Anda di halaman 1dari 25

PERNGARUH SWADDLING DAN KANGAROO MOTHER CARE

TERHADAP SUHU TUBUH BAYI BARU LAHIR RENDAH (BBLR) DI


RSUD DR SOEKARDJO TASIKMALAYA

PROPOSAL TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan

Disusun Oleh :
LIA YULIANA
22503110007

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN ANAK
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2022-2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. (WHO, 2015). Prevalansi BBLR diperkirakan 15,5%
yang berarti sekitar 20,6 juta bayi tersebut lahir setiap tahun dan 96,5% di antaranya
terjadi di negara-negara berkembang. BBLR merupakan salah satu masalah utama
dinegara berkembang. Asia selatan memiliki kejadian tertinggi dengan 28% bati
dengan BBLR, dan Asia Timur memiliki tingkat terendah, yaitu 6% (WHO, 2015). Di
indonesia angkat kejadian BBLR diketahui sebesar 10,2% dengan prevalensi tertinggi
terjadi di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan terendah di provinsi Sumatra Utara
7,2%. Angka kejadian BBLR di indonesia ini terbilang cukup tinggi bila dibandingkan
dengan negara tetangga, seperti Vietnam 5,3% dan Thailand 6,6% (Kemenkes RI,
2016).
BBLR merupakan salah satu faktor utama peningkatan mortalitas dan morbilitas
bayi khususnya pada masa perinatal, Semakin rendah berat badan bayi saat lahir maka
probabilitas kelangsungan hidup neonatal semakin rendah pula (maternal et al., 2021).
BBLR ini merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian khusus, karena BBLR
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan dan gangguan mental
pada masa mendatang (Wibiyani & Gustina, 2021), tingkat kematangan sistem organ
yang belum sempurna juga mengakibatkan BBLR memiliki resiko tinggi mengalami
masalah kesehatan sehingga kematian (Rendah et al., 2021). BBLR menjadi salah satu
penyebab terbanyak kematian neonatus, yaitu sebesar 32%. Penyebab utama kesakitan
dan kematian BBLR tersebut diantaranya asfiksia, infeksi dan hipotermia (Kebidanan
& Sumbar, 2021).
Hipotermia merupakan suhu tubuh dibawah 36,5 oC. Hipotermi terjadi akibat
ketidakseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas (Arhamnah &
Fadilah, 2022). BBLR sangat rentan mengalami hipotermia karena tipisnya cadangan
lemak di bawah kulit dan belum matangnya pusat pengatur panas di otak sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya metabolis anaerobik, meningkatkan kebutuhan
oksigen, meningkatkan hiposekmia dan berlanjut dengan kematian (Arhamnah &
Fadilah, 2022). Perawatan BBLR dengan kualitas baik dapat menurunkan angka
kejadian kematian neonatal, seperti inkubator dan perlengkapan pada Neonatal
Intensive Care Unit. Namun, perawatan tersebut relatif lebih mahal bila terjadi pada
keluarga yang tidak mampu merupakan suaru keadaan yang sangat memberatkan. Di
negara berkembang, termasuk indonesia dihadapkan pada maslaah kekurangan tenaga
terampil, tingginya biaya pemeliharaan alat, menghambat kontak ibu-bayi dan
pemberian Air Susu ibu sehingga berakibat ibu kurang percaya diri dan tidak terampil
merawat bayi BBLR (Ria Setia Sari, Eni Prihati, 2022).
Swaddling atau yang sering dikenal dengan istilah bedong adalah pembungkus
kain yang diberikan pada bayi baru lahir. Membendong dapat membuat bayi lebih
tenang, hangat dan membatasi ruang gerak bayi. Membendong bayi ini bertujuan
untuk menghindari bayi kehilangan panas dan dapat menstabilkan suhu tubuhnya
(Dewi, 2012). Sebelum abad ke-18 swaddling masih menjadi tradisi di beberapa
bagian Negara Timur Tengah, Inggris, Amerika Serikat dan Belanda untuk
mengurangi kebiasaan menangis, mempertahankan kestabilan suhu tubuh dan
mencegah terjadinya kehilangan panas. Tindakan pembendongan ini merupakan salah
satu upaya yang dapat dilakukan agar tidak kehilangan panas pada bayi sehingga suhu
tubuh bayi tetap stabil dan memberikan rasa nyaman pada bayi (Andrianary &
Antoine, 2019).
Penggunaan bedong sebaiknya tidak terlalu lama dan harus sesuai dengan prosedur
yang tepat. Jika bedong dilakukan terlalu lama dengan cara yang tidak tepat akan
mempengaruhi perkembangan motorik bayi. Hal ini juga akan mengakibatkan
perkembangan motorik tidak dicapai pada waktunya atau bayi akan mengalami
keterlambatan perkembangan motorik (Wibiyani & Gustina, 2021). Upaya lain dalam
penanganan hipotermi pada bayi dengan BBLR, yaitu perawatan metode KMC
(Tauriana, 2021).
Perawatan metode kanguru adalah cara yang sederhana untuk merawat bayi baru
lahir dimana ibu menggunakan suhu tubuhnya untuk menghangatkan bayinya (elisa,
2020). Perawatan metode kanguru merupakan salah satu cara efektif untuk memenuhi
kebutuhan dasar bayi yaitu kehangatan, ASI, pencegahan infeksi, keselamatan dan
juga kasih sayang (chowdhury, 2019). Perawatan metode kanguru pengganti inkubator
ini memiliki manfaat yang banyak yaitu dapat menurunkan jumlah angka kematian
bayi dikarenakan dapat mengurangi maslaah-masalah yang terjadi pada bayi prematur
(Conde-Agudelo, A. and Díaz-Rossello, 2017). Metode ini bermanfaat untuk
mengurangi angkat infeksi pertumbuhan dan perkembangan bayi, menstabilkan suhu
tubuh, meningkatkan pemeriksaan yang baik, meningkatkan ikatan (Bounding) antara
ubu dan bayi (elisa, 2020).
Berdasarkan beberapa intervensi guna menstabilkan suhu tubuh BBLR yang
sudah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat adakah pengaruh
swaddling atau metode KMC terhadap suhu tubuh pada BBLR di rsud dr soekardjo
tasikmalaya.
B. Rumusan Masalah
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. (WHO, 2015). Menurut (WHO, 2016) setiap tahun 15
juta bayi lahir prematur (sebelum usia kehamilan 37 minggu) dan jumlah ini terus
meningkat dan merupakan penyebab utama kematian pada anak dibawah usia 5 tahun
yang angka kerjadiannya hampir 1 juta kematian pada tahun 2013. Indonesia termasuk
dalam 10 negara dengan jumlah kelahiran prematur terbesar yaitu berada pada urutan
ke lima dengan angka kejadian 675.700 kasus. Riwayat kelahiran prematur akan
menyebabkan bayi mengalami hipotermi, hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan
bayi dalam mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas
sangat terbatas karena lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf
pengatur suhu tubuh, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan berat dengan
berat badan sehingga mudah terjadinya masalah kehilangan panas (IDAI, 2915).
Berdasarkan permasalahan diatas penulis akan mencoba membahas apakah ada
pengaruh swaddling dan KMC terhadap suhu tubuh bayi BBLR di rsud dr. Soekardjo
tasikmalaya.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui pengaruh swaddling, KMC
terhadap suhu tubuh bayi BBLR di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Terindetifikasi karakteristik responden: usia bayi, usia gestasi, BB bayi,
BBLR di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
b. Teridentifikasi perbedaan rata-rata suhu tubuh BBLR sebelum dan sesudah
diberikan intervensi swaddling di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
c. Teridentifikasi perbedaan rata-rata suhu tubuh BBLR sebelum dan sesudah
diberikan intervensi KMC di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
d. Teridentifikasi intervensi yang lebih efektif dalam mempertahankan suhu
tubuh BBLR di rsud dr, soekardjo tasikmalaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perawat khususnya perawat anak dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada bayi dengan BBLR tentang
pengaruh swaddling, KMC terhadap suhu tubuh bayi BBLR.
2. Bagi Ibu dan Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
menstabilkan suhu tubuh bayi BBLR dengan menggunakan swaddling, dan KMC.
Metode ini juga diharapkan dapat memberikan rasa percaya diri bagi ibu dalam
merawat bayi, dan memberikan rasa nyaman dalam melakukan perawatan di
rumah pasca perawatan di RS dengan etis dan efektif.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan
untuk penelitian selanjutnya yang sejenis dengan design dan metode yang berbeda
guna menambahkan khasanah keilmuan di bidang kesehatan khususnya bidang
keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. BBLR
a. Pengetian
Bayi berat lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan
memiliki berat badannya kurang dari 2500 gram. Keadaan BBLR ini
akan berdampak buruk untuk tumbuh kembang bayi ke depannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Ada 2 keadaan BBLR yaitu :
a) Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni :
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni
adalah bayi yang dilahirkan kurang bulang (preterm) mempunyai
organ yang belum berfungsi seperti bayi aterm sehingga bayi
tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di luar rahim. Makin
pendek masa kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-alat
tubuhnya, akibatnya makin mudah terjadi komplikasi, seperti :
sindroma gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi, infeksi, dan
pendarahan intrakanial.
b) BBLR (KMK) :
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk
Masa Kehamilan (KMK) adalah bayi kecil untuk masa kehamilan
(KMK) pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan bayi preterm dengan berat badan yang sama
b. Klasifikasi BBLR
Menurut Cutland, Lackritz, Mallett-Moore, Bardají,
Chandrasekaran, Lahariya, Nisar, Tapia, Pathirana, Kochhar & Muñoz
(2017) dalam mengelompokkan bayi BBLR ada beberapa cara yaitu:
a) Berdasarkan harapan hidupnya:
1. Bayi dengan berat lahir 2500 – 1500 gram adalah bayi berat
lahir rendah (BBLR).

2. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1000 gram adalah bayi berat
3. lahir sangat rendah (BBLSR). 3) Bayi dengan berat lahir < 1000
gram adalah bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLR).
b) Berdasarkan masa gestasinya:
1. Prematuritas Murni Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu atau biasa disebut neonatus dengan berat normal ketika
lahir. Dapat disebut BBLR jika berat lahirnya antara 1500 –
2500 gram.
2. Dismaturitas Bayi dengan berat badan lahir tidak normal atau
kecil ketika dalam masa kehamilan.
c. Etiologi BBLR
Menurut Nur, Arifuddin & Vovilia (2016), Susilowati, Wilar & Salendu
(2016) serta Gebregzabiherher, Haftu, Weldemariam & Gebrehiwet
(2017) ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan masalah
BBLR yaitu :
a) Faktor ibu
1. Usia
Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian BBLR lebih
tinggi terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%) dibandingkan
dengan yang tidak BBLR (14,2%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
WHO yaitu usia yang paling aman adalah 20 – 35 tahun pada saat usia
reproduksi, hamil dan melahirkan.
2. Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak empat atau
lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak 9 BBLR, itu
dikarenakan setiap proses kehamilan dan persalinan meyebabkan trauma
fisik dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan akan
menyebabkan penyulit untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.
3. Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil
menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang memiliki gizi
kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami keguguran, bayi lahir
cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang kurang
4. Jarak kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun
berisiko 3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di bandingkan
dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran > 2 tahun, itu dikarenakan pola
hidup, belum menggunakan alat kontrasepsi dan ibu tidak melakukan
pemeriksaan dengan rutin.
5. Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering mengkonsumsi
alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada janin dan menurunkan aliran
darah umbilikal sehingga pertumbuhan janin akan mengalami gangguan
dan menyebabkan anak lahir dengan BBLR.
b) Faktor kehamilan
1. Eklampsia / Pre-eklampsia.
2. Ketuban pecah dini.
3. Perdarahan Antepartum.
4. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
5. Faktor janin
6. Cacat bawaan (kelainan kongenital).
7. Infeksi dalam rahim.
d. Manifestasi Klinis BBLR
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut :
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
3. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
6. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak, menangis lemah
7. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak,
8. rambut kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga
9. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan
subkutan sedikit.
10. Otot hipotonik lemah
11. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk,
pernafasan tidak teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50
kali/menit
12. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang
terjadi oedem, garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit
mengkilat
13. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba
(belum turun), dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta
labia mayora belum menutupi labia minora atau labia mayora hampir
tidak ada (Nuratif, 2015)
e. Komplikasi BBLR
1. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan
suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri
mengalami hipotermi adalah suhu tubuh < 32 0 C, mengantuk dan
sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin,
pernafasan tidak teratur.
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen ke
otak. Jika asupan glukosa ini kurang mempenagruhi kecerdasan otak
3. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sangup membentuk anti bodi dan daya fagositisis serta reaksi
terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan bayi belum
matang

4. Sindroma Gangguan Pernafasan


Sindroma Gangguan Pernafasan pada BBLR adalah perkembangan
imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuat jumlah surfaktan
pada paru-paru Gangguan nafas yang sering terjadi pada BBLR
(masa gestasi pendek) adalah penyakit membran hialin,
dimanaangka kematian ini menurun dengan meningkatnya umur
kehamilan.
5. Masalah Eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan air belum sempurna. Ginjal yang
imatur baik secara anatomis dan fungsinya.
6. Gangguan Pencernaan
Saluran pencernaan pada BBLR belum berfungsi sempurna sehingga
penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot
pencernaan masih belum sempurna sehingga waktu pengosongan
lambung bertambah.
f. Penatalaksanaan BBLR
1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Bayi premature akan cepatmengalami kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan
relative luas. Oleh karena itu bayi premature harus dirawat di dalam
incubator, sehingga panas badannya mendekati rahim. Bila belum
memiliki incubator, bayi premature dapat dibungkus dengan kain dan di
sampingnya di taruh botol yang berisi air panas atau menggunakan
metode kanguru yaitu perawatan bayi baru lahir seperti bayi kanguru
dalam kantung ibunya (Proverawati, 2010)
2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu ) merupakan
pilihan pertama jika bayi mampu menghisap. Permulaan pemberian
cairan yang diberikan sekitar 200 cc/kg/BB/hari. Cara pemberian
makanan BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk
mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus
(Proverawati.dkk, 2010).
3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuk bibit penyakit atau kuman dalam keadaan tubuh
khususnya mikroba. BBLR sangat mudah mendapatkan infeksi. Rentan
terhadap infeksi dikarenakan oleh kadar immunoglobulin serum pada
BBLR masih rendah. BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi
dalam bentuk apapun. Fungsi perawatan disini adalah memberikan
perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu
bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk
apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi,
perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan
aseptis dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah
pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan,
menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegahtimbulnya asfiksia
dan pemberian antibiotik yang tepat (Sudarti, 2012).
4. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi oleh
sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi diberikan sekitar
30%-35% dengan mengunakan head box. Konsentrasi O2 yang tinggi
dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan
retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.
6. Kenaikan berat badan pada bayi
Bayi BBLR dengan berat badan <1500 gram akan mengalami
kehilangan berat badan 15% selama 7-10 hari pertama. Berat lahir
biasanya tercapai kembali, kenaikan berat badan selama 3 bulan.
Kenaikan berat badan bayi BBLR dengan berat badan <1500 gram
adalah 150-200 gram seminggu (misalnya 20-30 gram/hari) (Sudarti,
2012).
7. Pengawasan jalan nafas
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, faring, trakea,
bronkeolus, bronchioles respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli.
Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia,hipoksia dan
akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan
asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir
dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR beresiko mengalami serangan
apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh
oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam
kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah
lahir ( aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang
pernafasan dengan menepuk atau menjetik tumit. Bila tindakan ini
gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan
pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dicegah sekaligusmengatasi asfiksia
sehingga memperkecil kematian bayi BBLR ( Verawati, 2010).
2. Metode Swaddling
a. Pengertian Swaddling
Sunarsih (2012) mendefinisikan bedong adalah pembungkus kain
yang diberikan pada bayi, sedangkan membedong (Swaddling) adalah
praktek membungkus bayi dengan kain. Membedong dapat membuat
bayi lebih tenang, hangat dan sedikit gerak. Biasanya bayi dibedong
dengan lama 6 minggu, setelah itu bedong tidak perlu supaya bayi dapat
bebas memainkan tangannya. Manfaat bedong sampai saat ini belum
terbukti bermanfaat secara ilmiah, justru dengan pemberian bedong akan
membatasi gerakan bayi, tangan dan kakinya tidak mendapatkan banyak
kesempatan untuk bergerak bebas sehingga akan dapat menghambat
perkembangan motoriknya (Novita, 2009).
Bayi sulit untuk menggerakkan kaki dan tangannya karena terikat
bedong, dengan dibedong bayi juga akan kurang mendapat stimulant
gerak dari lingkungan, sehingga perkembangan otak lambat. Tumbuh
kembang menurut Fitri (2014) mencakup dua hal yang sifatnya berbeda
namun saling berkaitan. Pertumbuhan adalah perubahan dalam hal
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang
dapat diukur dengan ukuran berat. Sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses
pematangan (Indramukti, 2013).
b. Manfaat Swaddling
1) Membuat bayi merasa aman dan nyaman
Swaddling atau membedong membuat bayi seperti selalu dipeluk. Ini
mengingatkanya pada suasana dalam rahim ibu. Ia akan merasa nyaman
dan aman. Itulah alasan rasional dibalik kebiasaan membedong. Tujuan
membedong sama sekali bukan untuk meluruskan kaki bayi. Semua bayi
baru lahir, kakinya memang tampak sedikit bengkok atau memeluk
kedalam. Tapi itu masih dikatakan normal. Dalam kelelapan tidurnya
(deep sleep/ non-dream sleep), bayi sesekali bergerak seperti orang
terkejut. Gerakan ini yang disebut sebagai hynogogic startles, adalah
normal. Anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa pun kadang
mengalaminya. Hanya saja pada bayi baru lahir, reflex kejut ini sering
terjadi sehingga mengganggu kelelapan tidurnya. Ada bayi yang dapat
langsung tertidur kembali, tapi tak sedikit pula yang kesulitan dan lalu
menjadi rewel. Membedong dapat membantu bayi untuk mengatasi
reflex kejut ini dan membuatnya segera tidur kembali karena ia merasa
seperti dipeluk.
2) Manfaat keperaktisan pada orang tua, seperti memudahkan untuk
menyusui dan menggendong. Beberapa ibu ada yang merasakan
kemudahan untuk menyusui bila bayinya dibedong. Bagi ibu dan sang
bayi, saat-saat pertama kali menyusui adalah masa yang penuh
perjuangan. Ibu belajar mencari posisi dan tehnik menyusui yang benar.
Dengan membedong bayi akan relative lebih anteng dan membuat
proses belajar menyusui ini lebih lancar. Bayi baru lahir juga sering
mengalami kolik, salah satu hal yang membuat orangtua baru
kebingungan karena bayi yang tengah kolik akan gelisah dan menangis
tak henti-hentinya.
3) Tidur bayi lebih lama jika dibedong
Secara umum, bayi yang diberikan bedong sangat bagus dan dapat
membuat bayi tidur lebih lama. Bayi prematur telah menunjukkan
peningkatan perkembangan neuromuskuler, berkurangnya tekanan
fisiologis, perkembangan motorik yang lebih baik pada bayi dengan
gangguan neonatal, dan kemampuan self-regulatory ketika bayi di
bedong. Bila dibandingkan dengan pijat, kebiasaan menangis pada bayi,
menangis dapat berkurang jika dibedong, dan bedong dapat
meringankan rasa sakit pada bayi. Bedong juga dapat menyebabkan
resiko pada bayi seperti peningkatan risiko perkembangan HipDysplasia
ketika dibedong atau dibungkus dalam ekstensi dan dan abduksi
kekurangan vitamin D, dan resiko peningkatan infeksi saluran
pernapasan. Efek dari bedong dapat menumbuhkan sikap nyaman pada
bayi terhadap gangguan suatu hal, dapat menciptakan suatu kehangatan,
menenangkan bayi, bedong juga dapat membantu kesempurnaan fisik.
Bedong tersebut akan membantu tulang-tulang bayi tetap lurus dan
menghindari cacat tulang akibat banyaknya tingkah bayi (Yosi, 2012).
c. Teknik Swaddling
Tehnik membedong bayi sangatlah variatif, tergantung dari tujuan dan
tradisi masing-masing. Namun hendaknya dalam membedong bayi
memperhatikan hal-hal berikut:

a) Selalu meletakkan bayi terlentang (sleep on baby back)


b) Jangan membedong bayi terlalu ketat. Bedong bayi dengan longgar
saja
c) Tidak membedong dengan kain berlapis (apalagi ketat) yang
membuat bayi kepanasan (over heated) dan dapat meningkatkan
resiko pneumonia serta infeksi saluran pernafasan akut lainnya
akibat paru- paru bayi tidak dapat mengembang sempurna ketika
bernafas
d) Gunakan kain bedong tipis tapi cukup hangat, seperti kain flanel,
dan cukup gunakan satu lembar kain saja.
e) Kenakan pakaian dari bahan yang tipis saja pada sikecil karena bila
anda memakaikan baju yang tebal atau berlapis-lapis dan kemudian
membedongnya pula, bayi anda bisa overheated.
f) Jangan lupa membedong sampai menutupi kepala atau hanya sampai
menutupi bahu dan dibawah telinga sehingga tidak mengganggu
pernafasan bayi.
g) Sebaiknya jangan membedong disaat bayi terbangun agar tidak
menghambat perkembangan motoriknya.
h) Jangan membedong bayi ketika sedang lapar, masih basah setelah
mandi dan atau ketika sedang lelah.
3. Metode Kangguru Mother Care
A. Pengertian
Perawatan metode kangguru merupakan alternatif metode perawatan bayi
baru lahir. Metode ini adalah salah satu teknik yang tepat dan sederhana,
serta murah dan sangat dianjurkan untuk perawatan pada bayi BBLR.
Metode ini tidak hanya menggantikan inkubator, tetapi juga dapat
memberikan manfaat lebih yang tidak didapat dari pemberian inkubator.
Pemberian metode kangguru ini dirasa sangat efektif untuk memenuhi
kebutuhan bayi yang sangat mendasar seperti kehangatan, air susu ibu,
perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan dan kasih sayang
(Maryunani, 2013).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dari
pemberian metode kangguru, sejak tahun 1996 Indonesia telah melakukan
penerapan metode ini dibeberapa provinsi, diantaranya (Maryunani, 2013):
1) Penelitian telah dilakukan di Jawa Barat dengan membandingkan hasil
dari
pemberian metode kangaroo pada bayi BBLR kurang dari 2500 gram
dengan pemberian buli-buli atau botol air panas, dibendong di bawah
lampu panas ataupun boks bayi yang dihangatkan. Hasil yang diperoleh
dari pemberian metode kangguru menunjukkan hasil yang lebih baik.
Metode kangguru nyatanya lebih baik dalam usaha meningkatkan suhu
tubuh serta pempertahankan suhu tubuh optimal bayi
2) Studi mengenai penerimaan wanita terhadap pelaksanaan metode
kangguru telah dilakukan di Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.
Hasilnya, secara budaya pelaksanaan metode kangguru ini dapat diterima,
pemberian metode ini juga memberi hasil yang cukup baik bagi bayi
BBLR karena sangat berpengaruh pada perkembangan suhu tubuh dan
kenaikan bera badan bayi.
B. Jenis Perawatan Metode Kangguru
Pemberian metode kangguru terdapat dua jenis, perawatan metode
kangguru
intermitten dan kontinyu:
1) Perawatan Metode Kangguru Intermitten
Metode ini biasanya dilakukan pada fasilitas unit perawatan khusus dan
intensif. Metode ini tidak diberikan secara terus menerus sepanjang waktu,
hanya diberikan ketika ibu mengunjungi bayi yang masih berada dalam
inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus menerus dalam satu
hari.
Metode ini dapat dimulai pada bayi yang yang sakit, yang berada dalam
proses penyembuhan tetapi masih memerlukan pengobatan medis (seperti
infus, tambahan oksigen dengan konsentrasi rendah) (Maryunani, 2013)
2) Perawatan Metode Kangguru Kontinyu
Metode kontinyu ini bisa dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan
yang diperuntukan untuk perawatan kangguru ataupun dilakukan di
rumah. Pada metode kontinyu ini dapat dilakukan sepanjang waktu.
Perawatan kontinyu dapat diterapkan apabila kondisi bayi dalam kondisi
stabil yaknibayi dapat bernafas secara alami atau spontan tanpa oksigen
bantuan
(Maryunani, 2013).
c. Lama dan jangka waktu penerapan PMK
1) Secara bertahap lama waktu penerapan metode kangguru ditingkatkan
dari:
a) Mulai dari perawatan belum menggunakan perawatan metode kangguru
b) Dilanjutkan dengan pemberian perawatan metode kangguru intermitten
c) Kemudian diikuti dengan perawatan metode kangguru kontinyu
(Maryunani, 2013)
2) Pelaksanaan metode kangguru yang singkat kurang dari 60 menit dapat
membuat bayi stress. Strategi yang dapat dilakukan untuk menghindari hal
tersebut antara lain:
a) Jika bayi masih berada di fasilitas pelayanan kesehatan, maka lebih baik
bayi diletakkan di inkubator.
b) Apabila bayi telah dilakukan pemulangan, anggota keluarga lain dapat
menggantikan ibu dalam melaksanakan perawatan metode kangguru
(Maryunani, 2013)
3) Pemberian metode kangguru dapat dihentikan, apabila :
a) Berat badan bayi minimal >2500 gram
b) Bayi mampu menetek dengan kuat seperti bayi besar dan sehat
c) Suhu tubuh bayi stabil 37̊C (Maryunani, 2013)
C. Tujuan Perawatan Metode Kangguru
Tujuan dari pemberian metode kangaroo mother care adalah untuk
menjaga agar bayi tetap hangat. Metode ini dapat dimulai segera setelah
bayi lahir atau setelahbayi stabil. Metode ini dapat dilakukan di rumah
sakit maupun di rumah. Pemberian metode ini dapat terus dilakukan
meskipun bayi belum bisa menyusui (Sudarti, Endang Khoirunnisa.,
2010).
D. Pelaksanaan Perawatan Metode Kangguru
Pelaksanaan metode kangguru adalah skin to skin atau kulit dengan kulit
antara bagian depan tubuh bayi dengan dada dan perut ibu dalam baju
kangguru. adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Semua pakaian bayi dilepas
2) Ibu atau keluarga yang akan menggendong diminta melepas BH atau
baju dalam (hanya memakai baju/atau kaos yang longgar)
3) Gendong bayi, letakkan bayi didalam baju sehingga terjadi sentuhan
kulit ibu dan kulit bayi tanpa perantara
4) Bebat/ikat pinggang ibu dibawah badan bayi sehingga badan badan bayi
terhatan tidak turun ( ikatan di luar baju)
5) Gendong bayi seperti biasa menggunakan kain, ikatan kain
penggendong diluar baju ibu
6) Pakaikan topi penutup kepala bayi (Ari Sulistyawati, 2009)
4. Suhu Tubuh
A. Pengertian
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan
dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar (Potter & Perry,
2009).
B. Mekanisme Suhu Tubuh
Mekanisme kontrol suhu pada manusia menjaga suhu inti (suhu jaringan
dalam) tetap konstan pada kondisi lingkungan dan aktivitas fisik yang
ekstrem. Namun, suhu permukaan berubah sesuai aliran darah ke kulit
dan jumlah panas yang hilang ke aliran luar.
Nilai suhu tubuh juga dipengaruhi oleh letak pengukuran (oral,
rektal, aksila, membran timpani, arteri temporalis, arteri pulmonal, atau
kandung kemih). Mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur
keseimbangan antara panas yang hilang dan dihasilkan atau lebih sering
disebut termoregulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan
hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh
tetap konstan dan normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme
neurologis dan kardiovaskular. uhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang
terletak di antara dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah
thermostat. Hipotalamus mendeteksi perubahan kecil pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengatur kehilangan panas, sedangkan
hipotalamus posterior mengatur produksi panas. Jika sel saraf di
hipotalamus anterior menjadi panas di luar batas titik pengaturan (set
point), maka impuls dikirimkan untuk menurunkan suhu tubuh.
Mekanisme kehilangan panas adalah keringat, vasodilatasi (pelebaran)
pembuluh darah, dan hambatan produksi panas. Tubuh akan
mendistribusikan darah ke permukaan untuk menghilangkan panas. Jika
hipotalamus posterior mendeteksi penurunan panas tubuh di bawah titik
pengaturan, tubuh akan memulai mekanisme konservasi panas.
Vasokostriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran darah
ke ekstremitas. Produksi panas distimulasi memulai kontraksi otot
volunteer dan otot yang menggigil.
Termoregulasi bergantung pada fungsi normal produksi panas. Panas
yang dihasilkan tubuh adalah hasil sampingan metabolisme. Aktivitas
yang membutuhkan reaksi kimia tambahan akan meningkatkan laju
metabolik, yang juga akan menambah produksi panas. Saat metabolisme
menurun, panas yang dihasilkan juga lebih sedikit (Potter & Perry,
2009).
C. Faktor Yang Mempengaruhi Suhu
1. Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme
pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang
drastis terhadap lingkungan. Bayi baru lahir dapat kehilangan 30%
panas tubuh melalui kepala sehinga ia harus memakai tutup kepala
untuk mencegah kehilangan panas. Suhu tubuh bayi baru lahir berkisar
antara 35,5-37,5C. Pada dewasa suhu tubuh berkisar sekitar 36C (Potter
& Perry, 2009).
2. Olahraga
Berbagai bentuk olahraga dapat meningkatkan produksi panas
sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh (Potter & Perry, 2009).
3. Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh diluar kisaran normal akan memengaruhi
titik pengaturan hipotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan
produksi panas berlebihan, kehilangan panas berlebihan, produksi
panas minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi hal diatas
(Potter & Perry, 2009).
4. Kehilangan Panas
Kehilangan panas pada BBLR terjadi karena jaringan lemak
subkutan relatif tipis, luas permukaan tubuh relatif lebih luas
bandingkan dengan berat badan pasien, serta sistem pengaturan suhu
belum berfungsi secara sempurna. Bayi baru lahir dapat kehilangan
panas empat kali lebih besar dari pada orang dewasa, sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan suhu (Farida & Yuliana, 2017).
Adapaun mekanisme kehilangan panas pada BBLR adalah sebagai
berikut:
1) Radiasi
Radiasi adalah aliran panas dari suhu yang lebih tinggi (tubuh)
ke suhu yang lebih rendah (lingkungan di sekitar tubuh) (Potter
& Perry, 2009).
2) Konduksi
Konduksi adalah pemindahan panas akibat kontak langsung
dengan permukaan yang lebih dingin. Meja, tempat tidur, dan
timbangan yang temperaturnya lebih rendah akan menyerap
panas tubuh bayi melalui konduksi apabila bayi diletakkan diatas
benda-benda tersebut (Potter & Perry, 2009).

3) Konveksi
Konveksi adalah pemindahan panas melalui aliran atau
pergerakan udara. Kehilangan panas bisa terjadi karena aliran
udara kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan (Potter & Perry, 2009).
4) Evaporasi
Evaporasi yaitu perspirasi, respirasi, dan rusaknya integritas kulit
misalnya tubuh bayi yang tidak segera diselimuti dengan segera
setelah dimandikan (Potter & Perry, 2009).
5) Hipotermi
Hipotermi yaitu keadaan ketika suhu tubuh dibawah 36,5-
37,5oC. Hipotermi adalah panas yang hilang saat pajanan lama
terhadap lingkungan dingin atau melebihi kemampuan tubuh
untuk menghasilkan panas. Hipotermia dikelompokkan menjadi
3 yaitu: hipotermia ringan (34-35oC), hipotermia sedang (30-
34oC), dan hipotermia berat (<30oC) (Potter & Perry, 2009).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya atau antara variabel yang satu
terhadap konsep yang lain dari masalah yang akan diteliti (notoatmodjo). Kerangka
konsep pada penelitian ini menggambarkan bahwa peneliti adalah pengaruh swaddling
dan KMC terhadap suhu tubuh bayi BBLR. Variabel yang diukur meliputi variabel
terikat (dependent variable) yaitu suhu tubuh setelah diberi intervensi, sedangkan
variabel bebas (independent variable) adalah swaddling dan KMC. Adapun hubungan
antar variabel tersebut sebagai berikut :
Intervensi

X1
SWADDLING
Suhu tubuh bayi Suhu tubuh bayi
BBLR sebelum BBLR sesudah
intervensi X3 intervensi
KMC

B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban atau pertanyaan sementara dari pertanyaan peneliti
(noto). Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adanya perbedaan rata-rata suhu tubuh BBLR sebelum dan sesudah diberikan
intervensi swaddling di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
2. Adanya perbedaan rata-rata suhu tubuh BBLR sebelum dan sesudah diberikan
intervensi KMC di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
3. Ada intervensi yang paling efektif untuk mempertahankan suhu tubuh bayi BBLR
di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
C. Teori Keperawatan
Teori keperawatan sangatlah penting bagi ilmu keperawatan karena sebagai
keprofesionalan suatu disiplin ilmuh. Suatu konsep yang tersusun secara terstruktur
berdasarkan fenomena yang bertujuan untuk menggambarkan, memaparkan,
memprediksi serta mengontrol fenomena disebut sebagai teori (chinn dan jacobs,1987
dalam partker dan smith, 2015). Teori keperawatan adalah kumpulan beberapa konsep
yang didasarkan pada beberapa aspek realita yang berkaitan erat dengan keperawatan
(meleis,1977 dalam partkek dan smith,2015). Teori keperawatan sangatlah penting
artinya untuk pengembangan profesionalisme keperawatan.
Teori-teori keperawatan membedakan ilmu keperawatan dengan disiplin ilmu yang
lain berfungsi untuk menggambarkan, memaparkan, memperkirakan serta mengontrol
hasil dari asuhan keperawatan yang akan dan telah diberikan. Tujuan dari
pengembangan teori keperawatan adalah untuk menumbuhkan dan mengembahkan
pengetahuan yang diharapkan mampu membantu serta dapat mengembangkan praktik
keperawatan. Pengetahuan perawat akan teoritis dari keperawatan akan berdampak
pada kemampuan perawat dalam melakukan analisa dan berpikir secara logis,
terstruktur agar dapat meningkatkan profesionalisme keperawatan.
Salah satu model keperawatan yang telah dikembangkan dalam tata layanan
keperawatan adalah model konservasi yang dikembangkan oleh Mira E. Levine. Model
ini berorientasi pada konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan
integritas sosial, yang berfokus pada peningkatan kemampuan klien untuk dapat
beradaptasi semaksimal mungkin untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pendekatan model konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin Levine sesuai untuk
mengatasi swaddling dan kmc untuk penurunan suhu tubuh pada bayi BBLR.
Konsep utama model Levine terdiri dari wholism (menyeluruh/ integritas), adaptasi
dan konservasi. Sehat yang wholism (menyeluruh) adalah sesuatu yang bersifat organik,
mengalami perubahan/kemajuan, saling menguntungkan antara perbedaan fungsi dan
bagian yang ada di dalam tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan
lingkungan sekitar. Secara umum, individu akan melakukan adaptasi dalam menghadapi
perubahan lingkungan. Adaptasi adalah proses perubahan agar individu dapat
mempertahankan integritas dalam lingkungannya, baik internal maupun eksternal.
Kondisi gangguan rasa nyaman akibat peningkatan suhu tubuh memerlukan adaptasi
lingkungan internal tubuh maupun eksternal agar mampu mempertahankan dan
mengembalikan kondisi homeostasis tubuh (Tomey & Alligood, 2006).
Model konservasi mendeskripsikan tentang cara yang kompleks yang memungkinkan
individu (anak) untuk melanjutkan fungsi meskipun dihadapkan pada
tantangan/hambatan yang sangat berat (Levine,1990). Selama konservasi ini, anak dapat
menghadapi rintangan/hambatan, beradaptasi, dan mempertahankan keunikannya.
Perawat sebagai care provider harus mampu melakukan pengkajian dengan model
konservasi ini, karena pengkajian 4 (empat) prinsip konservasi Levine, yaitu konservasi
energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal, dan konservasi
integritas sosial, merupakan sarana untuk menilai apakah anak cukup memiliki bekal
untuk melakukan proses adaptasi. Tujuan konservasi adalah kesehatan dan kekuatan
untuk menghadapi ketidakmampuan. Fokus utama konservasi adalah menjaga bersama-
sama seluruh aspek dari manusia/individu (Tomey & Alligood, 2006).
Model konservasi memungkinkan perawat anak dapat membantu seorang anak
mencapai integritas dirinya. Model ini memberikan panduan tentang bagaimana
hubungan perawat – klien dengan berfokus pada pengaruh dan respon klien untuk
mempromosikan integritas klien melalui prinsip konservasi. Intervensi untuk
mempertahankan integritas jaringan, konservasi energi, integritas personal dan
psikososial yang terjadi pada anak dengan penyakit infeksi yang mengalami demam
sangat penting. Dalam kondisi demam, anak perlu mempertahankan konservasi energi
untuk keseimbangan energi dan menghasilkan energi yang konstan untuk menjalani
kehidupan. Energi diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan. Pada kondisi
penurunan suhu tubuh, agar klien dapat mempertahankan integritas struktur, perawat
harus melakukan intervensi keperawatan dengan mengacu pada satu bagian prinsip
konservasi, perawat juga harus mengkaji pengaruh prinsip konservasi lainnya yang
berfokus pada keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam realitas biologis
yang unik untuk setiap individu (Tomey & Alligood, 2006).
Berdasarkan Model Levine, perawat harus mempertahankan integritas personal klien,
selalu mengajarkan pengetahuan dan kekuatan sehingga individu dan keluarga dapat
hidup mandiri, tidak selalu menjadi klien dan tidak selalu menjadi orang yang tergantung
dengan orang lain. Disamping itu, menurut Levine, hidup seseorang akan menjadi lebih
berarti jika mampu masuk ke dalam komunitas sosial, karena kesehatan dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Perawat dapat mempertahankan konservasi
integritas sosial anak melalui hubungan interpersonal, walaupun dalam kondisi anak
sedang sakit (Tomey & Alligood, 2006).
Levine menggambarkan empat prinsip konservasi. Prinsip-prinsip ini berfokus pada
pemeliharaan keseimbangan individu. Levine menganjurkan bahwa perawatan adalah
suatu interaksi manusia dan mengusulkan 4 konservasi keperawatan yang terkait
dengan keutuhan dan integritas individu. Kerangkanya meliputi konservasi energy,
konservasi integritas, structural, konservasi integritas
pribadi dan konservasi integritas sosial.
a. Konservasi energi
Konservasi energi bertujuan untuk menjaga keseimbangan energi melalui
pemeliharaan suplai energi sesuai dengan kebutuhan bayi. Perawat harus menjaga
integritas jalan nafas, mengkaji pernafasan dan sirkulasi, observasi keadekuatan oksigen
dan ventilasi, memberi oksigen dan posisi yang nyaman serta pemberian makan yang
adekuat (Alligood, 2014). makan Semuanya penting dilakukan supaya bayi tenang,
nyaman dan suhu tubuh menjadi stabil. Swaddling dan KMC merupakan solusi terbaik
untuk menjaga integritas konservasi energi sehingga bayi tidak mengalami hipotermi.
b. Konservasi integritas struktur
Konservasi integritas struktur mempunyai tujuan mempertahankan atau memulihkan
struktur tubuh sehingga mencegah terjadinya kerusakan fisik dan meningkatkan proses
penyembuhan (Alligood, 2014). Konservasi integritas struktural dapat dicapai dengan
pemberian oksigen yang optimal sesuai kebutuhan bayi, memaksimalkan stabilitas
kardiovaskuler, mencuci tangan gan teknik aseptik pada saat kontak langsung dengan
bayi dan memonitor adanya toleransi pemberian makanan enteral (Alligood, 2014).
c. Konservasi integritas pribadi
Pengen Konservasi integritas pribadi dengan mengenali individu sebagai manusia
colpadi yang mendapatkan pengakuan, rasa hormat, kesadaran diri, dan dapat
menentukan nasibnya sendiri, misalnya menjaga privasi ibu saat melakukan KMC
dengan bayinya (Alligood, 2014). Konservasi integritas pribadi dengan mengenali
individu sebagai manusia yang mendapatkan pengakuan, rasa hormat, kesadaran diri,
dan dapat menentukan nasibnya sendiri, misalnya menjaga privasi ibu saat melakukan
KMC dengan bayinya (Alligood, 2014). Konservasi integritas pribadi difokuskan dengan
melakukan komunikasi dengan bayi untuk merangsang perkembangan central nervous
system (CNS). Lingkungan dan pemberi perawatan diharapkan : impu memodifikasi
lingkungan yang dapat memberi stress bagi bayi (Alligood, 2014).
d. Konservasi integritas sosial
Konservasi integritas sosial individu diakui sebagai anggota keluarga baru,
komunitas/masyarakat, kelompok keagamaan, sistem politik dalam suatu bangsa.
Contohnya: membantu individu untuk mempertahankan perannya sebagai ibu dalam
merawat bayi dengan BBLR dan sebagai anggota baru untuk membantu orang tua
dengan memberi dukungan terhadap stressor yang berhubungan dengan bayi yang lahir
dengan berat badan rendah, membantu bonding attachment antara orang tua-bayi,
pendidikan orang tua, memfasilitasi kemampuan orang tua dalam merawat bayinya dan
mempromosikan sistem keutuhan keluarga (Alligood, 2014).
Integritas atau wholness dicapai dengan menjaga keseimbangan antara 4 konservasi
yang meliputi konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas
sosial (Alligood, 2014). Integritas bayi dan orang tuanya dapat dilihat dari tercapainya
fungsi mandiri dalam perawatan bayinya dengan stabilitas fisiologis dan pertumbuhan,
meminimalkan cedera struktural, kemampuan perkembangan otak dan sistem keluarga
yang stabil (Alligood, 2014).

Anda mungkin juga menyukai