif dan upaya
menghirup udara lebih banyak
2. Meningkatnya atau menurunnya PCO2. PCO2 adalah tekanan yang
dikeluarkan oleh karbondioksida yang terlarut didalam plasma darah
arteri. PCO2 menggambarkan gangguan pernafasan. Nilai normal PCO2
adalah 35-45 mmHg, nilai PCO2 (>45 mmHg) disebut dengan
hipoventilasi.
3. Kadar PO2 yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak
mampu bernafas secara adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya mendapatkan terapi oksigen tambahan
4. Takikardi, yaitu suatu kondisi dimana kecepatan denyut jantung lebih
cepat dari jantung orang normal dalam kondisi beristirahat
5. Meningkat atau menurunnya pH pada arteri
6. Terdapat bunyi nafas lain yang disebut suara nafas tambahan pada kondisi
gangguan pertukaran gas. Suara ini disebabkan karena adanya sumbatan
jalan nafas atau obstruksi
E. Patofisiologi Asfiksia
Hampir setiap setiap proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan
yang bersifat sementara, proses ini dianggap perlu sebagai perangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian
berlanjut dengan pernafasan teratur. Pada asfiksia neonatorum seperti ini tidak
memiliki efek buruk karena diimbangi dengan reaksi adaptasi pada neonatus.
Namun, pada penderita asfiksia berat usaha nafas ini tidak tampak dan bayi

6
selanjutnya dalam periode apneu. Apneu atau kegagalan pernafasan
mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatkan karbondioksida, pada
akhirnya mengalami asidosis respiratorik. Pada tingkat ini disamping
penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan
tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya bernafas secara
spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2
(menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut makan akan terjadi metabolisme
anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskuler.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen jantung berpengaruh pada fungsi jantung
2. Kurang adekuat pengisian udara alveolus berakibat tetap tingginya
resistens pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah menuju paru dan
sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan
3. Asidosis metabolik mengakibatkan turunnya sel jaringan otot jantung
berakibat terjadinya kelemahan jantung

Dari proses patofisiologi tersebut sehingga fase awal asfiksia ditandai


dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapneu)
diikuti dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat itu pulsasi
jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas
(gasping) 8-10x/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akhirnya timbul apneu sekunder. Pada asfiksia berat bisa terjadi
kerusakan pada membran sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga
mengakibatkan gangguan elektrolit, akibatnya menjadi hiperkalemia dan
pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung
selama 8-15 menit.

7
Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia
mengakibatkan iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari
hipoksia karena menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa
sebagai sumber energi tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme
anaerobik tidak dapat dikeluarkan dari jaringan (Wahyuningsih et al., 2022).

8
F. Pathway Asfiksia

Asfiksia dalam kehamilan :


1. Penyakit infeksi akut Faktor Ibu :
2. Penyakit infeksi kronik Pre-eklampsi dan eklampsi, perdarahan abnormal (plasenta
3. Keracunan oleh obat- previa/solusioplasenta), partus lama/partus macet, demam selama
obat bius persalinan, dan kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
4. Uremia dan
toksemia Faktor Tali Pusat :
gravidarum Lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat
5. Anemia berat
6. Cacat bawaan Faktor Bayi :
7. Trauma
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan
Asfiksia dalam persalinan : tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, kelainan bawaan, dan air
1. Kekurangan O2 ketuban bercampur mekonium)

Asfiksia Neonatorum

Gangguan
ventilasi Kadar O2 menurun dan kadar CO2 janin meningkat

PCO2 meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun

Bersihan Jalan Menumpuknya Gangguan Gangguan


Nafas Tidak cairan dalam Asidosis Respiratorik Sirkulasi
Pertukaran

Suplai O2 dalam darah menurun Suplai O2 ke Ganggu


otak an
Sirkula
Risiko Gangguan Nafas cepat
Termoregula vaskularisasi Suplai O2 ke
si Tidak paru
Apneu
Pola nafas abnormal
Kerusakan Otak Risiko
Cedera
Pola Nafas
Pada Janin
Pola Nafas Tidak
Tidak Kematian Bayi

Gangguan
Proses

9
G. Komplikasi Asfiksia
Menurut Rosdianah (2019) dalam (Wahyuningsih et al., 2022) komplikasi
yang dapat muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :
7. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia yang sudah berlarut-larut dengan gangguan
jantung akan terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
menurun dan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, ini juga menimbulkan perdarahan otak
8. Anuria atau Oliguria
Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ
seperti mesentrium dan ginjal. hal ini menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit
9. Kejang
Terjadinya gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga
kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 dan dapat
menyebabkan kejang pada anak karena perfusi jaringan tidak efektif
10. Koma
Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan koma karena hipoksia dan
perdarahan otak
H. Penatalaksanaan Asfiksia
 Berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang.

 Jika frekuensi pernapasan bayi kurang dari 30 kali per menit, amati bayi
secara cermat. Jika frekuensi pernapasan selalu kurang dari 20 kali per
menit, resusitasi bayi dengan menggunakan kantung dan masker.

 Jika bayi mengalami apnea :

 Stimulasi bayi untuk bernapas dengan menggosok punggung bayi


selama 10 detik.

 Jika bayi tidak segera mulai bernapas, resusitasi bayi dengan


menggunakan kantung dan masker.

10
 Ukur glukosa darah. Jika glukosa darah kurang dari 45mg/d1 (2,6
mmol1/1), atasi glukosa darah yang rendah.

 Jika ada tanda-tanda selain kesulitan bernapas, lihat Temuan Multipel


(paling sering Sepsis atau Asfiksia). Untuk menentukan apakah masalah
bayi karena ukuran yang kecil atau apakah bayi mengalami asfiksia,
sepsis, atau sifilis congenital, dan lanjutkan untuk mengatasi kesulitan
bernapas.

 Jika frekuensi pernapasan bayi lebih dari 60 kali per menit dan bayi
mengalami sianosis sentral (walaupun mendapatkan oksigen dengan
kecepatan aliran tinggi) tetapi tidak ada tarikan dinding dada ke dalam
atau grunting saat ekspirasi, curagi adanya abnormalitas jantung
congenital.

 Klasifikasi kesulitan bernapas sebagai berat, sedang, atau ringan dan


lakukan penatalaksaan sesuai dengannya.

Menurut Vidia dan Pongki (2016:365) dalam (Wahyuningsih et al.,


2022), penatalaksanaan asfiksia neonatorum meliputi :
11. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas
1) Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam

2) Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi


tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua
telapak kaki, menekan tanda achilles
12. Tindakan Khusus
a. Asfiksia berat
1) Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui
pipa endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang

11
telah diperkaya dengan O2. O2 yang diberikan tidak lebih 30
cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan
sternum 80-100x/menit
b. Asfiksia sedang/ringan
1) Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri)
selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok
(frog breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi ekstensi
maksimal beri O2 1-2L/menit melalui kateter dalam hidung,
buka tutup mulut dan hidup serta gerakkan dagu ke atas
bawah secara teratur 20x/menit
2) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, bengkak pada wajah seperti hidung atau adanya secret. Dalam hal ini
dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Frekuensi nafas cepat dan dangka,
suara pernafasan pada paru-paru terdengar ada ronchi, weezing atau dipsnea.
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma.
c. Circulation
Dikaji sirkulasi meliputi : sirkulasi perifer, nadi (irama, denyut),
tekanan darah, ekstremitas, warna kulit, CRT, dan edema. Tanda dan gejala
seperti : Takikardi, hipotensi, renjatan, aritmia, palpitasi, bengkak pada
wajah, bibir dan mata, akral dingin, pucat, CRT >2, pruritus, urtikaria.
d. Disability
Periksa tingkat kesadaran, respon pupil dan fungsi sensorik motoric
e. Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe secara menyeluruh dan EKG

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian harus
dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun
spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data

13
dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik. Menurut (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017) pengkajian yang dilakukan pada bayi dengan asfiksia adalah
sebagai berikut:

1. Identitas pasien : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
(preterm/aterm). Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada
paru-paru. Surfaktan merupakan zat yang berperan mengurangi ketegangan
permukaan paru sehingga akan mengakibatkan alveoli kolaps pada saat
usaha napas menit pertama. Surfaktan diproduksi maksimal pada usia
kehamilan 35 minggu. Sehingga prematuritas merupakan faktor penyebab
asfiksia neonatorum (Sulfianti et al., 2022).

2. Keluhan utama : bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Keadaan ini dapat terjadi karena hipoksia janin dalam uterus
serta kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-
paru sehingga dapat menurunkan O2 dan semakin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Dwiendra, Maita,
Saputri, & Yu;viana, 2015; EduNers, 2022).

3. Riwayat kehamilan dan kelahiran : menurut (Sulfianti et al., 2022)

a. Paritas

Paritas adalah kemampuan ibu untuk melahirkan bayi yang mampu hidup diluar
uterus (available). Ibu primi dan grande memiliki peluang mengalami asfiksia
neonatorum dibandingkan dengan multigravida. Paritas pertama memiliki risiko
besar mengalami asfiksia karena ibu belum mempunyai pengalaman melahirkan
dan penyulit persalinan lebih mungkin terjadi pada multigravida. Kemudian
grandemultipara berhubungan dengan kemunduran fungsi organ reproduksi

b. Usia Ibu

Usia yang paling aman adalah usia reproduksi sehat yaitu usia 20-35 tahun. Hal ini
berkaitan dengan fungsi organ tubuh secara keseluruhan dan organ reproduksi

c. Hipertensi/pre-eklapsia selama kehamilan

Tekanan darah ttinggi selama kehamilan menyebabkan kontriksi pada vaskular


14
sehingga menyebabkan gangguan suplai darah utreoplasenta dan pada kondisi
tertentu menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin.

d. Kadar Hemoglobin

Sel darah merah merupakan sel darah yang bertugas memfasilitasi transportasi
oksigen ke aliran darah. Kadar hemoglobin yang kurang (anemia) akan
menyebabkan konsumsi oksigen tidak terpenuhi termasuk pada plasenta sehingga
menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin. Selain itu minimnya kadar oksigen
yang ditransportasikan akan mengakibatkan penurunan dan gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan plasenta. Sehingga kapasitas perfusi uteroplasenta
berkurang.

e. Ketuban pecah dini (KPD)

Ibu yang mengalami komplikasi KPD mempunyai potensi 2,4 kali lipat mengalami
asfiksia neonatorum. Pecahnya selaput ketuban mengakibatkan “barrier” antara
janin dan dunia luas menjadi terbuka, sehingga potensi terjadinya infeksi intrauterin
lebih besar.

f. Faktor usia kehamilan (prematur)

Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada paru- paru. Surfaktan
merupakan zat yang berperan mengurangi ketegangan permukaan paru sehingga
akan mengakibatkan alveoli kolaps pada saat usaha napas menit pertama. Surfaktan
diproduksi maksimal pada usia kehamilan 35 minggu. Sehingga prematuritas
merupakan faktor penyebab asfiksia neonatorum.

g. Berat bayi baru lahir

Bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai risiko mengalami gangguan
pernapasan termasuk asfiksia. Kekuatan otot pernapasan dan tulang iga yang
belum optimal bisa menyebabkan g a n g g u a n d a l a m inspirasi dan ekspirasi,
selain itu defisiensi surfaktan dapat mengakibatkan adanya kolaps alveoli
4. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum :
- Tampak lemah, akral dingin, sianosis, tonus otot dan refleks
neonatus menurun, gerakan ekspansi dada berkurang dan
lemahnya suara napas, capillary refil time>3detik.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi

15
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila
asfiksia berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti, denyut
jantung mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apnea primer. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernapasan megap-megap yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (Kuala, 2022).
2) Tanda-tanda vital :
- Frekuensi pernapasan lambat
Asfiksia diawali dengan pernapasan cepat dan dalam selama
tiga menit diikuti dengan apneu primer kurang lebih satu menit
dimana pada saat itu pulsasi jantung dan tekanan darah
menurun. Kemudian bayi akan mulai bernapas (gasping) 8-10
kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin
melemah sehingga akhirnya timbul apneu sekunder (Triyanti et
al., 2022).
- Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah menurun
Apneu atau kegagalan pernapasan mengakibatkan
berkurangnya oksigen dan meningkatkan karbondioksida, pada
akhirnya mengalami asidosis respiratorik. Bila gangguan
berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh
bayi sehingga terjadi asidosis metabolik dan terjadi perubahan
kardiovaskuler,

16
meliputi hilangnya sumber glikogen jantung berpengaruh pada
fungsi jantung, kurang adekuat pengisian udara alveolus
berakibat tetap tingginya resistens pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah menuju paru dan sistem sirkulasi tubuh
lain mengalami gangguan, asidosis metabolik mengakibatkan
turunnya sel jaringan otot jantung berakibat terjadinya
kelemahan jantung. Pada kondisi ini mengakibatkan penurunan
frekuensi denyut jantung serta diikuti penurunan tekanan darah
(Triyanti et al., 2022).
3) Pemeriksaan head to toe
- Refleks dan tonus otot menurun
Saat bayi kekurangan oksigen akan mengakibatkan pernapasan
cepat dan bila terus berlanjut dapat menimbulkan berhentinya
gerakan pernapasan, denyut jantung menurun, dan tonus
neuromuscular berkurang (Legawati, 2018).
- Hidung
Saat terjadi sesak napas maka hidung akan melakukan napas
cuping hidung untuk memaksimalkan jumlah udara yang
masuk ke paru (Rahayu et al., 2022).
- Kulit
Kebiruan atau sianosis yang diakibatkan oleh kurangnya kadar
oksigen pada darah (Rahayu et al., 2022).
- Dada
Terdapat retraksi dada sebagai tanda adanya gangguan napas
dimana saat tubuh kekurangan oksigen otot-otot pernapasan
bekerja secara paksa untuk bernapas (Rahayu et al., 2022).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

17
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
keperawatan yang biasanya akan muncul pada pasien dengan diagnosa medis
asfiksia sesuai SDKI yaitu:
a. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
c. Risiko termogulasi tidak efektif d.d kebutuhan oksigen meningkat
d. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
e. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
f. Gangguan sirkulasi spontan b.d abnormalitas kelistrikan jantung
g. Risiko cedera pada janin d.d efek agen farmakologis
h. Gangguan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota
keluarga

18
C. Luaran dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Luaran
No. Intervensi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan
1. Gangguan Ventilasi spontan Dukungan Ventilasi
(I.01002)
ventilasi spontan (L.01007)
Observasi
b.d gangguan “Keadekuatan
1. Identifikasi adanya
metabolisme cadangan energi kelelahan otot bantu
untuk mendukung napas
individu mampu 2. Identifikasi efek
perubahan posisi
bernapas secara terhadap status
adekuat” pernapasan
3. Monitor status
respirasi dan
Ekspektasi : oksigenasi
meningkat
Terapeutik
4. Pertahankan
Kriteria hasil :
kepatenan jalan napas
5. Berikan oksigenasi

19
1. Dispnea sesuai kebutuhan
menurun
2. Penggunaan
otot bantu
napas
menurun
2. Bersihan jalan Bersihan jalan Manajemen jalan napas
(I.01011)
napas tidak efektif napas (L.01001)
Observasi
b.d hipersekresi
1. Monitor pola napas
jalan napas “Kemampuan
2. Monitor bunyi napas
membersihkan tambahan
sekret atau 3. Monitor sputum
obstruksi jalan
Terapeutik
napas untuk 4. Pertahankan
mempertahankan kepatenan jalan napas
jalan napas tetap dengan head-tilt dan
chin-lift
paten”
5. Lakukan fisioterapi
dada
Ekspektasi : 6. Lakukan penghisapan
lendir
meningkat
7. Berikan oksigen

Kriteria hasil :
1. Produksi
sputum
menurun
2. Mekonium
menurun
3. Dispnea
menurun

20
4. Frekuensi
napas
membaik
5. Pola napas
membaik
3. Risiko termogulasi Termoregulasi Edukasi Pengukuran
Suhu Tubuh (I.12414)
tidak efektif b.d (L.14134)
Observasi
kebutuhan oksigen
1. Identifikasi kesiapan
meningkat “Pengaturan suhu
dan kemampuan
tubuh agar tetap menerima infomasi
berada pada
Terapeutik
rentang normal”
2. Sediakan materi dan
media pendidikan
Ekspektasi : kesehatan
membaik 3. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
Kriteria hasil : 4. Berikan kesempatan
1. Konsumsi untuk bertanya
oksigen Edukasi
menurun 5. Jelaskan prosedur
2. Pucat menurun pengukuran suhu
3. Dasar kuku 6. Anjurkan terus
memegang bahu dan
sianotik menahan dada saat
menurun pengukuran aksila
4. Hipoksia
menurun
5. Suhu tubuh
membaik

21
6. Suhu kulit
membaik
4. Pola napas tidak Pola napas Pemantauan Respirasi
(I.01014)
efektif b.d depresi (L.01004)
Observasi
pusat pernapasan
1. Monitor frekuensi,
“Inspirasi
irama, kedalaman, dan
dan/atau ekspirasi upaya napas
yang memberikan 2. Monitor pola napas
3. Auskultasi bunyi
ventilasi adekuat”
napas
4. Monitor saturasi
Ekspektasi : oksigen
membaik
Terapeutik
5. Atur interval
Kriteria hasil : pemantauan respirasi
1. Dispnea sesuai kondisi pasien
6. Dokumentasikan hasil
menurun
pemantauan
2. Penggunaan
otot bantu Edukasi
7. Jelaskan tujuan dan
napas
prosedur pemantauan
menurun 8. Informasikan hasil
3. Pemanjangan pemantauan, jika perlu
fase ekspirasi
menurun
4. Pernapasan
cuping hidung
menurun
5. Gangguan Pertukaran gas Pemantauan Respirasi
(I.01014)
pertukaran gas b.d (L.01003)
Observasi
1. Monitor frekuensi,

22
ketidakseimbangan “Oksigenasi irama, kedalaman, dan
ventilasi-perfusi dan/atau eliminasi upaya napas
2. Monitor pola napas
karbondioksida 3. Auskultasi bunyi
pada membran napas
kapiler dalam 4. Monitor saturasi
oksigen
batas normal”
Terapeutik
Ekspektasi : 5. Atur interval
pemantauan respirasi
meningkat
sesuai kondisi pasien
6. Dokumentasikan hasil
Kriteria hasil : pemantauan
1. Dispnea
Edukasi
menurun
7. Jelaskan tujuan dan
2. Bunyi napas prosedur pemantauan
tambahan 8. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
menurun
3. Napas cuping
hidung
menurun
4. Sianosis
membaik
5. Pola napas
membaik
6. Warna kulit
membaik
6. Gangguan Sirkulasi spontan Manajemen Defibrilasi
(I.02038)
sirkulasi spontan (L.02015)
Observasi
b.d abnormalitas
1. Periksa irama pada
kelistrikan jantung
monitor setelah RJP 2
menit

23
“Kemampuan
Terapeutik
untuk
2. Lakukan resusitasi
mempertahankan
jantung paru hingga
sirkulasi yang mesin defibilator siap
adekuat untuk 3. Siapkan dan hidupkan
mesin defibilator
menunjang
4. Pasang monitor EKG
kehidupan” 5. Pastikan irama EKG
henti jantung
6. Atur jumlah energi
Ekspektasi :
7. Angkat paddle dari
meningkat mesin dan oleskan jeli
8. Tempelkan paddle
Kriteria hasil : 9. Isi energi dengan
menekan tombol
1. Frekuensi nadi 10. Berikan syok dengan
meningkat menekan tombol
2. Tekanan darah 11. Angkat paddle
meningkat
3. Frekuensi
napas
meningkat
4. Saturasi
oksigen
meningkat

7. Risiko cedera pada Tingkat cedera Pemantauan Denyut


Jantung Janin (I.02056)
janin d.d efek agen (L.14136)
Observasi
farmakologis
1. Identifikasi status
“Keparahan dan
obstetrik
cedera yang 2. Identifikasi riwayat
obstetrik
3. Periksa denyut jantung

24
diamati atau janin selama 1 menit
dilaporkan” 4. Monitor denyut
jantung janin

Ekspektasi : Terapeutik
menurun 5. Atur posisi pasien

Edukasi
Kriteria hasil : 6. Jelaskan tujuan dan
1. Tekanan darah prosedur pemantauan
membaik 7. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Frekuensi nadi
membaik
3. Frekuensi
napas
membaik

8. Gangguan proses Proses keluarga Dukungan koping


keluarga (I.09260)
keluarga b.d (L.13123)
Observasi
perubahan status
1. Identifikasi respons
kesehatan anggota “Kemampuan
emosional terhadap
keluarga untuk berubah kondisi saat ini
dalam hubungan 2. Identifikasi beban
prognosis secara
atau fugsi
psikologis
keluarga” 3. Identifikasi
pemahaman tentang
Ekspektasi : keputusan perawatan
setelah pulang
membaik
Terapeutik
Kriteria hasil : 4. Dengarkan masalah,
perasaan, dan
pertanyaan keluarga
5. Diskusikan rencana

25
1. Adaptasi medis dan perawatan
keluarga
Edukasi
terhadap
6. Informasikan
situasi kemajuan pasien
meningkat secara berkala
7. Informasikan fasilitas
2. Kemampuan
perawatan kesehatan
keluarga yang tersedia
berkomunikasi
secara terbuka
diantara
anggota
keluarga
meningkat

26
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Legawati. 2019. Asuhan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Malang: Wineka
Media
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 3. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI
Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai