Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Bayi baru lahir disebut juga neonatus merupakan individu yang sedang

bertumbuh dan baru mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan

penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstra uterin Bayi

baru lahir normal adalah bayi yang l ahir pada usia kehamilan 37-42 minggu

dan berat badannya 2.500 – 4.000 gram. (Dewi, 2010).

Masalah pada bayi baru lahir dengan Kondisi kesehatan neonatus yang

mengalami komplikasi dan memerlukan perawatan secara penuh yaitu

neonatus yang memiliki masalah, sianosis/kebiruan dan sukar bernapas,

asfiksia, ikterus, tetanus neonatorum, infeksi prenatal, RDS (respirasi distress

syndrom), trauma lahir dan berat badan bayi rendah (Djitowijoyo &

Kristiyanasari, 2011).

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat

lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia.Word Health Organization

(WHO) mendefinisikan berat badan lahir rendah (BBLR) sebagai bayi yang

terlahir dengan berat kurang dari 2500 gram. BBLR masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang signifikan secara global karena memiliki dampak

besar baik jangka pendek maupun panjang terhadap kesehatan (WHO, 2014).

Pada Tahun 2011, 15% bayi di seluruh dunia (lebih dari 20 juta jiwa), lahir

dengan BBLR. Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara

satu daerah dengan daerah yang lain, yaitu berkisar antara 9%-30%. Hasil studi

di 7 (tujuh) daerah multicenter di peroleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-

1
2

17,2%. Berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini

lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan

gizi menuju indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7% (Proverawati &

Sulistyorini, 2010). Begitu seriusnya perhatian dunia terhadap permasalahan ini

hingga World Health Assembly pada tahun 2012 dengan menargetkan 30%

penurunan BBLR pada tahun 2025 (WHO. 2014).

Di Provinsi Jambi, berdasarkan hasil rekam medik RSUD. Raden mataher

jambi, merupakan salah satu rumah sakit negeri di provinsi jambi dan

merupakan rumah sakit rujukan di kota jambi didapatkan data selama tahun

2018 terdapat 71 bayi dengan kelahiran BBLR (Rekam medik RSUD. Raden

mataher tahun 2018).

WHO (2009) mengemukakan angka kematian neonatal 37% diantara

kematian balita. Indonesia merupakan negara berkembang yang angka

kematian neonatal 75% terjadi selama minggu pertama. Angka kematian

neonatal 25% sampai 45% terjadi dalam 24 jam pertama (Rahmayenti, 2011).

Bayi lahir berat badan rendah (BBLR), cenderung meningkat terjadi

infeksi dan mudah terserang komplikasi, gannguan sistem pernapasan,

kardiovaskuler, hematologi, tremogulasi yaitu ketidak seimbangan antara

panas yang di produksi dengan panas tubuh.

Suhu bayi yang rendah mengakibatkan proses metabolik dan fisiologi

melambat kecepatan pernafasan dan denyut jantung sangat melambat,

tekanan darah rendah bahkan menyebabkan penurunan kesehatan. Bila

keadaan ini terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan maka dapat

menimbulkan kematian pada bayi baru lahir (Yunanto, 2014).


3

Kematian BBLR karena, Bayi yang di kategorikan sebagai BBLR,

memiliki banyak sekali resiko terjadinya permasalahan pada sistem tubuh.

Hal ini disebabkan karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Berbagai masalah

kesehatan yang terjadi pada bayi prematur seperti gangguan respirasi yang

mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen pada bayi. Bayi juga

sangat rentan untuk terjadi infeksi karena sistem pertahanan tubuhnya yang

belum matur. Bayi BBLR rentan terhadap hipotermi khususnya bayi prematur

karena pusat pengaturan suhu yang belum matur dan fungsi fisiologis

tubuhnya yang belum matur (Rustina, 2015).

Hipotermi salah satu dampak penyebab kematian neonatus dampak jika

BBLR mengalami hipotermi penurunan tekanan Oksigen, peningkatan

kemyu83atian, hipotermi dapat meningkatkan konsonsumsi Oksigen untuk

membantu proses termogenesis. Jika kondisi ini berlangsung lama akan

menyebabkan asidosis dan hipoglikemik. Bayi dengan berat badan lahir

rendah juga mudah mengalami hipotermi karena lemak subkutan sangat tipis

sehingga mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan sehingga pada umumnya

bayi dengan berat badan lahir rendah harus dirawat dalam inkubator.

Penurunan suhu dapat diakibatkan karena kehilangan panas secara konduksi,

konveksi, evaporasi dan radiasi. Kemampuan bayi yang belum sempurna

dalam memproduksi panas membuat bayi sangat rentan untuk mengalami

penurunan panas ( Nelson, 2012).

Untuk mengatasi hipotermi di perlukan perawatan metode kangguru

karena lebih ekonomis dan efisien. Perawatan metode kangguru (PMK) adalah

perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu (kontak kulit
4

bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat. Perawatan ini sangat

menguntungkan terutama untuk bayi berat lahir rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh heriyani (2018),

sebelum dilakukan perawatan metode kangguru adalah 35,75’C dengan suhu

terendah 34’C dan suhu tertinggi 36’C. Sedangkan sesudah dilakukan metode

kangguru rata-rata suhu tubuh meningkat menjadi 37,20’C dengan suhu

terendah 36’C dan suhu tertinggi 38’C. Setelah dilakukan uji wilcoxcon

diperoleh (ṕ=0,000) sehingga ada pengaruh metode terhadap stabilitas suhu

tubuh bayi.

Salah satu cara perawatan pada bayi melalui metode kangguru karena

dengan cara ini detak jantung stabil dan pernapasan lebih beratur sehingga

penyebaran O2 lebih baik. Kehangatan tubuh ibu ternyata merupakan sumber

panas yang efektif untuk bayi yang lahir cukup bulan maupun BBLR. Hal ini

terjadi bila terdapat kontak langsung antara kulit ibu dengan kulit bayi.

Prinsip ini dikenal sebagai skin to skin contact atau metode kanguru,

(Agustinayanto, 2008).

Manfaat perawatan metode kanguru (PMK) dapat mencegah terjadinya

hipotermi karena tubuh ibu dapat memberi kehangatan kepada bayinya secara

terus menerus dengan cara kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi. Selain

itu manfaat Perawatan Metode Kanguru (PMK), dapat meningkatkan ikatan

kasih sayang antara ibu dan bayi, memudahkan bayi dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi, mencegah infeksi dan memperpendek masa rawat inap

sehingga dapat mengurangi biaya perawatan (Rahmayenti, 2009).


5

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang

berjudul “Penerapan Perawatan Metode Kangguru untuk meningkatkan

Suhu Tubuh Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah di ruang Perinatologi

RSUD. Raden Mataher Jambi tahun 2019”

I.2 Rumusan masalah

Bagaimana penerapan perawatan metode kanguru untuk

meningkatkan suhu Tubuh Pada bayi berat badan lahir rendah (BBLR) di

ruang perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mataher Kota jambi

I.3 Tujuan Studi Kasus

Mengetahui penerapan asuhan keperawatan metode kanguru untuk

meningkatkan suhu tubuh pada bayi dengan berat badan lahir rendah di

ruang perinatologi RSUD. Raden Mattaher Jambi 2019.

I.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi pengembangan ilmu keperawatan

Menambah keluasan ilmu di bidang keperawatan dalam penerapan

metode kangguru untuk mengurangi hipotermi pada bayi berat badan lahir

rendah.

I.4.I Bagi tempat penelitian

Dapat memberi masukan bagi tempat penelitian tentang penerapan

perawatan metode kanguru terhadap suhu bayi dengan berat badan lahir

rendah untuk mempertahankan suhu dan menghindari kejadian hipotermi

pada bayi baru lahir.


6

I.4.2 Bagi institusi pendidikan

Sebagai informasi dan tambahan referensi membaca bagi mahasiswa

akademi keperawatan garuda putih jambi dan sebagai sumber penelitian

selanjutnya dan dapat menambah teori pembelajaran.

I.4.3 Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman serta diharapkan dapat di

aplikasikan bagi peneliti dalam merawat bayi BBLR dengan menerapkan

metode kanguru terhadap suhu tubuh pada bayi berat badan lahir rendah.

Anda mungkin juga menyukai