DAN
ASUHAN KEPERAWATAN
(SYOK HIPOVOLEMIK)
DISUSUN OLEH :
NAMA: NENENG SITI KHODIZAH
NIM: 2018.19.1500
B. Etiologi
1. Syok Hipovolemik
a. Kehilangan darah/syok hemoragik
· Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
· Hemoragik internal : hematoma, hematoraks/himoperitoneum
b. Kehilangan plasma
· Luka bakar
· Dermatitis eksfoliatif
c. Kehilangan cairan dan elektrolit
· Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebihan
· Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus
2. Syok Kardiogenik
a. Disritmia
b. Kegagalan pompa jantung
c. Disfungsi katup akut
d. Ruptur septum ventrikel
3. Syok Obstruktif
a. Tension pneumothorax
b. Penyakit perikardium
c. Penyakit pembuluh darah paru
d. Tumor jantung (miksoma atrial)
e. Trombus mural atrium kiri
f. Penyakit katup obstruktif
4. Syok Distributif
a. Syok septik
b. Syok anafilaktik
c. Syok neurogenik
d. Obat-obatan vasodilator
e. Insufiensi adrenal akut
C. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
3. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
D. PHATWAY SYOK
E. Manifestasi Klinik
Menurut (Mansjoer, 1999) :
1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik <100mmHg atau lebih
dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis metabolik.
Pemantauan hemodinamik :
1. Tekanan darah arteri
2. Tekanan vena sentral
3. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk pengukuran Pulmonary
Catheter Wedge Presure (PCWP).
4. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.
F. Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer, 1999) :
Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan kaki ditinggikan.
Untuk syok yang tidak terdiagnosis :
1. Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat
2. Pasang akses ke intravena
3. Mengembalikan cairan
4. Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam
G. Derajat Syok
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
H. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya
didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
· Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
· Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
· Riwayat infeksi (suhu tinggi)
· Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit
· Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia)
· Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi
terminal)
· Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
b. Tekanan darah
· Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya
mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
c. Status jantung
· Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
d. Status respirasi
· Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada
syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
e. Status Mental
· Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai
koma.
f. Fungsi Ginjal
· Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
g. Fungsi Metabolik
· Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis
metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
h. Sirkulasi
· Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
i. Keseimbangan Asam Basa
· Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2
karena adanya aliran pintas di paru)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa
darah.
b. Analisa gas darah
c. EKG
I. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
J. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
1. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
3. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
4. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
5. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
7. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
8. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur
9. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
10. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13. Sangat kehausan
14. Mual, muntah
15. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningkat, nitrogen
urea serum meningkat
16. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
17. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal
Rencana tindakan
a. Pertahankan
posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan meninggikan kepala tempat tidur
30 – 60 derajat
b. Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
c. Pantau EKG secara kontinu
d. Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
e. Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
f. Berikan oksigen sesuai dengan terapi
g. Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
h. Pertahankan klien hangat dan kering
i. Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
j. Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
k. Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler pulmona
l
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan
Kriteria hasil :
§ Klien bernafas tanpa kesulitan
§ Paru-paru bersih
§ Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
Rencana tindakan :
a. Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
b. Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
c. Pantau seri AGDA
d. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
e. Lakukan penghisapan bila ada indikasi
f. Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
4. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
Tujuan : Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan penurunan ansietas
Klien tenang dan relaks
Klien dapat beristirahat dengan tenang
Rencana tindakan
a. Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
b. Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang rin
gkas bila klien tidak memahaminya
c. Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
d. Antisipasi kebutuhan klien
e. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
f. Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika ko
ndisi klien memungkinkan
g. Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
h. Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
BAB
PENUTUP
u
1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala
syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita
pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai
keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung
(misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan
hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi)
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang
perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien
yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan
segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan
Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock,
dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.