Anda di halaman 1dari 102

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT STRES IBU

DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


DI SLB ABC MUHAMMADIYAH
BANJARSARI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melakukan Penelitian Sebagai Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi S1 Keperawatan

Oleh :
AGNI RAHMAWATI
NIM. 1703277003

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2021
JUDUL : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT
STRES IBU DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
SLB ABC MUHAMMADIYAH BANJARSARI
NAMA : AGNI RAHMAWATI
NIM : 1703277003
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing
Program Studi S1 Keperawatan
Untuk diujiankan
Pada tanggal 06 Mei 2021

Menyetujui,

Pembimbing I
Hj. Ns. Yuyun Rahayu, S.Kep., M.Kep.
NIK. 0432777905034

Pembimbing II
Elis Noviati, M.Kep.
NIK. 0432777799016

Mengetahui,
Ketua Prodi Studi S1 Keperawatan

Hj. Ns. Jajuk Kusumawaty, S.Kep., M.Kep.


NIK :043227772950009

i
JUDUL : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT
STRES IBU DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI
SLB ABC MUHAMMADIYAH BANJARSARI
NAMA : AGNI RAHMAWATI
NIM : 1703277003
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dan diperbaiki sesuai dengan masukan
Dewan penguji Program Studi S1 Keperawatan
Pada tanggal 06 Mei 2021
Mengesahkan,

Ketua Penguji

Nur Hidayat, SKM., M.M.Kes.


NIK. 0432777602022

Anggota Penguji I

Sandriani, SST., M.Tr.Keb.


NIK. 0432778614092

Anggota Penguji II

Hj. Ns. Yuyun Rahayu, S.Kep., M.Kep.


0432777905034

Mengetahui,
Ketua Ketua
STIKes Muhammadiyah Ciamis Program Studi S1 Keperawatan

H. Dedi Supriadi, S.Sos., S.Kep., Ners., M.M.Kes Hj. Ns. Jajuk Kusumawaty, S.Kep., M.Kep
NIK. 0432777295008 NIK. 0432777295009

ii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Dukungan


Sosial Terhadap Tingkat Stres Ibu dari Anak Berkebutuhan Khusus di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari” ini, sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian
di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak
melakukan pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan
yang berlaku dalam masyarakat.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang telah
ditentukan oleh institusi STIKes Muhammadiyah Ciamis apabila dikemudian hari
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini.

Ciamis,
Yang membuat pernyataan,

AGNI RAHMAWATI
NIM:1703277003

iii
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT STRESS IBU
DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SLB ABC MUHAMMADIYAH
BANJARSARI

Agni Rahmawati1*, Yuyun Rahayu2*, Elis Noviati3*


1
Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis
2
Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
3
Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
*
E-mail : agnicms15@gmail.com

INTISARI
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang mengalami gangguan
fisik, mental, sosial, dan emosional. Gangguan ini biasanya sudah terdeteksi pada
masa kehamilan hingga usia dini tumbuh kembang. Beberapa orang tua dari anak
berkebutuhan khusus mengalami ketidaknyamanan secara sosial baik dikeluarga
besar maupun dalam masyarakat, seperti ada rasa malu atau tidak percaya diri.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui bagaimana pengaruh dukungan sosial
terhadap tingkat stress ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari. Metode pada penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif dan rancangan penelitian cross
sectional, populasi pada penelitian ini yaitu ibu yang memiliki anak berkebutuhan
khusus dan pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling,
populasi yang dijadikan sebagai sampel sebanyak 31 responden. Hasil Penelitian
didapatkan ibu yang memiliki dukungan sosial dalam kategori sedang yaitu
sebanyak 23 orang (74,2%), ibu yang memiliki tingkat stress dalam kondisi berat
sebanyak 19 orang (61,3%), dengan hasil statistik p-value 0,033. Ibu yang
memiliki anak berkebutuhan khusus umumnya memiliki tingkat stress yang tinggi
karena pengaruh dukungan sosial yang rendah dari pasangan atau keluarga.
Kesimpulannya terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial
terhadap tingkat stress ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) di
SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.

Kata Kunci : Dukungan Sosial, Tingkat Stress


Kepustakaan : 41 Referensi (2010-2020)

iv
THE EFFECT OF SOCIAL SUPPORT ON MATERNAL STRESS
LEVELS OF SPECIAL NEEDS CHILDREN
IN SLB ABC MUHAMMADIYAH
BANJARSARI

Agni Rahmawati1*, Yuyun Rahayu2*, Elis Noviati3*


1
Students STIKes Muhammadiyah Ciamis
2
Lecture STIKes Muhammadiyah Ciamis
3
Lecture STIKes Muhammadiyah Ciamis
*
E-mail : agnicms15@gmail.com

ABSTRACT
Special-needs children are physically, mentally, socially, and emotionally
impaired. This disorder has usually been detected during pregnancy until early
adulthood. Some parents of special-needs children suffer social discomforts both
in extended families and in society, such as shame or insecurity. The purpose of
this study is to know how social support affects the level of maternal stress from
special needy children in SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari. The method of
this study the quantitative research using descriptive design and cross sectional
design research, the population in this study is of mothers with special needs
children and sample takings using sampling methods, the population being used
as a sample of 31 respondents. Research results found that mothers with moderate
social support as many as 23 people (74.2%), mothers with a stress level of 19
(61.3%) with a statistical result of p-value 0.033. Mothers with special needs
children generally have high levels of stress because of the low social support of a
spouse or family. In conclusion there was a significant link between the social
support for mothers with special needs levels of stress in the SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari

Keyword: Social Support, Stress Level


Literature: 41 References (2010-2020)

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah


memberikan taufik, rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat beserta salam
semoga tetap terlimpah curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabatnya serta kita sebagai umatnya. Dengan
mengucapkan syukur akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tepat pada waktunya yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap
Tingkat Stres Ibu Dari Anak Berkebutuhan Khusus Di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari”. Skripsi ini diajukan untuk melakukan
penelitian sebagai syarat dalam menyelesaikan pendidikan S1
Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis.
Penulis menyadari bahwa tidak lepas dari peran dan bantuan,
dorongan, bimbingan, serta pengarahan dari berbagai pihak, baik yang
berbentuk moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian proposal skripsi ini, kepada :
1. Drs. H. Jamjam Erawan, selaku Ketua Badan Pembina Harian (BPH) STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
2. H. Dedi Supriadi, S.Sos., S.Kep.,Ners.,M.M.Kes., selaku Ketua STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
3. Hj. Ns. Jajuk Kusumawaty, S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis.
4. Hj. Ns. Yuyun Rahayu, S.Kep, M. Kep., selaku dosen pembimbing I yang
telah berkenan memberikan arahan, bimbingan, saran dan telah bersedia
meluangkan waktu dan tenaga selama penyusunan skripsi ini.
5. Elis Noviati, M. Kep., selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan
memberikan arahan, bimbingan, saran dan telah bersedia meluangkan waktu
dan tenaga selama penyusunan skripsi ini.

vi
6. Drs. Iso Solihudin, MM., selaku dosen pembimbing Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan yang telah berkenan memberikan arahan, bimbingan,
saran dan telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga selama penyusunan
skripsi ini.
7. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan / Karyawati yang telah memberikan
bimbingan sejak penulisan mengikuti perkulihan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis.
8. Kepala Sekolah SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan wawancara dan pengambilan data
siswa/siswi.
9. Kedua orang tua saya ayah dan ibu serta kakak saya dan keluarga besar saya
yang telah banyak memberikan dorongan moril maupun materil serta kasih
sayang dan selalu memanjatkan do’a yang tulus bagi penulis.
10. My Best Partner yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun
materil kepada penulis.
11. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Muhammadiyah Ciamis Angkatan 12 yang telah bersama-sama
saling mendukung dan mendo’akan demi kesuksesan bersama.
Semoga budi baik, bantuan dan amal kebaikan yang telah diberinka
kepada penulis, mendapat pahala yang melimpah dari Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Amin Ya Rabbal’Alamin.
Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penulisan skripsi penelitian ini
masih banyak kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna. Kepada semua
pihak yang terkait, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat
membangun dan akan dijadikan bahan koreksi untuk penyempurnaan di masa
yang akan datang.
Nashrun minallah wa fathun qorib wa basyril mu’miniin
wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokaatuh.
Ciamis, 03 Mei 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN............................................................................................... i
PENGESAHAN................................................................................................ i
PERNYATAAN............................................................................................... i
INTISARI......................................................................................................... i
ABSTRACT....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... i
DAFTAR TABEL............................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ i
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 1
1. Tujuan Umum........................................................................... 1
2. Tujuan Khusus.......................................................................... 1
D. Manfaat............................................................................................ 1
1. Manfaat Teoritis........................................................................ 1
2. Manfaat Praktis......................................................................... 1
E. Keaslian Penelitian........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 1
A. Tinjauan Teori.................................................................................. 1
1. Dukungan Sosial....................................................................... 1
2. Konsep Stres.............................................................................. 1
3. Anak Berkebutuhan Khusus...................................................... 1
4. Stres Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus.............. 1
B. Landasan Teori................................................................................. 1
C. Kerangka Konsep............................................................................. 1
D. Hipotesis........................................................................................... 1

viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 1
A. Rancangan Penelitian....................................................................... 1
B. Variabel dan Definisi Operasional................................................... 1
C. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................... 1
1. Populasi Penelitian.................................................................... 1
2. Sampel Penelitian...................................................................... 1
D. Pengumpulan Data........................................................................... 1
1. Teknik pengumpulan data......................................................... 1
2. Instrumen Penelitian.................................................................. 1
E. Uji Validitas dan Reliabilitas........................................................... 1
F. Prosedur Penelitian........................................................................... 1
1. Tahap Persiapan........................................................................ 1
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian................................................... 1
3. Tahap Penyelesaian Penelitian.................................................. 1
G. Pengolahan dan Analisis Data.......................................................... 1
1. Metode Pengolahan Data.......................................................... 1
2. Analisis Data............................................................................. 1
H. Etika Penelitian................................................................................ 1
I.Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 1
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 1
A. Hasil Penelitian................................................................................ 1
1. Proses Penelitian....................................................................... 1
2. Karakteristik Responden........................................................... 1
3. Analisa Data.............................................................................. 1
B. Pembahasan...................................................................................... 1
BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 1
A. Simpulan.......................................................................................... 1
B. Saran................................................................................................. 1
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 1
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................... 8
Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................... 36
Tabel 3.2 Teknik Pengisian Kuesioner........................................................... 39
Tabel 4.1 Gambaran Usia Responden............................................................. 48
Tabel 4.2 Gambaran Pendidikan Responden................................................... 49
Tabel 4.3 Gambaran Dukungan Sosial Responden......................................... 49
Tabel 4.4 Gambaran Tingkat Stress Responden.............................................. 49
Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Chi Square........................................................ 50

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep.......................................................................... 34
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian........................................................................... 47

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian


Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Pra Penelitian dari STIKes Muhammadiyah
Ciamis
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Pra Penelitian dari Kesbangpol
Lampiran 4 Surat Izin Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis
Lampiran 5 Surat Izin SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari
Lampiran 6 Informed Consent
Lampiran 7 Surat Persetujuan Responden
Lampiran 8 Lembar Kuesioner
Lampiran 9 Data Penelitian Kuesioner
Lampiran 10 Data Anak Berkebutuhan Khusus di SLB ABC Muhammadiyah
Banjarsari
Lampiran 11 Data Outpus SPSS
Lampiran 12 Lembar Bimbingan

xii
RIWAYAT HIDUP

Nama : Agni Rahmawati


Tempat/Tanggal lahir : Ciamis, 23 Oktober 1999
Email/HP : Agnicms15@gmail.com / 081322324970

Alamat : Dsn. Sindangsari Rt 05 / Rw 03 Desa Sukamaju


Kec. Mangunjaya Kab. Pangandaran
Pendidikan
1. TK Garuda Bunisinga (2004-2005)
2. SD Negeri 1 Sukamaju (2005-2011)
3. SMP Negeri 1 Mangunjaya (2011-2014)
4. SMA Negeri 1 Mangunjaya (2014-2017)
5. STIKes Muhammadiyah Ciamis (2017-Sekarang)

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak adalah masa depan, maka tidak jarang sebagian orang tua juga
mengatakan anak adalah aset kehidupan. Menyaksikan anak tumbuh dengan
jiwa dan fisik yang sehat tentu menjadi harapan dan dambaan setiap orang
tua. Kebanyakan orang tua menginginkan dikaruniai anak yang lahir dalam
kondisi normal, yang memiliki kondisi fisik dan mental yang utuh. Kondisi
anak yang dilahirkan dan didiagnosis mengalami kelainan atau kekurangan,
kebanyakan orang tua merasa kaget dan sedih berkepanjangan atas kelahiran
anak tersebut. Ketika orang tua dihadapkan pada kenyataan yang tidak
diharapkan begitu menyakitkan dan mengecewakan secara disadari ataupun
tidak, orang tua akan terus menyangkal kondisi seperti itu. Selain itu, orang
tua juga dapat mewujudkan kedukaan tersebut berupa sedih, marah, emosi,
menyalahkan diri sendiri maupun orang lain (Riadin & Usop, 2017).
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang mengalami
gangguan fisik, mental, sosial, dan emosional. Gangguan ini biasanya sudah
terdeteksi pada masa kehamilan hingga usia dini tumbuh kembang. Persatuan
Bangsa – Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 % anak
usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Indonesia menempati populasi
terbesar keempat di dunia, jumlah anak berkebutuhan khusus ternyata cukup
banyak. Indonesia memang belum punya data yang akurat dan spesifik
tentang berapa banyak jumlah anak berkebutuhan khusus. Menurut
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jumlah anak
berkebutuhan khusus yang berhasil didata ada sekitar 1,5 juta jiwa. Indonesia,
jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa.
Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2
juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Data terbaru jumlah anak
berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan

1
2

330.764 anak (21,42 %) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah
tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya,
masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam
pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi (Dinie,
2016).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2017), jumlah anak
berkebutuhan khusus di Indonesia mencapai 1,6 juta. Dilansir dari laman
kemendikbud dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus, baru 18 %
mendapatkan layanan pendidikan inklusi. Dari 18 % tersebut, terdapat
115.000 anak bersekolah di SLB dan 299.000 lainnya bersekolah di sekolah
reguler pelaksana sekolah inklusi. Pendidikan inklusi di Indonesia adalah
bentuk perwujudan hak memperoleh pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus agar mendapatkan kehidupan yang layak (Budiarti & Hanoum, 2019).
Jawa Barat, menurut sensus penduduk (2010), terdapat 358.557 orang
yang mengalami berkebutuhan khusus sedang dan terdapat 1.952.225 orang
yang mengalami berkebutuhan khusus parah (Sensus Penduduk, 2014).
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis tahun (2018) tercatat
ABK sebanyak 772 anak yang bersekoah di SLB. Menurut data kecamatan di
wilayah Banjarsari (2020), jumlah anak berkebutuhan khusus di banjarsari
sebanyak 112 anak yang mempunyai keterbatasan mental, yang terdiri dari 49
anak berjenis kelamin perempuan dan 63 anak berjenis kelamin laki-laki.
Beberapa orang tua dari anak berkebutuhan khusus ini mengalami
ketidaknyamanan secara sosial baik dikeluarga besar maupun dalam
masyarakat, seperti ada rasa malu atau tidak percaya diri bila membawa anak
mereka ke lingkungan keluarga besar atau masyarakat seperti di lingkungan
tetangga, sering terjadi apabila ada pertemuan keluarga mereka memilih tidak
hadir. Sehingga dampaknya pada anak tidak membangun hubungan sosial
dengan orang lain selain keluarga inti. Merasa anak berkebutuhan khusus
memiliki kekurangan, sehingga tidak yakin lingkungan akan menerima anak
ABK, dampaknya pada anak tidak memiliki pengalaman di lingkungan yang
berbeda (kurang stimulus sosial), semakin menghambat potensi anak untuk
3

mengembangkan kemampuan interaksi sosial sesuai tahap perkembangannya.


Meskipun kita tahu secara umum ABK mengalami kesulitan bersosialisasi,
fakta ini akan lebih menghambat kemampuan interaksi sosialnya. Orang tua
merasa enggan untuk memasukkan anak ke sekolah karena beberapa
pertimbangan seperti malu, keuangan yang minim karena mahalnya biaya
pendidikan, minimnya pengetahuan dan pengalaman orang tua tentang
sekolah inklusi, masih sedikit sekolah regular yang menerima ABK karena
kendala operasional (Rahayuningsih & Andriani, 2011).
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses
tumbuh kembang anak. Keluarga harmonis tentu memberikan dampak
positif terhadap tumbuh kembang anak, tetapi tentu saja tidak ada keluarga
tanpa konflik, tanpa dinamika, atau tanpa masalah. Ketika dalam sebuah
keluarga hadir anggota keluarga baru, muncul berbagai penyesuaian yang
perlu dilakukan. Bagi orang tua yang mendapati anak yang lahir tersebut
berkebutuhan khusus mungkin akan menjadi lebih berat menerimanya.
Setidaknya, rutinitas sehari-hari dalam keluarga akan terganggu.
Berkebutuhan khusus yang dimiliki anak dapat pula berdampak lebih jauh,
seperti pada keharmonisan dan karir orang tua. Memiliki anak yang
berkebutuhan khusus dapat mempengaruhi ayah, ibu ataupun semua anggota
keluarga yang berdampak bervariasi, disamping itu orang tua harus
menghadapi dinamika psikologi mereka sendiri. Menghadapi respons dari
masyarakat bukanlah hal yang mudah jika orang tua dari anak berkebutuhan
khusus. Masyarakat kadang melakukan hal yang tidak wajar bahkan kejam
pada anak yang berkebutuhan khusus (Hidayati, 2011).
Orang tua dengan ABK mengalami tingkat kecemasan yang tinggi
dibandingkan dengan orang tua yang memiliki anak normal, sehingga
tingkat stres orang tua yang memiliki ABK juga lebih tinggi dengan orang
tua yang memiliki anak normal. Keseluruhan proses yang meliputi stimulus,
kejadian, peristiwa, respon, dan intreprestasi individu yang menyebabkan
timbulnya ketegangan diluar kemampuan seseorang untuk mengatasinya
yaitu stress. Stres memiliki dua dampak, pertama stres secara fisik yaitu
4

sistem kekebalan tubuh mengalami penurunan sehingga seseorang mudah


terserang penyakit dan yang kedua secara psikis yaitu timbulnya perasaan
negatif. Perasaan negatif ini akan menjadikan mereka mudah murung,
kesepian, sedih, dendam, benci dan merasa tidak berguna (Kurnia et al.,
2019).
Menurut Kurnia et al., (2019), Kondisi stres yang dialami oleh ibu
dapat menyebabkan ibu tidak dapat mengasuh anaknya dengan baik. Kondisi
ini perlu mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Dukungan sosial
sendiri dapat berasal dari dukungan orang tua, pasangan, teman, komunitas
maupun masyarakat sekitar. Dukungan sosial dapat meliputi memberikan
perhatian dah semangat kepada orang tua yang memiliki anak dengan
berkebutuhan khusus. Dukungan sosial dapat mengurangi kecemasan,
meningkatkan harga diri, mencegah gangguan psikologis dan mengurangi
stres. Selain itu dukungan sosial juga dapat mengacu pada kenyamanan,
penghargaan, kepeduliaan, atau bantuan yang diterima oleh seseorang dari
orang lain ataupun kelompok. Dukungan yang didapatkan dari teman sebaya
juga merupakan salah satu bentuk intervensi dan pendidikan yang efektif
dengan cara memotivasi siswa berkebutuhan khusus untuk belajar dan
nantinya akan bermanfaat untuk keduanya, lingkungan serta pendidikan
(Hasan & Handayani, 2014).
Mungkin tidak bisa dipungkiri, orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus untuk pertama kalinya mereka tidak mudah untuk
menerima kenyataan ketika anaknya mempunyai kelainan. Banyak dokter dan
tenaga kesehatan professional dalam kesehatan mental mengamati, bahwa
saat pertamakali orang tua memiliki anak dengan keterbatasan reaksi mereka
yang muncul saat mengetahui anaknya dengan kelainan yaitu munculnya
perasaan terpukul dan bingung. Dari perasaan inilah timbulah rasa bersalah,
rasa malu, rasa kecewa, dan harus menerima apa adanya (Widyatno et al.,
2018)
Menurut Kane, Mirza (2017), menyatakan dukungan keluarga
didapatkan melalui dukungan dari suami atau istri, dari saudara-saudara
5

kandung, dari lingkungan sosialnya, antar kerabat, agar mewujudkan


hubungan yang timbal balik mendapatkan rasa cinta dan kasih sayang antar
keluarga. Dukungan dari keluarga atau kerabat pada orang tua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus mempunyai peran penting dan menjadi sumber
utama bagi orang tua tersebut, agar orang tua tidak merasa malu atas
kehadiran anaknya yang mempunyai keterbatasan.
Adanya dukungan sosial dapat menurunkan tingkat stres orang tua dan
dapat menerima kenyataan dengan kehadiran anaknya. Berbagai macam
masalah yang mereka hadapi, dukungan keluarga sangat penting untuk
perkembangan moral bagi orang tua dengan anak keterbatasan karena hal ini
dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis mereka. Disaat permasalahan
yang dihadapi dapat mengakibatkan stres, maka dengan adanya dukungan
keluarga dapat mengurangi tingkat stres dan kecemasan pada orang tua
dengan anak keterbatasan, dukungan keluarga merupakan peran penting
dalam permasalahan ini (Budiarti & Hanoum, 2019).
Berdasarkan Surat Al - Baqarah ayat 155
Lِ‫ س‬Lُ‫ ف‬L‫َأْل ْن‬L‫َو ا‬L L‫ ِل‬L‫ ا‬L‫ َو‬L‫َأْل ْم‬L‫ ا‬L‫ َن‬L‫ ِم‬L‫ص‬ ِ L‫ و‬L‫ ُج‬L‫ ْل‬L‫ ا‬L‫ َو‬L‫ف‬
ٍ L‫َ ْق‬L‫َو ن‬L L‫ع‬ Lِ L‫و‬Lْ L‫ َخ‬L‫ ْل‬L‫ ا‬L‫ َن‬L‫ ِم‬L‫ ٍء‬L‫ي‬Lْ Lَ‫ ش‬Lِ‫ ب‬L‫ ْم‬L‫ ُك‬Lَّ‫ ن‬L‫ َو‬Lُ‫ ل‬L‫َ ْب‬L‫َ ن‬L‫َو ل‬L
ِ L‫َر ا‬L L‫ َم‬Lَّ‫ث‬L‫ل‬L‫َو ا‬L
L‫ َن‬L‫ ي‬L‫ ِر‬Lِ‫ب‬L‫ ا‬LَّL‫ص‬L‫ل‬L‫ ا‬L‫ ِر‬L‫َ ِّش‬L‫ ب‬L‫ َو‬Lۗ L‫ت‬
Artinya :” Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqarah : 155).

Menurut Hadits Riwayat Al-Bukhari No. 6150 dan Muslim No. 1053 :
َّ ‫صبِّرْ هُ هَّللا ُ َو َما ُأ ْع ِط َي َأ َح ٌد َعطَا ًء خَ ْيرًا َوَأوْ َس َع ِم ْن ال‬
(‫صبْر)< ر<و<اه مسلم‬ َ َ‫َو َم ْن يَت‬
َ ُ‫صبَّرْ ي‬
Artinya: ”Siapa yang sungguh-sungguh berusaha untuk
bersabar maka Allah akan memudahkan kesabaran baginya.
Dan tidaklah seseorang dianugerahkan (oleh Allah Subhanahu
wa ta'ala) pemberian yang lebih baik dan lebih luas
(keutamaannya) daripada (sifat) sabar”.

Berdasarkan ayat al–quran dan hadits diatas semua ujian dalam hidup
terjadi atas kehendak Allah SWT, oleh karena itu kita diperintahkan untuk
bersabar dalam menghadapi cobaan. Jika kita bersabar, Allah SWT akan
6

melipatkan pahala dan membantu menyelesaikan semua cobaan dan ujian


yang dihadapi oleh umatnya dengan cara berdoa. Hal pertama yang harus
ditanamkan pada diri orang tua agar tetap bersyukur, menerima, mengakui
kehadiran anak yang mengalami kelainan atau kekurangan. Bagaimanapun
juga, anak berkebutuhan khusus harus tetap mendapatkan pendidikan demi
menyalurkan potensi dan menggapai masa depannya, karena semua anak
berhak untuk berguna bagi bangsa dan negara meskipun di lingkup yang
berbeda.
Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 16 November 2020 terhadap
5 orang ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah
Banjarsari. Saat di wawancara 3 orang ibu mengatakan cemas jika anaknya
bermain diluar rumah tanpa adanya pengawasan, karena anak tersebut sering
berlari-lari ke jalan dan ibu merasa tidak percaya diri saat membawa anaknya
bermain di lingkungan sekitar rumah karena malu dengan kondisi yang
dialami anaknya. Sedangkan 2 orang ibu, mengatakan jika bermain di
lingkungan sekitar dan jika ada pertemuan keluarga dan kerabat selalu
membawa anaknya agar tidak merasa terkurung didalam rumah dan di
lingkungan masyarakat anak dapat diterima dengan baik dan tidak membeda-
bedakan dengan anak yang normal. Pekerjaan ibu sebagian besar adalah
sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Tingkat Stres Ibu dari Anak
Berkebutuhan Khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti dapat membuat rumusan
masalah yaitu “Bagaimana pengaruh dukungan sosial terhadap tingkat stress
ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah
Banjarsari ?”
7

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana pengaruh dukungan sosial terhadap
tingkat stress ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dukungan sosial terhadap orang tua dari anak
berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.
b. Mengetahui tingkat stress ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB
ABC Muhammadiyah Banjarsari.
c. Mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap tingkat stress ibu
dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah
Banjarsari.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah
bagi perkembangan kemajuan ilmu keperawatan anak dan memperkaya
hasil penelitian yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan cara memberi
tambahan data empiris yang telah teruji secara ilmiah mengenai pengaruh
dukungan sosial terhadap tingkat stres orang tua dari anak berkebutuhan
khusus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama
bagi guru SLB sebagai informasi dan pengetahuan mengenai
dukungan sosial dan tingkat stress orang tua dari anak berkebutuhan
khusus
b. Bagi Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai motivasi untuk lebih
meningkatkan dukungan kepada orang tua untuk lebih baik lagi.
8

c. Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi
penelitian selanjutnya dan bisa dikembangkan menjadi lebih
sempurna.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil
Rada Tri Rosi Dukungan Sosial Analitik Berdasarkan hasil penelitian, dapat
Kurnia, Asri Dan Tingkat Stres Kuantitatif disimpulkan terdapat hubungan yang
Mutiara Putri, Orang Tua Yang signifikan antara dukungan sosial dengan
Dita Fitriani, Memiliki Anak tingkat stress orang tua yang memiliki
(2019) Retardasi Mental anak retardasi mental.
Wawan Gambaran Tingkat Deskriptif Peneliti dapat memberikan kesimpulan
Rismawan, Stres Pada Orang Kuantitatif bahwa anak tunagrahita sedang lebih
Meyriana Tua Dengan Anak banyak dari anak tunagrahita ringan dan
Ulfah, Anih Berkebutuhan tingkat stres yang dialami orang tua lebih
Kurnia, Khusus banyak tingkat stres ringan dari tingkat
(2019) (Tunagrahita) Di stres sedang atau berat.
SLB Yayasan
Bahagia Kota
Tasikmalaya
Hendrikus Hubungan Deskriptif Kesimpulannya yaitu terdapat hubungan
Novanolo Dukungan Suami Kuantitatif antara dukungan suami dengan tingkat
Laia, Friska Dengan Tingkat Korelasional stres ibu yang memiliki anak
Sinaga, Stres Ibu Yang berkebutuhan di SLB.
Susanti Memiliki Anak
Niman, Berkebutuhan
(2010) Khusus Di Sekolah
Luar Biasa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Dukungan Sosial
a. Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan adalah mangadakan atau menyediakan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan orang lain, serta memberikan dorongan
atau pengobatan semangat dan nasihat kepada orang lain dalam satu
situasi dalam mengambil keputusan. Manusia adalah makhluk sosial
yang tidak bisa hidup sendiri (Marni & Yuniawati, 2015). Dukungan
sosial (King, 2010) adalah informasi dan umpan balik dari orang lain
yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai, diperhatikan, dihargai,
dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban
yang timbal balik. Berdasarkan pada beberapa teori yang
mengemukakan tentang dukungan sosial diatas, bahwa dukungan
sosial yaitu berupa dukungan pada seseorang dalam menghadapi
masalah seperti nasihat, kasih sayang, perhatian, petunjuk, dan dapat
juga berupa barang atau jasa yang diberikan oleh keluarga maupun
teman. Semangkin banyak orang memberikan dukungan sosial maka
akan semangkin sehat kehidupan seseorang (Ma rni & Yuniawati,
2015).
Dukungan sosial merupakan hadirnya orang-orang tertentu
yang secara pribadi memberikan nasehat, motivasi, arahan dan
menunjukkan jalan keluar ketika individu mengalami masalah dan
pada saat mengalami kendala dalam melakukan kegiatan secara
terarah guna mencapai tujuan (Bastaman, dalam Fatwa, 2014).
Dukungan sosial sangatlah penting untuk dipahami karena dukungan
sosial menjadi sangat berharga ketika individu mengalami suatu
masalah oleh karena itu individu yang bersangkutan membutuhkan

9
10

orang-orang terdekat yang dapat dipercaya untuk membantu dalam


mengatasi permasalahannya tersebut. Dukungan sosial berperan
penting dalam perkembangan manusia. Misalnya, orang yang relasi
yang baik dengan orang lain, maka orang tersebut memiliki mental
dan fisik yang baik, kesejahteraan subjektif tinggi, dan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang rendah (David & Oscar, 2017).
Sarafino (dalam Winda, 2013) menyatakan bahwa beberapa
aspek yang harus dipenuhi sehingga tercipta dukungan sosial yang
baik:
1) Dukungan emosional
Dukungan emosional, meliputi ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap individu. Biasanya, dukungan
ini diperoleh dari pasangan atau keluarga, seperti memberikan
pengertian terhadap masalah yang sedang dihadapi atau
mendengarkan keluhannya. Adanya dukungan ini akan
memberikan rasa nyaman , kepastian, perasaan memiliki dan
dicintai oleh individu. Misalnya mengucapkan bela sungkawa
terhadap individu yang kehilangan salah satu keluarganya.
2) Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi meliputi ungkapan positif
pada individu, dorongan untuk maju, atau persetujuan akan
gagasan atau perasaan individu dan perbandingan yang positif
individu dengan orang lain. Biasanya dukungan ini diberikan
oleh atasan atau rekan kerja. Dukungan jenis ini, akan
membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai.
Misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk
keadaannya menambah penghargaan diri.
3) Dukungan instrumental
Dukungan jenis ini meliputi bantuan secara langsung.
Biasanya dukungan ini, lebih sering diberikan oleh teman atau
rekan kerja, seperti bantuan untuk menyelesaikan tugas yang
11

menumpuk atau meminjamkan uang atau lain-lain yang


dibutuhkan individu. Adanya dukungan ini, menggambarkan
tersedianya barang-barang (materi) atau adanya pelayanan dari
orang lain yang dapat membantu individu dalam menyelesaikan
masalahnya. Selanjutnya hal tersebut akan memudahkan
individu untuk dapat memenuhi tanggung jawab dalam
menjalankan perannya sehari-hari.
4) Dukungan informatif
Dukungan jenis ini meliputi pemberian nasehat, saran
atau umpan baik kepada individu. Dukungan ini, biasanya
diperoleh dari sahabat, rekan kerja, atasan atau seorang
professional seperti dokter atau psikolog. Adanya dukungan
informasi, seperti nasehat atau saran yang pernah mengalami
keadaan yang serupa akan membantu individu memahami
situasi dan mencari alternatif pemecahan masalah atau tindakan
yang akan diambil, Sarafino (dalam Purba, dkk., 2007).
Dengan adanya dukungan sosial yang telah diberikan,
menunjukkan hubungan interpersonal yang melindungi individu
terhadap konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima
dapat membuat individu dapat membuat individu merasa tenang,
diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten.
Hubungan sosial yang supportif secara sosial juga meredam efek
stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah
kesehatan. Selain itu, dukungan sosial bisa efektif dalam
mengatasi takanan psikologis pada masa-masa sulit dan
menekan. Maka, penilaian positif terhadap dukungan sosial
mengartikan bahwa individu mempersepsi dukungan yang
diberikan oleh individu lain telah diterima dengan baik dan
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Sebaliknya, penilaian
negatif terhadap dukungan sosial yang diberikan tidak dapat
12

diterima dan dirasakan dengan baik karena kurang dengan


kubutuhan yang dimilikinya.
Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh siapa saja yang
membutuhkan terutama Orang-orang yang mengalami depresi,
mempunyai ikatan sosial yang lemah yang mempunyai
hubungan dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya
ditengah-tengah masyarakat karena manusia diciptakan sebagai
makhluk sosial (David E., F. Hybels, Proeschold-Bell, 2018).
Dukungan sosial didapatkan dari hubungan sosial yang akrab
(orang tua, saudara, guru, teman sebaya, lingkungan
masyarakat) atau dari keberadaan individu yang membuat
individu merasa diperhatikan, dinilai dan dicintai (Sarason
dalam Fatwa, 2014).
Dukungan sosial dapat diberikan kepada seseorang
dengan melakukan beberapa cara, seperti memberikan
dukungan, memberikan pernyataan yang memihak kepada
individu, memberikan suatu penghargaan, memberikan kalimat
positif, memberikan semangat, perhatian, segama macam
bantuan berupa psikis maupun fisik. Adapun cara yang
digunakan seseorang dalam menerima dukungan sosial dengan
melakukan perumahan mind set terhadap stresor, dengan begitu
seseorang mampu merasakan, bahwa ada orang-orang terdekat
yang memberikan perhatian kepadanya, seperti halnya seorang
perawat memiliki masalah akan pergi ke menghampiri teman
untuk membicarakan masalahnya (Smet, dalam Parama &
Pande, 2018). Dengan adanya dukungan sosial itu selalu
berkaitan dengan dua hal yaitu pola persepsi individu terhadap
seseorang yang dapat diandalkan dalam membantu
menyelesaikan maslah, serta tingkatan kepuasan dukungan yang
diterima terkait dengan pola persepsi individu yang kebutuhan
harus terpenuhi (Serason dalam dalam & Nur, 2012).
13

Pengembangan dukungan sosial sangat diperlukan oleh


manusia dalam menjalankan hidup bersosial. Manusia
merupakan makhluk yang tidak dapat bertahan hidup secara
individual. Manusia selalu bergantung satu dengan yang lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial
yang membutuhkan bantuan orang lain. Dengan
mengembangkan dukungan sosial dapat merubah kepribadian
seseeorang untuk memiliki rasa simpati, empati, dan kasih
sayang terhadap sesama. Dukungan sosial merupakan indikator
penting bahwa seseorang itu saling mencintai, disukai, dihormati
dan dihargai (Cobb dalam Bilgin & Tas, 2018).
b. Faktor-faktor Dukungan Sosial
1) Faktor internal yang mempengaruhi dukungan sosial
(Rokhmatika & Darminto, 2013).
a) Persepsi adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang
bertindak sebagai penerima dukungan sosial dari orang lain.
b) Pengalaman pribadi, pengalaman adalah segala sesuatu
yang terjadi dalam kesadaran organisme individu pada suatu
peristiwa tertentu.
2) Faktor eksternal menurut Brown, (2018) adalah faktor yang
berasal dari luar diri seseorang yang mempengaruhi kehidupan
sosialnya, kesejahteraan sosial dan kesehatan mental. Dukungan
sosial bisa didapatkan dari faktor lingkungan terdekat, yakni dari
keluarga, teman sebaya, teman kerja, dan pasangan.
3) Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah
sebagai berikut:
a) Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan
sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, dan
pangan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan
14

fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat


dukungan sosial.
b) Kebutuhan sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang
lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak
pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang
mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu
ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan
masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk
memberikan penghargaan.
c) Kebutuhan psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di
dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan
religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain.
Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah
baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan
cenderung mencari dukungan sosial, Stanley (2012).
c. Manfaat Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang
diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya.
Diharapkan dengan adanya dukungan sosial maka seseorang akan
merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Adanya pemberian
dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan mengatasi
rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya.
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
kepada individu dapat dilihat bagaimana dukungan sosial
mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan. 
Lieberman (2010) mengemukakan bahwa secara teoritis
dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat
mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul,
interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah
15

persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan
mengurangi potensi munculnya kecemasan. Dukungan sosial juga
dapat mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian
yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri
mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dengan begitu
memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan
kecemasan dan efeknya. Pada derajat dimana kejadian yang
menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan diri dan
dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu. 
d. Sumber Dukungan Sosial
Sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari
lingkungan sekitarnya. Namun, perlu diketahui seberapa banyak
sumber dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan.
Sumber dukungan sosial merupakan aspek yang paling penting
untuk diketahui dan dipahami. Dengan pengetahuan dan pemahaman
tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa yang akan mendapatkan
dukungan sosial sesuai dengan situasi dan keinginannya yang
spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi
kedua belah pihak.
Sumber dukungan sosial bisa bersumber dari partner atau
pasangan, anggota keluarga, kawan, kontak sosial, masyarakat,
teman sekelompok, komunitas religi, dan teman kerja saat ditempat
kerja, Taylor (2009). Sedangkan menurut Goldberger & Breznitz
(dalam Apollo, 2012) berpendapat bahwa sumber dukungan sosial
adalah orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan
hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga.
Sumber – sumber dukungan sosial dapat dikelompokkan,
yaitu dukungan sosial yang berasal dari :
1) Hubungan profesional, yakni bersumber dari orang-orang yang
ahli dibidangnya. Seperti : konselor, psikiater, psikolog, dokter
maupun pengacara.
16

2) Hubungan non professional, yakni dukungan sosial yang


bersumber dari orang-orang terdekat. Seperti : teman, keluarga,
dan lain-lain, Gottlieb (dalam Maslihah, 2010).
2. Konsep Stres
a. Pengertian Stres
Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi/respon tubuh
terhadap stressor psikososial tekanan mental/beban kehidupan
(Priyoto, 2014). Stres adalah respon individu terhadap keadaan atau
kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan
mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya. Stres
sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan. Kondisi
stres terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan yang dihadapi
individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut.
Individu membutuhkan energi yang cukup untuk menghadapi situasi
stres agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka (Evanjeli, 2012).
Menurut Sarafino dan Timothy (2012) mengatakan bahwa
sebagai kondisi yang disebabkan adanya interaksi antara individu
dengan lingkungan sehingga menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutantuntutan, berasal dari situasi yang bersumber pada sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres muncul sebagai
akibat dari adanya tuntutan yang melebihi kemampuan individu
untuk memenuhinya. Seseorang yang tidak bisa memenuhi tuntutan
kebutuhan, akan merasakan suatu kondisi ketegangan dalam diri.
Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian, akan
berkembang menjadi stres.
Secara garis besar ada empat pandangan mengenai stress,
yaitu: stres merupakan stimulus, stres merupakan respon, stres
merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan, dan stress
sebagai hubungan antara individu dengan stressor, (Kaplan HI,
2010) :
17

1) Stres Sebagai Stimulus


Menurut konsepsi ini stres merupakan stimulus yang ada
dalam lingkungan (environment). Individu mengalami stres bila
dirinya menjadi bagian dari lingkungan tersebut.
2) Stres Sebagai Respon
Konsepsi kedua mengenai stres menyatakan bahwa stress
merupakan respon atau reaksi individu terhadap stressor.
Respon individu terhadap stressor memiliki dua komponen,
yaitu: komponen psikologis, misalnya terkejut, cemas, malu,
panik, nerveus, dst. dan komponen fisiologis, misalnya denyut
nadi menjadi lebih cepat, perut mual, mulut kering, banyak
keluar keringat dst. respon-repons psikologis dan fisiologis
terhadap stressor disebut strain atau ketegangan (Lumban Gaol,
2016).
3) Stres Sebagai Interaksi antara Individu dengan Lingkungan
Menurut pandangan ketiga, stress sebagai suatu proses
yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi
hubungan antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara
manusia dan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut
sebagai hubungan transaksional. Dalam konteks stres sebagai
interaksi antara individu dengan lingkungan, stres tidak
dipandang sebagai stimulus maupun sebagai respon saja, tetapi
juga suatu proses di mana individu juga merupakan pengantara
(agent) yang aktif, yang dapat mempengaruhi stressor melalui
strategi perilaku kognitif dan emosional.
4) Stres Sebagai Hubungan antara Individu dengan Stressor
Stres bukan hanya dapat terjadi karena faktor-faktor yang
ada di lingkungan. Bahwa stressor juga bisa berupa faktor-faktor
yang ada dalam diri individu, misalnya penyakit jasmani yang
dideritanya, konflik internal, dst. Oleh sebab itu lebih tepat bila
stres dipandang sebagai hubungan antara individu dengan
18

stressor, baik stressor internal maupun eksternal. Menurut


Maramis, stress dapat terjadi karena frustrasi, konflik, tekanan,
dan krisis :
a) Frustrasi merupakan terganggunya keseimbangan psikis
karena tujuan gagal dicapai.
b) Konflik adalah terganggunya keseimbangan karena individu
bingung menghadapi beberapa kebutuhan atau tujuan yang
harus dipilih salah satu.
c) Tekanan merupakan sesuatu yang mendesak untuk
dilakukan oleh individu. Tekanan bisa datang dari diri
sendiri, misalnya keinginan yang sangat kuat untuk meraih
sesuatu. Tekanan juga bisa datang dari lingkungan.
d) Krisis merupakan situasi yang terjadi secara tiba-tiba dan
yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan.
b. Tingkat Stres
Menurut bentukknya, stres dibagi menjadi dua yaitu distres
dan eustres. Distres merupakan bentuk stres negatif yang dapat
mengganggu, merusak dan merugikan. Keadaan ini dapat muncul
bila individu tidak mampu mengatasi keadaan emosinya. Ciri-ciri
individu yang mengalami distres yaitu mudah marah, cepat
tersinggung, sulit berkonsentrasi, sukar mengambil keputusan,
pelupa, pemurung, tidak energik dan cepat bingung. Sebaliknya,
eustres adalah bentuk stres yang positif. Keadaan stres yang
menimpa individu dapat dikelola dengan baik dan justru memberi
manfaat dan semangat positif dalam menghadapi suatu kejadian atau
mencapai sesuatu (Atziza, 2015).
Menurut gejalanya stres dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Stres Ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi setiap orang
secara teratur, seperti banyak tidur, kemacetan lalu lintas,
kritikan dari atasan. Situasi stres ringan berlangsung beberapa
19

menit atau jam saja. Ciri-ciri stres ringan yaitu semangat


meningkat, penglihatan tajam, energy meningkat namun
cadangan energinya menurun, kemampuan menyelesaikan
pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab,
kadangkadang terdapat gangguan sistem seperti pencernaan,
otak, perasaan tidak santai. Stres ringan berguna karena dapat
memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lbih tangguh
menghadapi tantangan hidup.
2) Stres Sedang
Stres sedang berlangsung lebih lama daripada stress
ringan. Penyebab stres sedang yaitu situasi yang tidak
terselesaikan dengan rekan, anak yang sakit, atau ketidakhadiran
yang lama dari anggota keluarga. Ciri-ciri stres sedang yaitu
sakit perut, mules, otot-otot terasa tengang, perasaan tegang,
gangguan tidur, badan terasa ringan.
3) Stres Berat
Stres berat adalah situasi yang lama dirasakan oleh
seseorang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa
bulan, seperti perselisihan perkawinan secara terus menerus,
kesulitan financial yang berlangsung lama karena tidak ada
perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat tinggal
mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik,
psikologis sosial pada usia lanjut. Ciri-ciri stres berat yaitu sulit
beraktivitas, gangguan hubungan sosial, sulit tidur, negatifistic,
penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan meningkat,
tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, gangguan sistem
meningkatm perasaan takut meningkat (Priyoto 2014).
c. Dampak Stres
Stres pada dosis yang kecil dapat berdampak positif bagi
individu. Hal ini dapat memotivasi dan memberikan semangat untuk
menghadapi tantangan. Sedangkan stres pada level yang tinggi dapat
20

menyebabkan depresi, penyakit kardiovaskuler, penurunan respon


imun, dan kanker (Jenita DT Donsu, 2017).
Dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1) Sifat stressor, pengetahuan individu tentang bagaimana cara
mengatasi dan darimana sumber stressor tersebut serta besarnya
pengaruh stressor pada individu tersebut, membuat dampak
stress yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda.
2) Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu
dalam waktu bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap
menerima akan menimbulkan perilaku yang tidak baik.
Misalnya marah pada hal-hal yang kecil.
3) Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima
stressor yang sama. Semakin sering individu mengalami hal
yang sama maka akan timbul kelelahan dalam mengatasi
masalah tersebut.
4) Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang
terdahulu mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
5) Tingkat perkembangan, artinya tiap individu memiliki tingkat
perkembangan yang berbeda.
d. Faktor- faktor yang Menyebabkan Stres
Menurut Gea, (2011) Faktor yang mempengaruhi Stres
Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang
disebut stressor, begitupula dengan stress, seseorang bisa terkena
stress karena menemui banyak masalah dalam kehidupannya. Seperti
yang telah diungkapkan di atas, stress dipicu oleh stressor.
Tentunya stressor tersebut berasal dari berbagai sumber,
yaitu:
1) Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu:
a) Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa
lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap
21

prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman


kelompok dalam masyarakat tersebut. Tuntutan inilah yang
dapat membuat individu tersebut harus selalu berlaku positif
sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan
tersebut.
b) Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan
yang sesuai dengan keinginan orang tua untuk memilih
jurusan saat akan kuliah, perjodohan dan lain-lain yang
bertolak belakang dengan keinginannya dan menimbulkan
tekanan pada individu tersebut.
c) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK),
tuntutan untuk selalu update terhadap perkembangan zaman
membuat sebagian individu berlomba untuk menjadi yang
pertama tahu tentang hal-hal yang baru, tuntutan tersebut
juga terjadi karena rasa malu yang tinggi jika disebut
gaptek.
2) Diri sendiri
a) Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan
yang ingin dicapai.
b) Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk
terus-menerus menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai
dengan perkembangan.
3) Pikiran
a) Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan
dan pengaruhnya pada diri dan persepsinya terhadap
lingkungan.
b) Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara
penyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang
bersangkutan.
22

e. Jenis-jenis Stres
Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan sumbernya
memiliki banyak keragaman, sehingga dapat disimpulkan stress yang
dihasilkan beragam pula. Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti,
berdasarkan penyebabnya stress dapat digolongkan menjadi:
1) Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu
tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang,
atau tersengat arus listrik.
2) Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat
beracun, hormone, atau gas.
3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit
yang menimbulkan penyakit.
4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi
jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi
tubuh tidak normal.
5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi
hingga tua.
f. Cara Mengatasi Stres
1) Prinsip Homeostatis.
Stres merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan
dan cenderung bersifat merugikan. Oleh karena itu setiap
individu yang mengalaminya pasti berusaha mengatasi masalah
ini. Hal demikian sesuai dengan prinsip yang berlaku pada
organisme, khususnya manusia, yaitu prinsip homeostatis.
Menurut prinsip ini organisme selalu berusaha mempertahankan
keadaan seimbang pada dirinya. Sehingga bila suatu saat terjadi
keadaan tidak seimbang maka akan ada usaha
mengembalikannya pada keadaan seimbang.
Prinsip homeostatis berlaku selama individu hidup. Sebab
keberadaan prinsip pada dasarnya untuk mempertahankan hidup
23

organisme. Lapar, haus, lelah, dll, merupakan contoh keadaan


tidak seimbang. Keadaan ini kemudian menyebabkan timbulnya
dorongan untuk mendapatkan makanan, minuman, dan untuk
beristirahat. Begitu juga halnya dengan terjadinya ketegangan,
kecemasan, rasa sakit, dst, mendorong individu yang
bersangkutan untuk berusaha mengatasi ketidak seimbangan ini.
2) Proses Coping terhadap stress, upaya mengatasi atau mengelola
stress dewasa ini dikenal dengan proses coping, Gea (2011).
3. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan
kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability,
maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat
fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis
seperti autism dan ADHD, Dinie (2016).
Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-
kembang normal dan abnormal, pada anak berkebutuhan khusus
bersifat abnormal, yaitu terdapat penundaan tumbuh kembang yang
biasanya tampak di usia balita seperti baru bisa berjalan di usia 3
tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan
khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul
(absent) sesuai usia perkembangannya seperti belum mampu
mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat
penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau
membeo pada anak autis (Dinie, 2016). Istilah berkebutuhan khusus
secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap mempunyai
kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal
umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku
sosialnya (Abdullah, 2013).
24

Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari


kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap.
Menurut (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut: Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan
(yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas
sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya
digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan atau
ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau
fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu
ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang
normal pada individu (Dinie, 2016).
b. Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus,
dilihat dari waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga
klasifikasi, yaitu kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan
penyebab yang terjadi setelah lahir, Dinie (2016).
1) Pre-Natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau
sebelum proses kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan oleh
faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan, atau faktor
eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami pendarahan bisa
karena terbentur kandungannya atau jatuh sewaktu hamil, atau
memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan akibat
janin yang kekurangan gizi.
Berikut adalah hal-hal sebelum kelahiran bayi yang dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi:
a) Infeksi Kehamilan.
Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis
yang berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal
25

rubella/morbili/campak Jerman dan virus retrolanta


Fibroplasia-RLF.
b) Gangguan Genetika
Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan
kromosom, transformasi yang mengakibatkan keracunan
darah (Toxaenia) atau faktor keturunan.
c) Usia Ibu Hamil (high risk group)
Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan kelainan pada
bayi adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan
terlalu tua, yaitu di atas 40 tahun. Usia yang terlalu muda
memiliki organ seksual dan kandungan yang pada dasarnya
sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara
psikologis belum siap terutama dari sisi perkembangan
emosional sehingga mudah stres dan depresi. Wanita
dengan usia di atas 40, sejalan dengan perkembangan jaman
dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup yang
tidak sehat, bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut
tidak sehat dan mudah terinfeksi penyakit.
d) Keracunan Saat Hamil
Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan
janin yang kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat
besi /timbal misalnya dari hewan laut seperti mengkonsumsi
kerang hijau dan tuna instant secara berlebihan. Selain itu,
penggunaan obat-obatan kontrasepsi ketika wanita
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seperti
percobaan abortus yang gagal, sangat memungkinkan bayi
lahir cacat.
e) Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis).
Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang
tertular oleh pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat
bakteri dari lingkungan (sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB
26

ini harus mendapatkan perawatan khusus dan rutin. Pada


ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat mengganggu
metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh
tidak sempurna.
f) Infeksi karena penyakit kotor.
Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit
kelamin/sipilis yang bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin
yang terkena infeksi penyakit sipilis ini dapat menyebabkan
tubuh ibu menjadi lemah dan mudah terkena penyakit
lainnya yang dapat membahayakan bagi janin dan ibu.
g) Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti
bulu kucing), trachoma dan tumor. Penyakit penyakit
tersebut tergolong penyakit yang kronis namun
perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai
obat imunitas, seperti pada ibu yang sudah diketahui
tubuhnya mengandung virus toxoplasma, maka sebelum
kehamilan dapat diimunisasi agar virus tersebut tidak
membahayakan janin kelak.
h) Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen
pada calon bayi. Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan
kondisi bayi, terutama jika berbeda dengan bapak. Kelainan
lainnya adalah ibu yang terjangkit virus yang bisa
menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga
pertumbuhan otak janin terganggu.
i) Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu.
Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat
ketegangan saat melahirkan pada kehamilan sebelumnya,
syndrome baby blue, yaitu depresi yang pernah dialami ibu
akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan pada
kandungan saat kehamilan.
27

j) Penggunaan sinar X
Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent,
atau terkena sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan
kecacatan pada bayi karena merusak sel kromosom janin.
2) Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada
saat proses kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses
kelahiran. Misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang
salah, persalinan yang tidak spontan, lahir prematur, berat badan
lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis.
Berikut adalah hal-hal yang dapat mengakibatkan kecacatan
bayi saat kelahiran:
a) Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen
(Aranatal noxia).
Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti
10 bulan atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat.
Hal ini dapat terjadi karena cairan ketuban janin yang
terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang
membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih
cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat
kecacatan, apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat
badan ketika kelahiran. Bayi lahir di usia matang yaitu
kurang lebih 40 minggu jika memang sudah sempurna
pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum
tumbuh sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi
ketika lahir. Bayi yang ketika lahir tidak langsung dapat
menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban,
cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan
pernafasan, atau akibat proses kelahiran yang tidak
sempurna sehingga kepala bayi terlalu lama dalam
kandungan sementara tubuhnya sudah keluar dan bayi
28

menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan


bayi kekurangan oksigen.
b) Kelahiran dengan alat bantu.
Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat
menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya
menggunakan vacum, tang verlossing.
c) Pendarahan.
Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa,
yaitu jalan keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga
ketika janin semakin membesar, maka gerakan ibu dapat
membenturkan kepala bayi pada plasenta yang mudah
berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi dipaksa
lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa
terjadi karena ibu terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV,
kista).
d) Kelahiran sungsang.
Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih
dahulu. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong
bahkan tangan yang keluar dulu. Ibu bisa melahirkan
bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat apapun, namun
ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala yang
lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat
kematian bayi dan ibu. Ketika posisi bayi sungsang,
biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi
caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan kematian
bayi.
e) Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi
sefalopelvik)
Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau
tulang pelvik, dapat menekan kepala bayi saat proses
29

kelahiran. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan operasi


caesar saat melahirkan.
3) Pasca-natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan
sebelum usia perkembangan selesai (kurang lebih usia 18
tahun). Ini dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan, tumor
otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah hal-hal yang
dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi:
a) Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis,
enchepalitis), diabetes melitus, penyakit panas tinggi dan
kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media), malaria
tropicana. Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-
penyakit kronis yang bisa disembuhkan dengan pengobatan
yang intensif, namun jika terkena pada bayi maka dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di
tahun-tahun pertama kehidupan (golden age).
b) Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi).
Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat dibutuhkan bayi
setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di
6 bulan pertama, dan makanan penunjang dengan gizi
seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi atau
malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan terhambat
dan bayi dapat mengalami kecacatan mental.
c) Kecelakaan.
Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat
mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak
sebagai organ utama kehidupan manusia jika mengalami
kerusakan maka dapat merusak pula sistem/fungsi tubuh
lainnya.
30

d) Keracunan.
Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan
dan minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh
bayi lemah maka dapat meracuni secara permanen. Racun
bisa berasal dari makanan yang kadaluarsa/busuk atau
makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun yang
menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan
menyebabkan kecacatan pada bayi.
c. Macam-macam Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education
Act Amandements yang dibuat pada tahun (1997) dan ditinjau
kembali pada tahun (2004): secara umum, klasifikasi dari anak
berkebutuhan khusus adalah:
1) Anak dengan Gangguan Fisik:
a) Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak
berfungsi (blind/low vision) sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.
b) Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau
sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang
mampu berkomunikasi secara verbal.
c) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat
yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).
2) Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:
a) Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
b) Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut
tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara,
artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang
mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa.
31

c) Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan


tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi
neurologis dengan gejala utama tidak mampu
mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
3) Anak dengan Gangguan Intelektual:
a) Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami
hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental
intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun
sosial.
b) Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang
memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi
belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar
70-90).
c) Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara
nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik
khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis
dan berhitung atau matematika.
d) Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau
kemampuan dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang
memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas
anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata,
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
e) Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang
disebabkan oleh adanya gangguan pada system syaraf pusat
yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku.
32

f) Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai


kelebihan khusus yang tidak dimiliki manusia pada
umumnya (Dinie, 2016).
4. Stres Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus
Peranan ibu sangat penting bagi perkembangan anak secara
keseluruhan karena ibu dapat memberikan stimulasi pada tumbuh
kembang anak secara menyeluruh dalam aspek fisik, mental, dan sosial.
Peran ibu diantaranya adalah pembentukan kepribadian anak,
menumbuhkan perasaan mencintai dan mengasihi pada anak melalu
interaksi yang melibatkan sentuhan fisik dan kasih sayang,
menumbuhkan kemampuan berbahasa pada anak melalui kegiatan-
kegiatan bercerita, serta melalui kegiatan yang lebih dekat dengan anak
(Farhiana, 2016).
Ibu adalah orang pertama yang mengajak anak untuk
berkomunikasi, sehingga anak mengerti bagaimana cara berinteraksi
dengan orang lain menggunakan bahasa. Stres yang dialami oleh figur
ibu dalam mengasuh anak yang berkebutuhan khusus disebut stres
pengasuhan, yang didefinisikan sebagai kecemasan dan ketegangan
berlebihan yang secara khusus terkait dengan peran orang tua dan
interaksi orang tua dengan anak. Stres yang dialami oleh ibu ternyata
tidak hanya disebabkan oleh permasalahan perilaku anak saja tetapi juga
disebabkan oleh adanya perasaan pesimis ibu akan masa depan anak
(Littlejohn, 2009).
Keluarga yang banyak memberikan dukungan terhadap keluarganya
maka akan semakin sehat kehidupan seseorang tersebut. Menurut House
(1985) bahwa ada empat aspek dukungan yaitu: dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan
informatif, (Hendrikus Novanolo Laila 2010).
33

B. Landasan Teori
Dukungan adalah mangadakan atau menyediakan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, serta memberikan dorongan atau
pengobatan semangat dan nasihat kepada orang lain dalam satu situasi dalam
mengambil keputusan. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup
sendiri (Marni & Yuniawati, 2015)
Dukungan sosial merupakan hadirnya orang-orang tertentu yang
secara pribadi memberikan nasehat, motivasi, arahan dan menunjukkan jalan
keluar ketika individu mengalami masalah dan pada saat mengalami kendala
dalam melakukan kegiatan secara terarah guna mencapai tujuan (Bastaman,
dalam Fatwa, 2014). Dukungan sosial sangatlah penting untuk dipahami
karena dukungan sosial menjadi sangat berharga ketika individu mengalami
suatu masalah oleh karena itu individu yang bersangkutan membutuhkan
orang-orang terdekat yang dapat dipercaya untuk membantu dalam mengatasi
permasalahannya tersebut. Dukungan sosial berperan penting dalam
perkembangan manusia. Misalnya, orang yang relasi yang baik dengan orang
lain, maka orang tersebut memiliki mental dan fisik yang baik, kesejahteraan
subjektif tinggi, dan tingkat morbiditas dan mortalitas yang rendah (David &
Oscar, 2017).
Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi/respon tubuh terhadap
stressor psikososial (tekanan mental/beban kehhidupan (Priyoto, 2014). Stres
adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres
(stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menanganinya. Stres sebagai kondisi individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan. Kondisi stres terjadi karena ketidakseimbangan antara tekanan
yang dihadapi individu dan kemampuan untuk menghadapi tekanan tersebut.
Individu membutuhkan energi yang cukup untuk menghadapi situasi stres
agar tidak mengganggu kesejahteraan mereka (Evanjeli, 2012).
Menurut Dinie (2016) Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan
kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak
34

berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu


atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan
tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.

C. Kerangka Konsep

Stres Ringan
Dukungan Tingkat
Sosial Stress sedang
Stres

Stres Berat

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


(Marni & Yuniati, (2015), Atziza, (2015)
Keterangan :
= yang diteliti

Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan tentang


pengaruh dukungan sosial terhadap tingkat stress orang tua dari anak
berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.

D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara
dua variabel atau lebih yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan
dalam penelitian (Nursalam,2014)
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan
duga, atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan dukungan sosial terhadap tingkat stres ibu dari anak
berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.
Ho : Tidak ada hubungan dukungan sosial terhadap tingkat stress ibu dari
anak berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam
mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2010).
Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif,
dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian untuk
mengukur beberapa variabel dalam satu saat sekaligus. Maka dari penelitian
ini akan mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap tingkat stress orang
tua dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.

B. Variabel dan Definisi Operasional


Variabel adalah objek penelitian yang dijadikan sebagai sasaran
penelitian. Variabel tersebut juga sebagai gejala penelitian yang akan diteliti.
Variabel sebagai perlambang yang diulas untuk diolah, variabel merupakan
konstruk yang mempelajari variasi nilai. Variasi segala bentuk data, informasi
yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk dilakukan analisis data atau
kesimpulan (Sugiyono, 2013). Variabel merupakan apa yang dijadikan
perhatian penelitian, baik itu yang mengacu dengan teori dapat pula diartikan
sebagai atribut, sifat yang mendukung pada objek. Variabel bebas
(independen) dalam penelitian ini adalah dukungan sosial dan variabel terikat
(dependen) dalam penelitian ini adalah tingkat stres.
Variabel dibagi menjadi variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas adalah variabel yang menjadi penyebab terjadinya variabel terikat.
Variabel terikat atau variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas (variabel independen). Variabel terikat disebut juga sebagai
variabel konsekuen, kriteria, dan variabel output.

35
36

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Skala
Definisi Definisi Cara Alat Hasil
No Variabel varia
Konseptual Operasional ukur Ukur ukur
bel
1. Variabel Dukungan sosial Dukungan Mengguna Kuesioner 1.Dukunga Ordin
independe merupakan sosial dari kan n sosial al
n hadirnya orang- keluarga dan kuesioner rendah
Dukungan orang tertentu yang lingkungan dengan < 32
Sosial secara pribadi masyarakat 16 2.Dukunga
memberikan yang dapat pertanyaa n sosial
nasehat, motivasi, memberikan n, dengan sedang
arahan dan perhatian dan skala 33- 48
menunjukkan jalan motivasi yang 1-4 3.Dukunga
keluar ketika dirasakan oleh 1= tidak n sosial
individu mengalami ibu secara pernah tinggi
masalah dan pada langsung. 2= jarang > 48
saat mengalami 3= sering
kendala dalam 4= sangat
melakukan kegiatan sering
secara terarah guna
mencapai tujuan
(Bastaman, dalam
Fatwa, 2014).
2. Variabel Stres adalah respon Keadaan ibu Mengguna Kuesioner Skor Ordin
dependen individu terhadap yang memiliki kan tingkat al
Tingkat keadaan atau anak kuesioner stres :
Stres kejadian yang berkebutuhan dengan 1. Stres
memicu stres khusus akan 10 ringan 0 –
(stressor), yang mengalami pertanyaa 13
mengancam dan stress yang n, dengan 2. Stres
mengganggu dipengaruhi skala sedang 14
kemampuan dari lingkungan 0-4 – 26
seseorang untuk atau keluarga. 0 = Tidak 3. Stres
menanganinya. pernah berat 27 –
Stres sebagai 1= 40
kondisi individu Hampir
yang dipengaruhi tidak
oleh lingkungan pernah (1
Individu – 2 kali)
membutuhkan 2=
energi yang cukup Kadang -
untuk menghadapi kadang (3
situasi stres agar – 4 kali)
tidak menggangu 3 =
kesejahteraan Hampir
mereka (Evanjeli, sering (5
2012). – 6 kali)
4 = Sangat
sering (>
6 kali)
37

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan seluruh objek atau subjek yang memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu yang sudah di tentukan oleh peneliti
sebelumnya. Populasi bersifat homogeny. Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas
dan karakter tertentu yang telah ditentukan untuk menarik kesimpulan
(Sugiyono, 2013). Populasi dapat disimpulkan sebagai objek atau subjek
yang berada pada suatu wilayah yang telah memenuhi syarat penelitian,
termasuk dalam populasi target yang bersifat domain. Populasi target
mempunyai sumber data yang memiliki batasan, sehingga dapat
diperhitungkan sejauh mana batasannya. Populasi terjangkau merupakan
bagian dari populasi yang dapat dieksplore oleh peneliti. Populasi
terjangkau dibatasi oleh tempat dan waktu, dimana sampel yang terpilih
akan dijadikan subjek penelitian. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013). Sampel dalam ilmu
keperawatan ditentukan oleh kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel
kriteria inklusi yaitu subjek penelitian yang mewakili sampel penelitian
yang memenuhi kriteria sampel. Kriteria eksklusi merupakan kriteria
yang menentukan subjek penelitian yang tidak dapat mewakili sebagai
sampel, karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel.
Metode sampel yang digunakan adalah secara non random
sampling menggunakan teknik accidental sampling yaitu penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang
orang yang kebetulan ditemui itu sesuai sebagai sumber data. Dalam
teknik accidental sampling, pengambilan sampel tidak ditetapkan
38

terlebih dahulu. Peneliti langsung saja mengumpulkan data dari unit


sampling yang ditemui (Dewantoro, 2019; Meidatuzzahra, 2019).
Setelah dilakukan penelitian mendapatkan responden sebanyak 31
orang, karena pada saat penelitian ada yang tidak memenuhi kriteria yang
sudah ditentukan oleh peneliti.
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai
sampel (Notoatmodjo, 2010).
1) Ibu dari anak berkebutuhan khusus yang berumur 6-12 tahun.
2) Ibu yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Eklusi
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi yang disebabkan oleh berbagai alasan
(Nursalam, 2013).
1) Ibu yang tidak ada ditempat pada saat penelitian.
2) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden.

D. Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
a. Data Primer
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian
yang dilakukan dengan cara membagikan angket kuesioner dengan
syarat kesediannya untuk menjadi responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber –
sumber yang telah ada. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
dari SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari yaitu sebanyak 31
responden.
39

2. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini berbentuk kuesioner. Kuesioner tentang dukungan sosial terhadap
tingkat stres dan responden hanya men chek list di setiap pertanyaan yang
ada, menggunakan kuesioner yang sudah baku untuk dukungan sosial
dan tingkat stress.
Skala dukungan sosial dikembangkan berdasarkan kategori
dukungan sosial House (1983) sebanyak 16 item, yaitu dukungan
emosional sebanyak 3 item, dukungan penghargaan sebanyak 4 item,
dukungan instrumental sebanyak 5 item, dan dukungan informative
sebanyak 4 item.
Tabel 3.2 Teknik Pengisian Kuesioner

Skala Kategorisasi
No. Kategori Definisi No item
Pengukuran Hasil Ukur

Dukungan yang 1: Tidak Pernah Dukungan


berhubungan dengan 2: Jarang sosial rendah <
Dukungan hal yang bersifat 3: Sering 32
1. 1-3
Emosional emosional atau menjaga 4: Sangat Sering Dukungan
kedaan emosi, afeksi sosial sedang:
atau ekspresi. 33-48
Dukungan ini terjadi Dukungan
lewat ungkapan hormat sosial tinggi
(penghargaan) positif >48
bagi orang itu,
dorongan maju atau
Dukungan
2. persetujuan dengan 4-7
Penghargaan
gagasan atau perasaan
individu, dan
perbandingan positif
antara orang itu dan
orang lain.
Dukungan ini
merupakan pemberian
Dukungan sesuatu berupa bantuan
3. 8-12
Instrumen nyata (tangibleaid) atau
dukungan alat
(instrumentalaid).
Dukungan informatif
Dukungan
4. berarti memberi solusi 13-16
Informatif
pada suatu masalah.

Alat ukur untuk mengetahui tingkat stres pada orang tua yang
memiliki anak ABK dalam penelitian ini menggunakan skala Perceived
Stress Scale 10 (PSS-10). Skala ini terdapat 10 item yang disusun oleh
40

Sheldon Cohen (1994) yang berisi tentang perasaan tidak terprediksi


(feeling of unpredictability) item 1, perasaan tidak terkontrol (feeling of
uncontrollability) item 2,6,9 dan perasaan tertekan (feeling of
overloadded) item 3 dan 10.
Jawaban setiap item yang digunakan dalam skala likert. Dengan
alternatif jawaban “tidak pernah”, “jarang”, “sering”, dan “sangat
sering”. Pada kuesioner yang menjawab pertanyaan tidak pernah diberi
nilai 4, jarang diberi nilai 3, sering diberi nilai 2, dan yang menjawab
pertanyaan sangat sering diberi nilai 1.
Kriteria Dukungan Sosial :
a. Dukungan sosial rendah : Jika skor < 32
b. Dukungan sosial sedang : Jika skor 33 - 48
c. Dukungan sosial tinggi : Jika skor > 48
Kriteria Tingkat Stres :
a. Ringan : 0 – 13 stres ringan
b. Sedang : 14 – 26 stres sedang
c. Berat : 27 – 40 stres berat

E. Uji Validitas dan Reliabilitas


Uji validitas adalah suatu indeks yang menggambarkan atau
menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang akan diukur yaitu
dengan menggunakan teknik korelasi yang dipakai adalah “Product Moment”.
Sedangkan, uji reliabilitas adalah hal yang menunjukan pada satu pengertian
bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2013).
Kuesioner dukungan sosial merupakan kuesioner yang sudah baku
diambil dari penelitian, Kurnia dkk (2019) yang terdiri dari 16 item
pertanyaan yang sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Setelah
dilakukan uji validitas terdapat 16 item dinyatakan valid dengan nilai ≥544
dan nilai koefisien reliabilitas alpha cronbach 0,936. Hasil ini menunjukkan
instrumen valid dan reliabel untuk digunakan sebagai skala ukur.
41

Kuesioner tingkat stres merupakan kuesioner yang sudah baku


diambil dari penelitian, Kurnia dkk (2019) yang teridiri dari 10 item
pertanyaan, menggunakan skala Perceived Stress Scale (PSS-10) telah
dilakukan uji validitas oleh Cohen (1994) dinyatakan valid dan reliabel
dengan koefisien Chronbach Alpha sebesar 0,85. Penelitian Andreou et al.
(2011) dalam penelitiannya menguji kembali instrumen PSS-10 dengan hasil
koefisien Chronbach Alpha sebesar 0,82. Hasil ini menunjukkan instrumen
valid dan reliabel untuk digunakan sebagai skala ukur.
Instrumen pada penelitian ini tidak dilakukan uji Validitas dan
Reliabilitas karena menggunakan instrument yang sudah baku yang sudah
dilakukan uji Validitas dan Reliabilitas oleh peneliti Kurnia, R. T. R., Putri,
A. M., & Fitriani, D (2019).

F. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2021, dimulai
dengan penulis meminta surat-surat perizinan peneliti yaitu surat surat
izin penelitian dari program Studi S1 keperawatan dan kantor Kesatuan
Bangsa dan Politik (KESBANGPOL), kemudian setelah mendapatkan
izin tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Setelah mendapatkan izin dari kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
(KESBANGPOL), sebulan kemudian melakukan penelitian di SLB
ABC Muhammadiyah Banjarsari, yang pertama menentukan ibu
yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) dari umur 6 sampai
12 tahun yang akan diteliti, selanjutnya penulis memberikan
kuesioner kepada responden untuk diisi pada saat itu, penulis
kembali mengambil kuesioner yang sudah diisi responden.
Satuminggu kemudian mendapatkan responden sebanyak 31
responden yang memenuhi kriteria dari peneliti.
42

b. Setelah dilakukan penelitian, penulis langsung mengolah dan


menganalisa data menggunakan teknik komputerisasi selama 3 hari
menggunakan aplikasi SPSS untuk menganalisa data tersebut.
c. Selanjutnya setelah data dianalisis penulis mulai pada pembuatan
laporan.
3. Tahap Penyelesaian Penelitian
Setelah data diolah dan dianalisis maka dilakukan penyajian hasil
olahan data tersebut yang diinterpretasikan dalam bentuk laporan,
kemudian dilakukan pembahasan dari hasil temuan serta ditarik
kesimpulan dan saran yang mengacu pada hasil penelitian yang telah
dilakukan.

G. Pengolahan dan Analisis Data


1. Metode Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini dengan
cara:
a. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
terkumpul. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengecekan
terlebih dahulu kelengkapan jawaban responden dari pertanyaan-
pertanyaan dalam instrumen dari setiap sub variabel, setelah
melakukan pengecekan kemudian data dimasukan kedalam
perangkat komputer.
b. Pemberian Kode (Coding)
Koding adalah pemberian kode pada data yang berskala
nominal dan ordinal. Kode tersebut berupa angka/ numerik/ nomor,
bukan simbol atau gambar karena hanya angka yang dapat dioleh
secara statistik menggunakan bantuan komputer. Dalam penelitian
ini peneliti melakukan pengkodean pada program aplikasi spss
tentang dukungan sosial terhadap tingkat stres dengan menggunakan
kode untuk dukungan sosial rendah 3, dukungan sosial sedang 2 dan
43

untuk dukungan sosial tinggi 1. Kategori tingkat stress berarti stres


berat 3, stress sedang 2, dan stress ringan 1.
c. Pemasukan Data (Entry)
Entry adalah memasukkan data ke dalam komputer yang telah
diberikan kode. Setelah editing, coding, jawaban sudah rapih dan
memadai selanjutnya dilakukan entry data dengan komputer.
Sebelumnya data mentah di masukan dulu kedalam microsoft excel
untuk mendapatkan master tabel dari setiap item jawaban responden.
dan hasil jawaban responden berupa nilai skor tersebut dari setiap
sub variabel kemudian di jumlahkan, kemudian di intrepretasi data
tersebut apakah untuk kategori pengetahuan masuk dalam dukungan
sosial rendah, sedang, atau tinggi. Kategori tingkat stres masuk
dalam kategori ringan, sedang, atau berat. Setelah mendapatkan data
tersebut lalu masuklah ke dalam aplikasi spss dan memasukan data
dari setiap sub variabel tersebut agar mendapatkan data berupa
frekuensi kategori, persentase dari setiap kategori, dan dilakukan uji
chi square untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh atau tidak
dari dukungan sosial terhadap tingkat stress orang tua dari anak
berkebutuhan khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.
d. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di
entry apakah ada kesalahan atau tidak. Cara yang bisa dilakukan
adalah dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel
yang diteliti dan melihat kelogisannya, dan setelah dilakukan
pengecekan peneliti tidak menemukan kesalahan dalam memasukan
data, maka peneliti langsung melakukan pengolahan data untuk
mendapatkan data hasil penelitian berupa frekuensi, persentase dan
uji chi square.
e. Tabulating Data
Menyusun data adalah sebuah proses penyusunan data yang
selesai.dimasukan sedemikian rupa, sehingga memudahkan dalam
44

penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk tabel. Setelah data


tersebut selesai dientry dan dicleaning data tersebut dihitung sampai
keluar data berupa frekuensi, persentase dan hasil uji chi square dari
setiap kategori setelah itu data tersebut disajikan dalam bentuk tabel
agar pembaca mudah untuk memahaminya.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat,
yaitu analisis yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian.
Analisis dilakukan dengan menggunakan komputer untuk
mendapatkan frekuensi dari tiap-tiap variable (Sugiyono, 2013).
Menggunakan perhitungan analisis menurut Notoatmodjo
(2013) yaitu sebagai berikut:
f
P= x 100 %
n

Keterangan:
P : Persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah Sampel

b. Analisis Bivariat
Setelah dilakukan pendeskripsian tiap variabel selanjutnya
dilakukan analisa bivariat dengan fungsi untuk menentukan
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
yaitu untuk menentukan adanya pengaruh dukungan sosial terhadap
tingkat stress orang tua dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari. Penelitian ini menggunakan uji statistik
kai kuadrat (Chie Square) dengan tingkat kesalahan yang digunakan
adalah α < 0,05. Besarnya pengaruh pada setiap variabel independen
45

terhadap variabel dependen digunakan prevalen ratio dengan 95 %


CI.
Nilai p adalah nilai yang digunakan untuk keputusan uji
statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan α (alfa),
ketentuannya adalah:
1) Bila nilai p ≤ α maka keputusannya adalah Ho di tolak dan Ha
terima
2) Bila nilai p ≥ α maka keputusannya adalah Ho terima dan Ha
tolak

H. Etika Penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian / pengumpulan data dapat
dibedakan. Penelitian menggunakan etika sebagai berikut (Nursalam, 2017):
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan Penelitian harus dilaksanakan tanpa
mengakibatkan penderitaan kepada responden, sehingga tidak
menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi Partisipasi responden pada penelitian, harus
dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Responden
dapat diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau
informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-
hal yang dapat merugikan responden dalam bentuk apapun.
c. Risiko (benefits ratio) Peneliti sudah mempertimbangkan risiko dan
keuntungan yang berakibat kepada responden pada saat penelitian.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun
tidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap
kesembuhannya, jika mereka seorang klien.
46

b. Hak untuk mendapatkan jaminan


Jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) yaitu
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara terperinci serta
bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden.
c. Informed consent responden harus mendapatkan informasi secara
lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,
mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi
responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa
data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk mengembangan
ilmu.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair
treatment) Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum,
selama, dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya
diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan
dalam penelitian.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
Subjek mempuyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity)
dan rahasia (confidentiality).

I. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari
yang terletak di Jl. Kubangpari Rt/Rw 26/06 Dusun Mekarsari Kode Pos
46383, Cibadak, Kec. Banjarsari, Kab. Ciamis Prov. Jawa Barat. Sebelah
timur terdapat SMK Siliwangi AMS Banjarsari yang berjarak sekitar 90
m dari SLB ABC Muhammadiyah Ciamis, sedangkan di sebelah selatan
50 m dari SDN Kubangpari Cibadak Kec. Banjarsari.
47

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


2. Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksakan pada bulan Januari - Februari 2021 di
SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Proses Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
primer yaitu data yang langsung diperoleh dari objek penelitian yaitu
dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden
dan ditambah dengan mewawancarai responden yang memenuhi kriteria
sampel dalam penelitian. Responden diminta untuk menjawab sendiri
kuesioner tersebut tetapi sebelumnya responden diminta ketersediaannya
untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani pernyataan
ketersediaan menjadi responden. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
2. Karakteristik Responden
Distribusi frekuensi dan presentase karakteristik responden
meliputi gambaran usia, pendidikan ibu dari anak berkebutuhan khusus.
Berikut gambaran karakteristik responden:
a. Gambaran Usia Responden
Tabel 4.1 Gambaran Usia Responden
Usia Frekuensi Persentase (%)
30 – 40 Tahun 15 48,4
41 – 51 Tahun 10 32,3
52 – 62 Tahun 6 19,4
Total 31 100

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa


sebagian besar ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang
menjadi responden pada penelitian ini berusia sekitar 30 – 40 tahun
yaitu 15 orang (48,4%), 10 orang (32,3%) berusia 41 – 51 tahun dan
6 orang (19,4%) berusia 52 – 62 tahun. Usia

48
49

b. Gambaran Pendidikan Responden


Tabel 4.2 Gambaran Pendidikan Responden
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SD 8 25,8
SMP 6 19,4
SMA 17 54,8
Total 31 100

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas dapat diketahui bahwa


sebagian besar ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang
menjadi responden pada penelitian ini memiliki pendidikan SMA,
yaitu 17 orang (54,8%), 8 orang (25,8%) berpendidikan SD dan 6
orang (19,4%) berpendidikan SMP.
3. Analisa Data
a. Analisis Univariat
1) Gambaran Dukungan Sosial Responden
Tabel 4.3 Gambaran Dukungan Sosial Responden
Dukungan Sosial Frekuensi Persentase (%)
Rendah 8 25,8
Sedang 23 74,2
Total 31 100

Berdasarkan Tabel 4.3. di atas dapat diketahui bahwa


sebagian besar ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang
menjadi responden pada penelitian ini memiliki dukungan sosial
dalam kategori sedang yaitu 23 orang (74,2%) dan 8 orang
(25,8%) dukungan sosial rendah.
2) Gambaran Tingkat Stress Responden
Tabel 4.4 Gambaran Tingkat Stress Responden
Tingkat Stress Frekuensi Persentase (%)
Ringan 2 6,5
Sedang 10 32,3
Berat 19 61,3
Total 31 100

Berdasarkan Tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa


sebagian besar ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK) yang
50

menjadi responden pada penelitian ini memiliki tingkat stress


dalam kondisi berat yaitu 19 orang (61,3%), 10 orang (32,3%)
memiliki tingkat stress dalam kondisi sedang dan 2 orang
(6,5%) memiliki tingkat stress dalam kategori ringan.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan pada penelitian ini untuk
menjawab rumusan permasalahan, yaitu mengetahui pengaruh
dukungan sosial terhadap tingkat stress ibu dari anak berkebutuhan
khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari. Analisis bivariat
pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square.
Berikut hasil analisis bivariat pada penelitian ini disajikan pada table
4.5 di bawah ini :
Tabel 4.5. Hasil Analisis Uji Chi Square Pengaruh Dukungan
Sosial Terhadap Tingkat Stress Ibu dari Anak Berkebutuhan
Khusus
Dukungan Tingkat Stress Total
Sosial Ringan Sedang Berat Sig
F % F % F %
a. Rendah 0 0,0 0 0,0 8 100 8 0,033
b. Sedang 2 8,7 10 43,5 11 47,8 23
c. Tinggi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0
Total 2 10 19 31

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 8


responden yang memiliki dukungan sosial rendah, seluruhnya
(100%) memiliki tingkat stress dalam kategori berat. Selanjutnya
dari 23 responden yang memiliki dukungan sosial sedang, sebanyak
11 responden (47,8%) di antaranya memiliki tingkat stress dalam
kategori berat, 10 responden (43,5%) dalam kategori sedang dan
sisanya sebanyak 2 responden (8,7%) memiliki tingkat stress dalam
kategori ringan. Nilai signifikansi yang didapatkan adalah sebesar
0,033 < taraf signifikansi 0,05 yang menandakan bahwa hipotesis
penelitian diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan sosial terhadap tingkat
51

stress ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) di SLB


ABC Muhammadiyah Banjarsari.

B. Pembahasan
1. Gambaran Dukungan Sosial Ibu dari Anak Berkebutuhan Khusus di SLB
ABC Muhammadiyah Banjarsari
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
dukungan sosial ibu dari anak berkebutuhan khusus dalam kategori
sedang sebanyak 23 orang (74,2%) dan 8 orang (25,8%) dalam ketegori
dukungan sosial rendah. Dukungan sosial didapatkan oleh ibu berupa
dukungan informatif dan dukungan emosional dari keluarga atau orang
terdekat, dan lingkungan sekitar. Selain itu, dukungan sosial dapat
disebabkan oleh masih kurangnya interaksi responden dengan orang-
orang di sekitarnya, sehingga mereka kurang memahami kondisi yang
dialami responden, karena setiap individu memerlukan dukungan baik
secara moril, materil maupun sosial untuk bisa memotivasi diri individu
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam lingkungan sekitar,
masyarakat juga memberikan dukungan seperti kepedulian, pemberian
bantuan (bentuk dukungan materil), dukungan sosial yang diberikan oleh
lingkungan sekitar berdampak baik bagi ibu yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, karena dukungan sosial tersebut dapat mengurangi
perasaan cemas yang dirasakan oleh ibu, dapat menumbuhkan rasa
percaya diri dan dapat mengurangi tingkat stress yang dirasakan ibu dari
anak berkebutuhan khusus.
Hasil penelitian ini, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawati (2013) yang mengungkapkan bahwa sebagain besar ibu yang
memiliki anak berkebutuhan khusus, mendapatkan dukungan sosial
dalam kategori sedang yaitu sebanyak 65,7%. Akan tetapi hasil penelitian
ini, berbeda dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari et al
(2019) bahwa sebagian besar responden memiliki dukungan sosial dalam
kategori tinggi yaitu dengan persentase sebesar 61,5%. Begitu juga
52

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurnia et al (2019) yang


menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak dengan retardasi
mental, sebagian besar memiliki dukungan sosial dalam kategori tinggi
yaitu sebesar 88,5%.
Hasil analisis menunjukkan adanya dukungan sosial dalam
kategori sedang pada penelitian ini, menyatakan bahwa dukungan sosial
yang didapatkan oleh ibu dari orang terdekat masih ditemukan
ketidaksesuaian dengan yang dibutuhkan, sehingga masih dikatakan
kurang efektif. Hal ini dikarenakan, dukungan sosial yang efektif adalah
dukungan yang terdapat kesesuaian dengan masalah yang dihadapi.
Adanya ketidaksesuaian dukungan sosial tersebut, mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan individu itu sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh Hidayati (2016) mengungkapkan bahwa
terdapat tiga faktor yaitu potensi untuk menerima dukungan sosial,
potensi sumber dukungan sosial dan struktur jaringan dukungan sosial.
Pada penelitian ini, bahwa dukungan sosial yang sedang, disebabkan oleh
kurangnya potensi penyedia dukungan sosial yang ada di sebagian besar
jaringan sosial responden, yang mana keluarga, orang terdekat atau
lingkungan sekitar harus mempunyai kemauan untuk memberikan
dukungannya secara sukarela terhadap responden, sehingga dukungan
sosial yang didapatkan oleh ibu akan mengurangi perasaan cemas dan
gelisah tersebut. Adanya sumber yang tepat tersebut dapat menciptakan
dukungan sosial yang sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya tidak
mampu memberikan dukungan sosial yang tepat, sesuai dengan masalah
yang dihadapi, sehingga responden memiliki persepsi bahwa dukungan
sosial yang mereka dapatkan berada dalam kategori sedang.
Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) pada
penelitian ini, cukup mendapatkan bantuan dari orang terdekat,
lingkungan sekitar, dan anggota keluarga. Hal tersebut menunjukkan
bahwa keluarga dan lingkungan sekitar memiliki kepedulian untuk
membantu mengurangi beban ibu dari anak berkebutuhan khusus pada
53

penelitian ini. Dukungan sosial yang diterima oleh responden berupa


dukungan berupa materi, dukungan emosional, namun belum
mendapatkan dukungan penuh berupa informasi yang relevan atau solusi
yang dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah yang
seringkali responden alami dalam memberikan pengasuhan kepada anak.
Selain itu, pada penelitian ini tidak ditemukan adanya responden yang
memiliki dukungan sosial dalam kategori tinggi, menunjukkan bahwa
responden belum merasakan sepenuhnya pertolongan atau bantuan yang
diberikan oleh orang terdekat, yang mampu membantu mengatasi setiap
permasalahan yang dihadapi dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.
2. Gambaran Tingkat Stress Ibu dari Anak Berkebutuhan Khusus di SLB
ABC Muhammadiyah Banjarsari
Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa tingkat stress yang
dialami ibu dari anak berkebutuhan khusus sebagian besar adalah dalam
kategori berat yaitu sebanyak 19 orang (61,3%), sebanyak 10 orang
(32,3%) memiliki tingkat stress dalam kondisi sedang dan 2 orang (6,5%)
memiliki tingkat stress dalam kategori ringan. Tingkat stress yang berat
menunjukkan bahwa ibu memiliki tekanan stress secara fisik, psikis dan
perilaku. Ibu yang memiliki tingkat stress berat, perlu diberikan motivasi
atau mendapatkan dukungan dari orang terdekat dan lingkungan sekitar
agar dapat terus semangat melanjutkan hidup dan memberikan
pengasuhan terbaik pada anak berkebutuhan khusus. Adanya stress yang
dirasakan ibu disebabkan oleh perasaan gelisah atau cemas, sedih, mudah
tersinggung dan mudah marah. Oleh karena itu, ibu dari anak
berkebutuhan khusus harus mendapatkan dukungan sosial yang baik dari
orang terdekat maupun lingkungan sekitar agar dapat mengurangi tingkat
stress, dukungan dari orang terdekat dan lingkungan sekitar sangat
penting didapatkan oleh ibu dari anak berkebutuhan khusus sehingga
tingkat stress yang dirasakan oleh ibu dapat berkurang. Sebagaimana
dukungan dari orang terdekat ataupun lingkungan sekitar sangat
dibutuhkan oleh ibu dari anak berkebutuhan khusus untuk mengurangi
54

beban yang dirasakan ibu. Orang terdekat yang dijadikan panutan bagi
ibu tentunya yaitu keluarga. Keluarga merupakan contoh dan teladan
bagi anggota keluarga lainnya.
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia harus sabar dalam
menghadapi ujian dan cobaan, selama kehidupan terus berputar seorang
tidak akan pernah luput dari menuai ujian dan cobaan. Isi kandungan (QS
Al-Baqarah : 155) :
“Allah SWT akan menguji kaum muslimin dengan banyak sekali
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan (bahan
makanan). Dengan ujian ini kaum muslimin menjadi umat yang besar
lengan berkuasa mentalnya, umat yang mempunyai keyakinan yang
kokoh, jiwa yang tabah dan tahan uji”.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Riandita (2017) yang mengungkapkan bahwa sebagian besar responden
pada penelitiannya, yaitu ibu dari anak berkebutuhan khusus adalah
dalam kategori tinggi. Ibu yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus
seringkali memiliki beban yang lebih besar dibandingkan ibu lainnya,
terutama terhadap kehidupan masa depan anaknya yang berbeda dengan
anak normal pada umumnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Ahern (2004) dan juga Little (2002) yang mengungkapkan bahwa
stress yang dialami oleh ibu dari anak berkebutuhan khusus, tidak hanya
disebabkan oleh perilaku dan kognitif anak yang berbeda, tetapi juga
karena adanya perasaan pesimis ibu akan masa depan anak. Tingkat
stress yang berat pada ibu, umumnya juga bersumber dari individu itu
sendiri, yang mana adanya rasa kekecewaan terhadap dirinya sendiri dan
konflik batin antara menerima dan menolak kenyataan yang ada. Artinya
bahwa tingkat stress ini berhubungan dengan penerimaan diri terhadap
kenyataan bahwa dirinya memiliki anak berkebutuhan khusus yang
berbeda dengan anak lain, dan dipendam sendiri. Seperti yang dinyatakan
oleh Psychology Foundation of Australia (2014) bahwa stress berat
merupakan situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu dan
55

secara terus menerus. Umumnya individu dengan stress berat akan


cenderung pasrah dan tidak lagi memiliki motivasi untuk hidup, dan
dampaknya di masa depan adalah mengalami depresi .
Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus pada penelitian ini
memiliki tingkat stress yang tinggi. Tingkat stress dalam kategori tinggi
menunjukkan bahwa ibu seringkali menahan dan memendam sendiri
permasalahan yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus,
tanpa berbagi dengan orang lain, terutama keluarga atau teman dekat,
sehingga menimbulkan perasaan tertekan dan tidak terkontrol, bahkan
dapat menimbulkan penyakit jika terjadi secara terus-menerus. Stress
berat ini menunjukkan bahwa, ibu dari anak berkebutuhan khusus pada
penelitian ini telah mengalami situasi stress dalam jangka waktu yang
lama dan dalam rentang waktu yang tidak dapat ditentukan. Hasil
penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat ibu yang memiliki tingkat
stress dalam kategori ringan dan sedang. Tingkat stress dalam kategori
ringan dan sedang seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yang
mana umumnya responden mampu berbagi permasalahan dengan orang
sekitar, sehingga beban tidak ditanggung sendiri.
3. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Tingkat Stress Ibu dari Anak
Berkebutuhan Khusus di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari
Hasil penelitian ini diperoleh hasil analisis Chi Square pada tabel
4.5 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial terhadap tingkat stress ibu yang memiliki anak
berkebutuhan khusus (ABK) di SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari
dengan p-value = 0,033 lebih kecil dari α = 0,05. Dalam penelitian ini ibu
dari anak berkebutuahn khusus (ABK) harus mendapatkan dukungan
yang sesuai dengan yang dirasakan oleh ibu, seperti dukungan emosional
yang berhubungan dengan emosi atau menjaga keadaan emosi, dukungan
penghargaan biasanya dorongan untuk maju dan perbandingan individu
dengan orang lain, dukungan instrumen atau memberikan sesuatu berupa
bantuan nyata, dan dukungan informatif atau memberikan solusi pada
56

suatu masalah. Dukungan tersebut sangat penting didapatkan oleh ibu


dari anak berkebutuhan khusus agar mengurangi perasaan cemas dan
beban ibu dalam pengasuhan anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia et al (2019) yang
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan
antara dukungan sosial dengan tingkat stress orang tua dari anak retardasi
mental. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Hapsari et al (2019)
yang juga mengungkapkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan
dengan tingkat stress orang tua yang memiliki anak penderita autisme.
Penelitian yang dilakukan oleh Machmiyah (2019) juga mengungkapkan
bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan dari dukungan
sosial dengan stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak autis.
Ketiga penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi
dukungan sosial yang didapat orang tua, maka semakin rendah tingkat
stress yang dialami.
Dukungan sosial atau pertolongan dari orang terdekat merupakan
salah satu hal yang sangat penting, ketika ibu mengalami suatu
permasalahan yang berhubungan dengan anak yang memiliki banyak
keterbatasan. Seperti yang diketahui bahwa anak berkebutuhan khusus
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap orang tua, terutama ibu,
sehingga ibu akan merasakan beban dan kelelahan yang tinggi dalam
pengasuhan anak, yang akhirnya mengalami stress psikologis (Fitriani
dan Ambarini, 2013). Pada kondisi ini, ibu membutuhkan sumber coping
berupa dukungan sosial yang berasal dari lingkungan terdekat untuk
memberikan motivasi, semangat dan tempat berbagi informasi. Oleh
karena itu, ketika dukungan sosial yang didapatkan sesuai dengan kondisi
yang dibutuhkan, maka ibu akan memiliki persepsi bahwa dirinya
dipedulikan dan didukung secara penuh oleh keluarga dan lingkungan
sekitar, sehingga dapat mengurangi stress. Seperti yang diungkapkan
Safitri dan Hapsari (2013) bahwa dukungan sosial mampu mencegah
57

kecemasan, dan meningkatkan harga diri, mencegah gangguan psikologis


yang akhirnya mengurangi stress.
Adanya pengaruh dari dukungan sosial yang ditemukan pada
penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh
orang terdekat, keluarga atau dari lingkungan sekitar mampu
meminimalisir stress yang dihadapi oleh ibu dari anak berkebutuhan
khusus. Kehadiran anak dengan kebutuhan khusus yang berbeda dari
berbagai perilaku dan kognitif, umumnya membuat ibu mengalami
dinamika kehidupan yang lebih berat daripada ibu dengan anak normal,
sehingga membuatnya lebih rentan mengalami stress dalam mengasuh
anak. Pada kondisi ini, dukungan sosial berperan penting dalam
meningkatkan semangat dan motivasi ibu dan ibu tidak akan merasakan
beban sendirian. Oleh karena itu, dukungan sosial yang rendah, mampu
memberikan rasa tidak percaya diri pada ibu dalam mengasuh anaknya,
sehingga dapat menyebabkan ibu mengalami stress dalam proses
pengasuhan anak. Dukungan sosial yang berupa dukungan emosional,
akan membuat ibu merasa percaya diri, karena adanya bantuan berupa
empati, penerimaan, kepedulian dan penguatan dari orang terdekat
(Rahmawati, 2013).
Penelitian ini menemukan bahwa dukungan sosial memiliki
pengaruh terhadap tingkat stress ibu dari Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Seluruh ibu yang mendapatkan dukungan sosial rendah memiliki
tingkat stress dalam kategori berat, yang menunjukkan bahwa hubungan
yang terjadi antara dukungan sosial dengan tingkat stress adalah negatif.
Artinya semakin rendah dukungan sosial, maka semakin berat tingkat
stress yang dialami oleh ibu, sebaliknya semakin tinggi dukungan sosial,
maka semakin rendah tingkat stress yang dialami. Pada penelitian ini,
tidak ditemukan ibu yang memiliki dukungan sosial dalam kategori
tinggi, tetapi kebanyakan ibu mendapatkan dukungan sosial sedang,
sehingga tingkat stress yang dialami oleh sebagian besar ibu adalah
dalam kategori berat.
58

Dukungan sosial terjadi akibat adanya hubungan sosial yang


baik secara fisik maupun psikis antara ibu dengan orang terdekat, untuk
saling mendukung dalam menghadapi stress pengasuhan anak
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, ketika ibu tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain, serta menjalin hubungan dekat dengan
keluarga, kurangnya keterbukaan diri terhadap beban dan permasalahan
yang dihadapi, menyebabkan dukungan sosial yang didapatkan menjadi
rendah, yang pada akhirnya ibu merasa tertekan secara fisik maupun
psikis dalam jangka waktu lama, sehingga menghasilkan kondisi stress
dalam kategori berat. Sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
Hidayati (2011) dalam penelitiannya, bahwa sumber dukungan sosial
akan didapatkan secara maksimal oleh individu yang mampu berinteraksi
baik dengan lingkungan sekitar, serta mampu menjalin hubungan
intrapersonal yang dekat. Dengan demikian dukungan sosial merupakan
salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan, karena dapat
memberikan pengaruh terhadap tingkat stress ibu dari anak berkebutuhan
khusus.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan judul pengaruh dukungan sosial
terhadap tingkat stress ibu dari anak berkebutuhan khusus di SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK) pada
penelitian ini memiliki dukungan sosial dalam kategori sedang yaitu
sebanyak 23 orang (74,2%).
2. Sebagian besar ibu dari anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki
tingkat stress dalam kondisi berat yaitu sebanyak 19 orang (61,3%).
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial terhadap
tingkat stress ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) di
SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari

B. Saran
1. Bagi Sekolah
Penelitian ini menjadi motivasi bagi sekolah untuk memberikan
pelayanan kepada keluarga siswa khususnya ibu, agar dapat membantu
dalam memberikan dukungan semangat dan motivasi kepada ibu yang
memiliki anak berkebutuhan khusus.
2. Bagi Keluarga
Penelitian dapat memberikan motivasi kepada keluarga agar
memberikan dukungan kepada ibu dari anak berkebutuhan khusus agar
tidak merasa stress dan tertekan saat mengasuh anak yang aktifitas
fisiknya terbatas untuk menjadi anak yang mandiri.

59
60

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


a. Diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih lanjut dan
mendalam dengan membedakan tingkat stress pada ibu dari anak
berkebutuhan khusus dan jumlah responden diperbanyak agar
semakin menceriminkan kondisi sesungguhnya yang terjadi.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menghubungkan variabel
yang berbeda dengan desain dan metode yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2013). Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra, 25(286),


1–10.
https://www.academia.edu/31661651/Mengenal_Anak_Berkebutuhan_K
husus, diakses Tanggal 28 Oktober 2020

Atziza, R. (2015). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stres dalam


Pendidikan Kedokteran Factors Influence Stress Incidence in Medical
School. J Agromed Unila, 2(3), 1–4.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1367,
diakses Tanggal 28 Oktober 2020

Budiarti, E., & Hanoum, M. (2019). Koping Stres dan Dukungan Keluarga
terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua yang Memiliki Anak
Berkebutuhan Khusus. SOUL: Jurnal Pemikiran Dan …,44–61.
http://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/soul/article/view/2158, diakses
Tanggal 28 Oktober 2020

Dinie Ratri Desiningrum. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.


Yogyakarta, diakses Tanggal 29 Oktober 2020

Donsu, Jenita DT. (2017). Psikologi Keperawatan.Yogyakarta : Pustaka Baru


Press
https://respiratory.ugm.ac.id, diakses Tanggal 03 November 2020

Evanjeli, A. L. (2012). Hubungan Antara Stres, Somatisasi Dan Kebahagiaan.


Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
https://repository.ugm.ac.id/100654/, diakses Tanggal 28 Oktober 2020

Fitriani, A., Ambarini, T. K., 2013. Hubungan antara Hardiness dengan Tingkat
Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Autis. Jurnal Psikologi Klinis
dan Kesehatan Mental, 2(1), pp. 34-40.
Diakses Tanggal 29 Oktober 2020

Gea, A. A. (2011). Environmental Stress: Usaha Mengatasi Stress yang


Bersumber dari Lingkungan. Humaniora, 2(1), 874.
https://doi.org/10.21512/humaniora.v2i1.3107, diakses Tanggal 30
Oktober 2020

Hasan, S. A., & Handayani, M. M. (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial


Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri Siswa Tunarungu di Sekolah
Inklusi. Psikologi Perkembangan Dan Pendidikan, 3(2), 128–135.
www.journal.unair.ac.id , diakses Tanggal 21 November 2020

61
62

Hapsari, R.D., Putri, A.M., Fitriani D. (2019). Hubungan Antara Dukungan Sosial
dengan Tingkat Stres Orang Tua dengan Anak Penderita Retardasi
Mental. 1(2): 74-86. Diakses Tanggal 10 November 2020

Hendrikus Novanolo Laila; Friska Sinaga; Susanti Niman. (2010). Hubungan


dukungan suami dengan tingkat stres ibu yang memiliki anak
berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa. 7–18.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/download/
19734/18665
diakses Tanggal 10 November 2020

Hidayati, N. (2011). Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus.


Insan, 13(01), 12–20.
www.journal.unair.ac.id/filerPDF/artikel%202-13-1.pdf , diakses
Tanggal 04 November 2020

Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Tangerang (Indonesia) : Binarupa Aksara; 2010
https://library.um.ac.idfree-contents/index.php/buku/detail/sinopsis-
psikiatri-ilmu-pengetahuan-perilaku-psikiatri-klinis-jilid-2, diakses
Tanggal 03 November 2020

King, Laura A. (2010). Psikologi umum sebuah pandangan apresiatif. Jakarta:


Salemba Humanika.
https://library.fip.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=7581 ,
diakses Tanggal 03 November 2020

Kurnia, R. T. R., Putri, A. M., & Fitriani, D. (2019). Dukungan Sosial Dan
Tingkat Stres Orang Tua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental. Jurnal
Psikologi Malahayati, 1(2), 28–34.
https://doi.org/10.33024/jpm.v1i2.1857 , diakses Tanggal 03 November
2020

Lumban Gaol, N. T. (2016). Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional.


Buletin Psikologi, 24(1), 1.
https://doi.org/10.22146/bpsi.11224 , diakses Tanggal 02 November
2020

M. (2016). Stres Dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Psikologi. Jurnal


Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 183.
https://doi.org/10.22373/je.v2i2.815 , diakses Tanggal 02 November
2020
63

Marni, A., & Yuniawati, R. (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Penerimaan Diri Pada Lansia Di Panti Wredha Budhi Dharma
Yogyakarta. Empathy : Jurnal Fakultas Psikologi, 3(1), 1–7.
https://journal.uad.ac.id/index.php/empathy/article/download/3008/1747#
, diakses Tanggal 02 November 2020

Maramis. W.F. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Musradinur. 2016. “Stres Dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Psikologi.”


Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling 2(2): 183.
https://jurnal.ar-rainiry.ac.id/index.php.cobaBK/article/view/815/632 ,
diakses Tanggal 03 November 2020

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta, diakses Tanggal 10 November 2020

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.


Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika, diakses Tanggal 10 November 2020

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


(P. P. Lestari, Ed.) (4th ed.). Jakarta: Salemba Medika, diakses Tanggal
10 November 2020

Priyoto (2014). Konsep Manajemen Stress. Yogyakarta : Nuha Medika, diakses


tanggal 10 November 2020

Psychology Foundation of Australia. 2014. Depression anxiety stress scale


(DASS). (Online). Tersedia dari http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/ ,
Diakses Tanggal 26 April 2021

Purba, Johana dkk. (2007). Pengaruh Dukungan Sosial Tehadap Burnout Pada
Guru. Jurnal. Vol. 5 No. 1, 77-87.
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-4982-
johanaP.aries.pdf
Diakses Tanggal 26 April 2021

Rahayuningsih, S. I., & Andriani, R. (2011). Gambaran Penyesuaian Diri Orang


Tua Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus Di Banda Aceh, 2(3),
167–175.
www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/6379, diakses Tanggal 12
November 2020

Rahmawati, N. A., Machmuroch & Nugroho, A. A., 2013. Hubungan antara


Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial dengan Stres pada Ibu yang
Memiliki Anak Autis di SLB Autis di Surakarta. Jurnal Ilmiah Psikologi
Candrajiwa, 2(2), pp. 16-29. Diakses Tanggal 26 April 2021
64

Riadin, A., & Usop, D. S. (2017). Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus di


Sekolah Dasar Negeri (Inklusi) Di Kota Palangkaraya. 17(1), 22–27.
http://journal.umpalangkaraya.ac.id/index.php/anterior/article/view/17 ,
diakses Tanggal 28 Oktober 2020

Riandita, A.A. (2017). Tingkat Stres Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan
Khusus. [Skripsi]. Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah
Malang. Diakses Tanggal 29 Oktober 2020

Rismawan, W., Ulfah, M., & Kurnia, A. (2019). Gambaran Tingkat Stres Pada
Orang Tua Dengan Anak Berkebutuhan Khusus ( Tunagrahita )
Description Level of Parents Stress Who Have the Children with
Tunagrahita in. Jukema, 5(1), 366–371.
http://ejournal.unmuha.ac.id/index.php/JKMA/article/view/700, diakses
Tanggal 03 November 2020

Richard, G. (2010). Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Baca. Diakses Tanggal 20


November 2020

Rifati, Mas, dkk. (2018). Konsep Dukungan Sosial. Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga Surabaya.
https://www.researchgate.net/publication/
328354497_Konsep_Dukungan_Sosial , diakses Tanggal 19 November
2020

Rokhmatika, L., & Darminto, E. (2013). Hubungan antara Persepsi terhadap


Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Konsep Diri dengan Penyesuaian
Diri di Sekolah pada Siswa Kelas Unggulan. Jurnal Mahasiswa
Bimbingan dan Konseling, 01,01. 149-157
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-bk-unesa/article/
view/1940 , diakses Tanggal 04 November 2020

Sarafino, E.P., & Smith, T.W. (2011). Psikologi kesehatan : interaksi


biopsikososial. USA : John Willey & Sons Inc. Diakses Tanggal 11
November 2020

Sarafino, E.P. & Smith, T.W.. (2012). Psikologi Kesehatan : Interaksi


Biopsikososial (Edisi 7). New York: John Wiley & Sons, Inc. Diakses
Tanggal 26 April 2021

Santoso, Meilanny Budiarti, Budhi Wibhawa, and Ishartono Ishartono. 2018.


“Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Dengan Retardasi Mental.”
Share : Social Work Journal 8(1): 31. Diakses Tanggal 26 April 2021

Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisi kesebelas. Jakarta:


PT. Erlangga. Diakses Tanggal 04 November 2020
65

SLB ABC Muhammadiyah Banjarsari. (2020). Data Anak Berkebutuhan Khusus.


Kecamatan Banjarsari. Diakses Tanggal 23 November 2020

Susanto, Sigit Eko. 2014. “Penerimaan Orangtua Terhadap Kondisi Anaknya


Yang Menyandang Autisme Di Rumah Terapis Little Star.” Jurnal
Psikosains 9(2): 140–52.
http://journal.umg.ac.id/index.php/psikosains/article/download/247/199 ,
diakses Tanggal 26 April 2021
Widyatno, A., Atmoko, A., & Viatrie, D. I. (2018). Hubungan Tingkat Stres,
Kematangan Emosi, Dengan Jenis Perilaku Coping Orang Tua ABK di
Kota Malang. Jurnal Sains Psikologi, 7(Maret), 110–118.
http://journal2.um.ac.id/index.php/JSPsi/article/view/361 , diakses
Tanggal 26 April 2021
Lampiran 1: jadwal kegiatan penelitian
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT STRESS IBU DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB
ABC MUHAMMADIYAH BANJARSARI
Bulan
Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei
2020 2020 2020 2021 2021 2021 2021 2021
No Kegiatan
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan topik dan judul penelitian
2. Penyusunan proposal topik/judul penelitian
BAB I Pendahuluan
BAB II Tinjauan pustaka
BAB III Metode Penelitian
3. Seminar Proposal
4. Revisi Proposal
5. Pelaksanaan CHD
6. Pelaksanaan Penelitian
7. Penyususnan Laporan
a. BAB IV Hasil dan Pembahasan
b. BAB V Simpulan dan Saran
c. Laporan Penelitian (BAB I-V)
8. Ujian Hasil Penelitian
9. Revisi dan Penjilidan Skripsi
10. Pengumpulan Skripsi yang telah disahkan
penguji (4 eksemplar) dan intisari (4 lembar)
Lampiran 2: surat permohonan izin pra penelitian dari STIKes
Muhammadiyah Ciamis
Lampiran 3: Surat Permohonan Izin Pra Penelitian dari KESBANGPOL
Lampiran 4: Surat Permohonan Izin Pra Penelitian dari Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Ciamis
Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Pra Penelitian SLB ABC
Muhammadiyah Banjarsari
Lampiran 6: Informed Consent

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Kepada
Yth,
Responden

Dengan hormat,
Assalamualaikum Wr. Wb,
Sehubungan dengan akan dilakukan penelitian mengenai “PENGARUH
DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT STRES IBU DARI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB ABC MUHAMMADIYAH
BANJARSARI”, maka dari itu saya membutuhkan sampel untuk penelitian
tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji observasi responden
dengan lembar kuesioner yang akan diisi oleh peneliti.
Kesediaan saudara sebagai responden sangat saya harapkan demi
terlaksananya penelitian yang akan dilakukan. Apabila bersedia maka bisa
dilakukan dengan cara memberikan tanda tangan pada lembar informed consent,
oleh karenanya dimohon kesediaan saudara sebagai orang tua responden dalam
penelitian ini. Demikian surat permohonan ini, atas partisipasi dan ketulusan
saudara kami ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Hormat kami,

Agni Rahmawati
NIM. 1703277003
Lampiran 7 : Surat Persetujuan Responden

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ………………………………………………………………….
Usia : ………………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………………….
Sesudah didapatkan penjelasan, dengan ini saya menyatakan bersedia /
tidak bersedia *) Menjadi responden dalam penelitian atas nama Agni Rahmawati
mahasiswa/i STIKes Muhammadiyah Ciamis Program Studi S1 Keperawatan,
dengan judul “PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT
STRES IBU DARI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB ABC
MUHAMMADIYAH BANJARSARI”.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Ciamis,…………../………………2021
Responden

(………………………..)
Keterangan: *(coret salah satu)
Lampiran 8 : Lembar Kuesioner

LEMBAR KUESIONER
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL
TERHADAP TINGKAT STRES IBU DARI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. DATA UMUM

1. No Responden : …………………………………………

2. Nama Responden : …………………………………………

3. Alamat : …………………………………………

4. Usia Responden : ……………………………………tahun

5. Pekerjaan : …………………………………………

6. Nama (Anak) : …………………………………………

7. Usia : ……………………………………tahun

B. KUESIONER DUKUNGAN SOSIAL

Petunjuk : Mohon anda memberi tanda () pada nomor yang


disediakan sesuai dengan penilaian anda.

Keterangan : 1=Tidak Pernah(TP)

2= Jarang (J)

3 =Sering (S)

4= Sangat Sering (SS)


No. Pernyataan TP J S SS
1. Keluarga selalu mendengarkan curahan hati saya.

2. Keluarga saya kurang memberi perhatian terhadap


perkembangan kesehatan anak saya.
3. Keluarga memberikan respon negatif ketika saya
mengeluh tentang kondisi anak saya.
4. Teman-teman saya memberikan pujian terhadap cara
saya mengasuh anak.
5. Teman-teman saya sering mempergunjingkan (gosip)
tentang keadaan anak saya.
6. Keluarga meragukan saya dalam mengurus dan
merawat anak saya.
7. Semua yang saya kerjakan dianggap sia-sia oleh
keluarga saya.
8. Keluarga memberi bantuan uang jika saya mengalami
kesulitan membiayai anak saya.
9. Keluarga membantu menjaga anak saya, jika saya
sedang keluar rumah.
10. Teman-teman mengingatkan saya untuk tetap kuat
dengan kondisi anak saya.
11. Keluarga kurang menunjukkan kepedulian ketika
anak saya sendiri di rumah.
12. Teman-teman menghindari saya ketika mengetahui
kondisi anak saya.
13. Teman-teman saya memberikan informasi dan saran
mengenai cara mengasuh anak saya.
14. Saya memiliki teman dengan anak berkebutuhan
khusus yang dapat diajak berdiskusi
15. Keluarga menasehati saya agar disiplin dalam
menjalankan terapi anak saya.
16. Keluarga saya kurang dapat diajak berkonsultasi
tentang pengasuhan anak saya
C. KUESIONER TINGKAT STRES

Petunjuk : Memilih jawaban dengan cara men chek list pada salah satu
pilihan jawaban yang paling sesuai dengan perasaan dan pikiran
ibu Saudara selama satu bulan terakhir.
Keterangan :
0 : Tidak pernah.
1 : Hampir tidak pernah(1-2 kali)
2 : Kadang-kadang (3-4 kali)
3 : Hampir sering (5-6 kali)
4 : Sangat sering (lebih dari 6 kali)

No PERTANYAAN 0 1 2 3 4
1 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda marah
karena sesuatu yang tidak terduga

2 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa


tidak mampu mengontrol hal-hal yang penting dalam
kehidupan anda
3 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa
gelisah dan tertekan
4 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa
yakin terhadap kemampuan diri untuk mengatasi
masalah pribadi
5 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa
segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan harapan
anda
6 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa
tidak mampu menyelesaikan hal-hal yang harus
dikerjakan
7 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
mampu mengontrol rasa mudah tersinggung dalam
kehidupan anda
8 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda merasa
lebih mampu mengatasi masalah jika dibandingkan
dengan orang lain
9 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda marah
karena adanya masalah yang tidak dapat dikendalikan

10 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda


merasakan kesulitan yang menumpuk sehingga anda
tidak mampu untuk mengatasinya
Lampiran 9 : Data Penelitian Kuesioner
Kuesioner Dukungan Sosial
P P P P P P P P P P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 TOT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 AL
2 3 3 1 3 3 3 2 2 2 3 2 1 1 1 2 34
2 2 2 1 3 3 2 2 3 2 3 3 1 2 2 2 35
1 3 2 1 3 1 3 3 3 2 2 3 1 2 2 3 35
2 2 1 1 3 3 3 2 3 1 2 3 1 2 3 2 34
3 2 1 1 3 3 3 3 3 2 2 2 1 1 2 2 34
2 2 3 2 3 2 2 3 2 1 3 3 2 2 2 2 36
2 2 3 1 3 2 2 2 1 1 3 3 1 2 2 3 33
3 3 1 1 2 1 1 3 3 1 2 3 1 2 1 2 30
3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 40
2 3 2 1 2 3 1 2 2 2 2 2 1 1 3 3 32
2 2 1 1 3 3 2 3 3 1 1 3 1 1 2 2 31
2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 1 1 2 33
1 2 2 1 3 2 2 2 2 1 3 3 1 2 1 3 31
2 2 1 1 2 1 1 3 3 1 2 2 1 3 1 2 29
2 3 2 1 2 2 2 3 2 1 3 3 2 2 2 2 34
2 2 3 1 2 3 2 3 3 1 2 3 2 2 2 2 35
2 2 2 1 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 2 2 33
2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 40
2 2 1 1 3 3 2 3 2 1 3 3 3 2 1 3 35
2 2 2 1 1 3 3 2 2 3 1 2 2 2 2 2 32
2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 1 2 2 3 36
2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 3 3 2 1 1 2 33
2 2 3 3 3 3 2 2 2 1 2 3 1 2 2 2 35
2 2 2 1 3 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 36
3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 1 3 1 35
3 2 2 1 2 1 3 3 3 1 2 2 1 2 1 1 30
2 2 2 1 3 3 2 3 2 2 2 3 1 3 2 2 35
2 2 1 2 3 1 2 2 2 1 2 3 1 1 2 2 29
2 2 2 1 3 2 3 3 2 3 3 3 1 1 1 1 33
2 3 2 1 3 1 2 3 3 2 2 2 1 2 1 1 31
2 2 3 1 3 2 3 2 3 1 3 3 2 1 2 2 36
Kuesioner Tingkat Stress
TOTA
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 L
2 4 4 4 4 3 3 3 2 3 3 33
2 3 2 3 1 1 3 3 2 3 3 24
2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 27
2 3 3 3 2 3 2 3 1 3 3 26
2 3 2 3 3 1 1 3 1 3 3 23
2 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 26
2 3 1 3 2 3 4 2 1 2 3 24
1 3 3 3 2 2 2 3 2 3 4 27
2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 27
2 3 3 3 1 2 1 1 1 3 3 21
1 3 1 3 2 2 3 3 1 3 2 23
2 3 4 4 2 2 4 2 2 4 4 31
1 3 4 4 2 2 4 2 3 4 4 32
1 2 2 3 2 2 3 4 3 3 3 27
2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 24
2 3 3 4 2 2 3 3 2 2 3 27
2 3 3 2 3 2 3 1 2 3 3 25
2 3 3 3 2 1 3 3 1 3 2 24
2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 28
1 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 28
2 3 3 2 2 4 3 2 2 4 4 29
2 3 3 3 2 1 4 2 1 4 4 27
2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 26
2 3 2 3 2 2 4 4 2 4 3 29
2 3 3 3 1 1 3 3 1 3 3 24
1 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 27
2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 28
1 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 27
2 3 3 4 2 2 2 3 2 2 2 25
1 3 2 3 2 2 3 3 2 4 3 27
2 3 4 4 2 2 3 3 2 4 4 31
Lampiran 10: Data Anak Berkebutuhan Khusus di SLB ABC Muhammadiyah
Banjarsari

No Nama Anak Jenis Kelamin Kelainan


(Inisial)
1. A P Tuna grahita ringan
2. A L Tuna grahita sedang
3. A P Tuna grahita sedang
4. A L Tuna grahita sedang
5. A L Tuna daksa sedang
6. A L Tuna grahita ringan
7. A L Tuna grahita ringan
8. A L Tuna grahita sedang
9. A P Tuna grahita ringan
10. A P Tuna grahita ringan
11. A P Tuna grahita ringan
12. A L Autis
13. A L Tuna grahita ringan
14. A P Tuna grahita ringan
15. B L Tuna grahita sedang
16. B L Tuna grahita ringan
17. C P Tuna grahita sedang
18. D P Tuna grahita ringan
19. D L Tuna grahita sedang
20. D P Tuna grahita ringan
21. D L Tuma grahita ringan
22. E L Tuna grahita ringan
23. E P Tuna grahita ringan
24. E P Tuna grahita ringan
25. E P Tuna rungu
26. F P Down syndrome
27. F L Tuna grahita ringan
28. F P Tuna grahita ringan
29. F P Tuna grahita sedang
30. F L Tuna rungu
31. F P Tuna grahita ringan
Lampiran 11 : Hasil Analisis Output SPSS

1. Karakteristik Responden
Statistics
Usia Ibu Pendidikan Ibu Dukungan Sosial Tingkat Stress
N Valid 31 31 31 31
Missing 0 0 0 0

Usia Ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 30-40 tahun 15 48.4 48.4 48.4
41-51 tahun 10 32.3 32.3 80.6
52-62 tahun 6 19.4 19.4 100.0
Total 31 100.0 100.0

Pendidikan Ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD 8 25.8 25.8 25.8
SMP 6 19.4 19.4 45.2
SMA 17 54.8 54.8 100.0
Total 31 100.0 100.0

2. Analisis Univariat
Dukungan Sosial
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Rendah 8 25.8 25.8 25.8
Sedang 23 74.2 74.2 100.0
Total 31 100.0 100.0

Tingkat Stress
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ringan 2 6.5 6.5 6.5
Sedang 10 32.3 32.3 38.7
Berat 19 61.3 61.3 100.0
Total 31 100.0 100.0
3. Analisis Bivariat
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dukungan Sosial * Tingkat 31 100.0% 0 0.0% 31 100.0%
Stress

Dukungan Sosial * Tingkat Stress Crosstabulation


Count
Tingkat Stress
Ringan Sedang Berat Total
Dukungan Sosial Rendah 0 0 8 8
Sedang 2 10 11 23
Total 2 10 19 31

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 6.810a 2 .033
Likelihood Ratio 9.539 2 .008
Linear-by-Linear Association 5.650 1 .017
N of Valid Cases 31
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .52.

Symmetric Measures
Approximate
Value Significance
Nominal by Nominal Contingency Coefficient .424 .033
N of Valid Cases 31
Lampiran 12 : Lembar Bimbingan

Anda mungkin juga menyukai