Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218005/ Mei 2019

** Pembimbing/ DR. dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV

DERMATITIS ATOPIK DAN SKABIES DENGAN INFEKSI SEKUNDER

Oleh :

Mutia Yudha Putri, S. Ked*

G1A218005

Pembimbing :

DR. dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN
Case Report Session
DERMATITIS ATOPIK DAN SKABIES DENGAN INFEKSI SEKUNDER

DISUSUN OLEH
Mutia Yudha Putri, S. Ked
G1A218005

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Mei 2019


PEMBIMBING

DR. dr. Fitriyanti, Sp.KK, FINSDV

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa sebab karena rahmatnya, laporan kasus atau Case Report
Session (CRS) yang berjudul “Dermatitis Atopik Dan Skabies Dengan
Infeksi Sekunder” ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat agar
penulis dan teman – teman sesama koass periode ini dapat memahami
tentang gejala klinis yang sering muncul ini. Selain itu juga sebagai tugas
dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DR. dr. Fitriyanti,


Sp.KK, FINSDV selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini
dan khususnya pembimbing dalam laporan kasus ini. Penulis menyadari
bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu penuli mengharapkan
kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi serta
pengetahuan kita.

Jambi, Mei 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Pengertian dari skabies itu sendiri adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var, hominis dan
produknya. Penyakit ini sangat mudah sekali menular dan sangat gatal terutama
pada malam hari.1
Gambaran klinis scabies adalah adanya gatal hebat pada malam hari. Bila
lebih dari satu anggota keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies.
Efloresensinya berupa papula atau vesikel dimana puncaknya terdapat gambaran
yang sebenarnya merupakan lorong-lorong rumah sarcoptes yang biasanya disebut
dengan istilah burrows atau kunikulus. Kunikulus ini pada pemeriksaan fisik
kadang tidak terlihat (tidak ditemukan) karena sudah hilang akibat garukan kronis.
Jika terjadi infeksi sekunder, kunikilus ini dapat menjadi pustula. Tempat
predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae, sekitar umbilicus, abdomen
bagian bawah, dan genitalia eksterna pria. Pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh
permukaan kulit. Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan pengambilan tungau
dengan jarum. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta
syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene
yang buruk), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang
baik.¹

Istilah atopi berasal dari kata atopos (out of place) yang berarti berbeda
dan yang dimaksud adalah penyakit kulit yang tidak biasa, baik lokasi kulit yang
terkena, maupun perjalanan penyakitnya. Dermatitis adalah peradangan kulit yang
bersifat akut, subakut, atau kronis sebagai respon pengaruh faktor eksogen dan
atau eksogen, menyebabkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan
keluhan gatal.2,3

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
Jl. Letjen Soeprapto Samping RSUD Raden Mattaher Telanaipura Jambi telp/fax (0741) 60246

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ulu Gedong
Suku Bangsa : Melayu
Hobi : Menggambar
Berat Badan : 19 kg

I. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 29 Mei 2019
A. Keluhan Utama : Bercak dan bintik-bintik kemerahan pada lipatan leher,
kedua lipatan siku dan kedua lipatan kaki disertai gatal sejak 1 minggu yang lalu.
B. Keluhan Tambahan : -
C. Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien datang dengan keluhan bercak dan
bintik-bintik kemerahan pada lipatan leher, kedua lipatan siku dan kedua lipatan
kaki disertai gatal sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mudah gatal bila
berkeringat. Menurut ibu pasien, keluhan yang sama seperti ini sudah pernah
dialami oleh pasien sejak pasien umur 2 tahun. Biasanya, saat keluhan muncul
pasien hanya diberikan bedak salisilat dan keluhan akan berkurang serta sembuh
dengan sendirinya. Kemudian muncul bintil-bintil kemerahan sejak 1 bulan yang
lalu. Awalnya bintil-bintil pertama kali timbul pada sela jari tangan dengan bentuk
sebesar kepala jarum pentul. Kemudian semakin hari bintil mulai bertambah
banyak. Ibu pasien mengatakan bintil tersebut disertai rasa gatal, karena pasien
sering menggaruk bintilnya dan lebih sering malam hari sehingga ada bintil yang
pecah dan kemudian mengering. Pasien tidak mengalami demam. Pasien pernah

5
berobat untuk penyakitnya ini dan pasien diberikan salep namun pasien lupa
namanya. Sebelumnya pasien tidak ada terkena gigitan serangga.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (+)
Riwayat alergi tidak diketahui.
Riwayat asma disangkal.
Riwayat rhinitis alergi disangkal.
Riwayat urtikaria disangkal.
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa (+) sepupu pasien
Riwayat alergi disangkal.
Riwayat asma disangkal.
Riwayat rhinitis alergi disangkal.
Riwayat urtikaria disangkal.
F. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan pasien merupakan murid SD.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR : 22 kali/menit
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 36,5o C
3. Kepala :
a. Inspeksi :Bentuk normocephal
b. Mata : CA (-/-), SI (-/-), Pupil isokor, Refleks cahaya (+/+)
c. THT :Nyeri tekan tragus (-), sekret telinga (-), sekret hidung (-)
d. Leher :Perbesaran KGB (-), trakea ditengah (+)
4. Thoraks :
a. Jantung :BJ I-II regular, tidak terdapat bunyi tambahan

6
b. Paru : Vesikuler (+/+), Wheezing (-), Rhonki (-)
5. Genitalia : Tidak dilakukan
6. Ekstremitas
a. Superior : CRT < 2dtk, akral hangat, edema (-)
b. Inferior : CRT < 2dtk, akral hangat, edema (-)

B. Status Dermatologi
1. Inspeksi
Regio Interdigiti I-V Manus

- Terdapat lesi pustul, bentuk reguler, ukuran lentikuler (<1cm), jumlah


soliter, batas tegas, warna eritem, tepi tidak aktif dan permukaan tidak rata.
- Terdapat lesi skuama, bentuk irreguler, ukuran numular-plakat (>5cm),
jumlah multipel, batas tidak tegas(difus), warna hipopigmentasi dan
eritem, tepi tidak aktif, distribusi konfluens dan permukaan kasar.
- Terdapat lesi krusta, bentuk irreguler, ukuran numular-plakat(>5cm),
jumlah multipel, batas tidak tegas(difus), warna hiperpigmentasi dan
eritem, tepi tidak aktif, distribusi konfluens dan permukaan kasar.

Regio Colli

7
- Terdapat lesi makula, bentuk irreguler, ukuran milier(5-10 mm), jumlah
multipel, batas tidak tegas(difus), warna eritem, tepi tidak aktif, distribusi
diskret dan permukaan kasar.

Regio Cubiti

- Terdapat lesi makula, bentuk irreguler, ukuran milier(5-10 mm), jumlah


multipel, batas tidak tegas(difus), warna eritem, tepi tidak aktif, distribusi
diskret dan permukaan kasar.
Regio Poplitea

8
- Terdapat lesi makula, bentuk irreguler, ukuran milier(5-10 mm), jumlah
multipel, batas tidak tegas(difus), warna eritem, tepi tidak aktif, distribusi
diskret dan permukaan kasar.
2. Palpasi : permukaan tidak rata, teraba kenyal, nyeri tekan (-)
3. Auskultasi :-
4. Lain-lain :-  Regio Cubiti
Lesi makula, irreguler,
milier(5-10 mm),
multipel, difus, eritem,
tidak aktif, diskret dan
 Regio Colli
permukaan kasar.
Lesi makula,
irreguler,
milier(5-10  Regio Poplitea
mm), multipel, Lesi makula, irreguler,
difus, eritem, milier(5-10 mm),
tidak aktif, multipel, difus, eritem,
diskret dan tidak aktif, diskret dan
permukaan permukaan kasar.
kasar.

 Regio Interdigiti I-V Manus


- Lesi pustul, bentuk reguler, ukuran lentikuler (<1cm), jumlah soliter,
batas tegas, warna eritem, tepi tidak aktif dan permukaan tidak rata.
- Lesi skuama, bentuk irreguler, ukuran numular-plakat (>5cm), jumlah
multipel, batas tidak tegas(difus), warna hipopigmentasi dan eritem,
tepi tidak aktif, distribusi konfluens dan permukaan kasar.
- Lesi krusta, bentuk irreguler, ukuran numular-plakat(>5cm), jumlah
multipel, batas tidak tegas(difus), warna hiperpigmentasi dan eritem,
tepi tidak aktif, distribusi konfluens dan permukaan kasar.

C. Status Venerelogi
1. Inspeksi :-
2. Palpasi :-

9
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
Dermatitis Atopik : Skabies dngan Infeksi Sekunder :
- White Dematografisme - Kerokan Kulit
- Patch Test - Mengambil tungau dengan jarum
- Burrow Ink Test

IV. DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis Atopik : Skabies dengan Infeksi Sekunder :
- Dermatitis Atopik - Skabies dengan Infeksi Sekunder
- Dermatitis Kontak - Dermatitis Atopik
- Psoriasis - Prurigo
- Neurodermatitis - Gigitan Serangga
- Skabies

V. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Atopik dan Skabies dengan Infeksi Sekunder

VI. TERAPI
 Non Medikamentosa :
Dermatitis Atopik :
1. Hindari stress dan semua faktor luar yang mungkin menimbulkan
manifestasi klinis
2. Menjauhi alergen pemicu dan memakai pelembap kulit
3. Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan
pakaian dari wol
Skabies dengan Infeksi Sekunder :
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
2. Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular 
3. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan
dan lingkungan tempat tinggal

10
4. Mencuci selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan
menggunakan air panas
5. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
6. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan risiko infeksi
7. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama

 Medikamentosa :
Dermatitis Atopik :
1. Topikal :
- Takrolimus, Salap 0,03%, dosis 2 kali sehari.
2. Oral :
- Prednisone Tab 2mg, 3x1 per hari selama 5 hari.
Skabies dengan Infeksi Sekunder :
1. Topikal :
- Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam
hari selama 8 jam lalu dibilas, dioles satu kali dalam seminggu.
2. Oral :
- Cetirizin Syr 5mg, 1x1/hari pada malam hari.

VII. PROGNOSIS
 Quo Ad Vitam : Bonam
 Quo Ad Functionam : Bonam
 Quo Ad Sanationam : Bonam

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


Dermatitis Atopik : Skabies dengan Infeksi Sekunder :
- Pemeriksaan IgE - Punch Biopsy
- Pemeriksaan Eosinofil - Dermoskopi

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh
kutu Sarcoptes scabiei var hominis.Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung
dari kulit ke kulitmaupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya
pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).4
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit yang kronik residif,
disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada
bayi (fase infantil) dan bagian fleksural ekstrimitas (pada fase anak).5
DA kadang-kadang disebut juga eksim susu, prurigo besnier, atau eczema.
DA sering dihubungkan dengan abnormalitas fungsi sawar kulit, sensitisasi
alergen, dan infeksi kulit berulang. DA juga dikaitkan dengan kondisi alergi
lainnya, termasuk alergi makanan, asma, dan rinokonjungtivitis alergik. karena
DA mendahului kemunculan kondisi atopik lainnya, diusulkan bahwa DA
merupakan langkah awal dalam suatu atopic march.3,5,6

12
II. EPIDEMIOLOGI
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun jadi epidemic scabies. Banyak
factor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: social
ekonomi yang rendah, higene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promikuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta
ekologik. Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam penyakit akibat
hubungan seksual.7

Sekitar 50% kasus DA muncul pada tahun pertama kehidupan, dan


mayoritas terjadi dalam 5 tahun pertama kehidupan, dan sisa kasus DA
dewasa biasanya muncul sebelum usia 30 tahun. Atopi sekarang umum
ditemukan pada populasi yang kebanyakan individu memiliki riwayat
keluarga dari atopi. Penelitian genetic menyatakan risiko DA pada kembar
monozigot sebesar 77% dan dizigot 25%. Apabila kedua orangtua menderita
DA, 81% anaknya berisiko menderita DA. Apabila hanya salah satu
orangtuanya yang menderita DA, maka risiko mendapat DA menjadi 59%.2,5

13
III. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Siklus
hidup tungau ini adalah: Setelah kopulasi (perkawinan) di atas kulit, tungau
jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina.8
DA merupakan penyakit inflamasi kulit yang sangat gatal hasil dari
interaksi kompleks antara kerentanan genetik menghasilkan defek sawar kulit,
defek sistem imun bawaan, dan peningkatan respon imunologis terhadap
alergen dan antigen mikrobial.3
IV. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira
sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.7
V. GEJALA KLINIS
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran
klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik, ada 4 tanda utama
atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :8
a) Pruritus nocturna
b) Menyerang manusia secara berkelompok
c) Adanya terowongan
d) Menemukan Sarcoptes scabiei

Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari,


tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul,
likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.

14
DA dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu DA infantil (terjadi pada usia 2
bulan sampai 2 tahun, DA anak (2 sampai 10 tahun), dan DA pada remaja dan
dewasa. Diagnosis DA didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Rajka (minimal 3 mayor dan 3 minor).2

Kriteria Mayor :

1. Riwayat Dermatitis Fleksural


2. Onset di bawah usia 2 tahun
3. Terdapat ruam yang gatal
4. Riwayat asma
5. Riwayat kulit kering
6. Riwayat atopi pada keluarga

Kriteria Minor :

1. Xerosis/kulit kering
2. Iktiosis
3. Hiperlinearis palmaris
4. Keratosis pilaris
5. Alergi tipe I/peningkatan serum IgE
6. Dermatitis tangan/kaki
7. Keilitis
8. Dermatitis papilla mamae
9. Terdapat peningkatan S.aureus dan virus herpes simpleks
10. Keratosis perifolikuler
11. Pitiriasis alba
12. Awitan usia dini
13. Konjungtivitis berulang
14. Lipatan Dennie-Morgan
15. Keratokonus
16. Katarak subkapsular anterior
17. Orbita menjadi gelap
18. Muka pucat atau eritem
19. Gatal bila berkeringat
20. Intoleran terhadap wol atau pelarut lemak
21. Aksentuasi perifolikular
22. Hipersensitif terhadap makanan
23. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan atau emosi
24. White dermographism dan delayed blanch response

15
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis paling utama ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan
klinis.
 Pemeriksaan Penunjang Skabies dan Dermatitis Atopik
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan.Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti
sulit ditegakkan. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu : 8
1. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang utuh ditetesi dengan minyak mineral, lalu
dilakukan kerokan kulit dengan mengangkat papul atau atap terowongan
menggunakan scalpel steril. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi
minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, lalu diperiksa
dibawah mikroskop pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau,
telur, atau fecal pellet.

Gambar 1. Sarcoptes scabiei dewasa dilihat dengan mikroskop


2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke
dalam terowongan yang utuh (pada titik yang gelap, kecuali pada orang
kulit hitam pada titik yang putih), digerakkan secara tangensial ke ujung
lainnya, kemudian dikeluarkan. Tungau akan memegang ujung jarum dan
dapat diangkat keluar.Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit
yang sangat kecil dan transparan.

16
3. Tes tinta Burowi (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30 menit, kemudian
dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat
sebagai garis gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena akumulasi
tinta di dalam terowongan. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada
anak dan pada penderita yang nonkooperatif.
4. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau
telur.Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada
penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil
dari lesi yang meradang.
5. Dermoskopi
Menurut Argenziano,pembesaran gambar menunjukkan struktur triangular
kecil berwarna gelap yang berhubungan dengan bagian anterior tungau
yang berpigmen dan suatu segmen linier di belakang segitiga yang
mengandung gelembung udara kecil, dimana kedua gambaran ini
menyerupai “jet with contrail”dan dianggap sebagai bentuk terowongan
beserta telur dan fecal pellet.
6. Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis
dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada dermatitis atopik,
misalnya kenaikan kadar IgE dalam serum, berkurangnya jumlah sel-T
(terutama T-supresor) dalam imunitas seluler, jumlah eosinofil dalam
darah relatif meningkat.
7. Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni
berturut-turut garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna
merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa
menit. Penggoresan pada penderita atopi garis merah tidak disusul warna
kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik – 5 menit, sedangkan edema
tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.

17
VII. DIAGNOSIS BANDING

- Atopic Dermatitis, terdapat gatal dan erupsi vesikopapular yang


predominan di fleksor.Yang membedakannya dengan skabies adalah
adanya terowongan dan pembungkusan ruang jaringan.
- Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian
ekstensor ekstremitas.
- Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan,
efloresensinya urtikaria papuler.
VIII. PENATALAKSANAAN
Perawatan Umum Skabies :
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
2. Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit menular 
3. Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan
dan lingkungan tempat tinggal
4. Mencuci selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir dengan
menggunakan air panas
5. Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
6. Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan risiko infeksi
7. Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama
Pengobatan Topikal Skabies :
Jenis obat topikal yang dapat diberikan kepada pasien adalah :
1. Permethrin
Merupakan pilihan pertama, tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu, dan
pemberian ketiga 1 minggu setelah pemberian kedua. Target utama
pengobatan adalahmembran sel skabies. Obat membuat ion Cl masuk ke
dalam sel secara berlebihan, membuat sel saraf sulit depolarisasi dan

18
parasit akan paralisis/ lumpuh. Obat ini efektif membunuh parasit, tapi
tidak efektif untuk telur.Oleh karena itu, penggunaan permethrin hingga 3
kali pemberian sesuai siklus hidup tungau. Pemberian kedua dan ketiga
dapat membunuh tungau yang baru menetas. Permethrin jarang diberikan
pada bayi kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui karena
keamanannya belum dapat dipastikan. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang
ditemukan, berupa rasa terbakar, perih, dan gatal, mungkin karena kulit
sensitive dan terekskoriasi.
2. Presipitat Sulfur 4-20%
Preparat sulfur tersedia dalam bentuk salep dan krim. Tidak efektif untuk
stadium telur. Pengobatan selama tiga hari berturut-turut, dapat dipakai
untuk bayi/ anak kurang dari 2 tahun.
3. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan
dalam bentuk emulsi 25% dengan periode kontak 24 jam, diberikan setiap
malam selama 3 hari. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil
dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun, lebih efektif
untuk resistant crusted scabies.
4. Gamma benzene heksaklorida (Gammexane)
Merupakan insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Tersedia dalam bentuk 1% krim, lotion, gel, tidak berbau, dan tidak
berwarna.2 Pemakaian secara tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawah selama 12-24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih, dan
dapat diaplikasikan kembali setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Tidak dianjurkan mengulangi pengobatan dalam
7 hari, serta menggunakan konsentrasi selain 1% karena efek samping
neurotoksik SSP (ataksia, tremor, dan kejang) akibat pemakaian
berlebihan.

19
5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-OToluidine)
Sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara
50%-70%. Hasil terbaik diperoleh jika diaplikasikan dua kali sehari
setelah mandi selama lima hari berturut-turut. Tidak dapat digunakan
untuk wajah, disarankan mengganti semua pakaian dan sprei serta dicuci
dengan air panas setelah penggunaan crotamiton untuk mencegah
kembalinya tungau. Efek samping iritasi bila digunakan jangka panjang;
obat ini tidak mempunyai efek sistemik.
6. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, antiparasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun
tidak mempunyai aktivitas antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan
endo parasit. Digunakan luas pada pengobatan hewan, mamalia; pada
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial terutama
oncocerciasis, dilaporkan efektif untuk skabies. Diberikan oral, dosis
tunggal, 200 ug/ kgBB untuk pasien berumur lebih dari 5 tahun.
Formulasi ivermectin topikal juga dilaporkan efektif. Efek samping yang
sering adalah dermatitis kontak, dapat juga terjadi hipotensi, edema
laring, dan ensefalopati.
Pengobatan Simptomatik Skabies :
Obat antipruritus seperti obat anti-histamin dapat mengurangi gatal yang
menetap selama beberapa minggu setelah terapi anti-skabies yang adekuat.
Untuk bayi, dapat diberikan hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat
aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif, pada
orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%.
Setelah pengobatan berhasil membunuh tungau skabies, masih terdapat
gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa
penyembuhan. Pasien dapat diobati dengan emolien dan kortikosteroid
topikal; antibiotik topikal tergantung infeksi sekunder oleh Staphylococcus
aureus. Crotamiton antipruritik topikal dapat digunakan. Keluhan pruritus
dapat berlanjut selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil.

20
Perawatan Umum Dermatitis Atopik :
1. Hindari stress dan semua faktor luar yang mungkin menimbulkan
manifestasi klinis
2. Menjauhi alergen pemicu dan memakai pelembap kulit
3. Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras dan bahan
pakaian dari wol
Pengobatan Topikal Dermatitis Atopik :
1. Hidrasi Kulit
Kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak
sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan iritan
dan allergen, sehingga perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik
urea 10%, dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila
memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan
lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya aktif. Setelah
mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien. Emolien dipakai beberapa
kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.
2. Kortikosteroid Topikal
Pengobatan DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering
digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Namun demikian harus
waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada
bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison
1%-2,5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi menengah,
misalnya triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid berpotensi
lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai di daerah
genitalia dan intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat. Bila
aktifitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2
kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh, sebaiknya dengan
kortikosteroid yang potensinya paling rendah.

21
3. Imunomodulator Topikal
 Takrolimus. Suatu penghambat calcineurin, dapat diberikan dalam bentuk
salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun, untuk dewasa 0,03% dan 0,1%.
Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA yaitu sel
Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Tidak ditemukan efek samping
kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit
seperti pada pemakaian kortikosteroid, dapat digunakan di muka dan
kelopak mata.
 Pimekrolimus. Golongan askomisin makrolaktam. Cara kerja sangat mirip
siklosporin dan takrolimus walaupun ketiganya berbeda dalam struktur
kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila
terikat pada reseptor sitosolik imunofilin.
Pengobatan Sistemik Dermatitis Atopik :
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan
eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan
berselang-seling (alternate), atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian
segera diganti kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang
menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih
berat akan muncul kembali.
2. Antihistamin
Digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama
malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin
yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin
atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin
hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor
histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam
hari pada orang dewasa.
3. Antiinfeksi
Pada DA ditemukan peningkatan koloni S.aureus. Untuk yang belum
resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang

22
untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi
pertama sefalosporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks
kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan peroral asiklovir 400
mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10
hari.
4. Interferon
IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan
perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam
sirkulasi.
5. Siklosporin
DA yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat diberikan
pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek
yang dianjurkan per oral 5mg/kg berat badan.
IX. KOMPLIKASI
Beberapa laporan penelitian kasus, didapatkan vaskulitis
leukositoklastik akibat scabies. Impegtiginisasi sekunder adalah
komplikasi umum ditemukan dan berespon baik terhadap pemberian
antibiotik topikal ataupun oral, tergantung tingkat piodermanya.
limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies
Norwegian Scabies.Glomerulonefritis juga pernah dilaporkan sebagai
komplikasi dari scabiesPost-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi
karena scabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus
pyogens.9

Komplikasi Dermatitis Atopik :

1. Infeksi Sekunder Akibat Bakteri


2. Infeksi Jamur Kulit
3. Infeksi Virus
4. Eritroderma

23
X. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi ( antara lain higene) maka
penyakit ini dapat di brantas dan memberiprognosis yang baik.2
Sulit meramalkan prognosis DA. pada seseorang. Prognosis lebih buruk
bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan
spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja.
sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik yaitu :
 DA luas pada anak
 Menderita rinitis alergik dan asma bronkial
 Riwayat DA. pada orang tua atau saudara kandung
 Awitan (onset) DA pada usia muda
 Kadar IgE serum sangat tinggi

24
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien atas nama An. R, umur 6 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RS Raden Mattaher Pada tanggal 29 Mei 2019, berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dermatitis atopik dan skabies dengan
infeksi sekunder.
Pasien datang dengan keluhan bercak dan bintik-bintik kemerahan pada
lipatan leher, kedua lipatan siku dan kedua lipatan kaki disertai gatal sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga mudah gatal bila berkeringat. Menurut ibu pasien,
keluhan yang sama seperti ini sudah pernah dialami oleh pasien sejak pasien umur
2 tahun. Biasanya, saat keluhan muncul pasien hanya diberikan bedak salisilat dan
keluhan akan berkurang serta sembuh dengan sendirinya. Kemudian muncul
bintil-bintil kemerahan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya bintil-bintil pertama kali
timbul pada sela jari tangan dengan bentuk sebesar kepala jarum pentul.
Kemudian semakin hari bintil mulai bertambah banyak. Ibu pasien mengatakan
bintil tersebut disertai rasa gatal, karena pasien sering menggaruk bintilnya dan
lebih sering malam hari sehingga ada bintil yang pecah dan kemudian mengering.
Pasien tidak mengalami demam. Pasien pernah berobat untuk penyakitnya ini dan
pasien diberikan salep namun pasien lupa namanya. Sebelumnya pasien tidak ada
terkena gigitan serangga.
Berdasarkan anamnesis tersebut, sesuai dengan gejala dermatitis atopik
terdapat >3 kriteria mayor yaitu Riwayat Dermatitis Fleksural, Onset di bawah
usia 2 tahun, Terdapat ruam yang gatal, Riwayat kulit kering dan Kriteria Minor
Xerosis/kulit kering, Dermatitis tangan/kaki, Awitan usia dini dan Gatal bila
berkeringat. Dan sesuai dengan gejala skabies rasa gatal terutama pada malam
hari (pruritus noktural). Adanya tanda : papula (bintil), ekskoriasi (bekas
garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam. Gejala yang ditunjukkan adalah
warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul disela- sela
jari, lipatan pinggang dan lipatan bokong dan muncul gelembung berair pada

25
kulit. Pada status dermaotologis terdapat pustul, krusta, skuama dan erosi.
Deskripsi ini sesuai dengan tanda pada skabies dan dermatitis atopik.
Dari perbandingan diagnosis berdasarkan berdasarkan anamnesa dan status
dermatologis diagnosis ini mengarah kepada dermatitis atopik dan skabies
dikarenakan kesesuaian dengan teori. Pada pasien ini dipilih terapi
medikamentosa melalui pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan sistemik
yang diberikan berupa antipruritus yaitu Antihistamin. Antihistamin hanya
digunakan untuk keluhan pruritus yang disebabkan oleh pelepasan histamin.
Karena belum tentu pruritus disebabkan oleh histamin maka antihistamin hanya
bisa mengurangi gejala pada keluhan tertentu. Antihistamin golongan H1 generasi
pertama : Clemastin, hydroxyzine, dan promethazin dapat diberikan untuk pasien
yang mengalami keluhan gatal dan disertai keluhan sulit tidur. Golongan H1
selain membantu pasien untuk menghilangkan keluhan gatal, golongan H1 juga
bersifat sedative yang juga mengurangi pemicu pruritus seperti emosi.
Antihistamin golongan H1 generasi kedua meliputi:cetirizin,levocetirizin,
loratadin, desloratadin, azelastin, fexofenadin, ebastin, atau rupatadin.
Antihistamin generasi kedua lebih ringan efek sedatifnya. Pasien ini diberikan
terapi oral Antihistamin golongan H1 generasi dua yaitu Cetirizin Sirup 1x1
Cth/hari, dimana efek sedatif yang lebih minimal dibanding golongan H1 generasi
pertama, mengingat pasien saat ini masih bekerja sehingga pengobatan tidak akan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien juga diberikan pengobatan topical
Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari selama 8 jam lalu
dibilas, dioles satu kali dalam seminggu dan Emolien, Krim Urea 10%, dosis 2
kali sehari segera setelah mandi.
Prognosis umumnya baik. Prognosis buruk bila kedua orangtua menderita
dermatitis atopik.

26
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini tegaknya diagnosa berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan dermatologik yakni ditemukan >3 kriteria mayor dan minor
dari dermatitits atopik. Dan ditemukan tiga kardinal kriteria dari scabies seperti
pruritus nokturna, ditemukan pada sekelompok manusia dan kanalikuli di tempat
predileksi. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini untuk dermatitis atopik
topikal adalah takrolimus, salap 0,03%, dosis 2 kali sehari dan oral (sistemik)
adalah prednisone tab 2mg, 3x1 per hari selama 5 hari. Dan untuk skabies dengan
infeksi sekunder topical adalah permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh
pada malam hari selama 8 jam lalu dibilas, dioles satu kali dalam seminggu dan
oral adalah cetirizin syr 5mg, 1x1/hari pada malam hari.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
2. Menaldi SL, dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. Hlm. 167-85.
3. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. 2004. Penyakit Kulit yang Umum di
Indonesia : Sebuah Panduan Bergambar. Jakart: Medical Multimedia
Indonesia. Hlm. 14-6.
4. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies.New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
5. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. 2012. Atopic Dermatitis
(Atopic Eczema). In Goldsmith LA, et. al. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 8th Edition. New York: McGraw-Hill Companies. Pp.
165-82.
6. James WD, Berger TG, Elston DM, Neuhaus IM. 2016. Andrews Diseases
of the Skin: Clinical Dermatology. 12th Edition. Philadelphia: Elsevier.
Pp. 62-9.
7. Ronny PH. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, Editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2010. hlm. 122-125.
8. Tan ST, Angelina J, Krisnataligan. Scabies:Terapi Berdasarkan Siklus
Hidup. IDI. CDK-254/Vol.44/No.7:2017.
9. A, Vanneetha. Mengenali pathogenesis dan penyebaran scabies di daerah
beriklim tropis dan subtropics. ISM VOL 5 No.1. 2014.
10. Atopic Dermatitis. Diunduh dari: http://emedicine.com/derm/topic457.htm

28

Anda mungkin juga menyukai