Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEBIDANAN BAYI M DENGAN HIPERTEMI

DIPERINATOLOGI RAWAT INAP IBU DAN ANAK

PUSKESMAS TANAH GARAM

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEB GMN

Dosen Pengampu : Dewi Susanti, S.SiT, M.Keb

Disusun oleh:

Erlin Israwati (204330780)

Kelas B

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah sebesar pujian yang dapat memenuhi kesyukuran atas nikmat-Nya
kepada kita semua sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Rahmat yang paling utama
dan salam yang paling sempurna semoga terlimpah kepada penutup para nabi dan rasul, Muhammad
Saw. pembawa agama yang sangat bijaksana dan terpelihara dari segala macam perubahan dan
pergantian berkat pemeliharaan Allah Rabb al ‘Alamin sampai hari akhir.
Makalah ini berjudul Asuhan Kebidanan pada Bayi M dengan hipertermi di Perinatologi
Rawat Inap Ibu dan Anak Puskesmas Tanah Garam, yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Askeb GMN yang dibimbing ibu Dewi Susanti, S.SiT, M. Keb. Makalah ini disusun
bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan teori dan praktik lapangan pada bayi
hipertemi.
Penulis sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan,
bantuan, serta doanya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktu. Namun demikian, penulis
meminta masukan berupa saran dan kritikan dari seluruh pihak.
Diharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Aamiin.

Solok, 18 Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut World Health Organization(WHO), bahwa di dunia ini setiap perempuan meninggal
karena komplikasi yang terkait dalam kehamilan dan persalinan, begitu juga dengan angka kematian
balita terutama pada masa neonatal masih cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan baik secara
global, regional, maupun di Indonesia. Itulah sebabnya tujuan keempat Sustainable Development
Goal’s (SDGs) adalah mengurangi jumlah kematian.Ibu dan jumlah kematian balita. Secara global
setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, secara global 4 juta (33 per 1000) bayi lahirmati dan 4
juta (33 per 1000) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut) (WHO, 2012).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Negara Association of South East Asian Nation (ASEAN)
seperti Singapura 3/1000 kelahiranhidup, Malaysia 5,5/1000 kelahiran hidup, Thailand 17/1000
kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 kelahiran hidup dan Philipina 26/1000 kelahiran hidup.
Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah angka tertinggi di Negara ASEAN.
Kematian bayi tersebut terutama di Negara berkembang sebesar 99% dan 40.000 bayi tersebut adalah
bayi di Negara Indonesia. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi, bahkan
menempati urutan pertama di ASEAN. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia,
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 359 per 100.000 sedangkan angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia walaupun masih jauh dari angka target Sustainable Development Goals (SDG’s) yaitu
AKB tahun 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu
sebesar 35/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2002) menjadi sebesar 34/1000 kelahiran hidup (SDKI,
2007), dan terakhi rmenjadi 32/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Beberapa penyebab kematian bayi baru lahir (BBL) yang terbanyak disebabkan oleh
kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus, trauma lahir, kelainan kongenital hyperbilirubin. Bayi
baru lahir di sebut juga neonates merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja
mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intraurine
ke kehidupan ekstrauterine (Dewi, 2011). Penelitian telah menunjukan bahwa lebih dari 50%
kematian bay iterjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertamake hidupan. Kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir akan menyebabkan kelainan-kelainan yang akan mengakibatkan cacat
seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermi pada bayi baru lahir yang dapat
mengakibatkan cold stress yang selanjutnya dapat mengakibatkan hipoksemia atau hipoglikemia dan
mengakibatkan kerusakan otak (Prawirohardjo, 2006).
Hipertermi pada bayi baru lahir adalah suatu kondisi dimana suhu inti tubuh bayi berada terus
menerus diatas 37,8 C per oral atau 38,8 C per rektal. Kondisi ini disebabkan oleh suhu lingkungan
yang berlebih, dehidrasi atau perubahan mekanisme yang berhubungan dengan trauma lahir pada
otak. Hipertermi ini bukan disebabkan oleh pengaturan panas hipotalamus. Hipertermi pada bayi
baru lahir dapat disebabkan antara lain oleh lingkungan yang panas, paparan matahari yang terlalu
lama, infeksi sistematik, dehidrasidan sepsis (Saputra,2014). Demam pada neonates dapat dikatakan
hipertermi bila suhu >37,5C per axila (RukiyahdanYeyeh, dkk, 2010).
Penanganan bayi baru lahir dengan hipertermi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
memodifikasi lingkungan atau memindahkan bayi keruangan yang sejuk dengan suhu kamar 36-38C,
mengganti baju bayi dengan yang lebih tipis, dan meningkatkan sirkulasi udara dengan membuka
jendela. Kemudian mengompres dan menyeka bayi dengan air hangat kuku untuk menghilangkan
panas tubuh, memberikan cairan agar tidak dehidrasi (Saputra,2014).
Maryati, Sujiarti dan Budiarti (2010), menyatakan bahwa gejala hipertermi yang terjadi pada
bayi baru lahir diantaranya yaitu, suhu tubuh bayi>37,5C per axila, frekuensi napas bayi>60x/menit
Adapun tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang dan jumlah urin
berkurang. Dampak yang ditimbulkan hipertermi, dapat berupa penguapan cairan yang berlebihan
sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang.
Berdasarkan uraian tersebut penulis akan melakukan Asuhan Kebidanan pada bayi M dengan
hipertermi dengan harapan untuk mengetahui penanganan yang tepat dan aman pada bayi M
sehingga diharapkan bisa mengurangi kesakitan bayi khususnya akibat hipertermi.

1.2 Rumusan Masalah


Latar belakang diatas, memberikan landasan bagi penulis untuk membuat rumusan masalah,
bagaimana asuhan kebidanan pada neonatus dengan hipertermi di perinatologi rawat inap Puskesmas
Tanah Garam

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada bayi Ny.Y dengan Asfiksia
menggunakan SOAP

1.3.2 Tujuan Khusus


1 Mampu melakukan pengkajian dengan mengumpulkan data subjektif dan objektif pada
pasien
2 Mampu mengidentifikasi data pada kasus bayi hipertermi
3 Mampu mengidentifikasi diagnosa dan atau masalah potensial pada bayi hipertermi
4 Mampu merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh pada bayi hipertermi
5 Mampu melaksanankan asuhan kebidanan pada bayi hipertermi
6 Mampu mengevaluasi hasil tindakan asuhan kebidanan pada bayi hipertermi
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
a. Hipertermi pada bayi baru lahir adalah suatu kondisi dimana suhu inti tubuh bayi berada terus
menerus diatas 37,8 C per oral atau 38,8 C per rektal (Saputra, 2014)
b. Hipertermi adalah suhu tubuh yang tinggi dan bukan disebabkan oleh mekanisme pengaturan
panas hipotalamus (Maryati , Sujiarti dan Budiarti, 2010)
c. Hipertermi pada neonatus jika suhu tubuh >37,5 C per axila (Rukiyah dan Lia, 2010)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertermi adalah keadaan dimana
suhu ini tubuh diatas batas normal fsiologis sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh dari
individu

2.2 Tanda dan gejala


a. Suhu tubuh bayi > 37,5 C
b. Tanda dehidrasi yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-ubun besar
cekung, lidah dan membrane mukosa kering, banyaknya air kemih berkurang
c. Kulit memerah
d. Malas minum
e. Frekuensi nafas lebih dari 60x/i
f. Denyut jantung lebih dari 160x/i
g. Letargi
h. Kedinginan,lemas
i. Bisa disertai kejang

2.3 Etiologi
Hipertermi pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh meningkatkan produksi panas,
pengurangan kehilangan panas, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sangat panas)
(Maryati, Sujarti dan Budiarti, 2010)
Tahap terjadinya hiprtermi
a. Tahap I : awal
- Peningkatan denyut jantung
- Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan
- Kulit pucat dan dingin
- Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
- Rambut kulit bediri
- Pengeluaran keringat berlebih
- Peningkatan suhu tubuh
b. Tahap II : proses demam
- Tubuh teraba hangat/ panas
- Peningkatan nadi dan laju pernafasan
- Dehidrasi ringan sampai berat
- Proses meninggi lenyap
- Mengantuk, kejang akibat iritasi sel saraf
- Mulut kering
- Bayi tidak mau minum
- Lemas
c. Tahap III : pemulihan
- Kulit tampak merah dan hangat
- Berkeringat
- Menggigil ringan
- Kemungkinan menglami dehidrasi

2.4 Patofisiologi
Substansi yang menyebabkan demam disebut pyrogen dan endogen berasal baik dari oksigen
maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah mikroorganisme atau toksik, pirogen
endogen adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrogaf,
pirogen memasuki sirkulasi dan menyebabkan pada tingkat temoregulasi di hipotalamus.
Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan mengarah pada meningkatnya kehilangan
cairan dan elektrolit, padahal cairan dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolisme di otak untuk
menjaga keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior.
Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) maka elektrolit-elektrolit yang
ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses metabolisme di hipotalamus anterior
dalam mempertahankan keseimbangan termogulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh (Sudarti dan Fauzan, 2010)

2.5 Faktor penyebab


a. Dehidrasi
b. Injeksi atau trauma lahir
c. Terpajan pada lingkungan yang panas ( jangka panjang )
d. Aktivitas yang berlebihan ( Saputra, 2014 )

2.6 Akibat yang ditimbulkan


Kejang/ syok (Maryati, sujiarti dan Budiarti, 2010)
2.7 Penatalaksanaan hipertermi
a. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
b. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
c. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres dengan air yang suhunya 4ºC lebih
rendah dari suhu tubuh bayi.
e. Yakinkan bayi mendapatkan asupan cukup cairan, dengan menganjurkan ibu untuk menyusui
bayinya. Bila ibu tidak dapat menyusui bayinya, beri ASI peras dengan salah satu alternatif
cara pemberian minum menggunakan dot dan dibantu dengan PASI
f. Setelah suhu bayi normal lakukan perawatan lanjutan dan pantau bayi selama 12 jam
berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3 jam.
g. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di klinik, bayi dapat dipulangkan, memberi nasehat
ibu cara menghangatkan bayi di rumah dan melindungi pancaran panas yang berlebihan
(Maryati, Sujiarti dan Budiarti, 2010)

2.8 Penatalaksanaan berkelanjutan pada hipertermi


a. Pastikan bahwa bayi mendapat makanan atau minuman yang adekuat
b. Ukur glukosa darah. Jika glukosa darah kurang dri 45 mg/dl atasi glukosa darah rendah
c. Ketika suhu tubuh bayi dalam rentang normal, ukur suhu tubuh setiap tiga jam selama 12
jam. Jika suhu tubuh bayi tetap dalam rentang normal hentikan pengukuran
d. Jika bayi makan dengan baik dan tidak terdapat masalah lain yang membutuhkan
hospitalisasi, pulangkan bayi. Beri saran kepada ibu tentang cara menjaga bayi tetap hangat
dirumah dan melindungi dari pemanasan yang berlebihan.(Buku Saku Manajemen Masalah
Bayi Baru Lahir)

2.9 Pemberian antipiretik


Penggunaan obat penurun panas bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh dan membuat anak
merasa lebih nyaman, namun tidak efektif untuk mencegah kejang demam. Parasetamol
merupakan pilihan lini pertama untuk menurunkan demam dan menghilangkan nyeri. Kombinasi
dua antipiretik parasetamol dan ibuprofen secara selang seling setiap 4 jam tidak terbukti  secara
ilmiah memiliki efek antipiretik/analgetik yang lebih kuat dibanding pengguaan satu macam
antipiretik
Indikasi  utama pemberian obat penurun panas adalah membuat anak merasa nyaman dan
mengurangi kecemasan  orangtua, bukan menurunkan suhu tubuh. Pemberian obat penurun panas
diindikasikan untuk anak demam dengan suhu 38oC (pengukuran dari lipat ketiak). Dengan
menurunkan suhu tubuh maka aktivitas dan kesiagaan anak membaik, dan perbaikan suasana hati
(mood) dan nafsu makan juga semakin membaik.
Tepid merupakan suatu kompres/sponging dengan air hangat. Penggunaan kompres air hangat
di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit akan membantu
menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. Jika
dokter dan orang tua merasa kompres diperlukan (misalnya suhu tubuh meningkat lebih dari 40
derajat Celsius), yang tidak respon obat penurun panas, maka penting untuk memberikan obat
penurun panas terlebih dahulu untuk menurunkan pusat pengatur suhu di susunan saraf otak
bagian hipotalamus, kemudian dilanjutkan kompres air hangat.
Menurut pedoman NICE, antipiretik tidak bisa digunakan secara rutin pada penanganan anak
dengan demam, walaupun dapat digunakan pada anak yang menunjukkan gejala
ketidaknyamanan, termasuk menangis berkepanjangan, iritabilitas, aktivitas yang berkurang,
selera makan menurun, dan gangguan tidur. Sebaliknya pedoman WHO menganjurkan
penggunaan parasetamol apabila suhu tubuh >39oC.
BAB III

PENATALAKSANAAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. M DENGAN HIPERTERMI

DIRUANG PERINATOLOGI RAWAT INAP IBU DAN ANAK

PUSKESMAS TANAH GARAM

Hari/ tanggal pengkajian : Rabu / 18 Oktober 2020

Jam :18.00 WIB

Ruangan : Perinatologi

Pengkaji : Erlin Israwati

BIODATA

No. reg : 09.55.76

Nama bayi : by. M

Umur bayi : 12 hari

Jenis kelamin : perempuan

Nama ibu : Ny. W Nama Ayah : Tn. S


Umur : 20 tahun Umur : 31 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : wiraswasta
Suku/ Bangsa : Minang Suku/ Bangsa : Minang
Alamat : tigo lurah Alamat : tigo lurah

SUBJEKTIF

a. Keluhan utama: Ibu cemas karena bayi gelisah dan rewel, demam sudah 3 hari disertai
batuk 3 hari, bayi malas menyusu.
b. Riwayat ANC : G1P1A0H1
- ANC : 2 kali ketempat bidan
- Penyakit selama hamil : tidak ada
- Kebiasaan waktu hamil : tidak merokok, tidak mengkonsumsi obat-obatan atau jamu
c. Riwayat INC
- Lahir tanggal : 06 Oktober 2020
- Jenis persalinan : Normal
- Ditolong oleh : Bidan
- Keadaan bayi baru lahir :
 BB/PB : 3200g/ 50cm
 Menangis : ada
d. Riwayat penyakit sekarang : aspirasi pneumoni

OBJEKTIF

Keadaan umum : sedang


Saturasi (oksimetri) : 91 %
Nadi / HR (oksimetri) : 112x/i
Nafas : 66 x/i
Suhu : 38.1 C
BB : 3000 gram

Pemeriksaan fisik
Kepala : tidak ada caput, tidak ada molase, ubun-ubun sedikit cekung
Wajah : tidak pucat, mata simetris, bibir tidak sianosis, pernafasan
cuping hidung,pd hidung terpasang NGT
Dada : simetris,
Perut : bulat, pusar bersih
Ekstemitas : ekstremitas kiri kanan simetris, gerakan aktif, pada tangan
terpasang infus
Punggung : bersih, tidak ada spinabifida
Genitalia : labia mayora menutupi labia minora
Reflek : morro+, rooting+, sucking+ tp tdk adekuat, babynski +

ASSASMENT

Bayi Ny.W umur 12 hari, dengan hipertermi


Masalah potensial kejang

PENATALAKSANAAN
1. Inform concern untuk pemeriksaan dan tindakan yang akan dilakukan
Ev: inform concern sudah ditandatangani pada awal pasien masuk tgl 15 oktober 2020
2. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Ev: cuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah tindakan
3. Melakukan kolaborasi dengan dr. jaga :
- Praxion drop 2x0.4 cc
Ev: memberikan obat demam pct drop 0,4cc, melonggarkan bedung bayi, mengompres
bayi
4. Jam 21.00 WIB dr.Doni,S,pA visite ke perinatology advice dr,S.pA
- Mercotin drop 3x1tts
Ev: memberikan obat batuk bayi melalui oral
5. Menyarankan ibu tetap menyusui bayi langsung secara ondemand, bila bayi kurang
menyusu ASI akan diberi petugas melalui NGT
Ev: ibu menyusui bayi setiap bayi tampak haus,
6. Melakukan pengukuran suhu tiap 3 jam

tanggal Jam Suhu Keterangan


18-10-2020 18.00 38.1 Pct +
21.00 37.5
19-10-2020 00.00 37.7 Pct +
03.00 37.0
06.00 36.3
09.00 38.2 Pct +
Ev : suhu dicatat distatus bayi
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian

Pada saat melakukan pengkajian pada tanggal 18 Oktober 2020 jam 18.00 WIB,
ditemukan bayi M berumur 12 hari telah dirawat di rawat inap selama 3 hari dengan
diagnosa aspirasi pneumoni. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu sekarang 38,1C,
saturasi 91%, nadi 112x/i, pernafasan 66x/i, berat badan 3000 gram dan bayi malas
menyusu. Data yang didapat mempunyai persamaan dengan teori tanda dan gejala
hipertermi yaitu suhu > 37.5C, malas minum, frekuensi nafas lebih dari 60x/i,

Dari data subjektif ditemukan bayi dirawat diperinatologi dengan aspirasi pneumoni,
jadi bisa ditarik kesimpulan bayi mengalami infeksi sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh ,
hal ini sejalan dengan teori dimana penyebab dari hipertermi salah satunya adalah infeksi.

4.2 Diagnosa
Dari data subjektif dan objektif, penulis merumuskan diagnosa yang muncul sesuai
dengan keadaan pasien. Diagnosa pada kasus ini adalah bayi M dengan hipertermi. Diagnosa
ini ditegakkan karena ditemukan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5C, hal ini sesuai dengan teori
dari pengertian hipertemi.

4.3 Merencanakan Asuhan


Pada bayi M dilakukan penatalaksanaan hipertermi. Saat bayi demam dilakukan
kompres hangat, melonggarkan bedung bayi, dan dibantu dengan pemberian antipiretik.
Penatalaksanaan kompres hangat dan melonggarkan bedung bayi sejalan dengan teori namun
pemakain antipiretik selalu menjadi pilihan utama saat dilapangan. Hal ini menyimpang dari
teori dimana pemberian antipiretik tidak bisa digunakan secara rutin. Pemberian antipiretik
hanya untuk suhu 38,0C bahkan rekomendasi WHO pemberian antipiretik untuk suhu >39,0C

4.4 Evaluasi
Hasil yang diperoleh selama melakukan penatalaksaan bayi M dengan hipertermi
adalah kenaiakan suhu pada bayi masih saja terjadi walau mengompres, melonggarkan
bedung dan pemberian antipiretik sudah dilakukan. Suhu bayi turun setelah penatalaksaan
dan kembali naik beberapa saat kemudian. Kenaikan suhu pada bayi M berkaitan dengan
infeksi yang masih ada pada bayi M. Hal ini sejalan dengan teori dimana pemberian obat
penurun panas adalah untuk membuat anak merasa nyaman dan mengurangi kecemasan 
orangtua, bukan untuk menurunkan suhu tubuh.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data subjektif dan objektif pada bayi M penulis menarik kesimpulan bahwa hipertermi
pada bayi masih saja terjadi bila sumber infeksi belum hilang dari tubuh bayi

5.2 Saran
5.2.1 Bagi petugas puskesmas
Diharapkan tidak rutin menggunakan antipiretik sebagai pilihan utama penatalaksanaan
hipertermi. Sebaiknya pemberian antipiretik bila suhu bayi sudah mencapai 38,0C

5.2.2 Bagi mahasiswa


Diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan pemahaman teori dan keterampilan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada bayi hipertermi

5.2.3 Bagi institusi Pendidikan


Sebagai sumber informasi sekaligus referensi untuk mengetahui antara praktik lapangan dengan
teori.
Daftar Pustaka
Maryati, dkk. (2010). Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: CV. Trans Info Media
Prawirohardjo, S. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan MaternaldanNeonatal.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
Rukiyah & Yeyeh,dkk(2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: TIM
Saputra, (2014).Pengantar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Surabaya : Binarupa Aksara.
Sudarti dan Fauzan, (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta : Nuha
Medika.
ttps://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penanganan-demam-pada-anak

Anda mungkin juga menyukai