Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEBIDANAN BAYI NY.

Y DENGAN AFSIKSIA BERAT

DIPERINATOLOGI RAWAT INAP IBU DAN ANAK

PUSKESMAS TANAH GARAM

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah : ASKEB GMN

Dosen Pengampu : Dewi Susanti, S.SiT, M.Keb

Disusun oleh:

Erlin Israwati (204330780)

Kelas B

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah sebesar pujian yang dapat memenuhi kesyukuran atas nikmat-Nya kepada
kita semua sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Rahmat yang paling utama dan salam
yang paling sempurna semoga terlimpah kepada penutup para nabi dan rasul, Muhammad Saw.
pembawa agama yang sangat bijaksana dan terpelihara dari segala macam perubahan dan pergantian
berkat pemeliharaan Allah Rabb al ‘Alamin sampai hari akhir.
Makalah ini berjudul Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. Y dengan asfiksia berat di Perinatologi
Rawat Inap Ibu Dan Anak Puskesmas Tanah Garam, yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Askeb GMN yang dibimbing ibu Dewi Susanti, S.SiT. M. Keb. Makalah ini disusun
bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan teori dan praktik lapangan pada bayi
asfiksia.
Penulis sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan, bantuan,
serta doanya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktu. Namun demikian, penulis meminta
masukan berupa saran dan kritikan dari seluruh pihak.
Diharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Aamiin.

Solok, 07 Oktober 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak
segera bernafasatau gagal bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Herdman & Kamitsuru,
2015). Menurut (Price & Wilson, 2006) gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida.
Penyebab utama kematian bayi dan balita terjadi pada masa neonatal karena pada masa ini bayi
melakukan banyak penyesuaian fisiologis yang diperlukan untuk kehidupan ekstrauteri yang dimulai
saat bayi baru lahir sampai usia 28 hari (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Berdasarkan data
(World Health Organization (WHO) dalam Damayanti, 2014), setiap tahunnya 3,6 juta bayi (3%) dari
120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Pangemanan, Wantania, & Wagey (2016) di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan 1,273
(41,9%) bayi asfiksia dari 3,038 kelahiran.
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka kematian
bayi sebesar 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 26 kematian per 1.000
kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu
sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut penulis akan melakukan Asuhan Kebidanan pada bayi Ny.Y dengan
asfiksia dengan harapan untuk mengetahui penanganan yang tepat dan aman pada bayi Asfiksia
sehingga diharapkan bisa mengurangi kematian bayi khususnya akibat asfiksia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu bagaimana asuhan
kebidanan pada bayi Ny.Y dengan Asfiksia diperinatologi Puskesmas Tanah Garam?

1.3 Tujuan Pembahasan


1.3.1 Tujuan Umun
Untuk menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada bayi Ny.Y dengan Asfiksia
menggunakan SOAP

1.3.2 Tujuan Khusus


1 Mampu melakukan pengkajian dengan mengumpulkan data subjektif dan objektif pada
pasien
2 Mampu mengidentifikasi data pada kasus bayi asfiksia
3 Mampu mengidentifikasi diagnosa dan atau masalah potensial pada bayi asfiksia
4 Mampu merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh pada bayi asfiksia
5 Mampu melaksanankan asuhan kebidanan pada bayi asfiksia
6 Mampu mengevaluasi hasil tindakan asuhan kebidanan pada bayi asfiksia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Asfiksia


Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik &
Eka, 2013:296).Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:249).
Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cukup
oksigen selama proses kelahiran (Mendri & Sarwo prayogi, 2017). Asfiksia neonatorum adalah
keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2dan
makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Jumiarni &
Mulyati, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur
pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(Asfiksia Primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat
setelah lahir (Asfiksia Skunder) ( Icesmi & Sudarti, 2014:158).

2.2 Klasifikasi Asfiksia


Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia , bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan resusitasi segera
secara aktif, dan pembentukan oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis, maka perlu
diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan
glukosa 40% 1-2 ml per kg berat badan, diberikan melalui vena umbilicus.Tanda dan gejala
yang muncul pada asfiksia adalah sebagai berikut
 Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit
 Tidak ada usaha nafas
 Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
 Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
 Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
 Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut
 Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.
 Usaha nafas lambat.
 Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
 Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
 Bayi tampak sianosis.
 Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.
c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering
muncul adalah sebagai berikut :
 Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.
 Bayi tampak sianosis.
 Adanya retraksi sela iga.
 Bayi merintih (grunting).
 Adanya pernafasan cuping hidung.
 Bayi kurang aktifitas.
 Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif (Maryunani 2013).

2.3 Diagnosis Asfiksia Neonatorum


Oxorn dan William menyebutkan bahwa dalam melakukan diagnosis asfiksia neonatorum ada
beberapa cara, yaitu sebagai berikut:
a. Antepartum
Adanya pola abnormal (nonreaktif) pada nonstress fetal heart monitoring, serta terjadi pola
deselerasi lanjut pada conctraction stress test.
b. Intrapartum
Terjadi bradikardi, yaitu denyutan dibawah 100 per menit antara kontraksi rahim atau pola yang
abnormal, adanya iregularitas denyut jantung janin yang jelas, terjadi takikardi yaitu denyutan di
atas 160 kali per menit (terjadi silih berganti dengan bradikardi), pola deselerasi lanjut pada
frekuensi denyut jantung janin dan keluarnya mekonium pada presentasi kepala.
c. Postpartum
Keadaan bayi ditentukan dengan skor Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration
(APGAR). APGAR merupakan suatu metode untuk menentukan tingkatan keadaan bayi baru
lahir: angka 0, 1 atau 2 untuk masing-masing dari lima tanda, yang bergantung pada ada atau
tidaknya tanda tersebut. Penentuan tingkatan ini dilakukan 1 menit setelah lahir dan diulang
setelah 5 menit.

Tanda Nilai
Angka 0 Angka 1 Angka 2
Warna kuli Biru-putih Badan merah Seluruh tubuh bewarna
muda,ekstremitas biru merah muda
Frekuensi denyut Tidak ada Dibawah 100 Di Atas 100
jantung
Tonus otot Lumpuh Fleksi Ekstremitas Gerak aktif
Refleks terhadap Tidak ada Menyeringai Batuk atau bersin
rangsanga respon
Upaya respirasi Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik,menangis kuat

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian
disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah kelahiran. Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang
terdiri dari: faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan (Jumiarni & Mulyati, 2016).
Penyebab asfiksia adalah
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Anemia berat
e. Trauma (winknjosastro. H, 2007)
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Gangguan sirkulasi pada plasenta, misalnya pada
 Partus lama
Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primiparadan lebih dari
18 jam pada multipara, dimana terjadi kontraksi rahimyang berlangsung lama sehingga
dapatmenambah resiko pada janin dimana terjadi gangguan pertukaran O2dan CO2yang
dapat menyebabkan asfiksia
 Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
dihitung berdasarkan rumus naegle dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Permasalahan
yang timbul pada janin adalah asfiksia dimana terjadi insufisiensi plasenta yang
menyebabkan plasenta tidak sanggup memberi nutrisi dan terjadi gangguan pertukaran
CO2dan O2dari ibu kejanin.
 Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang memungkinkan
terjadinya lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila lilitan terjadi
beberapa kali dimana dapat diperkirakan dengan makin masuknya kepala janin kedasar
panggul maka makin erat pula lilitan pada leher janin yang mengakibatkan makin
terganggunya aliran darah ibu ke janin.
 Solusio plasenta
Merupakan suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terletak dari
perlekatannya sebelum janin lahir, prognosisnya terhadap janin tergantung pada derajat
perlepasan plasenta, dimana mengakibatkan terjadinya gangguan sirkulasi utero
plasenter yang dapatmenyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim
 Persalinan sungsang
Persalinan sunsang dapat menyebabkan asfiksia dimana sering terjadi kemacetan
persalinan kepala yang menyebabkan aspirasi air ketuban dan lendir, perdarahan atau
edema jaringan otak sampai kerusakan persediaan tulang leher.
b. Faktor ibu
 Gangguan His
 Vasokontriksi arterial seperti hipertensi dalam kehamilan, pre-eklamsi.

Menurut Vidia & Pongki (2016:362), beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan
gangguan sirkulasi darah utero plasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini

1. Faktor Ibu
a. Pre Eklamsi dan Eklamsi
b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusioplasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor tali pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Menurut Ai yeyeh & Lia (2013:250). Beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin
(Asfiksia):
1. Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya gangguan aliran pada tali pusat seperti:
lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah pecah, kehamilan lewat
waktu, pengaruh obat, karena narkoba saat persalinan.
2. Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni, turunnya tekanan darah dapat
mendadak, perdarahan pada plasenta previa, solusio plasenta, vaso kontriksi arterial, hipertensi
pada kehamilan dan gestosis preeklamsia-eklamsia, gangguan pertukaran nutrisi/O2, solusio
plasenta

2.5 Patofisiologi
Menurut Safrina, (2013) dalam Lia Yulianti (2015), segera setelah lahir bayi akan menarik nafas
yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada di dalam alveoli akan meninggalkan alveoli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam
paru meningkat secara memadai (Yulianti, 2015).
Bila janin kekuranganO2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap nervus vagus
sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurang O2 terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama epneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat berekasi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan (Yulianti 2015)
2.6 Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin
atau bayi berikut ini :
a. .DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala Tonus otot buruk karena kekurangan
oksigen pada otak, otot, dan organ lain.
c. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
d. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau
sel-sel otak.
e. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan.
f. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafastidak
teratur/megap-megap.
g. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
h. Penurunan terhadap spinkters.i.Pucat (Lockhart 2014: 51-52).

2.7 Komplikasi Asfiksia Neonatorum


Menurut Vidia dan Pongki (2016:365) asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dapat menimbulkan
komplikasi pada berbagai organ, yaitu :
a. Otak: hipoksia iskemik ensefalopati, edema serebri, kecacatan cerebral palsy.
b. Jantung dan paru-paru: hipertensi pulmonal presisten pada neonatus, perdarahan paru dan edema
paru.
c. Fastrointestinal: enterokolitisnekrotikana
d. Ginjal: tubular nekrosis akut, SIADH
e. Hematologi: DIC

2.8 Penatalaksanaan Komplikasi Asfiksia Neonatorum

Menurut Vidia dan Pongki (2016:365), penatalaksanaan Asfiksia meliputi :

1. Tindakan umum
a.Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila
perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang
lebih dalam.
b. Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan
bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achilles.
c.Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia Berat
Berikan o2dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa endotrakeal. Dapat
dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan o2. o2yang diberikan
tidaklebih30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung
dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-100 x/menit.
b. Asfiksia sedang/ringan
Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal
lakukan pernafasan kodok (Frog Breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi ekstensi maksimal
beri o21-21/menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta
gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20 x/menit.
c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi
3. Resusitasi
Menurut buku resusitasi neonates IDAI, resusitasi pada bayi baru lahir dapat dilakukan oleh
dokter spesialis anak/ konsultan neonatologi/ dokter spesialis anestesi/ dokter spesialis
kandungan/ dokter umum/ perawat/ bidan. Namun perlu dipahami bahwa bantuan resusitasi
tidak dapat dilakukan seorang diri, terutama pada persalinan risiko tinggi. Sebaiknya penolong
sudah menguasai pelatihan resusitasi neonates dasar dengan anggota tim idealnya minimal 3
orang
 Penolong pertama = kapten/ pemimpin jalannya resusitasi.
- Posisi: di atas kepala bayi
- Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling tinggi dan lengkap serta
dapat menginstruksikan tugas kepada anggota tim lainnya.
- Tanggung jawab utama: ventilasi (airway dan breathing).
 Penolong kedua = asisten sirkulasi
- Posisi: sisi kiri bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar posisi antara
penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab: sirkulasi bayi
- Meliputi: mendengarkan laju denyut jantung bayi, mengatur kebutuhan tekanan
inspirasi positif (positive inspiratorypressure/PIP) dan fraksi oksigen (FiO2),
memberikan kompresi jantung, memasang kateter umbilikal untuk resusitasi cairan
 Penolong ketiga = asisten peralatan dan obat
- Posisi: sisi kanan bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar posisi
antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpang tindih)
- Tanggung jawab: menyalakan tombol pencatat waktu, memasang monitor saturasi,
monitor suhu, menyiapkan peralatan suction, persiapan obat-obatan dan alat-alat
lainnya
 Urutan pertama hingga ketiga menunjukkan tingkat kompetensi anggota. Penolong
pertama memiliki kompetensi tertinggi, dan penolong kedua merupakan anggota dengan
kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan penolong ketiga.
- Namun pada pelaksanaan di lapangan, hal ini terkadang tidak terjadi, penolong kedua
dan ketiga dapat memiliki kompetensi yang sama. Sebagai contoh, penolong pertama
merupakan dokter anak, sementara penolong kedua dan ketiga merupakan perawat
dan/atau bidan.
- Apabila pada saat tindakan diperlukan pelaksana dengan kompetensi khusus dan tinggi
(misal. pemasangan kateter umbilical yang seharusnya dilakukan oleh penolong
kedua/sirkulasi), penolong kedua dan ketiga boleh bertukar posisi dengan catatan peran
setiap penolong harus tetap berjalan dengan baik, tidak saling menunggu dan
mengandalkan..

Lingkungan resusitasi

Hal-hal yang harus diperhatikan pada ruang resusitasi yaitu: ruangan harus cukup hangat untuk
mencegah bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya, cukup terang untuk dapat menilai status
klinis ibu-bayi, dan cukup besar untuk tim resusitasi bergerak. Bila terdapat persalinan multipel
maka diperlukan ruangan yang lebih besar dengan pemancar panas (infant warmer) dan set
resusitasi sejumlah bayi yang akan lahir.

Perlengkapan resusitasi

Tidak semua bayi baru lahir memerlukan tindakan resusitasi, namun peralatan yang lengkap
harus tetap disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Kondisi perlengkapan
resusitasi harus senantiasa dicatat dan diperiksa agar dapat berfungsi dengan baik ketika
diperlukan.

 Penghangat/ warmer : Kain pengering, topi, handuk hangat/ pembungkus, kantung plastik
untuk neonates 1500gram
 Penghisap/ suction
 Ventilasi : balon mengembang sendiri, sungkup wajah, T-piece resuscitator(CPAP) balon
tidak mengembang sendiri, peralatan intubasi, sungkup laring
 Pelengkap: stetoskop, pulse oximetry
 Sumber gas: oksigen, udara, pencampuran oksigen dan udara

Penilaian dan langkah awal

Penilaian merupakan salah satu bagian penting dalam resusitasi neonatus yang perlu dipahami
oleh setiap penolong. Tahapan ini akan menentukan langkah serta tindakan resusitasi
selanjutnya. Penilaian harus dilakukan segera setelah bayi lahir dan berlanjut sepanjang
resusitasi:

 Pernafasan
 Tonus otot
 Laju denyut jantung

Bagan resusitasi

Langkah awal
Melakukan penilaian awal untuk menentukan kebutuhan resusitasi pada bayi baru lahir.
Penilaian awal tersebut meliputi
1. Menangis atau bernafas?
2. Tonus otot baik?

Bila jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah “ya”, maka bayi hanya
memerlukan perawatan rutin yaitu mengeringkan bayi, memosisikan bayi kontak kulit
dengan kulit (skin-to-skin) dengan ibunya, dan menyelimuti bayi dengan linen kering
untuk memertahankan suhu. Tenaga kesehatan tetap melakukan pemantauan
pernapasan, aktivitas dan warna kulit bayi selama perawatan rutin.
Bila ada jawaban “tidak” dari kedua pertanyaan tersebut, maka dilanjutkan dengan
langkah awal stabilisasi meliputi :
1. Memberi kehangatan
2. Membuka jalan nafas bayi
3. Mengeringkan dan merangsang taktil bayi
4. Memposisikan kembali bayi pada posisi setengah ekstensi,kemudian nilai upaya
nafas dan laju denyut jantung bayi

Menilai kembali usaha nafas dan laju denyut jantung bayi,


a. Bila bayi bernafas spontan namun dengan distress nafas ( Takipnea,, retraksi,
merintih) berikan tekanan positif berkelanjutan pada jalan nafas (CPAP),bila gagal
CPAP pertimbangkan intubasi
b. Bila penilaian menunjukkan bayi gagal mencapai pernafasan regular yang adekuat,
atau dalam kondisi apnu sekunder atau laju denyut jantung dibawah 100 kali
permenit,lakukan ventilasi tekanan positif.
 Lakukan pemasangan sungkup dengan ukuran sungkup yang tepat,
lakukan pemberian tekanan inflasi awal untuk meningkatkan laju denyut
jantung dan mengembangkan dinding dada,namun tekanan terkadang
yang dibutuhkan lebih besar. Kecepatan ventilasi adalah 30 hingga 60
inflasi per menit dengan waktu inspirasi sekitar 0,3-0,5 detik. Irama ini
dapat dibantu dengan cara penolong mengucapkan “pompa.. dua.. tiga..
pompa.. dua.. tiga” pada setiap episode pemberian napas untuk
pemberian 40 kali inflasi per menit. Untuk pemberian 60 kali inflasi per
menit, hitungannya satu detik satu kali pompa (“pompa, pompa,
pompa”).
 Observasi kembali usaha napas dan laju denyut jantung setelah periode
30 detik.
 Apabila bayi masih tidak bernapas dan laju denyut jantung <60 kali per
menit, setelah dipastikan pengembangan dada baik maka lanjutkan ke
tahap ventilasi tekanan positif dengan kompresi dada selama 30 detik.
 Setelah 30 detik melakukan koordinasi antara VTP dan kompresi dada,
lakukan penilaian laju denyut jantung dan curah jantung (lebih baik
melalui auskultasi, ditambah adanya bukti pulsasi spontan pada
oksimetri). Jangan menghentikan VTP dan kompresi dada kecuali untuk
menilai perlu tidaknya intervensi berikutnya. Tanda-tanda perbaikan
curah jantung spontan meliputi peningkatan saturasi oksigen, terdapat
gerakan bayi spontan, atau napas spontan. Kompresi dada harus
dilanjutkan hingga laju denyut jantung di atas 60 kali per menit.
 Kompresi dada harus dilakukan masing-masing setengah detik, dengan
jeda setengah detik setiap setelah kompresi ketiga untuk memberikan
napas, sehingga rasio yang tepat adalah 3:1 dengan total 90 kali kompresi
dan 30 napas setiap menitnya. Kompresi dan inflasi harus
dikoordinasikan untuk menghindari pemberian kompresi dan inflasi pada
saat yang bersamaan. Dada harus mengembang penuh di antara dua
kompresi, namun tangan penolong tidak boleh meninggalkan dada bayi.
 Penilaian laju denyut jantung dilakukan setelah 60 detik koordinasi
ventilasi tekanan positif dan kompresi dada, hal ini dimaksudkan agar
dalam 60 detik telah didapatkan peningkatan laju denyut jantung yang
bermakna dibandingkan penilaian 30 detik yang dianggap terlalu singkat.
Perbaikan kondisi bayi ditandai dengan, denyut jantung yang terdengar
saat auskultasi, palpasi spontan pada oksimetri,peningkatan saturasi
oksigen, pergerakan atau nafas spontan.
 Bila laju denyut jantung tetap di bawah 60 kali per menit meski telah
diberikan ventilasi dan kompresi dada, maka tindakan pertama yang
wajib dilakukan penolong adalah memastikan ventilasi dan kompresi
yang diberikan sudah optimal dan bahwa oksigen yang diberikan sudah
100%.
 Terkadang walaupun paru sudah terventilasi dengan baik (melalui
ventilasi tekanan positif) dan curah jantung membaik (melalui kompresi
dada), sejumlah kecil bayi baru lahir (kurang dari 2 per 1000 kelahiran)
masih memiliki laju denyut jantung di bawah 60 kali per menit. Otot
jantung bayi dengan kondisi seperti ini telah mengalami hipoksia terlalu
lama sehingga gagal berkontraksi secara efektif walau telah mendapat
perfusi dengan darah beroksigen. Untuk bayi dengan kondisi demikian,
penolong harus melanjutkan tahap selanjutnya dalam resusitasi, yaitu
Drugs (pemberian cairan dan obat-obatan)
2.9
BAB III

PENATALAKSANAAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. Y DENGAN ASFIKSIA BERAT

DIRUANG PERINATOLOGI RAWAT INAP IBU DAN ANAK

PUSKESMAS TANAH GARAM

Hari/ tanggal pengkajian : Rabu / 07 Oktober 2020

Jam :19.00 WIB

Ruangan : Perinatologi

Pengkaji : Erlin Israwati

BIODATA

Nama bayi : by. Ny.Y

Umur bayi : 0 hari

Tgl lahir : 07 Oktober 2020 Jam 18.10 WIB

Jenis kelamin : Laki-laki

Anak ke :I

Riwayat ANC : 1 kali ketempat bidan, USG tidak pernah TP tgl 22 oktober 2020

Riwayat INC : bayi lahir spontan di BPS dengan lilitan tali pusat 2x APGAR Skor 4/5 tidak
menangis, merintih(+), sianosis(+)

Nama ibu : Ny. Y Nama Ayah : Tn. F

Umur : 25 tahun Umur : 25 Tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Suku/ Bangsa : Minang Suku/ Bangsa : Minang

Alamat : Solok Alamat : Solok


SUBJEKTIF

Bidan yang merujuk bayi mengatakan bayi lahir spontan dengan lilitan tali pusat 2 kali, bayi lahir
tidak menangis segera setelah lahir, merintih (+), apgar skor 4/5 ketuban hijau. Telah dilakukan
rangsangan taktil tapi bayi tidak menangis, usaha nafas ada bayi dirujuk dengan oksigen. Di
ambulan bayi apnoe.

OBJEKTIF

Keadaan umum : buruk


Nadi : tidak teraba, terdengar lemah
Upaya nafas : tidak ada
Ektremitas : tonus otot lemah
Warna kulit : tubuh pucat, ektremitas sianosis
Suhu : 36.0 C
BB : 2300 gram
SPO2 (oksimetri) : 35
HR (oksimetri) : 40 x/i

Pemeriksaan fisik
Kepala : tidak ada caput, tidak ada molase
Wajah : pucat, bibir sianosis
Dada : simetris, sesak, tarikan dinding dada (+)
Perut : bulat
Ekstemitas : tonus otot lemah, ujung-ujung akral sianosis
Genitalia : testis turun dalam skrotum

ASSASMENT

Bayi Ny.Y umur 0 hari, dengan asfiksia berat

Masalah potensial apnoe, hipotermi

PENATALAKSANAAN
1. Inform concent untuk pemeriksaan dan tindakan
Ev: Form inform concernt sudah ditanda tangani orang tua bayi.
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter jaga (dr.ayu) dan dr.Sp.A via telfon, advice dr.Sp.A
lakukan resusitasi dan pasang infus kateter umbilical N5+Ca Glukonas 10cc 6tts/i
Ev: Bersama dokter dan petugas lain menjadi tim resusitasi, infus dipasang saat resusitasi
dilakukan.
3. Pukul 19.05 wib melakukan langkah awal resusitasi dalam 30 detik
a. Menjaga bayi tetap hangat
b. Mengatur posisi kepala bayi sedikit semi ekstensi
c. Menghisap lendir dari mulut lalu hidung

Ev: tidak ada usaha nafas, denyut nadi tidak teraba, denyut jantung terdengar lemah,Spo2 35%,
HR46x/i

4. Pukul 19.06 wib melanjutkan resusitasi dengan memberikan ventilasi tekanan positif
a. Memasang sungkup
b. Melakukan ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm udara selama 3 detik dada bayi terlihat
mengembang
c. Melakukan ventilasi dengan tekanan 30cm air dalam 30 detik

Ev: bayi mulai bernafas spontan, megap-megap, Spo2 55%, HR 54 x/i

5. Pukul 19.08 melakukan resusitasi tekanan positif dan kompresi dada 3:1 selama 30 detik
Ev : nafas bayi spontan Spo2 70%, HR 79x/i
6. Pukul 19.11wib melakukan pemasangan CPAP sesuai advice dr. Doni, Sp.A via telfon PEEP 8
udara 4 O2 4l/i
Ev: CPAP sudah terpasang PEEP 8 udara 4 oksigen 4l/I nilai Spo2 81% HR 89x/i CRT>3dtk
7. Pukul 19.20 wib menginformasikan hasil pemeriksaan secara keseluruhan kepada ayah bayi
bahwa kondisi bayi belum stabil dan masih memerlukan pengawasan
Ev: ayah bayi mengerti
8. Pukul 19.20 wib melaporkan keadaan bayi kepada dr. Doni, Sp.A via telfon,dokter
memberikan advice:
 Bolus RL 50 cc
 Injeksi pycin 2x100mg
 Injeksi genta 1x10mg
 Injeksi dexa 3x0.5mg
Ev: RL,injeksi pycin,genta,dexa sudah diinjeksikan secara bolus
9. Pukul 20.15 wib memindahkan bayi dari infant warmer ke inkubator
Ev: bayi telah dipindahkan ke inkubator
10. Melakukan pencatatan kontrol istimewa
Ev :

Jam SPo2 Hearth Reat Suhu Tarikan dinding dada Sianosis


21.00 98 101 36.9 Ada Tidak
00.00 89 125 36,8 Ada Tidka
03.00 92 133 36,5 Ada Tidak
06.00 95 127 36,7 Ada Tidak

11. Melakukan pencatatan pada status pasien dan buku laporan


Ev: setiap tindakan dicatat pada status pasien dan buku laporan
BAB IV

PEMBAHASAN

1.1 Pengkajian
Pada saat pengkajian pada by. Ny. Y didapatkan data bahwa bayi mengalami lilitan tali pusat, hal ini
sejalan dengan teori penyebab asfiksia salah satunya faktor janin yaitu adanya lilitan tali pusat yang
menyebabkan gangguan sirkulasi menuju janin.
Dari data objektif didapatkan pula persamaan dengan teori tentang manifestasi klinik bayi asfiksia
dimana bayi tidak bernafas segera setelah lahir, tubuh pucat dengan ekstremitas sianosis, tonus otot lemah,
nadi tidak teraba dan tidak ada usaha nafas.
Pada studi kasus tindakan resusitasi dilakukan dengan berkolaborasi dengan dokter jaga dan dokter
spesialis anak, dimana sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bantuan resusitasi tidak dapat
dilakukan seorang diri. Alur resusitasi pada kasus telah dilakukan sesuai bagan resusitasi IDAI.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan kesenjangan antara teori dengan
praktik dilapangan.

1.2 Diagnosis
Dari data subjektif dan objektif pada bayi Ny. Y ditemukan bayi lahir tidak langsung menangis, denyut
jantung lemah, oleh karena asfiksia ini tidak dapat langsung teratasi sehingga terjadi asfiksia berat. Data ini
berkaitan dengan teori untuk menegakkan diagnosa asfiksia pada bayi Ny Y.

1.3 Merencanakan asuhan


Pada tahap merencanakan asuhan yang menyeluruh berpedoman kepada teori yaitu dilakukan sesuai
dengan beratnya asfiksia dengan berkolaborasi dengan tim medis lainnya. Pada bayi Ny.Y dilakukan
tindakan segera dengan menjaga bayi tetap hangat, megatur posisi kepala bayi semi ekstensi,
membersihkan jalan nafas dari mulut kehidung, melakukan observasi dan penilaian usaha nafas. Karena
belum ada usaha nafas dilakukan ventilasi tekanan positif dengan tekanan 30 cm selama 30 detik,
melakukan penilaian kembali terhadap usaha nafas bayi,didapatkan bayi bernafas spontan tapi megap-
megap. Selanjutnya melakukan resusitasi tekanan positif dan kompresi dada 3:1 selama 30 detik didapatkan
bayi bernafas spontan Spo2 70%, HR 79x/. Langkah selanjutnya melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A
untuk memberi terapi pemasangan CPAP

1.4 Evaluasi
Hasil yang diperoleh selama melakukan observasi bahwa bayi tidak mengalami hipotermi karena resusitasi
dilakukan diinfant warmer, tapi bayi mengalami apnoe akibat dari asfiksia berat sehingga membutuhkan
tindakan ventilasi tekanan positif, kompresi dada, dan pemasangan CPAP. Pascaresusitasi dilakukan
pemantauan terhadap pernafasan bayi. Bayi menunjukkan perkembangan yang baik namun masih
memerlukan pengawasan yang ketat.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data subjektif dan objektif pada bayi Ny.Y, penulis menarik kesimpulan bahwa pada kasus
ini, asfiksia disebabkan oleh faktor gawat janin saat persalinan yaitu adanya lilitan tali pusat 2 kali.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi petugas puskesmas
Diharapkan mampu mempertahankan mutu asuhan kebidanan sesuai dengan prosedur tindakan
sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan secara tepat dan cepat terhadap kasus bayi asfiksia
serta senantiasi memperbaharui pengetahuan dan mempraktekkan asuhan terbaru itu untuk
menurunkan AKI dan AKB.

5.2.2 Bagi mahasiswa


Diharapkan bagi mahasiwa mampu meningkatkan pemahaman teori dan keterampilan dalam
memberikan asuhan kebidanan bayi asfiksia.

5.2.3 Bagi institusi pendidikan


Sebagai sumber informasi sekaligus referensi untuk mengetahui antara pratik lapangan dengan
teori.

5.3
Daftar Pustaka

Ai Yeyeh Rukiah & Lia Yulianti. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, Edisi ke tiga. Jakarta: TIM
2013
Anik Maryunani dan Eka Puspita Sari. Asuhan Keperawatan Daruratan Maternitas dan Neonatal.
Jakarta: Tran Info Media 2013
Icesmi & Sudarti. Patologi Kehamilan Persalinan,Nifas Noenatus Resiko Tinggi, Yogyakrta: Nuha
Medika,
Mendri, N. K., & Sarwo prayogi, A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit dan Bayi Resiko
Tinggi. yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS (Jumiarni & Mulyati, 2016).
Oxorn, H dan William R.Forte. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan
Essensia Medika. 2010
Sembiring. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Prasekolah. Sleman: CV Budi Utama. 2017
Jumiarni, I, Mulyati S dan Nurlina,S (2016). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC
Lockhart (2014). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan Fisiologi dan Patologi. Tanggerang Selatan:
Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai