PENDAHULUAN
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tergolong tinggi, bahkan
menempati urutan pertama di ASEAN. Berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia 359 per 100.000
sedangkan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia walaupun masih jauh dari
angka target Sustainable Development Goals (SDG’s) yaitu AKB tahun 2015
sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu
sebesar 35/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2017) menjadi sebesar 34/1000 kelahiran
hidup, dan terakhir menjadi 32/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2017).
1
MenurutKabid Bina Pelayanan Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Niken
Budiarti, MM,AK mengatakan di Jawa Barat jumlah AKB mencapai 40/1000
kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2016).
Angka kematian bayi di Kota Tasikmalaya mencapai 147 kasus per tahun.
Dari 147 kasus tersebut, 94 kasus kematian bayi di usia 0-7 hari, 24 kasus bayi
meninggal pada umur 7-28 hari dan 29 kasus bayi meninggal pada umur 29-11
bulan, hingga perlu mendapat perhatian serius dari Dinkes Pemkot Tasikmalaya,
Jawa Barat. Penyebab utama kematian bayi, faktor ekonomi mengakibatkan ibu
maupun bayi kurang gizi, berat badan lahir rendah, (BBLR) dan penyumbang
saluran nafas infeksi (asfiksia) (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2015).
Penelitian telah menunjukan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi
dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir akan menyebabkan kelainan-kelainan yang akan
mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat
hipotermi pada bayi baru lahir yang dapat mengakibatkan cold stress yang
selanjutnya dapat mengakibatkan hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan
kerusakan otak (Prawirohardjo, 2009).
Hipertermi pada bayi baru lahir adalah suatu kondisi dimana suhu inti tubuh
bayi berada terus menerus diatas 37,8o per oral atau 38,8o per rektal. Kondisi ini
disebabkan oleh suhu lingkungan yang berlebih, dehidrasi atau perubahan
mekanisme yang berhubungan dengan trauma lahir pada otak. Hipertermi ini bukan
disebabkan oleh pengaturan panas hipotalamus. Hipertermi pada bayi baru lahir
dapat disebabkan antara lain oleh lingkungan yang panas, paparan matahari yang
terlalu lama, infeksi sistematik, dehidrasi dan sepsis (Saputra,2014). Demam pada
neonatus dapat dikatakan Hipertermi bila suhu >37,5 oC per axila (Rukiyah dan
Yeyeh, dkk, 2015).
2
Penanganan bayi baru lahir dengan hipertermi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu memodifikasi lingkungan atau memindahkan bayi keruangan yang
sejuk dengan suhu kamar 36-38oC, mengganti baju bayi dengan yang lebih tipis, dan
meningkatkan sirkulasi udara dengan membuka jendela. Kemudian mengompres dan
menyeka bayi dengan air hangat kuku untuk menghilangkan panas tubuh, memberikan
cairan agar tidak dehidrasi (Heryani Reni, 2019).
Heryani Reni (2019) menyatakan bahwa gejala hipertermi yang terjadi pada
bayi baru lahir diantaranya yaitu, suhu tubuh bayi > 37,5oC per axila, frekuensi napas
bayi <60x/menit adapun tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit
kurang dan jumlah urin berkurang. Dampak yang ditimbulkan hipertermi, dapat berupa
penguapan cairan yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang.
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memperoleh pengetahuan dan Memberikan Asuhan
Kebidanan Pada Neonatus Dengan Hipertermi di Puskesmas X.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengumpulan data dasar pada bayi Ny.A Dengan
data varney
2. Mahasiswa mampu menginterprestasikan data dasar yang sudah dikaji pada bayi
Ny.A dengan hipertermia
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan diagnose dan masalah potensial pada
bayi Ny.A dengan hipertermia
4. Mahasiswa mampu menentukan kebutuhan akan tindakan segera pada bayi Ny.A
dengan hipertermia
5. Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan menyeluruh pada bayi Ny.A dengan
hipertermia
3
6. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan yang telah dibuat pada bayi
Ny.A dengan hipertermia
7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan pada bayi
Ny.A dengan hipertermia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Masa Neonatal
Masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran
(Rahardjo, Kukuh & Marmi, 2018:3).
a. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan
sesudah lahir.
b. Neonatus dini : usia 0-7 hari
c. Neonatus lanjut : usia 0-28 hari.
c. Ciri-ciri bayi baru lahir Normal
a. Berat badan : 2500-4000 gram.
b. Panjang badan : 48-52 cm.
c. Lingkar kepala : 33-35 cm.
d. Lingkar dada : 30-38 cm.
e. Frekuensi jantung : 120-160 x/menit.
f. Pernafasan : 40-60 x/menit.
g. Kulit kemeran dan licin karena jaringan subkutan cukup
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya sudah sempurna.
i. Kuku agak panjang dan lemas.
j. Genetalia.
5
Perempuan labia mayora telah menutupi labia minora, jika laki-laki testis
telah turun, skrotum sudah ada.
k. Refleks hisap dan menelan telah terbentuk dengan baik.
l. Refleks moro batau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
m. Refleks graps atau menggenggam sudah baik.
n. Eleminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan (Rahardjo.Kukuh, Marmi, 2018:8)
a. Pengertian Hipertermi
Hipertermi adalah suhu tubuh yang meningkat, dimana tubuh terasa panas dan
suhunya naik sampai 380C, sementara suhu normal berkisar 36,50C – 37,50C.
menurut Suriadi (2006, hlm. 63) demam adalah meningkatnya temperature tubuh
secara abnormal. Dan menuut Rudofth (2006, hlm. 592) Berdasarkan pengukuran
suhu bayi normal, suhu rektal sebesar 380C atau lebih harus digunakan sebagai
definisi batas bawah demam (Heryani Reni 2019).
b. Etiologi
Disebabkan oleh meningkatnya produksi panas andogen ( olahraga berat,
hipertermia maligna, sindrom neuroleptic maligna, hipertiroidisme ), pengurangan
kehilangan panas, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi ( sengatan
panas ) ( Marmi, 2018).
a) Tahap I : awal
1) Peningkatan denyut jantung
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
3) Kulit pucat dan dingin
4) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi
5) Rambut kulit berdiri
6) Pengeluaran keringat berlebih
7) Peningkatan suhu tubuh
6
b) Tahap II : proses demam
6) Mulut kering
8) Lemas
2) Berkeringat
3) Menggigil ringan
c. Patofisiologi.
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan endogen
berasal baik dari oksigen maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah
mikroorganisme atu toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang dihasilkan
oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrogaf, pirogen memasuki sirkulasi
dan menyebabkan pada tingkat temoregulasi di hipotalamus. Peningkatan
kecepatan dan pireksi atau demam akan mengarah pada meningkatnya kehilangan
cairan dan elektrolit, padahal cairan dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolism
di otak untuk menjaga keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior.
Apabila seseorang kehilangan cairan elektrolit (dehidrasi) maka
elektrolit-elektrolit yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam
proses metabolism di hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan
termogulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh (Sudarti dan
Fauzan, 2016).
7
d. Tanda dan Gejala Hipertermia
Tanda-tanda bahaya demam pada bayi yang perlu diwaspadai dan harus
segera mendapat tindakan dari petugas kesehatan yaitu jika bayi mengalami salah
satu atau beberapa gejala berikut : bernafas cepat secara tidak normal, sulit
bernafas atau nafasnya bersuara, mengantuk tidak normal, rewel yang tidak biasa,
menolak minuman, muntah terus menerus, suhu tubuh diatas 39 0C (Heryani Reni
2019).
Sebelumnya kita sudah banyak mengetahui tentang demam yang sering
terjadi kalau demam tubuh terasa panas, bayi agak rewel, dan biasanya minum
kurang. Gejala / demam pada bayi baru lahir yaitu : Suhu tubuh bayi lebih dari
37,50C, Frekuensi pernafasan bayi lebih dari 60 x / menit, terlihatnya tanda-tanda
dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, banyaknya air kemih
berkurang (Heryani Reni 2019).
Gejala hipertermi: suhu badannya tinggi, terasa kehausan, mulut kering-
kering, lemas, anoreksia (tidak selera makan), nadi cepat, dan pernafasan tidak
teratur (Marmi , 2018).
a. Dehidarsi
f. Penanganan hipertermia
8
berbeda. Jika air kompres terlalu dingin, hal ini justru akan mengerutkan
pembuluh darah bayi akibatnya panas tubuh tidak mau keluar. Bayi jadi
semakin menggigil untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
4. Memberi ASI sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin, masuknya
cairan yang banayk kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk urin
merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh (Heryani Reni,
2019).
g. Komplikasi
Hipertermia dapat merupakan tanda sepsis. Bila kondisi bayi tidak membaik
setelah 3 hari kemungkinan sepsis.
h. Penatalaksanaan
c. Periksa suhu aksiler setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas
normal
9
d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres dengan air
yang suhunya 4ºC lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
f. Setelah suhu bayi normal lakukan perawatan lanjutan dan pantau bayi
selama 12 jam berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3 jam.
g. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi minum
dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan
di klinik, bayi dapat dipulangkan, memberi nasehat ibu cara
menghangatkan bayi di rumah dan melindungi pancaran panas yang
berlebihan (Marni, 2018).
10
B. KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN MENURUT VARNEY PADA NEONATUS
DENGAN HIPERTERMI DAN PENDOKUMENTASIAN SECARA SOAP
A. Manajemen Varney
Merupakan metode pemecahan kesehatan ibu dan anak yang khusus dilakukan
oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Dalam proses penatalaksanaan asuhan kebidanan menurut
varney ada 7 langkah, meliputi :
11
5. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
terindentifikasi dari kondisi/masalah klien, tapi juga dari kerangka pedoman
antisipasi terhadap klien tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling, penyuluhan
dan apakah pasien perlu dirujuk karena ada masalah-masalah yang berkaitan
dengan masalah kesehatan lain. Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien dan
kelurga, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
12
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENANGGUNG JAWAB
Nama Ibu/Ayah : Ny. A
Alamat : Rt 02 Kuap
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
2. KELUHAN UTAMA :
Ibu cemas karena sejak 2 jam yang lalu bayinya gelisah terus, serta badannya panas setelah dijemur
13
b. Mata
Conjungtiva : pucat √ tidak pucat
c. Hidung
Sekret : Ada √ tidak ada
d. Mulut
Mukosa : √ kering lembab lain-lain
e. Leher
Pembengkakan : Ada √ tidak ada
f. Dada
g. Hidung
h. Genetalia
i. Ekstremitas
14
kelainan Ada √ tidak ada
4. Pemeriksaan penujang
Lain-lain :
Tidak ada
B DATA OBYEKTIF
E PERENCANAAN
TANGGAL DIAGNOSA/ PERENCANAAN NAMA &
/ MASALAH PARAF
PUKUL
Bayi usia 2 hari 1. Lakukan informed consent.
20-12- dengan 2. Cuci tangan
2020 / Jam Hipertermia / Bayi 3. Observasi keadaan umum
10.00 gelisah dan dan TTV bayi
badannya panas 4. Pindahkan bayi dalam
ruangan dengan suhu ruangan
yang lebih sejuk
5. Lakukan kompres hangat
bayi
6. Beritahu ibu HE tentang cara
menjemur bayi yang baik.
7. Beritahu cegah terjadinya
dehidrasi
15
8. Anjurkan ibu untuk
memberikan ASI dengan cara
memeras susu
9. Lakukan pendokumentasian
10. Beritahu kunjungan ulang
CATATAN PELAKSANAAN
16
2020 / Jam 2. Mencuci tangan
10.00 3. Mengobservasi keadaan umun dan TTV bayi :
K/U : Baik, N : 130 x/i, P : 65x/I, S : 38 ℃
4. Memindahkan bayi pada ruangan yang lebih sejuk
yaitu pada suhu antara 26℃ - 28 ℃ hingga suhu bayi
kembali normal
5. Mengkompres bayi dengan kain basah hangat hingga
panas menurun dan suhu menjadi normal
6. Memberikan informasi dan edukasi tentang cara
menjemur bayi yang efektif yaitu :
a. Jemur bayi pada waktu yang paling efektif yaitu
pada pukul 07.00- 08.00 Wib dan pada pukul
15.00 -16.00 Wib selama ± 15 menit.
b. Ingat jaga agar mata bayi terhindar dari pancaran
langsung sinar matahari karena hal ini dapat
merusak lensa mata bayi.
c. Usahakan agar seluruh tubuh bayi mendapat
pancaran sinar. Dengan cara membolak – balik
tubuh terutama pada bagian punggungnya.
d. Jaga agar bayi tidak kediginan.
7. Mencegah terjadinya dehidrasi dengan sesegera
mungkin memberikan ASI pada bayinya
8. Menganjurkan ibu untuk sesering mungkin
memberikan ASI kepada bayinya.
9. Melakukan pendokumentasian
10. Melakukan kunjungan ulang
N EVALUASI
O
TANGGAL DIAGNOSA/ EVALUASI NAMA &
/ MASALAH PARAF
PUKUL
20-12- Bayi usia 2 hari 1. Informed consent telah
2020 / Jam dengan dilakukan dan ibu menyetujui
11.00 hipertermia / tindakan yang akan dilakukan
Bayi gelisah dan 2. Ibu mengatakan bahwa ia telah
badannya panas mengerti tentang keadaan
anaknya. Ibu mau untuk
melaksanakan semua nasihat-
nasihat dan anjuran yang telah
17
diberikan pleh bidan.
3. Telah dilakukan
pendokumentasian
4. Ibu telah mengetahui
kunjungan ulang
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam hal ini, pembahasan akan diuraikan secara narasi berdasarkan pendekatan
asuhan kebidanan dengan tujuh langkah varney yaitu : pengumpulan data dasar, merumuskan
diagnosis atau masalah aktual, merumuskan diagnosis atau masalah potensial, melaksanakan
tindakan segera atau kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melakukan
tindakan asuhan kebidanan, dan mengevaluasi asuhan kebidanan.
18
Langkah I : Identifikasi data dasar
Pengkajian data dasar pada kasus hipertermia dilakukan pada saat pengamatan
pertama kali di ruangan postnatalcare. Pengkajian meliputi anamnesis langsung oleh ibu
pasien. Pengkajian ini berupa identitas pasien, data biologi/fisiologis yang meliputi : keadaan
umum bayi, riwayat kehamilan dan persalinan serta pola eliminasi bayi. Pengkajian data
objektif diporelah melalui pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik. Pengkajian pada kasus ini dilanjutkan pada pendokumentasian asuhan
kebidanan.
Tahap ini dilakukan identifikasi data dasar (pengkajian) yang merupakan langkah
pertama yang dilakukan untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien mengenai bayi Ny “A”, baik orang tua
maupun bidan dan dokter yang ada diruangan dapat memberikan informasi secara terbuka
sehingga memudahkan untuk memperoleh data yang diinginkan sesuai dengan permasalahan
yang diangkat. Data yang diambil dari studi kasus bayi Ny “A” dengan hipertermia selama
bayi dirawat di Puskesmas sampai dilakukan kunjungan rumah klien meliputi : HPHT tanggal
10 maret 2020, HTP 17 desember 2020 dan melahirkan tanggal 20 desember 2020 pukul
10.00 wib, usia kehamilannya yaitu 40 minggu, ibu sering datang memeriksakan
kehamilannya dipelayanan kesehatan dan ibu juga telah mendapatkan suntik TT, ibu
mengatakan tidak ada riwayat penyakit serius. Bayi lahir normal, presentase belakang kepala
dengan berat badan 3000 gram, panjang badannya yaitu 50 cm, keadaan umum bayi baik,
bayi lahir tanggal 20 desember 2020 pukul 10.00 wib dengan Apgar Score 7/10. Bayi dirawat
gabung bersama ibunya di ruangan Postnatal Care dengan suhu bayi 38ºC.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, heart rate 130 x/menit, pernafasan
65x/menit, suhu 38ºC, refleks menghisap lemah, mulut kering, pergerakan kurang aktif,
lemas, mengantuk, bayi tidak mau minum, tangan dan kaki teraba panas disertai kejang yang
disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang bagaimana cara mempertahankan suhu tubuh
bayinya.
19
Menurut Suriadi, Hipertermia adalah suhu tubuh yang meningkat, dimana tubuh
terasa panas dan suhunya naik sampai 380C, sementara suhu normal berkisar 36,50C – 37,50C.
menurut Suriadi (2006, hlm. 63) demam adalah meningkatnya temperature tubuh secara
abnormal. Dan menuut Rudofth (2006, hlm. 592) Berdasarkan pengukuran suhu bayi normal,
suhu rektal sebesar 380C atau lebih harus digunakan sebagai definisi batas bawah demam
(Heryani Reni 2019).
Tanda-tanda bahaya demam pada bayi yang perlu diwaspadai dan harus segera
mendapat tindakan dari petugas kesehatan yaitu jika bayi mengalami salah satu atau beberapa
gejala berikut : bernafas cepat secara tidak normal, sulit bernafas atau nafasnya bersuara,
mengantuk tidak normal, rewel yang tidak biasa, menolak minuman, muntah terus menerus,
suhu tubuh diatas 390C. Sebelumnya kita sudah banyak mengetahui tentang demam yang
sering terjadi kalau demam tubuh terasa panas, bayi agak rewel, dan biasanya minum kurang.
Gejala / demam pada bayi baru lahir yaitu : Suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 0C, Frekuensi
pernafasan bayi lebih dari 60 x / menit, terlihatnya tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan
menurun, turgor kulit kurang, banyaknya air kemih berkurang (Heryani Reni 2019).
Teori menurut Marni, Gejala hipertermi: suhu badannya tinggi, terasa kehausan,
mulut kering-kering, lemas, anoreksia (tidak selera makan), nadi cepat, dan pernafasan tidak
teratur (Marmi , 2018).
Berdasarkan uraian diatas terdapat persamaan antara teori dengan gejala yang timbul
pada kasus hipetermi. Hal ini membuktikan bahwa tidak ditemukan adanya kesenjangan
antara teori dan kasus.
Untuk melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa yang
berdasarkan interpretasi diatas, pada langkah ini data dikumpulkan dan diinterpretasikan
menjadi masalah atau menjadi diagnosa kebidanan.
Masalah yang timbul berdasarkan data subjektif dan objektif : ibu mengeluh bayinya
rewel dan panas sejak jam 10.00 WIB dan didapat suhu tubuh 38oC sesuai dengan teori
(Heryani Reni 2019).
20
Untuk mengatasi masalah pada kasus tersebut adalah bayi dipindahkan ke ruangan
yang sejuk dengan suhu kamar berkisar 26℃ - 28℃, mengganti baju bayi dengan yang tidak
tebal dan menyerap keringat, mengompres bayi dengan air hangat, memberi ASI sebanyak-
banyaknya dan sesering mungkin sesuai teori (Heryani Reni 2019).
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengkajian data tidak ada perbedaan dengan
tinjauan kepustakaan yang ditemukan pada kasus.
Menurut Maryati, dkk (2014), masalah potensial yang terjadi pada neonatus dengan
hipertermi adalah terjadinya penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi
kekurangan cairan dan kejang.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau ada hal
yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai
kondisi bayi. (Sudarti, 2016).
Tindakan segera pada kasus neonatus dengan hipertermi adalah menurut (Marni 2018)
yaitu meyakinkan ibu bahwa bayi mendapatkan cukup asupan cairan, dengan menganjurkan
ibu untuk menyusui bayinya.
Merencanakan asuhan yang rasional sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya.
Rencana asuhan dari diagnosa yang akan diberikan dalam kasus neonatus dengan hipertermi :
Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar berkisar 26℃ - 28℃,
mengganti baju bayi dengan yang tidak tebal dan menyerap keringat, mengompres bayi
dengan air hangat, memberi ASI sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin sesuai teori
(Heryani Reni 2019).
21
Langkah VI : Implementasi
Penatalaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien
atau tenaga kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan penatalaksanaan manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pada neonatus dengan
hipertermi.
Pada studi kasus By.M dengan hipertermia, semua tindakan telah direncanakan sudah
dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa hambatan karena adanya kerjasama dan
penerimaan yang baik dari klien serta dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan yang
ada diruangan.
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses manajemen asuhan kebidanan dalam
mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan data yang dikumpulkan dengan kriteria
yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan telah dicapai atas tidak dengan tindakan
yang sudah diimplementasikan.
Menurut teori Maryati, dkk (2014), evaluasi pada kasus ini yaitu keadaan bayi sudah
membaik, bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat diberi cairan (ASI) dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di klinik, bayi dapat dipulangkan.
Memberikan pendidikian kesehatan cara perawatan bayi baru lahir.
22
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis melaksakan asuhan kebidanan pada bayi “M” dengan hipetermi di
Puskesmas X melalui bab ini, penulis menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :
5.1 Kesimpulan
1. Dari data subjektif dan objektif yang didapatkan bayi “M” dengan hipetermi.
23
2. Pengkajian dan analisa data yang diberikan dengan asuhan kebidanan sangat
penting dilakukan karena merupakan langkah awal yang kiranya perlu
penanganan cermat sehingga semua masalah-masalah dapat terdeteksi secara dini
dan tidak berlanjut ke masalah kematian.
3. Masalah potensial yang terjadi pada hipetermi potensi terjadinya penguapan
cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang.
4. Tindakan segera atau kolaborasi pada bayi “M” tidak ada data yang mendukung
perlunya tindakan segera.
5. Rencana asuhan kebidanan yang dilakukan pada bayi “M”, hipetermi dapat
teratasi dan suhu kembali normal, kebutuhan nutrisi terpenuhi/teratasi, dan tidak
terjadi infeksi.
5.2 Saran
1. Bagi mahasiswa
Sebagai mahasiswa agar lebih menguasai materi dan mampu mengaplikasikan
sehingga ketika terjadi masalah dapat mengkajinya lebih dalam dan memberikan
asuhan yang sesuai kebutuhan pasien.
2. Bagi bidan
Bidan sebagai tenaga kesehatan diharapkan mampu memberikan pelayanan
profesional sehingga dapat berperan dalam menurunkan angka kematian bayi,
karena itu bidan harus meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan
melalui program pendidikan pelatihan – pelatihan, seminar agar menjadi bidan
yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK.
24