Anda di halaman 1dari 9

Referat

* Program Studi Profesi Dokter/G1A219092

* Pembimbing : dr. H. Mustarim, Sp. A(K), M.Si.Med

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI ASFIKSIA NEONATORUM

Nur Ramlah Rezi, S. Ked*


dr. H. Mustarim, Sp. A(K), M.Si.Med**

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Asfiksia menyebabkan kematian
neonatus antara 8-35% di negara maju, sedangkan di negara berkembang antara
31-56,5%. Insidensi asfiksia pada menit pertama 47/1000 lahir hidup dan pada 5
menit 15,7/1000 lahir hidup untuk semua neonatus. Insidensi asfiksia neonatorum
di Indonesia kurang lebih 40/1000.1
Asfiksia neonatorum terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen
sebelumnya, selama atau setelah kelahiran. Faktor yang menyebabkan asfiksia
neonatorum antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta
dan faktor persalinan.2 Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan
(preeklampsia dan eklampsia) (24%), perdarahan antepartum (plasenta previa,
solusio plasenta) (28%), anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) berkisar
kurang dari 10 %, infeksi berat (11%), dan kehamilan postdate. Faktor keadaan
bayi meliputi prematuritas (15%), BBLR (20%), kelainan kongenital (1-3%),
ketuban bercampur mekonium. Faktor plasenta meliputi, lilitan tali pusat, tali
pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat. 3 Faktor neonatus meliputi
depresi pernafasan karena obat-obat anestesi atau analgetika yang diberikan pada
ibu, dan trauma persalinan,misalnya perdarahan intrakranial (2-7%). Faktor
persalinan meliputi partus lama atau macet (2,8-4,9%), persalinan dengan penyulit
(letak sungsang, kembar, distosia bahu, vakum ekstraksi, forsep) (3-4%), dan
Ketuban Pecah Kini (KPD) (10-12%).4
Penafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia
yang berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode
apnu disertai dengan penurunan frekuensi.4,5 Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada
tingkat ini terjadi brakikardi dan penurunan tekanan darah. Pada asfiksia terjadi
pula gangguan metabolisme dan penurunan keseimbangan asam-basa pada tubuh
bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respiratorik. Bila berlanjut dalam
tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis
glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam
jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolik yang
akan menimbulkan kelemahan otot jantung, pengisian udara alveolus yang kurang
adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan
mengalami gangguan.6,7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diagnosis Asfiksia Neonatorium
Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Seorang neonatus disebut
asfiksia bila terdapat nilai apgar menit kelima 0-3, adanya asidosis pada darah tali
posat (Ph < 7), adanya gangguan neurologis dan adanya gangguan multiorgan.
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin.1 Tiga hal yang perlu
mendapat perhatian yaitu:
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit. Apabila
frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit diluar his dan
lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukkan
gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X,
sehingga pristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
3. Pemeriksaan darah janin
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya. Kelahiran yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin akan dimungkinkan akan disertai
dengan asfiksia neonatorum. Oleh karena itu perlu diadakan persiapan
untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatannya
perlu diketahui untuk melakukan tindakan resusitasi yang sempurna. Hal
tersebut diketahui dengan penilaian menurut APGAR.
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
pemeriksaan berikut ini : 2,3
1) Anamnesis : anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko terhadap
terjadinya asfiksia neonatorium.
2) Pemeriksaan fisik : memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda berikut
atau tidak, antara lain:
a) Bayi tidak bernafas atau menangis
b) Denyut jantung kurang dari 100x/menit
c) Tonus otot menurun
d) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi
e) BBLR
3) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis
pada darah tali pusat jika:
a) PaO2 < 50 mm H2o
b) PaCO2 > 55 mm H2
c) pH < 7
Pada saat persalinan, adanya mekonium pada cairan amnion dan berwarna
kuning merupakan tanda bahwa telah terjadi kegawatan janin. Pada saat lahir
bayi ini seringkali mengalami depresi dan gagal bernafas secara spontan,
selang beberapa jam berikutnya bisa terjadi hipotonia bahkan dari hipotonia
bisa menjadi hipotonia ekstrem atau tonus bisa tampak normal.
WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan kriteria dalam penegakkan
diagnosis asfiksia selain berdasarkan skor APGAR dan adanya asidosis metabolik,
ditambahkan dengan adanya gangguan fungsi organ berupa gejala neurologis
berupa HIE akan tetapi penegakkan diagnosis HIE tidak dapat dilakukan dengan
segera dan terdapat berbagai keterbatasan dalam aplikasinya di komunitas. Hal ini
membuat diagnosis asfiksia secara cepat di komunitas menggunakan kriteria
penilaian adanya gangguan pada pernafasan, frekuensi jantung, dan warna kulit
ditunjang dengan hasil analisis gas darah yang menunjukkan asidosis metabolik.4
B. Klasifikasi Asfiksia
Penilaian bayi harus di mulai segera sesudah bayi lahir meliputi penilaian
pernafasan, denyut jantung dan warna. Pengkajian ini dapat di lakukan dalam
waktu 20 detik. Nilai APGAR dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah
bayi lahir. Nilai (skor) APGAR tidak dilakukan sebagai dasar keputusan untuk
tindakan resusitasi, Penilaian harus dilakukan segera, sehingga keputusan
resusitasi tidak didasarkan penilaian APGAR, akan tetapi skor APGAR tetap
digunakan untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1 menit dan 5 menit
setelah kelahiran.5 Menurut Drage penilaian secara APGAR mempunyai
hubungan yang bermakna dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir,
dimana patokan klinis yang dinilai ialah :
1. Menghitung frekuensi jantung.
2. Melihat usaha nafas.
3. Menilai tonus otot.
4. Menilai refleks rangsangan.
5. Memperhatikan warna kulit.
Skor APGAR dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada
saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir
dengan sempurna. Skor APGAR 1 menit menunjukkan beratnya asfiksia yang
diderita dan baik sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor
APGAR perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai
korolasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal.6,7
Tabel : SKOR APGAR
Asfiksia di bagi dalam :
1. Asfiksia Ringan “Vigorous baby” (APGAR Skor 7-10).
2. Asfiksia Sedang “Mild-moderate asphyxia” (APGAR Skor 4-6).
3. Asfiksia Berat dengan scor APGAR Skor 0-3.
BAB III
KESIMPULAN

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia
neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada
pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa
sehingga gangguan pada aliran darah umbilical maupun plasental hampir selalu
akan menyebabkan asfiksia.1
Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor keadaan
ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan. Faktor keadaan ibu
meliputi hipertensi pada kehamilan (preeklampsia dan eklampsia) (24%),
perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta) (28%), anemia dan
Kekurangan Energi Kronis (KEK) berkisar kurang dari 10 %, infeksi berat (11%),
dan kehamilan postdate. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%) , BBLR
(20%), kelainan kongenital (1-3%), ketuban bercampur mekonium. Faktor
plasenta meliputi, lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus
tali pusat. Faktor neonatus meliputi depresi pernafasan karena obat-obat anestesi
atau analgetika yang diberikan pada ibu, dan trauma persalinan,misalnya
perdarahan intrakranial (2-7%). Faktor persalinan meliputi partus lama atau macet
(2,8-4,9%), persalinan dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia bahu,
vakum ekstraksi, forsep) (3-4%), dan Ketuban Pecah Kini (KPD) (10-12%).2
DAFTAR ISI

1. Gomella L. Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,


Diseases and Drugs. United States of America : The McGraw-Hill
Companies, Inc. 2020;805-14
2. Kamath-Rayne BD, Jobe AH. Birth Asphyxia, An Issue of Clinics in
Perinatology, E-Book. Elsevier Health Sciences;2016;409-18
3. Triana A. Kegawatan Maternal dan Neonatal, Ed. 1, Cetakan Pertama.
Yogyakarta; Januari 2015;164-68
4. World Health Organization (WHO). Mortality and Global Health
Estimates Child Mortality Birth Asphyxia. 2017; Available on :
https://apps.who.int/gho/data/view.main.CM1002015REG6-CH11
5. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BM. Nelson textbook of
pediatrics e-book. Elsevier Health Sciences. Ed. 21. 2020;918
6. IDAI. Buku Ajar Neonatologi. Asfiksia dan Resusitasi Bayi Baru Lahir:
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012. Hal 103-11
7. Simon, Leslie V, and Bradley N. Bragg. “APGAR Score”. In StatPearls
(Internet). StatPearls Publishing, 2019

Anda mungkin juga menyukai