PROPOSAL TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan
Disusun Oleh :
LIA YULIANA
22503110007
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. BBLR
a. Pengetian
Bayi berat lahir rendah adalah keadaan ketika bayi dilahirkan
memiliki berat badannya kurang dari 2500 gram. Keadaan BBLR ini
akan berdampak buruk untuk tumbuh kembang bayi ke depannya
(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Ada 2 keadaan BBLR yaitu :
a) Prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni :
BBLR karena prematuritas atau Bayi Kurang Bulan Murni
adalah bayi yang dilahirkan kurang bulang (preterm) mempunyai
organ yang belum berfungsi seperti bayi aterm sehingga bayi
tersebut mengalami kesulitan untuk hidup di luar rahim. Makin
pendek masa kehamilan makin kurang sempurna fungsi alat-alat
tubuhnya, akibatnya makin mudah terjadi komplikasi, seperti :
sindroma gangguan pernafasan, hipotermia, aspirasi, infeksi, dan
pendarahan intrakanial.
b) BBLR (KMK) :
Bayi Berat Badan Lahir Rendah karena Bayi Kecil untuk
Masa Kehamilan (KMK) adalah bayi kecil untuk masa kehamilan
(KMK) pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan bayi preterm dengan berat badan yang sama
b. Klasifikasi BBLR
Menurut Cutland, Lackritz, Mallett-Moore, Bardají,
Chandrasekaran, Lahariya, Nisar, Tapia, Pathirana, Kochhar & Muñoz
(2017) dalam mengelompokkan bayi BBLR ada beberapa cara yaitu:
a) Berdasarkan harapan hidupnya:
1. Bayi dengan berat lahir 2500 – 1500 gram adalah bayi berat
lahir rendah (BBLR).
2. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1000 gram adalah bayi berat
3. lahir sangat rendah (BBLSR). 3) Bayi dengan berat lahir < 1000
gram adalah bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLR).
b) Berdasarkan masa gestasinya:
1. Prematuritas Murni Bayi dengan masa gestasi kurang dari 37
minggu atau biasa disebut neonatus dengan berat normal ketika
lahir. Dapat disebut BBLR jika berat lahirnya antara 1500 –
2500 gram.
2. Dismaturitas Bayi dengan berat badan lahir tidak normal atau
kecil ketika dalam masa kehamilan.
c. Etiologi BBLR
Menurut Nur, Arifuddin & Vovilia (2016), Susilowati, Wilar & Salendu
(2016) serta Gebregzabiherher, Haftu, Weldemariam & Gebrehiwet
(2017) ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan masalah
BBLR yaitu :
a) Faktor ibu
1. Usia
Berdasarkan penelitian menunjukkan persentase kejadian BBLR lebih
tinggi terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun (30,0%) dibandingkan
dengan yang tidak BBLR (14,2%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
WHO yaitu usia yang paling aman adalah 20 – 35 tahun pada saat usia
reproduksi, hamil dan melahirkan.
2. Parietas
Berdasarkan penelitian ibu grandemultipara (melahirkan anak empat atau
lebih) 2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak 9 BBLR, itu
dikarenakan setiap proses kehamilan dan persalinan meyebabkan trauma
fisik dan psikis, semakin banyak trauma yang ditinggalkan akan
menyebabkan penyulit untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.
3. Gizi
Kurang saat hamil Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil
menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang memiliki gizi
kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami keguguran, bayi lahir
cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang kurang
4. Jarak kehamilan
Berdasarkan penelitian ibu yang memiliki jarak kelahiran < 2 tahun
berisiko 3,231 kali lebih besar melahirkan anak BBLR di bandingkan
dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran > 2 tahun, itu dikarenakan pola
hidup, belum menggunakan alat kontrasepsi dan ibu tidak melakukan
pemeriksaan dengan rutin.
5. Pola hidup
Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering mengkonsumsi
alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada janin dan menurunkan aliran
darah umbilikal sehingga pertumbuhan janin akan mengalami gangguan
dan menyebabkan anak lahir dengan BBLR.
b) Faktor kehamilan
1. Eklampsia / Pre-eklampsia.
2. Ketuban pecah dini.
3. Perdarahan Antepartum.
4. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
5. Faktor janin
6. Cacat bawaan (kelainan kongenital).
7. Infeksi dalam rahim.
d. Manifestasi Klinis BBLR
Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut :
1. Berat kurang dari 2500 gram
2. Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm
3. Lingkar dada kurang atau sama dengan 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Jaringan lemak bawah kulit sedikit
6. Tulang tengkorak lunak atau mudah bergerak, menangis lemah
7. Kepala bayi lebih besar dari badan , kepala tidak mampu tegak,
8. rambut kepala tipis dan halus, elastisitas daun telinga
9. Integumen : kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, jaringan
subkutan sedikit.
10. Otot hipotonik lemah
11. Dada : dinding thorak elastis, putting susu belum terbentuk,
pernafasan tidak teratur, dapat terjadi apnea, pernafasan 40-50
kali/menit
12. Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus, kadang
terjadi oedem, garis telapak kaki sedikit, telapak kaki halus, tumit
mengkilat
13. Genetalia : pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak teraba
(belum turun), dan pada bayi perempuan klitoris menonjol serta
labia mayora belum menutupi labia minora atau labia mayora hampir
tidak ada (Nuratif, 2015)
e. Komplikasi BBLR
1. Hipotermi
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan
suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang.adapun ciri-ciri
mengalami hipotermi adalah suhu tubuh < 32 0 C, mengantuk dan
sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin,
pernafasan tidak teratur.
2. Hipoglikemia
Gula darah berfungsi sebagai makaan otak dan membawa oksigen ke
otak. Jika asupan glukosa ini kurang mempenagruhi kecerdasan otak
3. Gangguan Imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum
sangup membentuk anti bodi dan daya fagositisis serta reaksi
terhadap infeksi belum baik, karena sistem kekebalan bayi belum
matang
3) Konveksi
Konveksi adalah pemindahan panas melalui aliran atau
pergerakan udara. Kehilangan panas bisa terjadi karena aliran
udara kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan (Potter & Perry, 2009).
4) Evaporasi
Evaporasi yaitu perspirasi, respirasi, dan rusaknya integritas kulit
misalnya tubuh bayi yang tidak segera diselimuti dengan segera
setelah dimandikan (Potter & Perry, 2009).
5) Hipotermi
Hipotermi yaitu keadaan ketika suhu tubuh dibawah 36,5-
37,5oC. Hipotermi adalah panas yang hilang saat pajanan lama
terhadap lingkungan dingin atau melebihi kemampuan tubuh
untuk menghasilkan panas. Hipotermia dikelompokkan menjadi
3 yaitu: hipotermia ringan (34-35oC), hipotermia sedang (30-
34oC), dan hipotermia berat (<30oC) (Potter & Perry, 2009).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya atau antara variabel yang satu
terhadap konsep yang lain dari masalah yang akan diteliti (notoatmodjo). Kerangka
konsep pada penelitian ini menggambarkan bahwa peneliti adalah pengaruh swaddling
dan KMC terhadap suhu tubuh bayi BBLR. Variabel yang diukur meliputi variabel
terikat (dependent variable) yaitu suhu tubuh setelah diberi intervensi, sedangkan
variabel bebas (independent variable) adalah swaddling dan KMC. Adapun hubungan
antar variabel tersebut sebagai berikut :
Intervensi
X1
SWADDLING
Suhu tubuh bayi Suhu tubuh bayi
BBLR sebelum BBLR sesudah
intervensi X3 intervensi
KMC
B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban atau pertanyaan sementara dari pertanyaan peneliti
(noto). Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adanya perbedaan rata-rata suhu tubuh BBLR sebelum dan sesudah diberikan
intervensi swaddling di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
2. Adanya perbedaan rata-rata suhu tubuh BBLR sebelum dan sesudah diberikan
intervensi KMC di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
3. Ada intervensi yang paling efektif untuk mempertahankan suhu tubuh bayi BBLR
di rsud dr. Soekardjo tasikmalaya.
C. Teori Keperawatan
Teori keperawatan sangatlah penting bagi ilmu keperawatan karena sebagai
keprofesionalan suatu disiplin ilmuh. Suatu konsep yang tersusun secara terstruktur
berdasarkan fenomena yang bertujuan untuk menggambarkan, memaparkan,
memprediksi serta mengontrol fenomena disebut sebagai teori (chinn dan jacobs,1987
dalam partker dan smith, 2015). Teori keperawatan adalah kumpulan beberapa konsep
yang didasarkan pada beberapa aspek realita yang berkaitan erat dengan keperawatan
(meleis,1977 dalam partkek dan smith,2015). Teori keperawatan sangatlah penting
artinya untuk pengembangan profesionalisme keperawatan.
Teori-teori keperawatan membedakan ilmu keperawatan dengan disiplin ilmu yang
lain berfungsi untuk menggambarkan, memaparkan, memperkirakan serta mengontrol
hasil dari asuhan keperawatan yang akan dan telah diberikan. Tujuan dari
pengembangan teori keperawatan adalah untuk menumbuhkan dan mengembahkan
pengetahuan yang diharapkan mampu membantu serta dapat mengembangkan praktik
keperawatan. Pengetahuan perawat akan teoritis dari keperawatan akan berdampak
pada kemampuan perawat dalam melakukan analisa dan berpikir secara logis,
terstruktur agar dapat meningkatkan profesionalisme keperawatan.
Salah satu model keperawatan yang telah dikembangkan dalam tata layanan
keperawatan adalah model konservasi yang dikembangkan oleh Mira E. Levine. Model
ini berorientasi pada konservasi energi, integritas struktural, integritas personal, dan
integritas sosial, yang berfokus pada peningkatan kemampuan klien untuk dapat
beradaptasi semaksimal mungkin untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pendekatan model konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin Levine sesuai untuk
mengatasi swaddling dan kmc untuk penurunan suhu tubuh pada bayi BBLR.
Konsep utama model Levine terdiri dari wholism (menyeluruh/ integritas), adaptasi
dan konservasi. Sehat yang wholism (menyeluruh) adalah sesuatu yang bersifat organik,
mengalami perubahan/kemajuan, saling menguntungkan antara perbedaan fungsi dan
bagian yang ada di dalam tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan
lingkungan sekitar. Secara umum, individu akan melakukan adaptasi dalam menghadapi
perubahan lingkungan. Adaptasi adalah proses perubahan agar individu dapat
mempertahankan integritas dalam lingkungannya, baik internal maupun eksternal.
Kondisi gangguan rasa nyaman akibat peningkatan suhu tubuh memerlukan adaptasi
lingkungan internal tubuh maupun eksternal agar mampu mempertahankan dan
mengembalikan kondisi homeostasis tubuh (Tomey & Alligood, 2006).
Model konservasi mendeskripsikan tentang cara yang kompleks yang memungkinkan
individu (anak) untuk melanjutkan fungsi meskipun dihadapkan pada
tantangan/hambatan yang sangat berat (Levine,1990). Selama konservasi ini, anak dapat
menghadapi rintangan/hambatan, beradaptasi, dan mempertahankan keunikannya.
Perawat sebagai care provider harus mampu melakukan pengkajian dengan model
konservasi ini, karena pengkajian 4 (empat) prinsip konservasi Levine, yaitu konservasi
energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal, dan konservasi
integritas sosial, merupakan sarana untuk menilai apakah anak cukup memiliki bekal
untuk melakukan proses adaptasi. Tujuan konservasi adalah kesehatan dan kekuatan
untuk menghadapi ketidakmampuan. Fokus utama konservasi adalah menjaga bersama-
sama seluruh aspek dari manusia/individu (Tomey & Alligood, 2006).
Model konservasi memungkinkan perawat anak dapat membantu seorang anak
mencapai integritas dirinya. Model ini memberikan panduan tentang bagaimana
hubungan perawat – klien dengan berfokus pada pengaruh dan respon klien untuk
mempromosikan integritas klien melalui prinsip konservasi. Intervensi untuk
mempertahankan integritas jaringan, konservasi energi, integritas personal dan
psikososial yang terjadi pada anak dengan penyakit infeksi yang mengalami demam
sangat penting. Dalam kondisi demam, anak perlu mempertahankan konservasi energi
untuk keseimbangan energi dan menghasilkan energi yang konstan untuk menjalani
kehidupan. Energi diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan. Pada kondisi
penurunan suhu tubuh, agar klien dapat mempertahankan integritas struktur, perawat
harus melakukan intervensi keperawatan dengan mengacu pada satu bagian prinsip
konservasi, perawat juga harus mengkaji pengaruh prinsip konservasi lainnya yang
berfokus pada keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam realitas biologis
yang unik untuk setiap individu (Tomey & Alligood, 2006).
Berdasarkan Model Levine, perawat harus mempertahankan integritas personal klien,
selalu mengajarkan pengetahuan dan kekuatan sehingga individu dan keluarga dapat
hidup mandiri, tidak selalu menjadi klien dan tidak selalu menjadi orang yang tergantung
dengan orang lain. Disamping itu, menurut Levine, hidup seseorang akan menjadi lebih
berarti jika mampu masuk ke dalam komunitas sosial, karena kesehatan dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Perawat dapat mempertahankan konservasi
integritas sosial anak melalui hubungan interpersonal, walaupun dalam kondisi anak
sedang sakit (Tomey & Alligood, 2006).
Levine menggambarkan empat prinsip konservasi. Prinsip-prinsip ini berfokus pada
pemeliharaan keseimbangan individu. Levine menganjurkan bahwa perawatan adalah
suatu interaksi manusia dan mengusulkan 4 konservasi keperawatan yang terkait
dengan keutuhan dan integritas individu. Kerangkanya meliputi konservasi energy,
konservasi integritas, structural, konservasi integritas
pribadi dan konservasi integritas sosial.
a. Konservasi energi
Konservasi energi bertujuan untuk menjaga keseimbangan energi melalui
pemeliharaan suplai energi sesuai dengan kebutuhan bayi. Perawat harus menjaga
integritas jalan nafas, mengkaji pernafasan dan sirkulasi, observasi keadekuatan oksigen
dan ventilasi, memberi oksigen dan posisi yang nyaman serta pemberian makan yang
adekuat (Alligood, 2014). makan Semuanya penting dilakukan supaya bayi tenang,
nyaman dan suhu tubuh menjadi stabil. Swaddling dan KMC merupakan solusi terbaik
untuk menjaga integritas konservasi energi sehingga bayi tidak mengalami hipotermi.
b. Konservasi integritas struktur
Konservasi integritas struktur mempunyai tujuan mempertahankan atau memulihkan
struktur tubuh sehingga mencegah terjadinya kerusakan fisik dan meningkatkan proses
penyembuhan (Alligood, 2014). Konservasi integritas struktural dapat dicapai dengan
pemberian oksigen yang optimal sesuai kebutuhan bayi, memaksimalkan stabilitas
kardiovaskuler, mencuci tangan gan teknik aseptik pada saat kontak langsung dengan
bayi dan memonitor adanya toleransi pemberian makanan enteral (Alligood, 2014).
c. Konservasi integritas pribadi
Pengen Konservasi integritas pribadi dengan mengenali individu sebagai manusia
colpadi yang mendapatkan pengakuan, rasa hormat, kesadaran diri, dan dapat
menentukan nasibnya sendiri, misalnya menjaga privasi ibu saat melakukan KMC
dengan bayinya (Alligood, 2014). Konservasi integritas pribadi dengan mengenali
individu sebagai manusia yang mendapatkan pengakuan, rasa hormat, kesadaran diri,
dan dapat menentukan nasibnya sendiri, misalnya menjaga privasi ibu saat melakukan
KMC dengan bayinya (Alligood, 2014). Konservasi integritas pribadi difokuskan dengan
melakukan komunikasi dengan bayi untuk merangsang perkembangan central nervous
system (CNS). Lingkungan dan pemberi perawatan diharapkan : impu memodifikasi
lingkungan yang dapat memberi stress bagi bayi (Alligood, 2014).
d. Konservasi integritas sosial
Konservasi integritas sosial individu diakui sebagai anggota keluarga baru,
komunitas/masyarakat, kelompok keagamaan, sistem politik dalam suatu bangsa.
Contohnya: membantu individu untuk mempertahankan perannya sebagai ibu dalam
merawat bayi dengan BBLR dan sebagai anggota baru untuk membantu orang tua
dengan memberi dukungan terhadap stressor yang berhubungan dengan bayi yang lahir
dengan berat badan rendah, membantu bonding attachment antara orang tua-bayi,
pendidikan orang tua, memfasilitasi kemampuan orang tua dalam merawat bayinya dan
mempromosikan sistem keutuhan keluarga (Alligood, 2014).
Integritas atau wholness dicapai dengan menjaga keseimbangan antara 4 konservasi
yang meliputi konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas
sosial (Alligood, 2014). Integritas bayi dan orang tuanya dapat dilihat dari tercapainya
fungsi mandiri dalam perawatan bayinya dengan stabilitas fisiologis dan pertumbuhan,
meminimalkan cedera struktural, kemampuan perkembangan otak dan sistem keluarga
yang stabil (Alligood, 2014).