Anda di halaman 1dari 45

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan

kurang dari 2500 gram. Bayi dengan berat lahir rendah akan mempengaruhi

tingginya angka kesakitan dan kematian pada bayi serta berisiko mengalami

hambatan dalam tumbuh kembang. Bayi berat lahir rendah disebabkan karena

kurangnya asupan gizi pada janin. Bayi lahir dengan berat badan rendah perlu

penanganan serius karena organ tubuh yang terbentuk belum sempurna

(Depkes, 2015).

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.

Penyebab lain adalah dari faktor ibu, yaitu umur, paritas, dan lain-lain. Faktor

plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan, kembar/ganda, serta faktor

janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Maternity, dkk, 2018).

Pengaturan suhu badan pada bayi prematuritas / BBLR merupakan aspek

penting yang harus diwaspadai. Ada dua hal yang harus diperhatikan pada

masalah pengaturan suhu pada bayi prematuritas yaitu hipotermi dan

hipertermi. Hipotermi adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh bayi kurang

dari 36,5 0C dari suhu optimal. Menurut Sarwono (2002), gejala awal

hipotermia apabila suhu kurang dari 36 0C atau kedua kaki dan tangan teraba

dingin. Hipotermi dapat disebabkan oleh air ketuban bayi yang baru lahir

tidak cepat dikeringkan, pakaian bayi yang basah dan tidak cepat diganti atau

angin disekitar tubuh bayi baru lahir. Hipertermi adalah peningkatan suhu
2

tubuh yang disebabkan oleh suhu lingkungan yang berlebihan, infeksi,

dehidrasi, atau perubahan mekanisme pengaturan suhu sentral yang

berhubungan dengan trauma lahir pada otak atau malformasi dan obat-obatan.

Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya pada bayi. Keadaan ini terjadi

apabila bayi diletakkan pada ruangan yang bersuhu panas misalnya diletakkan

pada inkubator yang suhunya terlalu tinggi (Maternity, dkk, 2018).

Permasalahan jangka panjang yang mungkin akan timbul pada bayi-bayi

dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain yaitu : gangguan

perkembangan, gangguan pertumbuhan gangguan penglihatan dan gangguan

pendengaran. Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu

untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan

lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu

lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi,

serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi (Maternity, dkk, 2018).

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO),

prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan sebesar 15% dari

semua kelahiran di seluruh dunia, mewakili lebih dari 20 juta kelahiran per

tahun (WHO, 2014).

Angka kejadian bayi berat lahir rendah di Indonesia pada tahun 2018

didapatkan persentase sebanyak 9,8 % dan Provinsi Jawa Timur tahun 2018

persentase BBLR sebesar 6,6 % (Riskesdas, 2018). Di Kabupaten Sidoarjo

ada sebanyak 295 dari 35.071 bayi yang ditimbang dan dilaporkan bahawa

mengalami BBLR sebanyak 0,8 % (Dinkes, 2018). Dari jumlah yang sudah
3

didapatkan pada bayi berat lahir rendah di Sidoarjo terdapat 128 bayi

berjenis kelamin laki-laki dan 167 bayi berjenis kelamin perempuan (Dinkes,

2018).

Berdasarkan uraian diatas masalah studi kasus adalah masih banyaknya

angka kejadian BBLR dengan masalah ketidakseimbangan termoregulasi,

sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul tentang “Penanganan Pada

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Masalah Ketidakseimbangan

Termoregulasi di Ruang Neonatus RSUD Sidoarjo”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penanganan pada bayi BBLR dengan masalah

ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang Neonatus di RSUD Sidoarjo ?

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis penanganan pada Bayi BBLR dengan masalah

ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang Neonatus Rumah Sakit Umum

Daerah Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Dapat mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada BBLR dengan

masalah keperawatan ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang

Neonatus RSUD Sidoarjo.

2. Dapat mengidentifikasi diagnose keperawatan pada BBLR dengan

masalah keperawatan ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang

Neonatus RSUD Sidoarjo.


4

3. Dapat mengidentifikasi perencanaan pada BBLR dengan masalah

keperawatan ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang Neonatus

RSUD Sidoarjo.

4. Dapat mengidentifikasi tindakan keperawatan pada BBLR dengan

masalah keperawatan ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang

Neonatus RSUD Sidoarjo.

5. Dapat mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada BBLR dengan

masalah keperawatan ketidakseimbangan termoregulasi di Ruang

Neonatus RSUD Sidoarjo.

1.4 Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu

yang telah didapat selama berada dibangku kuliah dalam memberikan

penanganan pada bayi berat lahir rendah dengan masalah keperawatan

ketidakseimbangan termoregulasi dan juga dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan bagi penulis dalam hal penelitian ilmiah.

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat membantu pihak RSUD

sidoarjo sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan penanganan pada

BBLR di RSUD Sidoarjo agar tidak terjadi peningkatan pada angka kematian

bayi dan juga bayi berat lahir rendah.


5

1.4.3 Bagi Institusi Kesehatan

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat menjadi masukan yang

berharga khususnya dalam meningkatkan pelayan pada penanganan bayi

berat lahir rendah dengan masalah ketidakseimbangan termoregulasi.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bayi Berat Lahir Rendah

2.1.1 Pengertian BBLR

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang

dari 2500 gram (Arief, 2009). Dahulu bayi baru lahir yang berat badan lahir

kurang atau sama dengan 2500 gram disebut premature. Untuk mendapatkan

keseragaman pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970),

telah disusun definisi sebagai berikut.

a) Preterm infant (premature) atau bayi kurang bulan: bayi dengan masa

kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.

b) Term infant atau bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 37

minggu sampai dengan 42 minggu (259293 hari).

c) Post term atau Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42

minggu atau lebih (294 hari atau lebih) (Pantiawati, 2010).

Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500

gram tanpa memandang masa kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan

lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur.

Pembagian menurut berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan.

Sehingga lambat laun diketahui bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas pada

neonatus tidak hanya bergantung pada berat badan saja, tetapi juga pada tingkat

maturitas bayi itu sendiri (Proverawati & Ismawati, 2010).


7

World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa

semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram

disebut low birth weight infant (bayi berat badan lahir rendah/BBLR), karena

morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya

tetapi juga pada tingkat kematangan (maturitas) bayi tersebut. Definisi WHO

tersebut dapat disimpulkan secara ringkas bahwa bayi berat badan lahir rendah

adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram

(Pantiawati, 2010).

2.1.2 Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR menurut (Proverawati

& Ismawati, 2010), yaitu:

1. Menurut harapan hidupnya:

a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram

b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 100-1500 gram

c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000

gram

2. Menurut masa gestasinya:

a. Prematuritas Murni: masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat

badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau

biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.

b. Dismaturitas: bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya untuk masa gestasi itu (Proverawati & Ismawati, 2010).


8

2.1.3 Etiologi

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial, sehingga

kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun,

penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah kelahiran premature semakin

muda usia kehamilan semakin besar yang dapat terjadi. Beriku adalah faktor-

faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum yaitu sebagai berikut.

1. Faktor ibu:

A. Penyakit:

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti: hipertensi, eklampsia, infeksi

selama kehamilan (infeksi kandung kemih dan ginjal).

b) Menderita penyakit seperti malaria, Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS,

malaria.

B. Ibu:

a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20

tahun atau lebih dari 35 tahun.

b) Kehamilan ganda (multi gavida).

c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

C. Keadaan sosial ekonomi:

a) Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah.

b) Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpai istirahat.

2. Faktor janin
9

Adapun faktor janin yaitu sebagai berikut, kelainan kromosom, radiasi dan

kehamilan ganda (kembar).

3. Faktor plasenta

Adapun faktor plasenta yaitu sebagai berikut, berat plasenta berkurang, luas

permukaan berkurang, tumor, plasenta yang lepas, sindrom plasenta yang

lepas.

4. Faktor Lingkungan

Adapun faktor lingkungan yang menyebabkan BBLR, yaitu bertempat tinggal

di dataran tinggi, terkena radiasi, terpapar zat beracun.

2.1.4 Patofisiologi  

Menurut Maryanti (2012) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari faktor janin

berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan

koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih

dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang persalinan sebelum

kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat

meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan kedua janin

pada kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal ini terjadi karena

pembagian darah pada  plasenta untuk kedua janin tidak sama. Pada kehamilan

kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi

dan sering terjadi persalinan  prematur. Menurut Saifuddin dalam Amirudin &

Hasmi (2013) kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam

pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.

Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai
10

BBLR atau bayi kecil. Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi

berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-

pecah dan terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan. Karena suplai lemak

subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar dengan berat badan

menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan. Sehingga bayi

dengan BBLR dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia

(Maryanti, 2012). Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit

belum matang dan rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya

kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu

yang lama (Pantiawati, 2010). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena

infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih

kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012). Kesukaran

pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum sempurnanya

pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang

dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan

menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya,

alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan

berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai

usaha inspirasi yang kuat. Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan pola nafas

(Pantiawati, 2010). Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung

kecil, enzim  pencernaan belum matang (Maryanti, 2012). Selain itu jaringan

lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang

menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum baik

terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum vital


11

yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek menghisap lemah.

Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian ASI.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR menurut (Proverawati &

Ismawati, 2010) adalah sebagai berikut :

a) Berat kurang dari 2500 gram

b) Panjang kurang dari 45 cm

c) Lingkar dada kurang dari 30 cm

d) Lingkar kepala kurang dari 33 cm

e) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

f) Kepala lebih besar

g) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang

h) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea

i) Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi- lurus

j) Kepala tidak mampu tegak

k) Pernapasan 40 - 50 kali / menit

l) Nadi 100 — 140 kali / menit.

BBLR menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaan

yang lemah, yaitu sebagai berikut:

1. Tanda-tanda bayi kurang bulan


12

a) Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama pada

punggung

b) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik

c) Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora

d) Pada bayi laki-iaki, skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum

turun.

e) Kadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur

f) Aktivitas dan tangisnya lemah

g) Refleks menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.

2. Tanda-tanda bayi Kecil Untak Masa Kehamilan (KMK):

a) Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang

dari 2500 gram

b) Gerakannya cukup aktif, tangis cukup kuat

c) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

d) Bila kurang bulan, jaringan payudara kecil, putting kecil. Bila cukup

bulan, payudara dan puting sesuai masa kehamilan

e) Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia minora

2.1.6 Faktor Resiko Pada BBLR

A. Hipotermia

Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil

yaitu 360 sampai dengan 370 C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu

lingkungan yang umunya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh

pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu, hipotermi dapat terjadi karena
13

kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menamba produksi

panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai,

lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh,

luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga

mudah kehilangan panas. Tanda klinis hipotermia, suhu tubuh di bawah normal,

kulit dingin, akral dingin, sianosis (Pantiawati, 2010).

B. Sindrom Gawat Nafas

Kesukaran pernapasan pada bayi prematur dapat disebabkan belum

sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu

zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan

paru mencapai maksimum pada minggu ke 35 kehamilan. Defisiensi surfaktan

menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya,

alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernapasan

berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai

usaha inspirasi yang kuat. Tanda klinis sindrom gawat napas:

l) Pernapasan cepat

3) Merintih waktu ekspirasi

4) Retraksi substernal dan interkostal.

C. Hipoglikemia

Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan bahwa

hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Glukosa merupakan

sumber utama energi selama masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin
14

tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan

janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat

mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selam 72 jam pertama, sedangkan

bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan

glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama

dengan atau kurang dari 20 mg/dL. Adapun tanda klinis hipoglikemia yaitu,

gemetar, sianosis, apatis, kejang, tangisan lemah atau melengking, kelempuhan

atau letargi, kesulitan minum, terdapat gerakan putar mata, keringat dingin,

hipotermia (Pantiawati, 2010).

D. Rentan terhadap infeksi

Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir

masa kehamilan. Bayi prematur mudah menderita infeksi karena imunitas

humoral dan seluler masih kurang hingga bayi mudah menderita infeksi.Selain itu,

karena kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi

cukup bulan (Pantiawati, 2010).

E. Hiperbilirubinemia

Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim

glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk

belum sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi

bilirubin dari jaringan ke hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi

prematur 10 mg/Dl.
15

Hiperbilirubinemia pada prematur bila tidak segera diatasi dapat menjadi kern

ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen. Adapun tanda klinis

hiperbilirubinemia yaitu (Pantiawati, 2010):

a) Sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas

berwarna kuning

b) Letargi

c) Kemampuan mengisap menurun

d) Kejang

G. Kerusakan integritas kulit

Lemak subkutan kurang atau sedikit. Struktur kulit yang belum matang dan

rapuh. Sensitivitas yang kurang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas

kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu lama. Pemakain

plester dapat mengakibatkan kulit bayi lecet atau bahkan lapisan atas ikut

terangkat (Pantiawati, 2010).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang pada BBLR dalam buku (Maternity, dkk,

2018) ialah sebagai berikut:

a) Pemeriksaan skor ballard.

b) Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan.

c) Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa

kadar elektrolit dan analisis gas darah.


16

d) Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur

kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/

diperkirakan akan terjadi sindrom gawat napas.

e) USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan 35 minggu.

Sistem Ballard

Ballard menilai maturitas neonates berdasarkan 7 anda kematangan fisik

dan 6 tanda kematangan neouromuskular. Penilaian dilakukan dengan cara :

a. Menilai 7 tanda kematangan fisik

b. Menilai 6 tanda kematangan neurologik

c. Hasil penilaian aspek kematangan fisik dan neorologik dijumlah

d. Dari jumlah nilai kedua aspek kematangan tersebut dicocokkan

dengan tabel patokan tingkat kematangan menurut Ballard

(Pantiawati, 2010).

Tabel 2.1 Ciri kematangan fisik menurut Ballard


0 1 2 3 4 5
Kulit Merah Merah Permukaan Daerah Seperti Seperti
seperti muda mengelupas pucat kertas kulit
agar, licin dengan retak- kulit, retak-retak,
transpara /halus /tampak retak,ve retak mengerut
n tampak ruam, na lebih
vena sedikit vena jarang dalam
menipis

Lanugo Tidak Banyak Menipis Menghi Umum


ada lang nya
tidak
ada
17

Lipatan Tidak Tanda Hanya Lipatan Lipatan


plantar ada merah lipatan 2/3 diseluru
sangat anterior anterior h
sedikit yang telapak
melintang
Payudara Hampir Areola Areola Areola Areola
tidak ada datar, seperti titik, lebih penuh,
tidak ada tonjolan 1-2 jelas, tonjola
tonjolan mm tonjola n 5-10
n mm
sampai
3-4 mm
Daun Datar, Sedikit Bentuknya Bentuk Tulang
telinga tetap melengku lebih baik, sempur rawan
terlipat ng, lunak lunak, na, tebal,
lambat mudah membal telinga
membali membalik ik kaku
k seketik
a
kelamin Skrotum Testis turun, Testis Testis
laki-laki kosong sedikit ruga dibawa bergant
h, ung,
ruganya ruganya
bagus dalam
Kelamin Klitoris Labia Labia Klitoris
perempuan dan labia mayora dan mayora dan
minora minora besar, labia
menonjol sama-sama labia minora
menonjol minora ditutupi
kecil labia
mayora
Diambil dari Markam AH, Ilmu Kesehatan Anak

Gambar 2.1 bagan kematangan neuromuscular ( pantiawati,2010)


18

(Diambil dari Markam AH, Ilmu Kesehatan Anak, hlm. 227, Balai Penerbit FKUI.
1991)

Tabel 2.2 penilaian tingkat kematangan


Nilai Minggu
5 26
10 28
15 30
20 32
25 34
30 36
35 38
40 40
45 42
50 44
Diambil dari Markam AH, Ilmu Kesehatan Anak

2.1.8 Penatalaksanaan
19

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk

pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan

hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan,

pemberian makanan, dan bila perlu oksigen (Maternity, dkk, 2018).

Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan

menjadi hipotermia karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi

dengan baik, adapun hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan

suhu tubuh normal yaitu :

a. Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi yang

dihangatkan terlebih dahulu

b. Menidurkan bayi di dalam incubator buatan yaitu dapat dibuat dari

keranjang yang pinggirnya diberi penghangat dari botol yang diisi air

panas. Botol-botol ini disimpan dalam keadaan berdiri tutupnya ada di

sebelah atas agar tidak tumpah dan tidak mengakibatkan luka bakar

pada bayi. Botol inipun harus dalam keadaan terbungkus, dapat

menggunakan handuk atau kain yang tebal. Bila air panasnya sudah

dingin ganti airnya dengan air panas kembali.

c. Suhu lingkungan bayi harus dijaga

1. Sinar matahari dapat masuk kamar

2. Jendela dan pintu dalam keadaan tertutup untuk mengurangi

hilangnya panas dari tubuh bayi melalui proses radiasi dan

konveksi

d. Badan bayi harus dalam keadaan kering

d. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin


20

e. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu

tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kanguru mother care,

pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di

tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk (Pantiawati, 2010).

Adapun cara yang digunakan dalam mempertahankan suhu tubuh

adalah dengan Perawatan Metode Kangguru (PMK) atau perawatan

bayi lekat yang ditemukan sejak tahun 1983. PMK adalah perawatan

bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu ( kontak kulit bayi

dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat. Perawatan

metode ini sangat menguntungkan terutama untuk bayi berat lahir

rendah (Proverawati & Ismawati, 2010).

Syarat PMK adalah bayi berat Iahir rendah yang stabil (sudah

bernafas spontan dan tidak memiliki masalah kesehatan serius).

Tanda-tanda bayi berat Iahir rendah (BBLR) yang memerlukan PMK

adalah sebagai berikut :

a) Tubuh bayi dingin (suhu badan di bawah 36,50 Celcius).

b) Bayi menjadi gelisah, mudah terangsang, lesu dan demam (suhu

badan di atas 37, 50 Celcius).

c) Bayi malas menyusui, tidak minum dengan baik, muntah-muntah.

d) Bayi kejang.

e) Diare atau mencret.


21

f) Kulit tampak kuning atau biru terutama pada mulut / bibir bayi.

Keuntungan dan manfaat PMK adalah: suhu tubuh bayi tetap

normal, mempercepat pengeluaran air susu ibu (ASI) dan

meningkatkan keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari

infeksi, berat badan cepat naik, stimulasi dini, kasih sayang,

mengurangi biaya karena waktu perawatan yang pendek, tidak

memerlukan inkubator ensiensi tenaga kesehatan (Proverawati &

Ismawati, 2010).

Tahap-tahap dalam pelaksanaan. PMK adalah sebagai berikut:

a. Cuci tangan, keringkan dan gunakan gel hand rub.

b. Ukur suhu bayi dengan termometer

c. Pakaikan baju kanguru pada ibu.

d. Bayi dimasukkan dalam posisi kanguru, menggunakan topi, popok

dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu

e. Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit

ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu.

Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada

bayi terletak di dada ibu dengan kepal agak sedikit mendongak

f. Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi

diletakkan di antara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian


22

ibu memakat selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak

jatuh.

Gambar 2.2 perawatan metode kangguru

g. Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga

bayi. Selanjutnya ibu bayi dapat beraktifitas seperti biasa sambil

membawa bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to

skin contact) seperti kanguru.

Selain Perawatan Metode Kanguru, meletakkan bayi dalam

inkubator juga merupakan cara mempertahankan dan menghangatkan

suhu tubuh pada bayi. Dalam pelaksanaan perawatan di dalam

inkubator terdapat dua cara, yaitu dengan cara tertutup dan terbuka

(Maternity, dkk, 2018).


23

1. Inkubator tertutup

a. inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka dalam

keadaan tertentu, seperti apnea. Apabila membuka

incubator, usahakan suhu bayi tetap hangat dan

oksigen harus selalu disediakan.

b. Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.

c. Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk

memudahkan observasi.

d. pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi

tubuh

e. pengaturan oksigen selalu diobservasi.

f. Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat, kira-kira

dengan suhu 27 derajat Celcius.

2. Inkubator terbuka

a. Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat

pemberian perawatan pada bayi.

b. Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan

suhu normal dan kehangatan.

c. Membungkus dengan selimut hangat.

d. Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang Iain untuk

mencegah aliran udara.

e. Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang

melalui kepala.
24

f. Pengaturan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai

dengan ketentuan di bawah ini:

usia Berat Badan (Gram)


1200 1201-1500 1501-2500 >2500
0-24 jam 340c-35oc 33,30c-34,4oc 31,80c-33,8oc 310c-33,8oc
25-48 jam 330c-35oc 330c-34oc 31,10c-33,6oc 30,50c-33,5oc
49-72 jam 340c-35oc 330c-34oc 310c-33,2oc 30,10c-33,2oc
73-96 jam 340c-35oc 330c-34oc 310c-33oc 290c-32oc
4-5 hari 310c-33oc 300c-32oc 290c-32oc 28.80c-29,8oc
5-6 hari 30,80c-32,6oc 30,60c-32,3oc 290c-31oc 280c-29oc

2.2 Konsep Termoregulasi

Termoregulasi adalah keseimbangan suhu antara kehilangan panas dan

produksi panas serta mekanisme mempertahankan keseimbangan suhu.

Pemahaman yang baik tentang fisiologi termoregulasi sangat penting agar

memungkinkan bidan untuk merawat bayi dengan tepat dan juga mampu memberi

nasihat dengan benar tentang kontrol suhu (Teachers, 2012).

2.2.1 Macam-macam Termoregulasi

1. Hipotermi

Hipotermi adalah suatu keadaan di mana suhu tubuh bayi kurang dari 36,5 oC

dari suhu optimal. Menurut Sarwono (2002), gejalah awal hipotermia apabila suhu

kurang dari 36 oC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh

bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32 oC –
25

36 oC). Disebut hipotermia kuat bila suhu tubuh kurang dari 32 oC (Maternity,

dkk, 2018).

Hipotermi di bagi menjadi 3 yaitu :

1. Hipotermia ringan (cold stress), yaitu suhu antara 36,5 oC

2. Hipotermia sedang, yaitu suhu antara 36 oC, dan

3. Hipotermia berat, yaitu suhu tubuh kurang dari 32 oC

Ada empat mekanisme tubuh kehilangan panas yaitu:

Gambar 2.3 Cara kehilangan panas.


1. Evaporasi merupakan bayi yang masih basah dibiarkan terpapar udara

lingkungan, dan dengan perubahan udara menjadi uap air, maka akan

terjadi kehilangan panas.

Pencegahan yakni keringkan bayi dengan baik saat persalinan dan

perhatikan pengeringan kepala. Ketika handuk basah telah disingkirkan,

bungkus bayi dengan handuk kering.

2. Radiasi merupakan perpindahan panas di area bayi yang terbuka ke

permukaan lingkungan.
26

Pencegahan yakni pastikan bayi tidak diletakkan di dekat permukaan yang

lebih dingin seperti jendela atau dinding.

3. Konveksi merupakan panas hilang karena perpindahan udara di

permukaan kulit.

Pencegahan yakni tutuplah jendela dan pintu, matikan kipas angin sebelum

persalinan. Oksigen sekitar wajah mengalir bebas juga dapat menyebabkan

kehilangan panas karena konveksi.

4. Konduksi merupakan panas hilang dari satu permukaan ke permukaan

lain, tempatkan bayi di permukaan yang dingin.

Pencegahan yakni setiap permukaan tempat bayi diletakkan seperti

resuscitaire atau timbangan harus dihangatkan terlebih dahulu. Tangan

yang dingin juga dapat menyebabkan kehilangan panas karena konduksi

(Teachers, 2012).

2. Hipertemi

Suhu normal bayi baru lahir berkisar 36,5 oC – 37,5 oC (suhu ketiak). Gejalah

hipertermi bayi baru lahir: suhu tubuh bayi > 37,5 oC. Frekuensi pernapasan bayi

> 60/ menit. Tanda-tanda dehidrasi, yaitu berat badan menurun, turgor kulit

kurang, banyaknya air kemih berkurang (Rukiyah & Yulianti, 2012). Biasanya

hipertermi di sebabkan panas yang berlebihan pada lingkungan seperti kurang

pentilasi, cuaca di luar sedang terik, ruangan sempit atau cahaya yang masuk ke

ruangan berlebihan tetapi itu juga dapat menjadi tanda-tanda klinis pada demam

yang terjadi karena bakteri, luka pada otak, atau terapi obat hipermatremia, ikterus

dan apneu kronis.


27

2.2.2 Patofisiologi

Neonatus/bayi yang baru lahir harus memantapkan dan mempertahankan

suhunya sendiri saat lahir. Kehilangan panas berlangsung cepat karena luas

permukaan bayi yang besar dan dapat melebihi produksi panas jika bayi dibiarkan

berada di suhu ruang yang terlalu dingin dan kering. Bayi yang lahir cukup bulan

dan kurang bulan mempunyai rasio luas permukaan terhadap berat yang besar,

mereka kekurangan lemak subkutan dan kulitnya bersifat permeabel terhadap air,

semua keadaan tersebut membuat bayi sulit mempertahankan panas badannya.

Sebagian besar bayi mempunyai kemampuan termoregelator yang berkembang

cukup baik, namun kisaran sempit normalitaslah yang membuat bayi-bayi rentan

ketika kontrol suhu buruk.

Meskipun vasokonstriksi kulit sebagai respons terhadap dingin pada bayi sama

dengan orang dewasa, namun pada bayi yang lahir cukup bulan isolasi yang

diberikan oleh jaringan subkutan adalah kurang dari setengah isolasi orang

dewasa (Rennie dan Roberton, 2002). Saat lahir, bayi berpindah dari lingkungan

intrauterin yan hangat ke lingkungan ekstrauterin yang lebih dingin. Bayi yang

lahir cukup bulan mempunyai kemampuan terbatas untuk mempertahankan

suhunya dengan cara menggigil, bayi-bayi juga mempunyai kemampuan untuk

mengubah posisinya agar mengurangi luas pemukaanya untuk mempertahankan

panas, tetapi mereka kekurangan lemak subkutan dan akhir dalam keadaan basah

menuju lingkungan yang lebih dingin.

Termogenesis tanpa menggigil (non-shivering thermogenesis) adalah proses

yang berlangsung pada bayi-bayi selama minggu-minggu pertama kehidupan

untuk mempertahankan suhunya dan segera diaktivasi setelah lepasnya plasenta.


28

Peningkatan oksigenasi berperan penting dalam mengawali sistem ini. Sistem

saraf simpatetik distimulasi oleh reseptor dingin cuta neous. Sistem ini

mengaktivasi pelepasan noradrenalin yang menstimulasi metabolisme brown

adipose tissue (BAT). Thyroid stimulating hormone (TSH) juga dilepaskan dari

pituitari anterior dengan hormon tiroid yang sebagian berperan dalam

memobilisasi enzim-enzim sehingga mempercepat oksidasi gula.

Agar non-shivering thermogenesis berlangsung maka diperlukan energi dalam

bentuk glukosa. Sebagai contoh jika kadar glukosa rendah terjadi pada bayi yang

menderita keterbatasan pertumbuhan intrauterin setelah fetal distress atau

resusitasi, maka bayi perlu mengubah protein dan lipida menjadi glukosa. Proses

ini disebut glukoneogenesis. Glukoneogenesis dapat terhambat pada bayi yang

lahir tidak cukup bulan atau berukuran kecil untuk usia gestasinya (Teachers,

2012).

2.2.3 Manifestasi Klinis

1. Tanda dan gejalah Hipotermi

Adapun gejalah dari hipotermi adalah bayi tidak mau minum, bayi tampak

lesu atau mengantuk saja, tubuh bayi terasa dingin, dalam keadaan berat,

denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (seklerema)

(Maternity, dkk, 2018). Adapun tanda-tanda dari hipotermi adalah ditandai

dengan muka pucat, mendengkur, tachypnoea, kulit dingin, lethargy, sulit

makan, hypotonia, apnoea, mudah marah, bradycardia, bintik-bintik

(Teachers, 2012).

2. Tanda dan gejalah Hipertermi


29

Adapun tanda dan gejalah dari Hipertermi adalah pada suhu aksiler

didapatkan suhu lebih dari 37,5 oC, terdapat tanda dehidrasi (elastisitas

kulit turun, mata dan ubun-ubun besar cekung, lidah dan membran mukosa

kering), malas minum / menyusui, frekuensi napas lebih dari 60 kali per

menit, denyut jantung lebih dari 160 kali per menit, suhu lingkungan yang

terlalu panas dapat disebabkan oleh suhu inkubator yang terlalu tinggi,

radiasi sinar matahari pada waktu bayi berada didalam inkubator terlalu

banyak, atau tempat tidur bayi berada di dekat radiator panas, dan

sebagainya (Maternity, dkk, 2018).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses

yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al, 1996).

Tujuan pengkajian adalah untuk meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan

yang diberikan, melalui hal-hal berikut : Menggambarkan kebutuhan pasien untuk

membuat diagnosis keperawatan, memfasilitasi perencanaan intervensi,

menggambarkan kebutuhan keluarga (Setiadi, 2012).

1. Data Subyektif

Data subyektif BBLR terdiri dari:

a. Biodata/identitas pasien

Bayi BBLR bisa terjadi dengan umur kehamilan preterm maupun aterm.
30

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat antenatal yang perlu dikaji yaitu: keadaan ibu saat hamil,

kehamilan dengan resiko preterm, pemeriksaan kehamilan, periksa

kehamilan, HPHT (Hari pertama hari terakhir), dan usia kehamilan.

c. Riwayat Natal

Kala 1: Perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta

previa

Kala 11 : Persalinan dengan tindakan bedah Caesar , karena pemakaian obat

penenang yang dapat menekan system pusat pernafasan

d. Riwayat post natal

Pada tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit kelahiran

dan dapat diulang jika skor masih rendah, AS (0-3) disebut asfiksia berat,

AS (4-6) disebut asfiksia sedang, AS (7-10) disebut asfiksia ringan.

e. Pola Nutrisi

Pada bayi BBLR masih mengelami kelemahan dalam penghisapan untuk itu

diperlukan cairan parenteral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk

mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi

dehidrasi, asidosis metabolic, hipoglikemi.

f. Pola Eliminasi

BAB : frekuensi, konsistensi, warna

BAK : frekuensi, jumlah

g. Latar belakang budaya


31

Kebudayaan yang berpengaruh pada bayi BBLR yaitu kebiasaan ibu

merokok, ketergantungan obat tertentu seperti psikotropika, kebiasann ibu

minum-minuman beralkohol dan melakukan diet ketat,

h. Hubungan psikologis

Setelah bayi baru lahir sebaiknya dilakukan rawat gabung dengan ibu

apabila kondisi bayi memungkinkan. Hal ini bermamfaat sekali untuk

petumbuhan pada bayi dan mempererat hubungan psikologis antara si ibu

dan bayi.

2. Data Obyektif

Adapun data obyektif pada pasien BBLR yaitu sebagai berikut:

a. Keadaan Umum

Pada bayi BBLR , keadaanya lemah dan hanya merintih. Kedaan bayi akan

stabil apabila bayi sudah menangis keras dan juga bayi sudah bergerak

dengan aktif.

b. Tanda-tanda vital

Bayi preterm beresiko terjadinya hipotermi bila suhu tubuh < 36,5 0C, dan

beresiko terjadinya hipertermi jika suhu tubuh > 37,50C, sedangkan suhu

normal tubuh antara 36,50C-37,50C.

c. Pemeriksaan fisik
32

1. Kulit : keadaan kulit (warna kulit kemerahan atau tidak), akral hangat

atau dingin, turgor kulit (kering, halus, atau terkelupas), ada edema atau

tidak, lanugo(tidak ada, menipis, menghilang).

2. Kepala : kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal

hematom, ubun-ubun keras dan menonjol akibat adanya peningkatan

intracranial sutura (terbuka, lebar, menyatu, atau bertumpang tindih),

adanya lesi atau tidak, pengukuran kepala bergantung pada usia gestasi dan

ukuran tubuh bayi.

3. Mata : bentuk mata normal atau tidak, konjungtiva (normal, infeksi,

anemik, ikterik), pupil normal atau menyempit, gerak bola mata normal atau

menyempit.

4. Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung atau tidak, adakah gangguan

penciuman atau tidak, adakah lendir atau tidak, frekuensi dan keteraturan

pernafasan rata-rata 40-60 x/menit.

5. Telinga : simetris atau tidak, adanya kelainan atau tidak, tulang rawan

tebal atau tidak

6. Mulut dan leher : bibir normal atau tidak, gigi lengkap atau tidak, gigi

bersih atau tidak, selaput lendir mulut lembab atau kering, lidah bersih atau

tidak, ada kesulitan untuk menelan atau tidak, kelenjar thyroid teraba atau

tidak.

7. Jantung : ada atau tidak bunyi lup-dup periksa pengisian isi kapiler

dengan menaruh satu jari di tengah dada, tekan dan lepaskan, warna kulit
33

harus kembali normal dalam 2 detik, mur-mur ada atau tidak, ada atau

tidaknya takikardi/bradikardi.

8. Paru-paru : bentuk dada simetris atau tidak, ada atau tidak retraksi dada

kedalam, ada tidaknya dispnea/takipnea/apnea, ada atau tidak bunyi

tambahan pada paru seperti: wheezing, ronchi, cracles.

9. Abdomen : bentuk abdomen datar atau tidak, tepi perut dan umbilicus

menonjol atau tidak, bendungan pembuluh darah dikulit abdomen ada atau

tidak, peristaltic usus 5-35/menit, adanya nyeri tekan atau tidak, adakah

ascites atau tidak.

10. Genetalia : pada bayi laki-laki, testis sduah turun atau belum, karena

untuk bayi laki-laki aterm testis harus turun, lihat adanya kelainan letak

muara uretra pada bayi laki-laki, pada bayi perempuan lihat labia mayora,

karena pada bayi aterm labia minora dan klitoris sudah ditutupi oleh labia

mayora. Lihat ada atau tidaknya sekresi mucus keputihan ataupun

pendarahan.

11. Anus : pastikan bahwa tidak adanya anomalia anorektal.perhatikan

adanya darah dalam tinja.

12. Ekstermitas : perhatikan apakah ada krepitasi atau tidak, apakah ada

tremor atau tidak, apakah ada kejang atau tidak, akral dingin atau hangat,

adakah kelainan congenital atau tidak.

13. Refleks : pada bayi pretrm post asfiksia berat refles moro dan suckling

( menghisap) lemah.
34

2.3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan

kewenangan perawat (Setiadi, 2012).

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot

pernafasan dan penurunan ekspansi paru ditandai dengan penurunan kapasitas

vital, dipnea, pernafasan cuping hidung dan takipnea.

2. Ketidakseimbangan termoregulasi berhubungan dengan imaturitas pengaturan

suhu tubuh, keterbatasan lemak subkutan ditandai dengan suhu tubuh kurang dari

36, 5 0C, dehidrasi, akral dingin.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menerima nutrisi, imaturitas peristaltic gastrointestinal ditandai

dengan membran mukosa pucat, tonus otot menurun, penurunan berat badan

dengan asupan makanan adekuat.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis tidak adekuat

ditandai dengan trauma jaringan, pemajanan terhadap patogen lingkungan

meningkat.

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Ketidakseimbangan termoregulasi berhubungan dengan imaturitas pengaturan

suhu tubuh, keterbatasan lemak subkutan ditandai dengan suhu tubuh kurang dari

36, 5 0C, dehidrasi dan akral dingin.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x… ketidakseimbangan

termoregulasi dapat teratasi secara optimal sesuai dengan kondisi bayi.


35

kriteria hasil :

1. Suhu tubuh bayi 36, 5 0C-37, 5 0C

2. hidrasi adekuat

3. Akral teraba hangat

4. Frekuensi pernafasan dalam batas normal (40-60 x/menit)

Intervensi keperawatan :

1. Monitor suhu tubuh minimal dua jam. Pertama periksa suhu pada rektal

selanjutnya periksa suhu pada aksila.

Rasional : untuk memantau suhu tubuh pada bayi

2. Letakkan bayi di inkubator atau memakaikan pakaian yang cukup hangat serta

penutup kepala,selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

Rasional : untuk mengatur suhu tubuh agar tetap stabil.

3. Gunakan matras panas dan selimut hangat yang disesuaikan dengan kebutuhan

Rasional : menurunkan kehilangan melalui evaporasi

4. Monitor adanya tanda-tanda hipertermia misalnya : warna kemerahan, keringat

dingin

Rasional : peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi

oksigen berlebihan dan apnea.

5. Monitor adanya tanda-tanda sianosis pada bayi

Rasional: untuk mencegah terjadinya sianosis

6. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek

negative dari kedinginan terhadap orangtua.


36

Rasional: untuk mencegah stress dingin

7. Ajarkan ibu untuk melakukan KMC (Kangaroo Mother Care).

Rasional : KMC (Kangaroo Mother Care) sangat efektif untuk menaikkan suhu

tubuh bayi.

2.3.4 Implementasi (Tindakan Keperawatan)

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi keperawatan antara lain,

mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan

system tubuh, memantapkan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi

pesan dokter (Setiadi, 2012).

2.3.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga

kesehatan lainya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan yang disesuaikan dengan Kriteria hasil pada tahap perencanaan

(Setiadi, 2012).
37

BAB 3

METODE STUDI KASUS

Pada bab ini dijelaskan tentang pendekatan proses keperawatan, gambaran

umum klien, batasan kasus, lokasi, waktu penulisan, dan pelaksanaan penanganan

asuhan keperawatan, prosedur kerja, teknik dan instrumen pengumpulan data, dan

analisis data.

3.1 Pendekatan (Desain Studi Kasus)

Desain studi kasus merupakan kegiatan yang menghasilkan suatu karya

tuis berdasarkn kenyataan ilmiah. Dilakukan dari penemuan masalah untuk

dianalisis atau diolah agar menghasilkan suatu kesimpulan.

Pendekatan atau desain Studi Kasus yang digunakan dalam penulisan ini

adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk mengambarkan masalah

penanganan ketidakseimbangan Termoregulasi pada bayi BBLR di Ruang

Neonatus RSUD Sidoarjo, dengan metode studi kasus dengan pendekatan proses

asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, pelaksanaaan, dan evaluasi (Hidayat A. A., 2007).

3.2 Subyek Studi Kasus

3.2.1 Populasi

Populasi menurut (Nursalam, 2008) dalam penelitian adalah

subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Susilo, 2012). Penderita BBLR rata-rata di Ruang Neonatus


38

RSUD Sidoarjo didapatkan populasi 30 BBLR setiap bulan selama tahun

2015.

Kriteria yang akan diteliti adalah :

a) BBLR yang datang di Ruang Neonatus

b) Bayi berjenis kelamin laki-laki atau perempuan

c) Bayi dengan berat badan lahir 1000-1500 gram.

d) BBLR dengan masalah ketidkefektifan termoregulasi

e) Keluarga klien bersedia menjadi respon

3.3 Batasan Istilah (Definisi Operasional)

Standar prosedur operasional pada semua istilah yang digunakan dalam

studi kasus beserta pengertiannya. Apakah kasus yang digunakan adalah bayi

berat badan lahir rendah.


39

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor


Operasional
Bayi berat Bayi berat a. Klinis : 1.Timbangga Ordinal 1. Berat
lahir rendah badan lahir Umur bayi n badan
rendah dapat cukup, 2.Lembar bayi
dengan kurang atau monitoring stabil
berat badan lebih bulan, ballard atau
lahir > 2500 tetapi score naik
gram beratnya sesuai
kurang dari dengan
2500 gram keadaa
b. Pemeriksaan n bayi
penunjang : (norma
Pemeriksaan l).
ballard skor
menunjukkan
angka kurang
dari 35
ketidakseim Kondisi 1. Suhu normal 1. Termomer Ordinal 1.Normal
bangan dimana bayi adalah er 36,50C-
termoregula suhu tubuh 36,50C- 2. Lembar 37,50C
si turun 37,50C observasi 2.Hipoter
(Hipotermi) sampai 2. Seluruh mi
dibawah tubuh bayi sedang :
0
35 C hangat 320C-
360C
3.Hipoter
mi berat :
<320C
4.Hiperte
rmi :
> 37,50C

1.4 Lokasi dan Waktu Studi Kasus

Penulisan dan pelaksanaan penanganan asuhan keperawatan ini dilaksanakan

di Ruang Neonatus RSUD Sidoarjo. Waktu pelaksanaan pada bulan Desember

sampai Maret 2020.


40

1.5 Prosedur Studi Kasus

Studi Kasus diawali dengan penyusunan usulan studi kasus dengan

menggunakan metode studi kasus. Pemilihan kasus atau masalah yang akan

dijadikan judul penulisan sesuai dengan kriteria penentuan kasus atau masalah

yang telah diuraikan pada sub bab latar belakan masalah. Penulis meminta izin

untuk melakukan studi kasus dalam informasi data ke instansi pendidikan yang

ditujukan yaitu RSUD Sidoarjo untuk melakukan studi dan mendapatkan data

jumlah BBLR tahun 2017 hingga tahun 2019 untuk melengkapi sub latar belakang

masalah. Kegiatan penyusunan usulan studi kasus juga menguraikan tentang

tinjauan pustaka terhadap kasus atau masalah kesehatan yang akan diteliti dan

metode studi kasus yang akan digunakan, setelah itu akan diadakan ujian proposal

untuk menentukan apakah usulan studi kasus disetujui agar dapat dilanjutkan

dengan kegiatan pengumpulan data studi kasus. Data studi kasus didapatkan dari

hasil pengamatan (observasi), wawancara, pemeriksaan fisik, dan studi pustaka

dari subjek penelitian. Tahap selanjutnya adalah penulisan laporan studi kasus

sesuai ketentuan yang berlaku.

1.6 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik yang dilakukan

a. Wawancara

Wawancara adalah salah satu faktor penting dalam menggali informasi

dari nara sumber. Dengan teknik wawancara yang baik dan benar

diharapkan tujuan interviu akan tercapai (Sumantri, 2013).


41

b. Observasi

Pada setiap penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

metode pengamatan, seorang peneliti hendaknya memerhatikan hal-

hal, seperti di bawah ini :

a) Ruang atau tempat. Setiap gerak (benda, peristiwa, orang,

hewan) selalu berada dalam ruang atau tempat tertentu.

Bahkan keseluruhan dari benda atau gejala yang ada dalam

ruang yang menciptakan suatu suasana tertentu patut

diperhatikan oleh si peneliti, sepanjang hal itu mempunyai

pengaruh terhadap gejala-gejala yang diamatinya.

b) Pelaku. Pengamatan terhadap pelaku mencakup ciri-ciri

tertentu yang dengan ciri-ciri tersebut sistem kategorisasi

yang berpengaruh terhadap struktur interaksi dapat

terungkapkan (Sumantri, 2013).

c. Pemeriksaan Fisik

Bayi yang baru lahir harus menjalani pemeriksaan lengkap sebelum

pulang kerumah. Waktu untuk melakukan penilaian pemeriksaan tidak

disepakati akan tetapi waktu yang optimal untuk melakukan pemeriksaan

ialah antara 24-48 jam, namun standar yang ditetapkan oleh the National

Screening Committee (NSC) (2008) menyatakan bahwa semua bayi harus

diperiksa dalam 72 jam dari saat oleh professional kesehatan terlatih.

Pemeriksan fisik dilakukan dengan metode “head to toe” (kepala

sampai kaki). Pemeriksaan fisik ini dapatdilakukan dengan memakai 4

teknik yaitu :
42

1. Inspeksi : memeriksa dengan pengamatan secara teliti

2. Auskultasi : memeriksa dengan mengunakan stetoskop

3. Palpasi : memeriksa dengan cara perabaan

1.6.2 Instrumen pengumpulan data

Pada bagian ini disebutkan dalam melakukan pengumpulan data digunakan

format studi kasus diagnose keperawatan, format rencana tindakan keperawatan,

dan format evaluasi. Sedangkan teknik pemeriksaan fisik menggunakan alat-alat

pengukuran fisiologis, thermometer, midline, timbangan berat badan, stetoskop,

penlight, dan alat tulis untuk mendokumentasikan, serta melihat hasil pemeriksaan

penunjang seperti ballard skor.

1.7 Analisis Data

Analisa data dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai tahap, tahap yang

pertama yaitu dengan melakukan pengkajian sebagai pengumpulan data,

pengkajian diperoleh melalui wawancara mulai dari orang tua si bayi maupun

anggota keluarga yang lain untuk mendapatkan informasi tentang biodata bayi

tersebut. Dari biodata bayi tersebut dapat diketahui pemicu terjadinya BBLR.

Selanjutnya keluhan yang terjadi pada BBLR mengenai hipotermia yaitu suhu

tubuh yang turun sampai dibawah 350C, bayi tidak mau minum, tubuh bayi teraba

dingin, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras. Riwayat

kehamilan ibu juga diperlukan untuk mengetahui pemicu terjadinya BBLR, dan

juga riwayat gizi ibu. Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui keadaan

fisik klien dengan BBLR. Observasi data-data penunjang untuk mendukung dalam

menentukan diagnosa bayi dengan BBLR.


43

Tahap kedua yaitu perumusan masalah (diagnosa keperawatan), pada tahap ini

diawali dengan analisis data dengan membaca keseluruhan data yang ada dan juga

memberikan data yang abnormal dari penggabungan data tersebut diperoleh

masalah-masalah yang dapat ditegakkan sebagai diagnosis. Diagnosis keperwatan

yang sering ditemukan adalah ketidakseimbangan termoregulasi, ketidakefektifan

pola nafas, resti infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resti

kekurangan/kelebihan volume cairan, resti gangguan integritas kulit. Tahap yang

ketiga yaitu perencanaan ( intervensi keperawatan). Pada tahap ini asuhan

keperawatan yang diambil oleh penulis ialah berhubungan dengan

ketidakseimbangan termoregulasi. Tahap yang keempat yaitu mengidentifikasi

tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) sesuai dengan rencana asuhan

keperawatan. Tahap yang terakhir yaitu evaluasi keperawatan. Evaluasi dilakukan

untuk mengetahui respon klien terhadap tindakan yang sudah dilakukan pada

asuhan keperawatan.
44

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Sidoarjo. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Tahun


2018.www. Dinkes. Sidarjokab.go.id ( diakses tanggal 22 desember 2019).

Hartiningrum, Indri, dan Nurul Fitriyah. 2018. Bayi berat lahir rendah (BBLR) di
provinsi jawa timur tahun 2012-2016. Https: //www. Researchgate.
Net/publication/331553533.Bayi_Berat_lahir_Rendah_BBLR_di_Provinsi
_Jawa_Timur_Tahun_2012_2016 (diakses tanggal 19 desember 2019).

Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.


Jakarta: Salemba Medika.

Marmi, dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Maternity, Dainty, Arum Dwi Anjani, dan Nita Evrianasari. 2018. Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, Dan Anak Prasekolah. Yogyakarta:
ANDI.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta:


Mediaction Publishing

Pantiawati, Ika. 2010. Bayi Dengan BBLR. Yogyakarta: Nuha Medika.

Proverawati, Atikah, Dan Cahyo Ismawati. 2010. BBLR Berat Badan Lahir
Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Putri, Apriliya Wibowo, dkk. 2019. Faktor ibu terhadap kejadian Bayi Berat
Lahir Rendah. HIGEIA. 3(1), 1-8.

Rukiyah, Ai Yeyeh, dan Lia Yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak
Balita. DKI Jakarta: CV. Trans infomedia.

Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori &
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sumantri, Arif. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencava


Prenada Media Grup.
45

Susilo, Wihelmus Hary. 2012. Statiska dan Aplikasi Untuk Penelitian Ilmu
Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

Teachers, Ten. 2012. Asuhan kebidanan Pada Bayi Yang Baru Lahir. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Riskesdes 2018. 2019. Laporan Nasional Riskesdes 2018. Jakarta: Lembaga


Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Utami, Yugita, dan Nura Karentina. 2019. Hubungan Antara Hipertensi


Gestasional Dan Usia Ibu Terhadap Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
eprints. Ums. ac. id/ 70114/1/NASKAH PUBLIKASI.Pdf (diakses tanggal
19 desember 2019).

WHO. (2014). Low Brith Weight Policy Brief.

Anda mungkin juga menyukai