Anda di halaman 1dari 16

HIPERTERMI

Dosen : Manggiasih, SST, M.Biomed

Kelompok 11

Amelia Hasiani S 19.005

Elita Mutiara 19.018

Shinta Aulia Subandi 19.047

Stephany Dio P.S 19.054

STIKes RSPAD GATOT SOEBROTO

PRODI D3 KEBIDANAN

Jl. Dr. Abdul Rachman Saleh No.24 - Jakarta Pusat 16410


Telp. 021-34410
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas kelompok berupa makalah ini sebagai
tugas mata kuliah dengan judul “Hipertemi” dapat diselesaikan tepat pada waktu.

Dalam penyusunan makalah ini kami mengandalkan pengetahuan


teknologi informasi dan sumber-sumber dari beberapa buku untuk di jadikan
referensi, oleh karena itu kami menyadari sepenuhnya terdapat banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami membutuhkan saran dan kritik dari pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini agar menjadi lebih baik dan bermanfaat.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Hipertemi” ini dapat
memberi manfaat.

Jakarta, 12 Februari 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR____________________________________________________________i

DAFTAR ISI__________________________________________________________________ii

BAB 1____________________________________________________________________1

PENDAHULUAN____________________________________________________________1

A. Latar Belakang_________________________________________________________1

B. Rumusan Masalah______________________________________________________1

C. Tujuan_______________________________________________________________2

BAB 2____________________________________________________________________3

TINJAUAN TEORI___________________________________________________________3

A. Pengertian Hipertermi___________________________________________________3

B. Tanda dan Gejala Hipertermi_____________________________________________3

C. Penyebab Hipertermi___________________________________________________4

D. Fase-fase Terjadinya Hipertermi___________________________________________5

E. Klasifikasi Hipertermi____________________________________________________5

F. Komplikasi Hipertermi___________________________________________________8

G. Penatalaksanaan Hipertermia_____________________________________________9

H. Pencegahan Hipetermi_________________________________________________10

BAB 3___________________________________________________________________11

PENUTUP________________________________________________________________11

A. Kesimpulan__________________________________________________________11

B. Saran_______________________________________________________________11

DAFTAR PUSTAKA___________________________________________________________12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti banyak fungsi biologis lainnya, suhu tubuh manusia


memperlihatkan irama sirkadian. Mengenai batasan normal, terdapat beberapa
pendapat. Umumnya berkisar antara 36,5°C atau lebih rendah pada dini hari
sampai 37,5°C pada sore hari.

Suhu normal maksimum (oral) pada jam 06.00 adalah 37,2°C dan suhu
normal maksimum pada jam 16.00 adalah 37,7°C. Dengan demikian, suhu tubuh
>37,2°C pada pagi hari dan >37,7°C pada sore hari disebut demam (Gelfand,
Andreoli, Lardo). Sebaliknya Bennet & Plum mengatakan, hipertemi bila suhu
>37,2°C.

Suhu tubuh dapat diukur melalui rektal, oral atau aksila, dengan perbedaan
kurang lebih 0,5 - 0,6°C, serta suhu rektal biasanya lebih tinggi.

Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat


pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang
sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal set point (Busto,
Lukmanto, Lardo). Peningkatan suhu tubuh secara abnormal dapat terjadi dalam
bentuk hipertermi. Pada hipertermi, mekanisme pengaturan suhu gagal sehingga
produksi panas melebihi pengeluaran panas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan hipertemi?


2. Apa saja tanda dan gejala yang terjadi terhadap hipertemi?
3. Apa saja penyebab dari hipertemi?
4. Apa saja fase-fase terjadinya hipertermi?
5. Apa saja termasuk dalam klasifikasi hipertemi?
6. Apa komplikasi yang terjadi pada hipertemi?
7. Bagaimana penatalaksaan terhadap hipertemi?
8. Bagaimana pencegahan yang dapat di lakukan pada hipertemi?

1
2

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari hipertemi


2. Untuk mengetahui tanda dan gejala terhadap hipertemi
3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab pada hipertemi
4. Untuk mengetahui apa saja fase-fase pada hipertermi
5. Untuk mengetahui apa saja bagian dari hipertemi
6. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada hipertemi
7. Untuk mengetahui penatalaksaan terhadap hipertemi
8. Untuk mengetahui apa saja pencegahan terhadap hipertemi
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Hipertermi

Hipertermi adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh mengingkat melebihi set
point yang bisanya disebabkan kondisi tubuh eksternal yang menimbulkan panas
berlebihan jika dibandingkan kemampuan tubuh untuk menghilangkan panas
seperti pada heat stroke, toksisitas aspirin, kejang/hipertiroidism (Wong, 1996).

Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami/berisiko untuk


mengalami kenaikkan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,8°C per oral
atau 38,8°C per rektal karena faktor eksternal (Carpenito, 2001).

Hipertermi pada neonatus atau istilah lain untuk keadaan ini adalah demam
sementara atau demam dehidrasi. Peningkatan suhu sampau 38°-40°C kadang-
kadang dijumpai pada bayi berumur 2-3 hari.

B. Tanda dan Gejala Hipertermi

1. Suhu tampak bayi 38° - 40°C


2. Denyut jantung >160x/menit
3. Frekuensi pernapasan >60x/menit
4. Tanda-tanda dehidrasi :
 Malas minum
 Berat badan menurun
 Mata dan ubun-ubun besar cekung
5. Turgor kulit dan mulut kering dan berkurang
6. Oliguria
7. Letargi
8. Iritabel
9. Bayi tampak gelisah
10. Lesu
11. Takipnea sebagai usaha untuk mengeluarkan panas
12. Takikardia
13. Peninggian suhu tubuh, dapat disertai dengan :

3
4

 Peningkatan kadar protein serum


 Peningkatan kadar protein natrium
 Peningkatan kadar hematokrit

C. Penyebab Hipertermi

Dapat terjadi pada:

1) Bayi yg menyusui dengan suplementasi cairan yg kurang.


2) Bayi yg ditempatkan di lingkungan panas, seperti:
 Inkubator
 Ayunan bayi dekat pemanas
 Terpapar sinar matahari
3) Infeksi:
 Infeksi lokal
 Infeksi sistemik
4) Perpindahan lingkungan
5) Rendahnya kemampuan untuk berkeringat
6) Bayi dengan pakaian tebal di tempat panas
7) Dalam perjalanan dgn kendaraan yg panas
8) Di ruang tertutup terkena langsung sinar matahari
9) Bayi berada di lingkungan yang sangat panas, terpapar sinar matahari,
berada di inkubator atau di bawah pemancar panas.
10) Kenaikan suhu yang meningkat umumnya disebabkan oleh infeksi kuman
baik virus maupun bakteri.
11) Bayi yang berusia sekitar 6 minggu – 12 bulan terkena demam akibat
infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga, dehidrasi, imunisasi.
12) Bayi kegerahan

Ada yang disertai Toksik:

 Kondisi pucat/kebiruan
 Sesak nafas
 Takipnea dan takikhardi
 Sulit di tenangkan
 Letargi
5

 Tidak kenal orang tua


 Menurun drastis kontak mata

D. Fase-fase Terjadinya Hipertermi

Fase I : Fase awal

1. Peningkatan denyut jantung


2. Penigkatan laju dan kedalaman pernapasan
3. Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi
4. Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi
5. Rambut kulit berdiri
6. Pengeluaran keringat berlebih
7. Peningkatan suhu tubuh

Fase II : Proses demam

1. Kulit terasa hangat/panas


2. Peningkatan nadi & laju pernapasan
3. Dehidrasi ringan sampai berat
4. Proses menggigil lenyap
5. Mengantuk, kejang akibat iritasi sel saraf
6. Mulut kering
7. Bayi tidak mau minum
8. Lemas

Fase III : Pemulihan

1. Kulit tampak merah dan hangat


2. Berkeringat
3. Menggigil ringan
4. Kemungkinan mengalami dehidrasi

E. Klasifikasi Hipertermi

1. Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas

a. Hipertermia maligna
6

Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia.


Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan
secara autosomal dominan. Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium
intraselular dalam otot rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan
hipertermia. Pusat pengatur suhu di hipotalamus normal sehingga
pemberian antipiretik tidak bemanfaat.
b. Exercise-Induced hyperthermia (EIH)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan
aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas. Pencegahan
dilakukan dengan pembatasan lama latihan fisik terutama bila dilakukan
pada suhu 30°C atau lebih dengan kelembaban lebih dari 90%, pemberian
minuman lebih sering (150 ml air dingin tiap 30 menit), dan pemakaian
pakaian yang berwarna terang, satu lapis, dan berbahan menyerap
keringat.
c. Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang
dijumpai pada anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin
yang sering dihubungkan dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme,
diabetes mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan
Ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering berhubungan dengan
demam (merangsang pembentukan pirogen leukosit).

2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas.

a. Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga
kehidupan bisa disebabkan oleh:
1) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau
paparan oleh suhu kamar yang tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan
penyebab kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir.
Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena hipertermia dengan
infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda lain dari
infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP yang tinggi, tidak berespon
7

baik dengan pemberian cairan, dan riwayat persalinan prematur/resiko


infeksi.
2) Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar
sinar matahari langsung dalam waktu yang lama.
3) Trauma Lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24%
dari bayi yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun pada 1-3hari
tapi bisa juga menetap dan menimbulkan komplikasi berupa kejang.
Tatalaksana dara pada hipertermia pada neonatus termasuk
menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas semua baju bayi
dan memindahkan bayi ketempat dengan subu ruangan. Jika suhu
tubuh bayi lebih dari 39°C dilakukan tepid sponged 35°C sampai dengan
suhu tubuh mencapau 37°C.
4) Heat Stroke

Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.5°C atau lebih
rendah, kulit teraba kering dan panas, kelainan susunan saraf pusat,
takikardia, aritmia, kadang terjadi perdarahan miokard, dan pada
saluran cerna terjadi mual, muntah, dan kram. Komplikasi yang bisa
terjadi antara lain DIC, lisis eritrosit,trombositopenia, hiperkalemia,
gagal ginjal, dan perubahan gambaran EKG. Anak dengan serangan
heat stroke harus mendapatkan perawatan intensif di ICU, suhu tubuh
segera diturunkan (melepas baju dan sponging dengan air es sampai
dengan suhu tubuh 38,5°C kemudian anak segera dipindahkan ke atas
tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut), membuka akses sirkulasi,
dan memperbaiki gangguan metabolik yang ada.

5) Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)


Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat
penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang
tinggi. HSE diduga berhubungan dengan cacat genetic dalam produksi
atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-trypsin. Kejadian HSE pada
anak adalah antara umur 17 hari sampai dengan 15 tahun (sebagian
besar usia < 1 tahun dengan median usia 5 bulan). Pada umumnya HSE
8

didahului oleh penyakit virus atau bakterial dengan febris yang tidak
tinggi dan sudah sembuh (misalnya infeksi saluran nafas akut atau
gastroenteritis dengan febris ringan). Pada HSE tidak ada tatalaksana
khusus, tetapi pengobatan suportif seperti penanganan heat stroke dan
hipertermia maligna dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi sekitar
80% dengan gejala sisa neurologis yang berat pada kasus yang
selamat. Hasil CT scan dan otopsi menunjukkan perdarahan fokal pada
berbagai organ dan edema serebri.
6) Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)

Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak,
tidak diduga, dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului
sering berupa infeksi saluran nafas akut dengan febris ringan yang
tidak fatal. Hipertermia diduga kuat berhubungan dengan SIDS. Angka
kejadian tertinggi adalah pada bayi usia 2- 4 bulan. Hipotesis yang
dikemukakan untuk menjelaskan kejadian ini adalah pada beberapa
bayi terjadi mal-development atau maturitas batang otak yang tertunda
sehingga berpengaruh terhadap pusat chemosensitivity, pengaturan
pernafasan, suhu, dan respons tekanan darah. Beberapa faktor resiko
dikemukakan untuk menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS, tetapi
yang terpenting adalah ibu hamil perokok dan posisi tidur bayi
tertelungkup. Hipertermia diduga berhubungan dengan SIDS karena
dapat menyebabkan hilangnya sensitivitas pusat pernafasan sehingga
berakhir dengan apnea.

F. Komplikasi Hipertermi

Hipertermia dapat merupakan tanda sepsis. Bila kondisi bayi tidak membaik
setelah 3 hari kemungkinan sepsis.

 Gangguan elektrolit dan cairan


 Bila di diamkan akan berlanjut ke hipernatremia, yaitu peningkatan suhu
41°-44°C dengan tanda dan gejala:
a. Kulit panas dan kering
b. Kulit kemerahan
c. Pucat
9

d. Stuper
e. Koma
f. Kejang dan kematian, karena kerusakan otak

G. Penatalaksanaan Hipertermia

1. Bila suhu diduga karena paparan yang berlebihan:


 Bila bayi belum pernah diletakkan di dalam alat penghangat:
 Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25-
28°C).
 Lepaskan sebagian atau seluruh pakaiannya bila perlu.
 Periksa suhu aksiler setiap jam sampi tercapai suhu dalam batas
normal.
 Bila suhu sangat tinggi (>39°C), bayi dikompres atau dimandikan
selama 10-15 menit dalam air yang suhunya 4°C lebih rendah
dari suhu tubuh bayi.
 Bila bayi pernah diletakkan di bawah pemancar panas atau inkubator:
 Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator.
 Air suhu dalam batas normal
 Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit
kemudian beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat ang
digunakan.
 Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas
normal.
 Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan
sesuaikan pengatur suhu.
2. Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan :
 Terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
 Letakkn bayi di ruang dengan suhu lingkungan normal (25-28°C).
 Lepas pakaian bayi sebagian atau seluruhnya.
 Bila suhu sangat tinggi (lebih 39°C), bayi dikompres atau dimandikan
10-15 menit dalam air yang suhunya 4°C lebih rendah dari suhu tubuh.
10

Manajemen lanjutan suhu lebih 37,5°C

 Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan:


 Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat
menyusui beri ASI peras dengan salah alternatif cara pemberian
minum.
 Bila terdapat tanda dehidrasi (mata atau ubun besar cekung,
elastisitas kulit turun, lidah dan membran mukosa kering) tangani
dehidrasi.
 Periksa kadar glukosa darah, bila kurang 45 mg/dL
 Cari tanda sepsis sekarang dan ulangi lagi bila suhu telah mencapai
batas normal
 Setelah suhu bayi normal:
 Lakukan perawatan lanjutan.
 Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.
H. Pencegahan Hipetermi
1. Menutup kepala bayi dengan topi
2. Menggunakan pakaian yang bersih dan kering
3. Memakaikan selimut bayi dengan kain yang hangat
4. Ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari 25°C)
5. Bayi selalu dalam keadaan kering
6. Tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari jendela / pintu /
pendingin ruangan
7. Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan air hangat
8. Setelah dimandikan bayi segera dikeringkan dengan handuk dan
dipakaikan baju.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan


hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan
penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal
(metabolik). Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu
panas atau campuran dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu
panas. Untuk pencegahan hipertermi pada neonatus bisa dengan cara menutup
kepala bayi dengan topi, menggunakan pakaian yang bersih dan kering,
memakaikan selimut bayi dengan kain yang hangat, ruangan hangat (suhu
kamar tidak kurang dari 25°C), bayi selalu dalam keadaan kering, tidak
menempatkan bayi di arah hembusan angin dari jendela / pintu / pendingin
ruangan. Sebelum memandikan bayi perlu disiapkan baju, handuk, dan air
hangat. Setelah dimandikan bayi segera dikeringkan dengan handuk dan
dipakaikan baju.

B. Saran

Hipertermi bukankah suatu penyakit yang ringan tetapi hipertermi


merupakan salah satu penyakit dengan faktor resiko tinggi khususnya pada
bayi.Untuk itu di sini bidan harus tanggap terhadap gejala dan keluhan apa yang
dikeluhkan klien nantinya.Karena apabila hipertermi tidak segera ditangani akan
menjadi kejang dan bisa mengakibatkan kematian khususnya pada bayi. Selain
itu bidan harus turun tangan untuk memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai hipertermi mulai dari gejala maupun tanda kemudian cara
mengatasinya serta pencegahan terhadap hipertermi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Habel, A.1990. Ilmu Penyakit Anak. Bina Rupa Aksara : Jakarta.

Sudarti dan Afroh Fauzan. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak
Balita. Nuha Medika : Yogyakarta

Siti, Febi, Hamidah. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi,
Balita, dan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Endang Buda dan Sih Sajekti. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus,
Bayi dan Balita. Akbid Griya Husada Surabaya.

12

Anda mungkin juga menyukai