Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas dari pelayanan kesehatan saat ini di tuntut untuk semakin meningkat
ke arah pelayanan yang lebih optimal. Hal tersebut didorong oleh berbagai perubahan
mendasar di masyarakat baik ekonomi, pendidikan, teknologi dan informasi serta
berbagai perubahan lainnya. Terlebih lagi tuntutan dari pemerintah yang memberikan
kemudahan-kemudahan bagi masyarakat untuk menerima pelayanan kesehatan
termasuk perubahan tuntutan masyarakat pada peningkatan pelayanan kebidanan.
Salah satu pelayanan kebidanan yang juga memerlukan peningkatan kualitas adalah
pelayanan asuhan kebidanan terhadap bayi hipotermia.
Penyebab utama mortalitas neonatus di negara berkembang adalah asfiksia,
sindrom gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermia. Hipotermia pada
neonatus merupakan kejadian umum di seluruh dunia. Tingginya angka morbiditas
dan mortalitas Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di negara berkembang termasuk
Indonesia, masih menjadi masalah utama terutama yang berkaitan dengan kejadian
hipotermia.
Hipotermia yaitu penurunan suhu tubuh bayi dibawah suhu normal.
Kehidupan bayi baru lahir yang paling kritis adalah saat mengalami masa transisi dari
kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Salah satu yang menjadi masalah
yang dialami bayi pada masa transisi ini adalah hipotermia.
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia tergolong masih tinggi,
berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO) tahun 2006 angka kematian
bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran
hidup di Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000
kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, setiap
satu jam 10 bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu bayi Indonesia
meninggal.
WHO memperkirakan hampir sekitar 98% dari lima juta kematian neonatal
terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode
neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus
neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare.
Angka kematian sepsis neonatorum menurut DEPKES RI cukup tinggi yaitu
sekitar 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul
sebagai komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi,
hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.
Bayi yang mengalami hipotermia mempunyai risiko tinggi terhadap kematian
sehingga memerlukan pengawasan dan perawatan yang intensif dan ketat dari tenaga
kesehatan yang berpengalaman dan berkualitas tinggi. Peran bidan sangat diperlukan
untuk mencengah terjadinya risiko hipotermi pada bayi. Seorang bidan itu harus
memiliki pengetahuan yang luas, sikap dan keterampilan dalam melakukan asuhan
untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Pentingnya pengetahuan dari
seorang bidan tersebut dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
melatarbelakangi penulis dalam pembuatan laporan ini.
(Ai, Yeyeh, 2010)

1.1.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus
dengan hipotermi secara komprehensif baik pada klien maupun keluarga.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada kasus neonatus cukup bulan dengan
hipotermi.
2. Mampu mengidentifikasi diagnosa/masalah kebidanan berdasarkan data
subjektif dan objektif pada kasus neonatus cukup bulan dengan
hipotermi.
3. Menentukan masalah potensial yang mungkin muncul pada neonatus
cukup bulan dengan hipotermi.
4. Menentukan kebutuhan segera pada neonatus cukup bulan dengan
hipotermi.
5. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada neonatus cukup
bulan dengan hipotermi.
6. Melaksanakan perencanaan yang telah dilakukan pada neonatus cukup
bulan dengan hipotermi.
7. Melaksanakan evaluasi yang mengacu pada tujuan dan kriteria hasil
pada pada neonatus cukup bulan dengan hipotermi.
1.2 Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data wawancara langsung responden yang
diteliti, metode ini memberikan hasil secara langsung, dalam metode ini dapat
digunakan instrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar
periksa/checklist.
b. Observasi
Yaitu cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara
langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal
yang akan diteliti.
c. Pemeriksaan Fisik
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada
klien secara langsung meliputi : inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
untuk mendapatkan data yang objektif.
d. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan mengambil literatur dari buku-buku
serta makalah-makalah yang ada hubungannya dengan kasus.
e. Studi Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari
dokumen asli. Dokumen asli tersebut dapat berupa gambar, tabel atau daftar
periksa dan film dokumenter.
1.3 Sistematika Penulisan
Halaman Judul
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Definisi Hipotermi
2.1.2 Etiologi Hipotermi
2.1.3 Klasifikasi Hipotermi
2.1.4 Komplikasi Hipotermi
2.1.5 Tanda dan gejala Hipotermi
2.1.6 Mekanisme Hipotermi
2.1.7 Penanganan Hipotermi
2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan
2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney
2.2.2 Pendokumentasian secara SOAP
2.2.3 Bagan alur berfikir varney dan pendokumentasian secara SOAP
BAB 3.TINJAUAN KASUS
3.1.1 Pengkajian Data Subjektif
3.1.2 Pengkajian Data Obyektif
3.1.3 Analisis
3.1.4 Penatalaksanaan
BAB 4. PEMBAHASAN
BAB 5. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
2.2.1 Definisi
Bayi baru lahir disebut juga neonatus merupakan individu yang sedang
bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin.

Neonatus Cukup Bulan (NCB) adalah neonatus yang lahir pada umur
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan BB 2500 gram – 4000 gram.

Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-


28 hari. Neonatus memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi,
adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin) dan toleransi bagi neonatus untuk dapat hidup dengan baik.

Hipotermi merupakan keadaan dimana seorang individu gagal


mempertahankan suhu tubuh dalam batasan normal ( 36 – 370C). Hipotermi
merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan suhu
tubuh secara terus menerus di bawah 35, 50C pre rektal karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.

Neonatus cukup bulan dengan hipotermi adalah bayi dengan suhu badan
di bawah normal yaitu <36,50C. Gejala awal hipotermi adalah suhu <36,50C
atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Apabila seluruh tubuh bayi terasa
dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (32-360C), dan
hipotermi berat jika suhu <320C.
(Ai Yeyeh, R. 2010)
2.2.3 Ciri-ciri Neonatus cukup bulan
1. Lahir cukup bulan antara 37-42 minggu
2. Berat badan 2500-4000 gram
3. Panjang badan 48-52 cm
4. Lingkar dada 30-38 cm
5. Lingkar kepala 33-35 cm
6. Lingkar lengan 11-12 cm
7. Frekuensi denyut jantung 120-160x/menit
8. Pernafasan kurang lebih 40-60x/menit
9. Suhu tubuh kurang dari 360 – 37,50C
10. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yag cukup
11. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah
sempurna
12. Kuku agak panjang dan lemas
13. Nilai APGAR > 7
14. Gerak aktif
15. Bayi lahir langsung menangis kuat
16. Refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada
pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
17. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
18. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk
dengan baik
19. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
20. Genetalia
Pada laki-laki kematangan ditandai deengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang.
Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang
berlubang, serta adanya labia minora dan mayora.
21. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya meconium dalam 24
jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan
(Rukiyah dan Yulianti, 2012)
2.2.4 Etiologi
Hipotermi bisa terjadi setiap saat apabila suhu di sekeliling bayi rendah
dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara
tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu pada 6-12 jam pertama setelah
lahir. Misalnya saja bayi setelah lahir dibiarkan basah dan telanjang selama
menunggu plasenta lahir.

Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi antara lain : prematuritas,


sepsis, asfiksia, jaringan lemak subkutan tipis, cadangan glikogen dan brown
fat sedikit, tidak mempunyai respon menggigil pada reaksi kedinginan,
pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran, paparan suhu lingkungan
yang dingin.

((Rukiyah dan Yulianti, 2012)


2.2.5 Klasifikasi Hipotermi
Klasifikasi hipotermi diantaranya adalah :
1. Hipotermi sepintas

Penurunan suhu tubuh 1-20C sesudah lahir. Suhu tubuh akan


menjadi normal kembali setelah bayi berumur 4- 8 jam, apabila suhu
ruangan diatur sebaik mungkin. Hipotermi sepintas ini terdapat bayi
dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama, ruang tempat bersalin yang
dingin, memandikan bayi terlalu cepat ( kurang dari 4-6 jam sesudah
lahir ).

2. Hipotermi akut
Terjadi apabila bayi berada dilingkungan yang dingin selama
6-12 jam, terdapat bayi dengan BBLR, di ruangan tempat bersaln
yang dingin, inkubator yang cukup panas. Gejala yang di alami bayi
dalam keadaan hipotermi akut diantaranya adalah : keadaan bayi
lemas, bunyi jantung lambat, serta kedua kaki dingin.
3. Hipotermi sekunder

Penurunan suhu tubuh yang disebabkan adanya sepsis syndrome,


gangguan nafas, penyakit jantung bawaan yang berat, hipoksia,
hipoglikemi dan BBLR.

(Ai Yeyeh, R. 2010)


2.2.6 Komplikasi Hipotermi
Akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi adalah :
1. Hipoglikemi asidosis metabolik.
2. Metabolisme meningkat, sehingga pertumbuhan terganggu.
3. Shock.
4. Apnea.
5. Perdarahan intravastrikular.
(Ai Yeyeh, R. 2010)
2.2.7 Tanda dan gejala hipotermi
Gejalanya bisa berupa:
a. Gejala hipotermi pada bayi baru lahir
• Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh,bayi menjadi kurang
aktif, tidak kuat menghisap ASI ,dan menangis lemah.
• Timbulnya sklerema atau kulit mengeras berwarna kemerahan
terutama dibagian punggung,tungkai dan tangan.
• Muka bayi berwarna merah terang.
• Tampak mengantuk dan lesu.
• Kulitnya pucat dan dingin.
• Lemah, lesu ,menggigil.
• Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan
bagian dada.
• Ujung jari tangan dan kaki kebiruan.
• Bayi tidak mau minum/menyusui.
• Menggigil.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1. Hipotermia sedang:
 Kaki teraba dingin
 Kemampuan menghisap lemah
 Tangisan lemah
 Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
2. Hipotermia berat :
 Sama dengan hipotermia sedang
 Pernafasan lambat tidak teratur
 Bunyi jantung lambat
 Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
3. Stadium lanjut hipotermia
 Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
 Bagian tubuh lainnya pucat
 Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada
punggung, kaki dan tangan
 (Sklerema)
2.2.6 Mekanisme hipotermi
Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan :
1) Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke
obyek yang dingin, misalnya dengan menimbang bayi tanpa alas
2) Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke
obyek yang dingin, misalnya: pakaian basah yang tidak cepat diganti.
3) Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya,
misalnya : udara di sekitar bayi.
4) Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh
bayi (misal cairan amnion pada BBL tidak dikeringkan).
(Ai Yeyeh, R. 2010)

2.2.7 Penanganan Hipotermia

Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di


dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. Cara lain yang sangat sederhana
dan mudah dikerjakan adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu
dengan metode kangguru. Apabila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut
atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu dan digunakan untuk menutupi
ibu dan bayi. Lakukan berulang kali hingga tubuh bayi hangat.
Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus
diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Apabila bayi tidak menghisap,
diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
Manajemen hipotermi diantaranya :
1. Manajemen hipotermi berat
a. Segera hangatkan bayi di bawah pemancaran panas yang telah
dinyalakan sebelumnya, apabila mungkin, gunakan inkubator atau
ruangan hangat, bila perlu.
b. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Berikan pakaian yang
hangat, pakaikan topi dan selimuti dengan selimut hangat.
c. Hindari paparan panas yang berlebihan dan usahakan agar posisi bayi
sering diubah.
d. Apabila bayi dengan gangguan nafas ( frekuensi nafas lebih dari 60
kali / menit atau kurang dari 40 kali /menit, tarikan dinding dada,
merintih saat ekspirasi ), maka lakukan evaluasi nafas.
e. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV sesuai dengan dosis rumatan,
dan selang infus tetap terpasang dibawah pemancaran panas, untuk
menghangatkan cairan.
f. Periksa kadar glukosa darah, apabila kadar glukosa darah kurang dari
45 mg/ dL, tangani hipoglikemi.
g. Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap
4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
h. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan sepsis.
i. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap.
i. apabila bayi tidak dapat menyusu, maka berikan ASI perah
dengan menggunakan salah atu alternatif cara pemberian
minum.
ii. apabila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa
lambung dan beri ASI perah bagitu suhu bayi mencapai 350C.
j. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Apabila suhu naik paling tidak 0,5
0
C/ Jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan
dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
k. Periksa juga suhu alat yang di pakai untuk menghangatkan dan suhu
ruangan setiap jam.
l. Setelah suhu tubuh bayi normal :
i. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.
ii. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3
jam.
m. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Apabila
suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit,
bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagimana cara menjaga agar
bayi tetap hangat selama di rumah.
2. Hipotermi sedang
a. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Berikan pakaian yang hangat,
pakaikan topi dan selimuti dengan selimut hangat.
b. Apabila ada ibu/ pangganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit ( perawatan bayi lekat )
c. Apabila ibu tidak ada :
1. Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas.
Gunakan inkubator dan ruangan hangat bila perlu.
2. Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI perah dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering
d. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. apabila bayi tidak dapat
menyusu, maka berikan ASI perah dengan menggunakan salah atu
alternatif cara pemberian minum.
e. Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (misalnya gangguan napas,
kejang ) dan segera mencari pertolongan apabila terjadi hal tersebut.
f. Periksa kadar glukosa darah, apabila kadar glukosa darah kurang dari 45
mg/ dL, tangani hipoglikemi.
g. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Apabila suhu naik minimal 0,5 0C/
Jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan
memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
h. Apabila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5 0C/ Jam, cari
tanda sepsis.
i. Setelah suhu tubuh bayi normal :
1. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.
2. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
3. Apabila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum
dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di
Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagimana cara
menghangatkan bayi di ruangan. (Sofian, Amru. 2011)

2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan


2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney
Manajemen asuhan kebidanan adalah suatu metoda pengaturan,
pengorganisasian pikiran dan tindakan dalam suatu urutan yang logis dan
menguntungkan baik bagi pasien maupun petugas kesehatan. Manajemen proses
mengikuti suatu urutan yang logis, juga sangat berguna untuk mempelajari
manajemen asuhan pasien karena itu memberikan suatu sarana untuk meyatukan
potongan-potongan pengetahuan yang etrpisah, temuan keterampilan dan
pertimbangan ke dalam suatu transisi ke dalam peran manajemen pasien. Proses
manajemen terdiri dari tujuh tahap yang berurutan secara periodic disaring ulang,
dimuali dengan pengumpulan data dan berakhir dengan evaluasi.

1. Langkah pertama : pengumpulan data dasar secara komprehensif untuk


mengkaji pasien
Data dasar tersebut termasuk riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik
dan panggul serta tinjauan catatan saat ini atau catatan lama dari Rumah
Sakit /RB/Puskesmas. Tinjauan singkat dari data laboratorium dan
pemeriksaan tambahan lainnya, semua informasi dari berbagai sumber yang
berhubungan dengan kondisi pasien, bidan harus mengumpulkan data awal
yang menyeluruh walaupun pasien itu ada komplikasi yang membutuhkan
untuk diajukan kepada dokter konsumen untuk manajemen kolaborasi.
Kadang-kadang tahapannya mungkin tumpang tindih dengan tahap 5 dan 6
(sebagai bagian urutan lanjut) karena data yang diperlukan diperoleh dari
hasil laboratorium atau hasil pemeriksaan lainnya. Kadang-kadang bidan
perlu memulai langsung dalam rangka untuk mengumpulkan data awal yang
lengkap untuk diajukan ke dokter.

2. Langkah kedua : pengembangan data dasar, interpretasi data


menentukan diagnose
Ada beberapa masalah tidak dapat diidentifikasi atau ditetapkan sebagai
diagnose, tetapi perlu dipertimbangkan untuk pengembangan rencana
pelayanan komprehensif. Masalah-masalah berhubungan dengan pengalaman
nyata yang ditetapkan sebagai diagnose dan sering identifikasi bidan tertuju
pada pengalaman-pengalaman tersebut misalnya,
Perempuan hamil pada trimester ke 3 tiba-tiba ia merasa takut dengan
persalinan dan kelahiran yang dihadapinya. Takut tidak sesuai dengan
standart diagnose, tetapi pasti menjadi masalah yang perlu dikaji lebih lanjut
untuk menentukan rencana untuk mengurangi rasa takut.
Diagnose : Neonatus cukup bulan usia ….. dengan hipotermi
Tujuan : Hipotermi teratasi
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi denyut jantung 120-160x/menit
2. Pernafasan 40-60x/menit
3. Suhu tubuh 36,50 – 37,50C
4. Berat badan bertambah 20 – 40 gr/hari
Intervensi :

1. Observasi tanda-tanda vital dan tangisan bayi.


2. Beri pakaian dan bedong bayi dengan kain.
3. Ganti pakaian bayi setiap kali basah.
4. Jauhkan klien dari udara dingin dan tempatkan pada
lingkungan yang hangat.
5. Timbang berat badan bayi setiap pagi .
6. Beri susu setiap 2 jam.
7. Observasi adanya sianosis.
8. Hindari faktor penyebab hipotermi.
9. Kaji refleks menelan, menghisap dan batuk.
10. Berikan makan atau minum sesuai dengan prosedur.
11. Perhatikan muntah, diare
12. Anjurkan kepada ibu untuk pemberian ASI eksklusif.

3. Langkah ketiga: identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain


Langkah ini penting untuk mengantisipasi masalah, pencegahan bila
memungkinkan guna keamanan pelayanan, contoh perempuan dengan
pembesaran uterus yang berlebihan. Bidan harus menganalisa kemungkinan
alas an pembesaran berlebihan itu seperti (polihidramnion, bayi besar, ibu hamil
dengan diabetes atau hamil ganda).

Kemudian menentukan tindakan pencegahan dan persiapan kemungkinan


segera terjadi perdarahan post partum dengan atonia uteri karena ketegangan,
pembesaran uterus berlebihan. Dalam kasus bayi besar bidan juag harus
mengantisipasi dan persiapan kemungkinan distosia bahu dan kebutuhan untuk
resusitasi bayi.

4. Langkah keempat: Evaluasi kebutuhan intervensi segera


Gambaran proses manajemen berlanjut tidak hanya selama kunjungan
prenatal (primary care) tetapi tetap berlansung sampai ketika bersalin.
Pengkajian untuk mendapatkan data baru dan pemantauan kegiatan harus tetap
dilakukan, sementara pada suatu ketika dalam situasi emergensi yang
memerlukan bidan harus bertindak segera untuk kepentingan kehidupan ibu dan
bayi seperti: hipertermia, selain itu situasi yang memerlukan tindakan segera
ketika menunggu intervensi dokter seperti prolap tali pusat. Situasi lain yang
tidak emergensi tetapi mungkin memebutuhkan manajemen konsultasi dan
kolaborasi dengan dokter seperti tanda-tanda dini pre eklampsia yang perlu
konsultasi dokter. Komplikasi, kondisi ini atau situasi ibu mungkin
membutuhkan manajemen konsultasi atau kolaborasi dengan anggota tim
kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau perawat klinik spesialis
neonatus.

5. Langkah kelima: Perencanaan


Rencana pelayanan komprehensif ditentukan berdasarkan tahapan
terdahulu (satu, dua, tiga, empat) untuk mengantisipasi masalah serta diagnose.
Selain itu perlu untuk mendapatkan data yang belum diperoleh atau tambahan
informasi data dasar. Rencana pelayanan komprehensif tidak dengan indikasi
kondisi pasien tetapi ada hubungan dengan masalah apa, tetapi juga garis besar
petunjuk antisipasi bagi perempuan seperti apa harapannya, pendidikan dan
konseling pasien dan bila ada yang berhubungan masalah-masalah sosial,
ekonomi, agama, keluarga, budaya atau psikologis.
Rencana pelayanan harus disepakati bersama antara bidan dan ibu
sehingga pelayanan menjadi efektif sesuai harapan ibu.

Untuk menentukan rencana implementasi dapat dilakukan atau tidak semua


keputusan dirumuskan dalam mengembangkan pelayanan secara
komprehensif, harus direfleksikan kegunaannya dengan cara yang benar,
rasional dan tepat. Bila dasar tidak lengkap, atau mempengaruhi tujuan
pelayanan pada pasien sehingga tidak komplit dan tidak aman.

6. Langkah keenam: implementasi


1. Menghangatkan bayi di dalam invan warmer.
2. Melakukan pemerikasaan fisik bayi secara had to toe.
3. Memberikan injeksi vit K 0,1 mg secara intra muscular pada paha kiri.
4.Memberikan salep mata pada bayi.
5. Merawat tali pusat.
6. Memberikan tanda pengenal (gelang kaki).
7. Memberi imunisasi Hb0 pada bayi setelah 1 jam pemberian injeksi vit K.
8. Melakukan perawatan lanjutan pada bayi dengan observasi suhu tubuh bayi
setiap 30 menit sekali, setelah suhu tubuh bayi normal pantau suhu tubuh
selama 12 jam, dan ukur suhu setiap 2 jam.

7. Langkah ketujuh: Evaluasi/penilaian


Evaluasi merupakan suatu penganalisaan hasil implementasi asuhan yang
telah dilaksanakan dalam periode untuk menilai keberhasilannya apakah benar-
benar memenuhi kebutuhan untuk dibantu. Tujuan dari evaluasi /penilaian
adalah untukmengetahui factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan implementasi asuhan berdasarkan analisa.
2.2.2 Pendokumentasian secara SOAP
Metoda dokumentasi dengan pendekatan SOAP disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan. SOAP digunakan untuk
mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan
kemajuan. SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis.
Metode SOAP juga dikenal dengan metoda 4 langkah yang terdiri dari :

S: Data Subjektif :

- Identitas
Apabila bayi yang lahir disuatu tempat bersalin lebih dari 1 harus
diberi identitas. Dengan menggunakan alat yang kebal terhadap air.
Identitas yang harus diberikan adalah nama (Bayi Nyonya), tanggal
lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu, nama ayah,
agama ( sesuai agama ibu ), alamat ( sesuai alamat ibu ).
- Riwayat Kehamilan
Kehamilan yang dikatakan fisiologis dan harus tetap waspada
karena kehamilan berisiko jatuh pada keadaan yang membahayakan
pada ibu dan janin.
- Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan, misalnya bayi hipotermi dengan
suhu dibawah 36.0 C
- Riwayat penyakit sekarang :
Misal Ibu PEB, lahir spontan, tetapi tidak menangis.
- Penilaian segera setelah lahir:
Sesuai dengan tindakan persalinan, misalnya spontan, sectio
cessarea, dll.
- Natal :
Tulis jenis persalinan, misalnya spontan, spontan bracth, dll.
- Post natal :
Tulis keadaan ibu setelah melahirkan, melaksanakan inisiasi
menyusu dini, mendapatkan vit K, mendapat salep mata.
- Imunisasi :
Imunisasi yang diberikan segera setelah lahir.
- Riwayat persalinan sekarang
Cairan amnion : diukur volumenya. Hidramnion (>2000ml)
dihubungkan dengan obstruksi traktus interstialis bagian atas,
anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklamsi. Oligohidramnion
(<500ml) dihubungkan dengan agnesia ginjal ginjal bilateral atau
sindrom potter.
(IDAI, 2008)
O : Data Objektif :

a. Pemeriksaan Umum Bayi


 Suhu : suhu BBL normal antara 36-37°C. (Prawiroharjo, 2009:
256)
Hipotermia pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ° C. Hipertermi
adalah peningkatan suhu tubuh > 37,5°C.
 Pernafasan : Frekuensi nafas normal BBL adalah 40-60x/menit.
(IDAI,2008: 81-89)
 Bunyi jantung pada menit-menit pertama kira-kira 180/menit yang
kemudian turun sampai 140/menit – 120/menit. (Prawiroharjo,
2009: 256)
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala :Besar, bentuk, molding, sutura tertutup,
melebar, kaputsuksedaneum, hematoma sefal, kraniotabes dan
sebagainya.
2) Mata :Perdarahan subkonjungtiva, mata yang
menonjol, katarak dan lain-lain.
3) Telinga :Preaurical tag, kelainan daun/bentuk telinga.
4) Mulut :Labiokisis, labiognato palastoiskisis, tooth buds
dan lain-lain.
5) Leher :Hematoma sternokleidomastoideus, duktus
tiruglosus, higroma koli.
6) Dada : Bentuk, pembesaran buah dada, pernafasan,
retraksi intercostan, subkostal, sifoid merintih, pernafasan
cuping hidung, bunyi paru-paru/sonor, vasikuler, gronkial, dan
lain-lain.
7) Jantung: Pulsasi, frekuensi bunyi jantung, kelainan bunyi
jantung.
8) Abdomen : Membuncit (pembesaran hati, limpa, tumor,
asites), skafoid (kemungkinan bayi menderita hernia
diafragmatika atau atresia esofagi (tanpa fistula).
9) Tali pusat : Berdarah, jumlah pembuluh darah, tali pusat,
warna dan besar tali pusat, hernia di pusat atau diselangkang.
10) Alat kelamin : Tanda-tanda hematoma karena letak sungsang,
testis belum turun, fimosis adanya perdarahan/lendir dari
vagina (vagina discharge) besar dan bentuk klitoris dan labia
menorah, atresia ani.
11) Tulang punggung Spira gifida, pionidal sinus atau dimple
12) Anggota gerak Fokomelia, sindaktili, polidaktili,
fraktus, paralysis, talipes dan lain-lain.
13) Keadaan neoromuskuler Reflek moro, reflek gangguan,
reflek rooting, tonus otot, tremor.

A : Analisa/Assessment :
Adalah kesimpulan permasalahan yang diperoleh dan
memerlukan penyelesaian. Misalnya :
-Neonatus Cukup Bulan Usia .... jam ( fisiologis ).
-Neonatus cukup bulan usia ….. dengan hipotermia ( patologis ),
dll.

P : Plan/Planning = perencanaan :
Berisi tindakan kebidanan yang dilaksanakan mengacu pada
penatalaksanaan dan evaluasi yang di dapat , misalnya :
a. Observasi tanda-tanda vital dan tangisan bayi, bayi menangis
kuat, bergerak aktif .
b. Menjaga suhu tubuh bayi agar tetap hangat untuk mencegah
hipotermi, bayi dibungkus kain flanel.
c. Melakukan pemeriksaan fisik bayi secara head to toe.
d. Bonding attachment dan memberikan ASI pada bayi segera
dan bayi mau menghisap.
e. Memberikan injeksi vit.K 0,1 mg secara Intra Muscular pada
paha kiri.
f. Memberikan obat tetes mata pada bayi: 1 tetes pada tiap-tiap
mata.
g. Merawat tali pusat.
h. Memberikan tanda pengenal ( Gelang bayi ).
i. Memberikan imunisasi Hb 0 pada bayi 1 jam setelah pemberian
injeksi vit K di paha kanan.
j. dapat menyusu, maka berikan ASI perah dengan menggunakan
salah atu alternatif cara pemberian minum.
k. Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (misalnya
gangguan napas, kejang ) dan segera mencari pertolongan
apabila terjadi hal tersebut.
l. Periksa kadar glukosa darah, apabila kadar glukosa darah
kurang dari 45 mg/ dL, tangani hipoglikemi.
m. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Apabila suhu naik minimal
0,5 0C/ Jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian
lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
n. Apabila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5 0C/
Jam, cari tanda sepsis.
o. Setelah suhu tubuh bayi normal :
i. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.
ii. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya
setiap 3 jam. Apabila suhu bayi tetap dalam batas normal
dan bayi dapat minum dengan baik dan tidak ada masalah
lain yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi
dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagimana cara
menghangatkan bayi di rumah.
2.2.3 Bagan alur berfikir varney dan pendokumentasian secara SOAP

Alur pikir Bidan Pencatatan dari Asuhan Kebidanan

Proses pendokumentasian Pendokumentasian


kebidanan 7 langkah Varney

7 langkah Varney
SOAP Notes

Subjektif
Data
Objektif

Masalah/Diagnosa

Antisipasi masalah potensial


Assessment
Menetapkan kebutuhan segera
untuk konsultasi/kolaborasi

Merencanakan asuhan yang Penatalaksanaan :


menyeluruh
1. Konsul
2. Tes diagnisik
3. Rujukan
Melaksanakan asuhan
4. Pendidikan/konse
ling
5. Follow up
Mengevaluasi keefektifan
asuhan
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pembahasan asuhan kebidanan pada kasus patofisiologi neonatus dengan
asfiksia dilakukan setelah melaksanakan penerapan teori yang digunakan sebagai
landasan dalam melakukan manajemen kebidanan.
Pengkajian merupakan tahap awal dari manajemen kebidanan
dilaksanakan dengan wawancara dan observasi langsung dengan melakukan
pemeriksaan fisik, khusus, maupun penunjang.
Dalam menentukan diagnosa tidak terjadi kesenjangan antara teori dan
praktik.
Dalam perencanaan menjelaskan kepada ibu tentang kondisi bayinya dari
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, menganjurkan ibu membawa bayinya
untuk melakukan kunjungan berikutnya.
Pada kasus pelaksanaan ini dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
dibuat bidan. Pada perencanaan tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik.
Pada evaluasi ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara
teori dan kasus.

5.2 Saran.
5.2.1 Bagi Penulis
Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari
kasus-kasus pada saat praktik dalam bentuk manajemen SOAP dan alur
berpikir Varney serta menerapkan asuhan sesuai standar pelayanan
kebidanan yang telah ditetapkan sesuai dengan kewenangan bidan yang
telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan secara
komprehensif terhadap klien.
5.2.2 Bagi Lahan Praktek
Asuhan yang diberikan sudah cukup baik dan hendaknya agar dapat
memberikan asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan
kebidanan serta dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan agar dapat menerapkan setiap asuhan kebidanan sesuai dengan
teori dari mulai kehamilan, persalinan, nifas, BBL dan KB.
5.2.3 Bagi Klien
Agar klien mendapatkan gambaran tentang pentingnya asuhan
kebidanan neonatus dengan hipotermi dipelayanan kesehatan.
5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan bagi yang
membutuhkan Asuhan Kebidanan dan acuan pada penanganan neonatus
dengan hipotermi.
DAFTAR PUSTAKA

WafiNur, M. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya

Ai Yeyeh, R. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Baru Lahir Dan Balita. Jakarta:
Trans Info Media.

Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Trans
Info Medika.

Budiarti, Tri. 2011. Bukuajaran Neonaturus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans
Info Media.

Rukiyah dan Yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Anak dan Balita. Jakarta:
Trans Info Media.

Sofian, Amru. 2011. Sinopsis obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai