Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, sekitar 146.000
bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal setiap tahun di
Indonesia. AKN sebanyak 15/1000 kelahiran hidup dan AKB mencapai 24/1.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018).
Angka Kematian Neonatal (AKN) sebanyak 8/1000 kelahiran hidup dan
AKB mencapai 11/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian diantaranya Asfiksia
dan BBLR disamping itu juga terdapat penyebab lainnya, penyebab kematian lainnya
tidak mudah untuk di identifikasi dan sulit menemukan faktor mana yang paling
dominan. Berbagai faktor yang diidentifikasi tersebut diantaranya fasilitas kesehatan,
aksesibilitas, pelayanan kesehatan dengan tenaga medis yang terampil dan kesediaan
masyarakat untuk merubah pola kehidupan tradisional ke norma kehidupan yang
lebih modern dalam bidang kesehatan (Dinas Kesehatan Aceh, 2017). Data Profil
Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015 tercatat AKB sebanyak 82 jiwa.
(Dinas Kesehatan Aceh Besar, 2016).
Salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 2015 yaitu Angka
Kematian Bayi (AKB) turun menjadi 12 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
Untuk mencapai tujuan itu ada beberapa sasaran antara yang harus dicapai,
diantaranya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan berkualitas (Ermalena,
2017).
Asfiksia adalah keadaan di mana bayi lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis.
Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernafasan bayi dalam
menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru (Indrayani, 2013).
Setelah melihat banyaknya kematian bayi baru lahir karena asfiksia serta
dampak yang ditimbulkan oleh asfiksia, maka diperlukan upaya pencegahan dan
penanganan yang tepat terhadap kasus tersebut. Tenaga kesehatan dituntut untuk

1
meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan baik dan memberikan asuhan
yang tepat, penyelenggaraan praktek berdasarkan pada permenkes No.
1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 16 ayat 2 yaitu pelayanan kebidanan kepada anak
(Kepmenkes, 2010).
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan
waktu yang sangat berharga bagi upaya penolong. Walaupun hanya beberapa menit
tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau
meninggal (Indrayani, 2013).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru
Lahir dengan Asfiksia Berat di PMB Mariana
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian data Subjektif pada bayi baru
lahir dengan asfiksia berat di PMB Mariana
b. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian data Objektif pada bayi baru lahir
dengan asfiksia berat di PMB Mariana
c. Mahasiswa dapat menegakkan Analisa pada bayi baru lahir dengan asfiksia
berat di PMB Mariana
d. Mahasiswa dapat memberikan Perencanaan, Implementasi, Evaluasi pada
bayi baru lahir dengan asfiksia berat di PMB Mariana
C. Manfaat
Untuk melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan
asfiksia berat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sehingga
bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang
dalam tubuh nya (Dewi, 2013).
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernafasan
bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru (Indrayani & djami,
2013).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (JNPR-KR, 2008)
Asfiksia adalah hipoksia yang progestif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian (Prawirohardjo, 2014)
B. Etiologi
Penyebab asfiksia adalah gangguan pada aliran darah umbilikal maupun
plasenta dari ibu ke janin (Indrayani & Djami, 2013).
C. Faktor Predisposisi

Menurut Dewi (2013), penggolongan penyebab asfiksia pada bayi adalah:

1. Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin disebabkan oleh:


a. Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan
adanya lilitan tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban telah
pecah yang menyebabkan tali pusat menumbang, dan kehamilan lebih bulan
(post-term).

3
b. Adanya pengaruh obat misalnya pada tindakan SC yang menggunakan
narkosa.
2. Faktor dari ibu selama kehamilan
a. Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat menyebabkan
hipotermi.
b. Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak.
c. Vosakontruksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan preeklamsi dan
eklamsia.
d. Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas
(oksigen dan zat asam arang).
3. Menurut towel dalam Dewi (2013), asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu faktor ibu, plasenta, fetus, dan neonatus.
a. Ibu
Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami hipoksia
yang dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain.
b. Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain – lain.
c. Fetus
Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin.
d. Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal berikut:
1) Pemakaian anastesi yang berlebihan pada ibu.
2) Trauma yang terjadi selama persalinan.
3) Kelainan kongenital pada bayi.

4
D. Patofisiologi

Menurut Sondakh (2013), patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi


kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis
metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan sel dan
lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan. Tujuan resusitasi adalah
intervensi tepat untuk membalikkan efek – efek biokimia asfiksi, sehingga mencegah
kerusakan otak dan organ yang iriversibel. Pada awalnya, frekuensi jantung dan
tekanan darah akan meningkat dan bayi melakukan upaya megap-megap (gasping).
Bayi kemudian masuk pada periode apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi
adekuat selama apnea primer akan melakukan usaha nafas dan bayi yang mengalami
asfiksia jauh lebih berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder cepat
menyebabkan kematian kalau tidak dibantu dengan pernafasan buatan dan warna
bayi berubah dari biru menjadi putih karena bayi baru lahir menutupi sirkulasi perifer
sebagai upaya memaksimalkan aliran darah keorgan-organ, seperti jantung dan
ginjal. Penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan pembuluh darah diparu-paru
mengalami konstriksi. Konstriksi ini menyebabkan paru-paru resistian terhadap
ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi janin yang persisten.
Kurangnya oksigen dalam periode singkat menyebabkan metabolisme pada
bayi baru lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya
glukosa yang dibutuhkan sebagai sumber energi pada saat darurat. Hal ini
mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asidosis metabolik, dan hanya akan hilang
setelah periode waktu yang signifikan. Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat.
Aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian dari mekanisme kompensasi, kondisi
ini hanya dapat memberikan penyesuaian sebagia. Jika hipoksia berlanjut maka tidak
akan terjadi penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia
yang paling berat muncul akibat tidak adanya zat penyedia energi, seperti:
berhentinya kerja pompa ion-ion transeluler, akumulasi air, natrium, dan kalsium,
dan kerusakan akibat radikal bebas oksigen.

5
E. Klasifikasi serta tanda dan gejala
Menurut Dewi (2013), klasifikasi serta dan gejala asfiksia meliputi:
1. Asfiksia berat
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia berat meliputi:
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
b. Tidak ada usaha napas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
2. Asfiksia sedang
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul meliputi:
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit.
b. Usaha napas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Bayi tampak sianosis.
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.
3. Asfiksia ringan
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang muncul meliputi:
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
b. Bayi tampak sianosis.
c. Adanya retraksi sela iga.
d. Bayi merintih.
e. Adanya pernapasan cuping hidung.
f. Bayi kurang aktivitas.
g. Dari pemeriksaan aukultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing
positif.

6
F. Penilaian Apgar Score
1. Asfiksia ringan
APGAR Score 7–10, bayi tampak sehat dan tidak memerlukan tindakan yang
istimewa (intensif)
2. Asfiksia sedang
APGAR Score 4–6
3. Asfiksia berat
APGAR Score 0–3

Skoring APGAR

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

warna kulit tubuh warna kulit tubuh,


normal merah tangan, dan kaki
Warna kulit seluruhnya biru muda, normal merah Appearance
tetapi tangan dan muda, tidak ada
kaki kebiruan sianosis

Denyut jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse

tidak ada
menangis lemah
respons batuk, bersin,
Respons refleks atau menyeringai Grimace
terhadap menangis
ketika dirangsang
rangsangan

sedikit gerakan,
Tonus otot lemah/tidak ada bergerak aktif Activity
ada fleksi

menangis kuat,
lemah atau tidak
Pernapasan tidak ada pernapasan baik Respiration
teratur
dan teratur

Tes ini dilakukan/dinilai pada menit 1 sampai 5 menit atau setiap 5 menit sampai 20 menit

7
G. Diagnosa

Aspek yang sangat penting dari resusitasi adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan. Nilai APGAR
pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit, 5 menit, 10 menit sesudah bayi lahir.
Akan tetapi, penilaian bayi harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi
memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernapasan, denyut jantung atau warna
bayi, maka penilaian ini harus dilakukan segera. Walaupun nilai APGAR tidak
penting dalam pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menentukan
tingkat asfiksia bayi dengan penilaian score APGAR. Biasanya dinilai 1 menit
setelah bayi lahir lengkap dan 5 menit setelah bayi lahir (sondakh, 2013).

H. Penanganan
1. Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum menurut Dewi
(2013), adalah sebagai berikut:
a. Segera membaringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong
berdiri disisi kepala bayi dan bersihkan kepala dari sisa air ketuban.
b. Menghisap cairan dari mulut dan hidung.
c. Melanjutkan menilai status pernapasan apabila masih ada tanda asfiksia,
caranya dengan menggosokkan punggung bayi (melakukan rangsangan
taktil).
2. Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010), tindakan pada asfiksia berat.
a. Membersihkan jalan napas dengan penghisapan lendir.
b. Potong tali pusat.
c. Apabila bayi tidak menangis lakukan cara berikut:
1) Rangsang taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-
elus dada, perut atau punggung.
2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi.
3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan
asfiksia dengan cara:
a) Membungkus bayi dengan kain hangat.
b) Badan bayi harus dalam keadaan kering.

8
c) Jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau
baby oil untuk membersihkan tubuhnya.
d) Kepala bayi ditutup dengan baik.
4) Apabila bayi tidak bernafas spontan, persiapkan bayi untuk dirujuk
kerumah sakit. Beri penjelasan pada keluarga alasan dirujuk kerumah
sakit.
3. Menurut wiknjosastro (2010), tindakan pada asfiksia sedang antara lain:
a. Membungkus bayi dengan kain lalu dibawa ke meja resusitasi.
b. Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir menggunakan sucktion
pada hidung kemudian disekitar mulut.
c. Melakukan ventilasi 2x dengan tekanan 30 cm air.
d. Jika dada mengembang lakukan ventilasi 20x dengan tekanan 20 cm air
selama 30 detik.
e. Apabila berhasil meneruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu
membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, melakukan inisiasi
menyusu dini selama satu jam, pemeriksaan antropometri, pemberian
vitamin K, pemberian salep mata dan melakukan rawat gabung antara ibu
dan bayi.
f. Mengobservasi suhu tubuh, untuk sementara waktu memasukkan bayi
didalam inkubator.
4. Menurut Arief dan Krisdayanasari (2009), tindakan pada asfiksia ringan antara
lain:
a. Melakukan perawatan
1) Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir.
2) Potong tali pusat.
3) Apabila bayi tidak menangis rangsang taktil dengan cara menepuk-
nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung.
4) Membungkus bayi dengan kain hangat.
5) Badan bayi harus dalam keadaan kering.
6) Jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau baby
oil untuk membersihkan tubuhnya.

9
7) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala yang terbuat dari
plastik.
8) Membersihkan badan bayi.
9) Perawatan tali pusat.
10) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat.
11) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan.
12) Memasang pakaian bayi.
b. Penanganan setelah asfiksia ringan
1) Mengajarkan orang tua/ibu cara:
a) Membersihkan jalan nafas.
b) Menyusui yang baik.
c) Perawatan tali pusat.
d) Memandikan bayi.
e) Mengobservasi keadaan pernafasan bayi.

10
BAB III

TINJAUAN KASUS

Hari : Senin

Tanggal : 18-03-201

Tempat : PMB Mariana

Waktu : 09.10 WIB

S : Ny. W berusia 25 tahun telah melahirkan seorang bayi perempuan yang


merupakan anak pertamanya. Bayi lahir tidak segara menangis, sulit bernafas, tonus otot
lemah atau hampir tidak ada dan warna kulit bayi keseluruhan tubuhnya bewarna biru.

O : K/U : Lemah

BB : 3000 gram

PB : 50 cm

Rr : 24 x/m

DJ : 80 x/m

T : 36,5 0C

Refleks : Tidak ada

JK : Perempuan

Pemeriksaan fisik:

1. Inspeksi:
a. Hidung : adanya cuping hidung
b. Dada : adanya retraksi sela iga
c. Bayi diam
d. Warna kulit: tangan sama kaki berwarna kebiruan
e. Ekstremitas: lemah
11
A : Bayi baru lahir dengan asfiksia berat. K/U bayi sangat lemah

P :

1. Memberitahu kepada ibu hasil pemeriksaan bayinya.


2. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan.
3. Melakukan tindakan JAIKAP:
a. Jaga bayi tetap hangat
b. Atur posisi bayi
c. Isap lendir
d. Keringkan dan rangsang taktil
e. Atur posisi kembali
f. Penilaian kembali
4. Tindakan langkah awal belum berhasil, maka dilanjutkan dengan ventilasi.
Langkah ventilasi yaitu:
a. Memposisikan kepala dan leher bayi setengah ekstensi.
b. Pasang sungkup dengan benar sehingga melingkupi hidung dan mulut bayi
dan memegang sungkup seperti huruf C.
c. Melakukan ventilasi 2x untuk membuka alveoli.
d. Alveoli sudah terbuka maka dilanjutkan dengan ventilasi sebanyak 20 kali
dalam 30 detik.
e. Mengulang ventilasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik.
5. Memberitahu ibu bahwa tindakan ventilasi tidak berhasil, bayi masih belum
menangis, sulit bernafas, warna kulit bayi masih kebiruan dan akan dilakukan
rujukan.
6. Tetap melakukankan ventilasi saat merujuk
a. Konseling untuk merujuk bayi beserta ibu dan keluarga
b. Lanjutkan resusitasi
c. Pemantauan tanda bahaya
d. Perawatan tali pusat
e. Pencegahan hipotermi

12
f. Pembutan surat rujukan
g. Pencatatan dan pelaporan
7. Melanjutkan ventilasi dalam perjalan merujuk sampai ke rumah sakit tempat
rujukan.

13
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat di
PMB Mariana. Diperoleh data subjektif: Ibu mengatakan bayinya tidak segera
menangis dan sulit bernafas dan warna kulitnya sudah kebiruan. Data objektif
keadaan umum bayi lemah, BB: 3000 gram, PB: 50 cm, Rr: 24 x/m, DJ: 80 x/m, T:
36,5 0C, JK: perempuan, Warna kulit: kebiruan. Dari data assesment: bayi Ny. W
dengan asfiksia berat. K/U bayi sangat lemah. Planningnya memberitahu kepada ibu
hasil pemeriksaan bayinya, menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan,
melakukan tindakan JAIKAP: jaga bayi tetap hangat, atur posisi bayi, isap lendir,
keringkan dan rangsang taktil, atur posisi kembali, penilaian kembali, bayi belum
menangis, gerakan lemah, warna kulit kebiruan. Tindakan selanjutnya lakukan
ventilasi 2x untuk membuka alveoli, setelah itu lanjutkan dengan tindakan ventilasi
sebayak 20 kali selama 30 detik, penilaian kembali, bayi belum menangis, sulit
bernafas dan warna kulit kebiruan, siap-siap untuk merujukan bayi sambil melakukan
ventilasi.

B. Saran

Bagi ibu diharapkan dapat mengetahui cara perawatan bayi baru lahir yaitu:
menjaga bayi tetap hangat dan kering, perawatan tali pusat, memandikan bayi,
menjaga tali pusat agar tetap kering dan tidak lembab, cara menyusui yang benar dan
menyusui bayi sesering mungkin.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arief dan Kristiyanasari. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak.


Yogyakarta: Nuha Medika.
Dewi, V, N, L. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.

Dinas Kesehatan Aceh Besar, 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Besar. Aceh: Aceh
Besar.

Dinas Kesehatan Aceh. 2017. “Profil Kesehatan Aceh 2016”. Aceh: Dinkes Aceh

Indrayani dan Djami. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Jitowoyono dan Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Kepmenkes. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/MENKES/PER/X/2010.

Prawirohardjo. 2014. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sondakh. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:

Erlangga.

Wiknjosastro. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.

15

Anda mungkin juga menyukai