Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH PENERAPAN METODE KANGAROO MOTHER

CARE (KMC) TERHADAP KESTABILAN SUHU TUBUH


BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
DI BIDAN PRAKTIK SWASTA (BPS) SURYATI
KABUPATEN BIREUEN

Proposal Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan

Diajukan Oleh:

INTAN DEWI SARTIKA


NIM : 171101050

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DARUSSALAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
LHOKSEUMAWE
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa bayi merupakan dalam fase pertama kehidupan manusia selama

usia 0-12 bulan, dimana pada masa ini memerlukan adaptasi terhadap

lingkungan. Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru

lahir. Berat badan lahir merupakan parameter umum yang dipakai untuk

menggambarkan pertumbuhan fetus dan nutrisi intra uterin. Rata-rata berat

bayi normal adalah 3200 gram dengan usia gestasi 37 sampai dengan 41

minggu. Bbayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa

memandang masa gestasi disebut Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

(Mustya, 2017).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan permasalahan yang

sering dihadapi pada perawatan bayi baru lahir. Bayi dengan Berat Badan Lahir

Rendah memerlukan perawatan yang intensif sampai berhasil mencapai kondisi

stabil. Langkah penanganan yang tepat sangat penting untuk dilakukan, karena

berat badan yang rendah dapat membawa dampak buruk kepada kesehatan bayi

di masa depan. Bayi yang memiliki berat badan lahir rendah tidak selalu

terlahir dalam kondisi prematur. Pada proses kelahiran yang sesuai hari

prediksi lahir (HPL) pun dapat mengalami berat badan kurang dari batas

normal (Kemenkes RI, 2013).

1
2

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

53 tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan neonatal pada bayi baru lahir,

dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatal kepada bayi baru lahir

tertuang dalam Pasal 2, 3, 4, 5, dan 6. Dengan adanya pelayanan kesehatan

neonatal kepada bayi baru lahir tersebut, maka diharapkan tenaga kesehatan

dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatal secara merata kepada bayi

baru lahir, terutama pada bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

(Kemenkes RI, 2014).

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai

kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang

komplikasi, masalah pada bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah yang sering

terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat,

kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal, dan termoregulasi (Yasin

& Ispriyansti, 2017).

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah secara umum belum mempunyai

kematangan dalam sistem pertahanan tubuh untuk beradaptasi dengan

lingkungan. Bayi yang berat badan lahirnya rendah cenderung mengalami

hipotermi. Hal ini disebabkan karena tipisnya lemak subkutan pada bayi

sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Pratiwi & Subawa,

2019).

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah akan menimbulkan dampak

jangka panjang dimasa yang akan datang yang akan mempengaruhi kualitas

generasi penerus bangsa. Penatalaksanaan umum pada bayi dengan Berat


3

Badan Lahir Rendah menjadi hal yang sangat diperlukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi. Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan pada bayi

dengan BBLR yaitu mempertahankan suhu tubuh, pengaturan dan pengawasan

intake nutrisi, pencegahan infeksi, penimbangan berat badan, pemberian

oksigen, dan pengawasan jalan nafas (Solehati, dkk, 2018).

Salah satu tindakan yang dapat diberikan pada bayi Berat Badan Lahir

Rendah yaitu dengan perawatan metode Kangaroo Mother Care (KMC).

Perawatan metode Kangaroo Mother Care (KMC) merupakan terapi skin to

skin contact yaitu perpindahan panas secara konduksi dari ibu ke bayi sehingga

bayi tetap hangat dan stabil dalam suhu normal. Suhu tubuh ibu merupakan

sumber panas yang efisien dan murah, dapat memberikan lingkungan hangat

pada bayi, juga meningkatkan hubungan ibu dengan bayinya (Bebasari, dkk,

2017).

Upaya pemerintah dalam menurunkan angka kejadian Berat Badan Lahir

Rendah adalah dengan meningkatkan pemeriksaan kehamilan (antenatal care)

minimal 4 kali selama kehamilan, dan melakukan orientasi Program

Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) (Kemenkes RI,

2015). Tujuan antenatal care untuk mendeteksi dini komplikasi kehamilan,

untuk memberikan konseling terkait gizi pada ibu hamil, untuk menyiapkan

persalinan yang aman dan bersih, untuk merencanakan antisipasi dan persiapan

dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi, dan untuk dapat

melibatkan ibu/ suami dalam menjaga kesehatan gizi ibu hamil (Kemenkes RI,

2013).
4

Penelitian yang dilakukan oleh (Solehati et al., 2018) hasilnya

menyatakan bahwa metode Kangaroo Mother Care (KMC) tidak hanya

sekedar pengganti inkubator dalam perawatan bayi dengan berat badan

lahirnya yang rendah, namun juga memberi banyak keuntungan yang tidak bisa

diberikan oleh perawatan inkubator. Tindakan Kangaroo Mother Care (KMC)

lebih lama mempunyai efek positif terhadap lama menyusui dan suhu bayi

dalam rentang normal sehingga terjadi peningkatan berat badan bayi. Bayi

yang diberikan Kangaroo Mother Care (KMC) mempunyai suhu tubuh relatif

normal, denyut jantung dan pernafasan teratur, tidur lebih lama dan sedikit

menangis. Kangaroo Mother Care (KMC) pada bayi baru lahir juga akan

menyebabkan peningkatan kadar glukosa yang menyebabkan metabolisme sel

baik sehingga pertumbuhan sel menjadi lebih baik.

Berdasarkan penelitian dari Atik, dkk, (2016) menunjukkan bahwa pihak

Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus belum bisa melaksanakan Kangaroo

Mother Care (KMC) secara optimal karena kurangnya kemauan ibu atau orang

tua bayi untuk melakukan Kangaroo Mother Care (KMC) karena takut dengan

bayi yang masih kecil sehingga membuat ibu maupun keluarga merasa kurang

berani untuk mendekati bayinya dan ibu juga merasa kurang percaya diri untuk

melakukan perawatannya. Penelitian yang berbasis perawatan metode

Kangaroo Mother Care (KMC) pada bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) sangat penting dilakukan.

Menurut World Health Organization (WHO) angka prevalensi bayi Berat

Bada Lahir Rendah (BBLR) pada tahun 2015 diperkirakan 15% dari seluruh
5

kelahiran di dunia. Angka Kematian Bayi (AKB) telah terjadi peningkatan dari

tahun 2005 sebesar 260 orang sedangkan pada tahun 2006 sebesar 273 orang

itu artinya terjadi peningkatan sebesar 0,9%. Sekitar sepertiga dari jumlah

Berat Badan Lahir Rendah ini meninggal sebelum stabil atau dalam 12 jam

pertama kehidupan bayi (Pratiwi & Subawa, 2019).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 angka prevalensi

BBLR di Indonesia sebesar 6,2%. Menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 Angka Kematian Bayi (AKB) di

Indonesia adalah 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Pada tingkat kematian

tersebut 1 diantara 67 anak yang meninggal dalam bulan pertama

kehidupannya. Pada masa yang sama AKB turun 31% dari 35 kematian per

1.000 kelahiran hidup menjadi 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup

(Kemenkes RI, 2019).

Di Provinsi Aceh, pada tahun 2018 prevalensi Berat Badan Lahir Rendah

masih cukup tinggi yaitu mencapai 980 angka kelahiran Kasus Berat Badan

Lahir Rendah yang tinggi tentunya sangat mengkhawatirkan sehingga akan

mempengaruhi kualitas kesehatan di Aceh di masa yang akan datang (Dinas

Kesehatan Aceh, 2018).

Di Kabupaten Bireuen, prevalensi BBLR sebanyak 94 kelahiran.

Walaupun prevalensinya masih di bawah rata-rata nasional, Bireuen

selayaknya jauh lebih baik status kesehatan, gizi, dan sosial ekonominya.

Namun demikian, Bireuen saat ini memiliki prevalensi bayi Berat Badan Lahir
6

Rendah (BBLR) lebih rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Aceh

Selatan, Aceh Jaya, Aceh Barat, Simeulue, dan Sabang (Dinas Kesehatan

Aceh, 2018).

Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati merupakan salah satu bidan

profesional di Kabupaten Bireuen yang telah menyandang status Bidan Delima,

artinya melambangkan pelayanan berkualitas sesuai standar dalam Kesehatan

Reproduksi dan Keluarga Berencana yang berlandaskan kasih sayang, sopan

santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi, terjangkau, dengan tindakan

kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi.

Berdasarkan survei awal yang peneliti lakukan di Bidan Praktik Swasta

(BPS) Suryati, dari data pada tahun 2018 ditemukan sebanyak 63 kasus bayi

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), mengalami kenaikan pada tahun 2019

sebanyak 85 kasus, dan pada tahun 2020 terjadi kenaikan lagi sebanyak 96

kasus. Selanjutnya dari 5 bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang peneliti

observasi di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati, didapatkan 3 dari 5 bayi

BBLR tersebut memiliki suhu tubuh dibawah normal (<36 °C), sehingga bidan

meminta Ayah bayi untuk melakukan Kangaroo Mother Care (KMC). Namun

KMC yang dilakukan kurang dari 1 jam dan hanya dilakukan sekali.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian

tentang Pengaruh Penerapan Metode Kangaroo Mother Care (KMC) Terhadap

Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Bidan Praktik

Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen.


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana Pengaruh Penerapan Metode Kangaroo

Mother Care (KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Metode Kangaroo Mother Care

(KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) sebelum diberikan Metode Kangaroo Mother Care (KMC) di

Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen.

b. Untuk mengetahui Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) sebelum diberikan Metode Kangaroo Mother Care (KMC) di

di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen.

c. Untuk mengetahui Pengaruh Penerapan Metode Kangaroo Mother

Care (KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati Kabupaten

Bireuen.
8

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Penelitian menjadi referensi pengembangan evidence based dalam

melakukan asuhan keperawatan anak khususnya pada bayi dengan berat

badan lahir rendah bagi petugas kesehatan diruang perinatologi di Rumah

Sakit Telaga Bunda Bireuen

2. Bagi Ilmu Keperawatan

Dapat dijadikan sebagai referensi pengembangan ilmu keperawatan anak

terkait asuhan keperawatan bayi BBLR.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang

faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan jajan anak sekolah.

4. Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan dan

memperluas wawasan mengenai metode kangaroo mother care pada bayi

dengan berat badan lahir rendah

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian (Farida & Yuliana, 2017) dengan judul Pemberian Metode

Kangaroo Mother Care (KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh dan Berat

Badan Bayi BBLR di Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum RA Kartini

Jepara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui manfaat dari kangaroo

mother care dalam menstabilkan suhu tubuh dan meningkatkan berat badan
9

bayi BBLR di ruang anyelir RSU RA Kartini Jepara pada tahun 2015.

Metodologi yang digunakan yaitu evaluative dalam bentuk studi kasus, dan

untuk analisa data menggunakan deskriptif analitik, Hasil evaluasi setelah

dilakukan metode kanguru selama 3 hari dengan frekwensi 3 kali sehari dan

intensitas waktu 2 jam diperoleh peningkatan suhu tubuh sebanyak 1°C dari

yang sebelumnya suhu tubuh 35,6°C menjadi 36,6°C. Didapatkan juga

peningkatan berat badan sebanyak 110 gram, dari yang semula berat badan

hanya 1500 gram menjadi 1610 gram. Disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh pemberian metode kanguru terhadap kestabilan suhu tubuh dan

peningkatan berat badan pada bayi BBLR Persamaan : Variabel Metode

Kangaroo Mother Care (KMC), suhu tubuh, dan objek bayi BBLR.

Perbedaan : Variabel Berat Badan Bayi, teknik sampel, desain penelitian,

lokasi dan waktu penelitian.

2. Penelitian (Bebasari dkk., 2017) dengan judul Pengaruh Perawatan Metode

Kanguru Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Bayi Berat Badan Lahir

Rendah Di Ruang Perinatologi RSUD Dr. Rasidin Padang Tahun 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode kanguru

terhadap penambahan berat badan pada bayi dengan berat lahir rendah. Jenis

penelitian ini menggunakan Quasy Experiment. Data yang dikumpulkan

dengan menggunakan pengamatan langsung dengan metode penelitian

analitik, teknik sampling menggunakan purposive sampling. Penelitian

dilakukan pada tanggal 19 desember sampai dengan 12 Juni 2017,

populasinya adalah semua ibu yang memiliki bayi BBLR di ruang


10

Perinatologi RSUD Dr Rasidin berjumlah 15 orang. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara observasi menggunakan lembar checklist. Analisis

data univariat dengan statistik deskriptif dan analisis bivariat dengan Paired

T-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat BBLR bayi

sebelum perlakuan metode kangguru adalah 1871,33 gram dan setelah

perlakuan metode kangguru adalah 2135,33 gram. Ada pengaruh

pengobatan metode kanguru terhadap kenaikan berat badan pada bayi

BBLR di Ruang Perinatologi RSUD Dr. Rasidin Padang Tahun 2017.

Persamaan : Variabel Perawatan Metode Kanguru, desain penelitian, teknik

sampel, objek BBLR, dan analisis statistik. Perbedaan : variabel Berat

Badan Bayi, lokasi dan waktu penelitian.

3. Penelitian (Setiyawan, Prajani, & Agussafutri, 2019) dengan judul Pengaruh

Pelaksanaan Kangaroo Mother Care (KMC) Selama Satu Jam Terhadap

Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang

Perinatologi RSUD Pandan Arang Boyolali. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui penerapan Kangaroo Mother Care (KMC) selama satu

jam terhadap suhu tubuh bayi BBLR di Ruang Perinatologi RSUD Pandan

Arang Boyolali. Metode Penelitian ini menggunakan metode eksperimen

semu. Dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2016.

Sampel terdiri dari 22 bayi dan ditentukan melalui teknik accidental

sampling. Datanya dianalisis dengan menggunakan Wilcoxon signed ranks

test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu tubuh rata-rata sebelum dan

sesudah penerapan Kangaroo Mother Care (KMC) satu jam pada hari ke-1,
11

ke-2, dan ke-3 adalah 36,6°C dan 37,7°C. Kesmpulannya ada pengaruh

penerapan Kangaroo Mother Care (KMC) satu jam terhadap suhu tubuh

bayi BBLR yang ditunjukkan dengan p-value kurang dari 0,05. Persamaan :

Variabel Kangaroo Mother Care (KMC), Suhu Tubuh Bayi Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR), Desain penelitian. Perbedaan : teknik sampel,

populasi, lokasi dan waktu penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Kangaroo Mother Care

a. Pengertian

Kangaroo Mother Care (KMC) atau Perawatan Metode Kanguru

adalah perawatan kontak kulit ke kulit (Farida & Yuliana, 2017).

Kangaroo Mother Care (KMC) yaitu tindakan bayi selalu didekap ibu

atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi (Setiyawan dkk,

2019). Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah kontak kulit langsung

ibu dan bayinya baik dilakukan secara intermiten maupun kontinu yang

dapat memenuhi kebutuhan dasar bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) meliputi perhatian, kehangatan, kenyamanan, dan gizi yang

cukup (Hendayani, 2019).

Kangaroo Mother Care (KMC) atau perawatan metode kangguru

merupakan alternatif metode perawatan bayi baru lahir dengan cara skin

to skin. Metode ini adalah salah satu teknik yang tepat dan sederhana,

serta murah dan sangat dianjurkan untuk perawatan pada bayi Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR). Metode ini tidak hanya menggantikan

inkubator, tetapi juga dapat memberikan manfaat lebih yang tidak

didapat dari pemberian inkubator. Pemberian metode kangguru ini dirasa

sangat efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sangat mendasar

12
13

seperti kehangatan, air susu ibu, perlindungan dari infeksi, stimulasi,

keselamatan dan kasih sayang (Maryunani, 2013).

b. Jenis Perawatan Metode Kangguru

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2013) pemberian

metode kangguru terdapat dua jenis, perawatan metode kangguru

intermitten dan kontinyu :

1) Perawatan Metode Kangguru Intermitten

Metode ini biasanya dilakukan pada fasilitas unit perawatan

khusus dan intensif. Metode ini tidak diberikan secara terus menerus

sepanjang waktu, hanya diberikan ketika ibu mengunjungi bayi yang

masih berada dalam inkubator dengan durasi minimal satu jam secara

terus menerus dalam satu hari. Metode ini dapat dimulai pada bayi

yang sakit, yang berada dalam proses penyembuhan tetapi masih

memerlukan pengobatan medis (seperti infus, tambahan oksigen

dengan konsentrasi rendah) (Maryunani, 2013).

Bayi dengan penyakit atau kondisi yang berat membutuhkan

perawatan intensif dan khusus di ruang rawat neonatologi, bahkan

mungkin memerlukan bantuan alat. Bayi dengan kondisi ini,

Kangaroo Mother Care (KMC) tidak diberikan sepanjang waktu

tetapi hanya dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih

berada dalam perawatan di inkubator. Kangaroo Mother Care (KMC)

dilakukan dengan durasi minimal satu jam, secara terus-menerus per

hari. Setelah bayi lebih stabil, bayi dengan Kangaroo Mother Care
14

(KMC) intermiten dapat dipindahkan ke ruang rawat untuk menjalani

Kangaroo Mother Care (KMC) kontinu (IDAI, 2013).

2) Perawatan Metode Kangguru Kontinyu

Metode kontinyu ini bisa dilakukan di unit rawat gabung atau

ruangan yang diperuntukan untuk perawatan kangguru ataupun

dilakukan di rumah. Pada metode kontinyu ini dapat dilakukan

sepanjang waktu. Perawatan kontinyu dapat diterapkan apabila

kondisi bayi dalam kondisi stabil yakni bayi dapat bernafas secara

alami atau spontan tanpa oksigen bantuan (Maryunani, 2013).

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI, 2013), pada

Kangaroo Mother Care (KMC) kontinu kondisi bayi harus dalam

keadaan stabil, dan bayi harus dapat bernapas secara alami tanpa

bantuan oksigen. Kemampuan untuk minum (seperti menghisap dan

menelan) bukan merupakan persyaratan utama, karena Kangaroo

Mother Care (KMC) sudah dapat dimulai meskipun pemberian

minumnya dengan menggunakan pipa lambung. Dengan melakukan

Kangaroo Mother Care (KMC), pemberian ASI dapat lebih mudah

prosesnya sehingga meningkatkan asupan ASI.

c. Lama dan jangka waktu penerapan

Menurut Maryunani (2013), lama dan jangka waktu penerapan

Kangaroo Mother Care (KMC) adalah sebagai berikut :

1) Secara bertahap lama waktu penerapan metode kangguru

ditingkatkan dari :
15

a) Mulai dari perawatan belum menggunakan perawatan metode

kangguru

b) Dilanjutkan dengan pemberian perawatan metode kangguru

intermitten

c) Kemudian diikuti dengan perawatan metode kangguru kontinyu

2) Pelaksanaan metode kangguru yang singkat kurang dari 60 menit

dapat membuat bayi stress. Strategi yang dapat dilakukan untuk

menghindari hal tersebut antara lain:

a) Jika bayi masih berada di fasilitas pelayanan kesehatan, maka

lebih baik bayi diletakkan di inkubator.

b) Apabila bayi telah dilakukan pemulangan, anggota keluarga lain

dapat menggantikan ibu dalam melaksanakan perawatan metode

kangguru

3) Pemberian metode kangguru dapat dihentikan, apabila :

a) Berat badan bayi >2500 gram

b) Bayi mampu menyusu dengan kuat seperti bayi besar dan sehat

c) Suhu tubuh bayi stabil 36,5-37°C (Maryunani, 2013).

d. Tujuan Perawatan Metode Kangguru

Kangaroo Mother Care (KMC) bertujuan untuk menyalurkan

kehangatan pada bayi, dapat menurunkan hilangnya panas melalui

konduksi dan radiasi serta bertujuan untuk mempertahankan Neutral

Thermal Environment (NTE), yaitu kisaran suhu lingkungan sehingga

bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya tetap normal dengan


16

metabolisme basal minimum dan kebutuhan oksigen terkecil (Lestari,

Septiwi, & Iswati, 2014).

e. Pelaksanaan Perawatan Metode Kangguru

Menurut Ardiani (2019), pelaksanaan metode kangguru adalah skin

to skin atau kulit dengan kulit antara bagian depan tubuh bayi dengan

dada dan perut ibu dalam baju kangguru. Adapun langkah-langkahnya

sebagai berikut:

1) Semua pakaian bayi dilepas

2) Ibu atau keluarga yang akan menggendong diminta melepas BH atau

baju dalam (hanya memakai baju/atau kaos yang longgar)

3) Gendong bayi, letakkan bayi didalam baju sehingga terjadi sentuhan

kulit ibu dan kulit bayi tanpa perantara

4) Bebat/ikat pinggang ibu dibawah badan bayi sehingga badan badan

bayi terhatan tidak turun ( ikatan di luar baju)

5) Gendong bayi seperti biasa menggunakan kain, ikatan kain

penggendong diluar baju ibu

6) Pakaikan topi penutup kepala bayi

2. Konsep Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah istilah yang digunakan

untuk menggambarkan bayi yang lahir dengan berat kurang dari 5 pon, 8

ons (<2500 gram). Bayi baru lahir rata-rata biasanya memiliki berat

sekitar 8 pon. Bayi dengan berat lahir rendah mungkin sehat meskipun
17

dia kecil. Tetapi bayi dengan berat badan lahir rendah juga dapat

memiliki banyak masalah kesehatan yang serius (Freeborn, dkk, 2020).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang

lahir dengan berat < 2500 gram (WHO, 2012). Berat lahir adalah berat

bayi yang ditimbang dalam waktu 1 (satu) jam pertama setelah lahir.

Pengukuran dilakukan di tempat fasilitas kesehatan (Rumah sakit,

Puskesmas, dan Polindes), sedang bayi yang lahir di rumah waktu

pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam (Hasriyani,

dkk, 2018).

b. Klasifikasi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Cutland dkk (2017), klasifikasi bayi Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) ada beberapa cara yaitu :

1) Berdasarkan harapan hidupnya

a) Bayi dengan berat lahir 2500-1500 gram adalah bayi berat lahir

rendah (BBLR)

b) Bayi dengan berat lahir 1500-1000 gram adalah bayi berat lahir

sangat rendah (BBLSR)

c) Bayi dengan berat lahir < 1000 gram adalah bayi berat lahir ekstrim

rendah (BBLER)

2) Berdasarkan masa gestasinya:

a) Prematuritas Murni, yaitu bayi dengan masa gestasi kurang dari 37

minggu atau biasa disebut neonatus dengan berat normal ketika


18

lahir. Dapat disebut Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) jika berat

lahirnya antara 1500 – 2500 gram.

b) Dismaturitas. Bayi dengan berat badan lahir tidak normal atau kecil

ketika dalam masa kehamilan.

c. Etiologi

Menurut Freeborn, dkk (2020), berat badan lahir rendah paling

sering disebabkan oleh lahir terlalu dini (kelahiran prematur) yaitu

sebelum 37 minggu kehamilan. Bayi prematur memiliki lebih sedikit

waktu di rahim ibunya untuk tumbuh dan menambah berat badan.

Sebagian besar berat badan bayi bertambah selama minggu-minggu

terakhir kehamilan. Penyebab lain dari berat badan lahir rendah adalah

suatu kondisi yang disebut Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau

pembatasan pertumbuhan intrauterine. Hal ini terjadi ketika bayi tidak

tumbuh dengan baik selama kehamilan, dapat disebabkan masalah

dengan plasenta, kesehatan ibu, atau kesehatan bayi. Bayi dapat

mengalami Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dan menjadi :

1) Full term, artinya bayi lahir pada usia kehamilan 37 hingga 41

minggu. Bayi-bayi ini mungkin sudah dewasa secara fisik, tetapi

ukurannya kecil.

2) Prematur. Bayi-bayi ini sangat kecil dan belum dewasa secara fisik.

Menurut Nur, dkk (2016), ada beberapa faktor resiko yang dapat

menyebabkan masalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu :


19

1) Faktor ibu

a) Usia. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih tinggi

terjadi pada ibu yang berumur 35 tahun. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan World Health Organiztion (WHO) yaitu usia yang

paling aman adalah 20 – 35 tahun pada saat usia reproduksi, hamil

dan melahirkan.

b) Parietas. Ibu grandemultipara (melahirkan anak empat atau lebih)

2,4 kali lebih berisiko untuk melahirkan anak Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR), hal tersebut dikarenakan setiap proses kehamilan

dan persalinan meyebabkan trauma fisik dan psikis, semakin

banyak trauma yang ditinggalkan akan menyebabkan penyulit

untuk kehamilan dan persalinan berikutnya.

c) Gizi kurang saat hamil. Ibu yang mengalami gizi kurang saat hamil

menyebabkan persalinan sulit/lama, persalinan sebelum waktunya

(prematur), serta perdarahan setelah persalinan. Ibu yang memiliki

gizi kurang saat hamil juga lebih berisiko mengalami keguguran,

bayi lahir cacat dan bayi lahir dengan berat badan yang kurang.

d) Jarak kehamilan. Ibu yang memiliki jarak kelahiran <2 tahun lebih

berisiko melahirkan anak Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran >2 tahun,

hal tersebut dikarenakan pola hidup, belum menggunakan alat

kontrasepsi dan ibu tidak melakukan pemeriksaan dengan rutin.


20

e) Pola hidup Ibu yang dia terkena paparan asap rokok dan sering

mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan hipoksia pada janin

dan menurunkan aliran darah umbilikal sehingga pertumbuhan

janin akan mengalami gangguan dan menyebabkan anak lahir

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

2) Faktor kehamilan

a) Eklampsia / Pre-eklampsia

b) Ketuban pecah dini

c) Perdarahan Antepartum

3) Faktor janin

a) Cacat bawaan (kelainan kongenital)

b) Infeksi dalam rahim

d. Faktor Resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Freeborn, dkk (2020), selain kelahiran prematur dan

Intrauterine Growth Restriction (IUGR), hal-hal yang mempengaruhi ibu

hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan berat badan

rendah, yaitu :

1) Infeksi selama kehamilan

2) Berat badan tidak bertambah selama kehamilan

3) Kehamilan sebelumnya dengan bayi berat lahir rendah

4) Merokok

5) Penggunaan alkohol atau narkoba

6) Usia kurang dari 17 tahun atau lebih dari 35 tahun


21

e. Masalah kesehatan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesiaa (IDAI, 2013) ada

beberapa masalah kesehatan pada Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

yaitu :

1) Ketidakstabilan suhu tubuh

2) Gangguan pernapasan

3) Imaturitas neurologis

4) Gastrointestinal dan nutrisi

5) Imaturitas

6) Hipoglikemi

f. Penatalaksanaan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut (Nurmalasari, 2014) ada beberapa penatalaksanaan yang

bisa dilakukan untuk masalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yaitu :

1) Dukungan respirasi

2) Terapi Termoregulasi

3) Pencegahan infeksi

4) Pemberian nutrisi

3. Konsep Hipotermi Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian hipotermi pada bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


22

Hipotermia yaitu dimana suhu tubuh berada dibawah rentang

normal tubuh (Potter & Perry, 2013). Hipotermia adalah suatu keadaan

dimana suhu tubuh berada dibawah 35°C, bayi hipotermia adalah bayi

dengan suhu badan dibawah normal. Suhu normal pada neonatus berkisar

antara 36°C–37,5°C pada suhu ketiak. Adapun suhu normal bayi adalah

36,5-37,5°C (suhu ketiak) (Maryanti, Sujianti, & Budiarti, 2011).

b. Klasifikasi Hipotermia

Menurut (Sudarti & Fauziah, 2012) klasifikasi suhu tubuh abnormal

yaitu :

1) Hipotermia sedang

Merupakan hipotermia akibat bayi yang terpapar suhu lingkungan

yang rendah, waktu timbulnya hipotermia sedang adalah kurang dari 2

hari dengan ditandai suhu 32°C-36,4°C, bayi mengalami gangguan

pernafasan, denyut jantung kurang dari 100x/menit, malas minum dan

mengalami letargi.

2) Hipotermia berat

Hipotermia terjadi karena bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah

cukup lama akan timbul selama kurang dari 2 hari dengan tanda suhu

tubuh bayi mencapai 32°C atau kurang, tanda lain seperti hipotermia

sedang, kulit bayi teraba keras, napas bayi tampak pelan dan dalam,

bibir dan kuku bayi akan berwarna kebiruan, pernapasan bayi

melambat, pola pernapasan tidak teratur, dan bunyi jantung melambat.


23

3) Hipotermia dengan suhu tidak stabil

Merupakan gejala yang timbul tanpa terpapar dengan suhu dingin atau

panas yang berlebihan dengan gejala suhu bisa berada pada rentang

36-39°C meskipun dengan suhu ruangan yang stabil

c. Penyebab hipotermi pada bayi BBLR

Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2016), penyebab

hipotermi adalah :

1) Berat badan ekstrem

2) Terpapar suhu lingkungan rendah

3) Malnutrisi

4) Kekurangan lemak subkutan

5) Keruskan hipotalamus

6) Konsumsi alcohol

7) Pemakaian pakaian tipis

8) Penurunan laju metabolism

9) Tidak beraktifitas

10) Transfer panas (misalnya Konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi)

11) Trauma

12) Proses penuaan.

13) Efek agen farmakologis.

14) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia

Menurut (Dewi, 2013), empat penyebab kemungkinan yang dapat

mengakibatkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya.


24

1) Konduksi. Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya

yang kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari

tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung). Sebagai contoh,

konduksi biasa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan,

memegang bayi saat tangan dingin, dan menggunakan stetoskop

dingin untuk pemeriksaan Berat Badan Lahir (BBL).

2) Konveksi. Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang

sedang bergerak (jumlah panas yang hilang bergantung pada

kecepatan dan suhu udara). Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi

ketika membiarkan atau menempatkan Berat Badan Lahir (BBL)

dekat dengan jendela, atau memberikan Berat Badan Lahir (BBL) di

ruangan yang terpasang kipas angin.

3) Radiasi. Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan

yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang

mempunyai suhu berbeda) sebagai contoh, memberikan Berat Badan

Lahir (BBL) dalam ruangan Air Conditioner (AC) tanpa diberikan

pemanas (radiant warmer), membiarkan Berat Badan Lahir (BBL)

dalam kedaan telanjang, atau menidurkan Berat Badan Lahir (BBL)

berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat tembok).

4) Evaporasi. Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung

pada kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan

cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh

jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, dan aliran


25

udara melewati. Apabila Berat Badan Lahir (BBL) dibiarkan dalam

suhu kamar 25°C, maka bayi akan kehilangan panas melalui

konveksi, radiasi, dan evaporasi yang besarnya 200 kg/BB,

sedangkan yang dibentuk hanya sepersepuluhnya saja.

d. Manajemen Hipotermia

Menurut (Oktiawati & Julianti, 2017), sesuai dengan klasifikasi

hipotermia, manajemen hipotermia dibagi menjadi :

1) Hipotermia berat

a) Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah

dinyalakan sebelumnya, bila mungkin gunakan incubator dan

ruangan hangat

b) Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian hangat,

pakai topi dan selimut dengan selimut hangat

c) Hindari paparan panas yang berlebih dan posisi bayi sering diubah

d) Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi lebih dari 60 kali per

menit atau kurang dari 30 kali per menit, ada tarikan dinding dada,

dan merintih saat ekspirasi) lakukan terapi pada distress pernafasan

e) Pasang jalur intravena dan beri cairan intravena sesuai dengan

dosis rumatan

f) Periksa kadar glukosa darah apabila hipoglikemia angani

hipoglikemia

g) Nilai tanda bahaya setiap jam

h) Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai indikasi


26

i) Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap atau pasang

nasogastric tube (NGT)

j) Periksa suhu tubuh bayi

k) Monitoring bayi selama 24 jam

2) Hipotermia sedang

a) Mengganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang

hangat, memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat.

b) Lakukan metode kangguru bila ada ibu atau pengganti ibu, kalau

tidak gunakan inkubtor dan ruangan hangat, periksa suhu dan

hindari paparan panas yang berlebihan

c) Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering

d) Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya dan segera mencari

pertolongan bila terjadi hal tersebut

e) Periksa kadar glukosa, nilai tanda bahaya dan tanda-tanda sepsis

f) Lakukan perawatan lanjutan dan pantau bayi selama 12 jam periksa

suhu setiap 3 jam


27

B. Kerangka Teori

Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat disusun kerangka teori

sebagai berikut :

Faktor-faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh
bayi :
a. Berat badan ekstrem
b. Terpapar suhu lingkungan
c. Malnutrisi
d. Kekurangan lemak subkutan
Penatalaksanaan BBLR e. Keruskan hipotalamus
a. Dukungan respirasi f. Pemakaian pakaian tipis
b. Terapi Termoregulasi g. Penurunan laju metabolism
c. Pemberian Nutrisi h. Tidak beraktifitas
d. Pencegahan Infeksi i. Transfer panas
j. Trauma
k. Efek agen farmakologis
l. Kurang terpapar informasi
Metode Kangaroo Mother
Care (KMC) Kestabilan suhu tubuh

Jenis KMC : Nilai


a. KMC Intermitten - Stabil (36°C–37,5°C)
b. KMC Kontinyu - Tidak Stabil (<36°C)

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Modifikasi Teori Nurmalasari (2014), dan Sudarti & Fauziah (2012)
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2013), dan Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (2016)
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Menurut Hidayat (2007), kerangka konsep merupakan bagian

penelitian yang menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep

penelitian. Dalam penelitian ini kerangka konsep dibuat dalam bentuk

variabel independen dan dependen.

Variabel Independen Variabel Dependen

Metode Kangaroo Mother Care Suhu Tubuh Bayi BBLR

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu peneliti (Notoatmodjo, 2015). Variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen : Metode Kangaroo Mother Care

2. Variabel Dependen : Kestabilan Suhu tubuh bayi BBLR

C. Hipotesa

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan peneliti yang

telah dirumuskan. Hipotesis dalam penelitian ini terdiri atas hipotesis nol

(hipotesis statistic/nihil) dan hipotesis alternatif (hipotesis kerja). Hipotesis

28
29

nol disimbolkan dengan H0 menyatakan tidak ada hubungan antarvariabel

sedangkan hipoteis alternatif disimbolkan dengan Ha menyatakan ada

hubungan antarvariabel (Hidayat, 2007).

1. Ha : Ada pengaruh penerapan Metode Kangaroo Mother Care (KMC)

Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh Bayi BBLR di Bidan Praktek

Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen

2. Ho : Tidak ada pengaruh penerapan Metode Kangaroo Mother Care

(KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh Bayi BBLR di Bidan

Praktek Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Skala
No Variabel Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
operasional ukur
1 Metode Upaya Observasi Standar Nominal - Ya
Kangaroo perawatan Operasional - Tidak
Mother dengan cara Prosedur
Care skin to skin Kangaroo
oleh ibu yang Mother
memiliki Care
BBLR dan
BBLSR,
dengan
meletakkan
bayi di dada
ibu sehingga
terjadi kontak
langsung
kulit ibu
dengan kulit
bayi,
sedangkan
bayi hanya
menggunakan
30

Definisi Skala
No Variabel Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
operasional ukur
diapers dan
penutup
kepala.
Durasi
pelaksanaan
KMC yaitu 1
jam selama 3
hari
2 Suhu Tubuh Temperature Pengukuran Termometer Ordinal - Stabil
Bayi BBLR tubuh yang Suhu tubuh digital (36°C–
dapat diukur 37,5°C)
dengan - Tidak
menggunakan Stabil
thermometer, (<36°C)
Hasil
pengukuran
dinyatakan
dalam derajat
celcius

E. Cara Pengukuran Variabel

1. Metode Kangaroo Mother Care merupakan intervensi yang diukur dengan

menggunakan lembar observasi terhadap pelaksanaan KMC sesuai dengan

Satndar Operasional Prosedur. Metode KMC dilakukan dengan durasi 1

jam selama 3 hari sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya oleh Setiyawan dkk., (2019).

2. Suhu tubuh bayi akan diukur sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah

pemberian KMC. Suhu tubuh diukur dengan termometer digital dan akan

dicatat pada lembar catatan hasil pengukuran. Selanjutnya dikategorikan

menjadi :

a. Stabil, apabila suhu tubuh bayi 36°C–37,5°C

b. Tidak Stabil, apabila suhu tubuh bayi <36°C


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat quasi exsperiment dengan rancangan one

group pretest-posttest, untuk melihat kestabilan suhu tubuh bayi Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) sebelum dan sesudah dilakukan metode Kangaroo

Mother Care (KMC).

Desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

O1 X O2

Gambar 4.1
Desain Penelitian

Keterangan :

O1 = Observasi awal suhu tubuh bayi (Pretest)

X = Perlakuan yaitu metode Kangaroo Mother Care

O2 = Observasi akhir suhu tubuh bayi (Posttest)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Bidan Praktek Swasta (BPS) Suryati

Kabupaten Bireuen.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan sejak Maret 2021 sampai dengan Juni 2021.
32

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi BBLR yang lahir

di di Bidan Praktek Swasta (BPS) Suryati Kabupaten Bireuen, berjumlah 96

orang (Data tahun 2020).

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah accidental

sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, sehingga

peneliti bisa mengambil sampel pada siapa saja yang ditemui sesuai dengan

konteks penelitian (Sugiyono, 2017).

Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka

sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi

(Notoatmodjo, 2015).

Adapun kriteria inklusi dari sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Bayi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR)

b. Orang tua bayi bersedia menjadi

responden

Penelitian direncanakan selama 2 minggu dengan jumlah sampel

minimal 30 orang.
33

D. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer

digital dan lembar catatan hasil pengukuran suhu tubuh bayi. Instrumen

untuk intervensi Kangaroo Mother Care (KMC) berupa lembar Standar

Operasional Prosedur (SOP) dan lembar observasi.

2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan mengukur suhu

tubuh bayi sebelum dan sesudah dilakukan Kangaroo Mother Care (KMC).

E. Metode Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2015) pengolahan data dilakukan secara manual

dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Mengoreksi segala kesalahan dalam pengambilan data dan pengisian

data. Setelah data diterima dilakukan pemerikasaan kembali jawaban

responden dengan maksud untuk memastikan jawaban responden sesuai

dengan perintah yang diberikan.

2. Coding
34

Pemberian kode dimaksudkan agar mempermudah peneliti dalam

pengolahan data dimana data yang berbenuk huruf dirubah menjadi data

yang berbentuk angka sehingga mudah dibaca oleh mesin pengolah data.

3. Tabulating

Mentabulasikan data langsung kedalam tabel distribusi frekuensi.

Setelah data diberi kode kemudian data ditabulasikan kedalam komputer

untuk proses pengolahan data secara komputerisasi.

4. Cleaning

Data yang telah diolah diperikasa kembali untuk menghindari

kesalahan baik pada pengetikan maupun kesalahan data yang terlewatkan.

F. Analisa data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat ditujukan untuk menggambarkan variabel

penelitian melalui distribusi frekuensi dan persentase. Menurut (Hidayat,

2017) analisa data dilakukan secara deskriptif dengan persentase data yang

terkumpul dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dihitung dengan

rumus :

f
P= x 100%
n

Keterangan :

P = Persentase
35

f = Frekuensi

n = Jumlah seluruh yang diobservasi

2. Analisa Bivariat

Untuk mengetahui pengaruh penerapan Metode Kangaroo Mother

Care (KMC) terhadap kestabilan suhu tubuh bayi Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati Kabupaten

Bireuen, dilakukan dengan uji statistik t-test berpasangan atau paired t-test

untuk membandingkan nilai mean dari suatu sampel yang berpasangan,

proses analisa data dibantu dengan menggunakan tehnik komputerisasi

menggunakan proghram SPSS versi 17.0.

Selanjutnya, ditarik kesimpulan apabila nilai ρ value < α maka Ha

diterima dan Ho ditolak yang menunjukan ada pengaruh penerapan Metode

Kangaroo Mother Care (KMC) terhadap kestabilan suhu tubuh bayi Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati

Kabupaten Bireuen dan apabila nilai ρ value > α = 0.05 maka Ha ditolak

dan Ho diterima yang menunjukan tidak ada pengaruh penerapan Metode

Kangaroo Mother Care (KMC) terhadap kestabilan suhu tubuh bayi Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) di Bidan Praktik Swasta (BPS) Suryati

Kabupaten Bireuen.

Menurut (Dahlan, 2014), sebelum pengujian hipotesa dilakukan,

terlebih dahulu data dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas


36

dilakukan karena dalam menggunakan uji T, data yang akan diolah harus

memiliki data yang normal. Data diketahui normal atau tidak, maka harus

dilakukan uji normalitas. Syarat Uji Normalitas ada 2 metode yaitu metode

deskriptif dan metode analitik. Dalam menggunakan metode analitik,

parameter yang digunakan yaitu uji Kolmogorov-Smirnov (sampel > 50)

dan Shapiro-Wilk (sampel < 50). Distribusi data dikatakan normal jika p

value > 0,05. Apabila p value < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal,

akan digunakan uji nonparametrik Wilcoxon signed rank test.


37
DAFTAR PUSTAKA

Ardiani, K. V. (2019). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Metode


Kangaroo Mother Cace Untuk Mengatasi Hipotermi Pada Bayi BBLR Di
Ruang NICU RSD Mangusada Badung Tahun 2019. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Denpasar.
Atik, N. S., Nugraheni, S. A., & Cahyo, K. (2016). Analisis Implementasi
Program Perawatan Metode Kanguru (PMK) Dan Partisipasi Pasien Pada
Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Studi pada Pasien di
Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus). Jurnal Manajemen Kesehatan
Indonesia, 4(2), 98–108. https://doi.org/10.14710/jmki.4.2.2016.98-108
Bebasari, M., Agonwardi, A., & Nandiati, N. (2017). Pengaruh Perawatan Metode
Kanguru Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Bayi Berat Badan Lahir
Rendah Di Ruang Perinatologi Rsud Dr. Rasidin Padang Tahun 2017. Jik-
Jurnal Ilmu Kesehatan, 1(1), 32–38. https://doi.org/10.33757/jik.v1i1.23
Cutland, C. L., Lackritz, E. M., Mallett-Moore, T., Bardají, A., Chandrasekaran,
R., Lahariya, C., … Muñoz, F. M. (2017). Low birth weight: Case definition
& guidelines for data collection, analysis, and presentation of maternal
immunization safety data. Vaccine, 35(48), 6492–6500.
https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2017.01.049
Dahlan, S. (2014). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Dewi, V. N. L. (2013). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Dinas Kesehatan Aceh. (2018). Profil Kesehatan Aceh 2018. Pemerintah Aceh.
Farida, D., & Yuliana, A. R. (2017). Pemberian Metode Kanguru Mother Care
(KMC) Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh dan Berat Badan Bayi BBLR di
Ruang Anyelir Rumah Sakit Umum RA Kartini Jepara. Jurnal Profesi
Keperawatan, 4(2), 99–111.
Freeborn, D., Trevino, H., & Burd, I. (2020). Low Birth Weight. Retrieved
February 25, 2021, from
https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?
contenttypeid=90&contentid=p02382#:~:text=low birth weight-,Low birth
weight is a term used to describe babies,often caused by premature birth.
Hasriyani, H., Hadisaputro, S., Budhi, K., Setiawati, M., & Setyawan, H. (2018).
Berbagai Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Studi di
Beberapa Puskesmas Kota Makassar). Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas, 3(2), 91. https://doi.org/10.14710/jekk.v3i2.4027
Hendayani, W. L. (2019). Pengaruh Perawatan Metode Kangguru Terhadap
Kestabilan Suhu Tubuh BBLR di Ruang Perinatologi RSUD Dr. Achmad
Mochtar. Jurnal Human Care, 4(1), 26–33. Retrieved from
https://ojs.fdk.ac.id/index.php/humancare/article/download/243/pdf
Hidayat, A. . (2017). Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
IDAI. (2013). Perawatan Metode Kanguru (PMK) Meningkatkan Pemberian ASI.
Retrieved February 26, 2021, from
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk-
meningkatkan-pemberian-asi
Kemenkes RI. (2013a). Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Pedoman
Pelayanan Antenatal Terpadu. Retrieved from www.depkes.go.id
Kemenkes RI. (2013b). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, 53 § (2014).
Republik Indonesia.
Kemenkes RI. (2015). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/145/2015, 20(4), 917–936.
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018].
Lestari, S. A., Septiwi, C., & Iswati, N. (2014). Pengaruh Perawatan Metode
Kanguru/Kangaroo Mother Care Terhadap Stabilitas Suhu Tubuh Bayi Berat
Lahir Rendah Di Ruang Peristi Rsud Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 10(3), 133–136.
Maryanti, D., Sujianti, & Budiarti, T. (2011). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Dan
Balita. Jakarta: Trans Info Media.
Maryunani, A. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta:
Trans Info Medika.
Mustya, M. (2017). Pengaruh Metode KMC terhadap Suhu Tubuh pada BBL di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur, R., Arifuddin, A., & Novilia, R. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian
Berat Badan Lahir Rendah Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(1), 29–42. Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Preventif/article/view/5817/4574
Nurmalasari, D. (2014). Gambaran Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah Di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Pada Tahun 2014. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Oktiawati, A., & Julianti, E. (2017). Teori dan Aplikasi Perawatan Bayi Prematur
Untuk Tenaga kesehatan, Tenaga Pengajar dan Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: Trans Info Media.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2013). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi
8. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Pratiwi, I., & Subawa, N. (2019). Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah Pada Ibu
Anemia Defisiensi Besi Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2015. JURNAL
MEDIKA UDAYANA, 8(12). Retrieved from
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/55538/32813
Setiyawan, S., Prajani, W. D., & Agussafutri, W. D. (2019). Pengaruh
Pelaksanaan Kangaroo Mother Care (KMC) Selama Satu Jam Terhadap
Suhu Tubuh Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi
RSUD Pandan Arang Boyolali. (Jkg) Jurnal Keperawatan Global, 4(1), 35–
44. https://doi.org/10.37341/jkg.v4i1.64
Solehati, T., Kosasih, C. E., Rais, Y., Fithriyah, N., Darmayanti, D., &
Puspitasari, N. R. (2018). Kangaroo Mother Care Pada Bayi Berat Lahir
Rendah : Sistematik Review. PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat,
8(1), 83.
Sudarti, & Fauziah, A. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
WHO. (2012). Low Birth Weight Policy Brief. Global Nutrition Targets 2025.
https://doi.org/10.1001/jama.287.2.270
Yasin, H., & Ispriyansti, D. (2017). Klasifikasi Data Berat Bayi Lahir
Menggunakan Weighted Probabilistic Neural Network (WPNN) (Studi
Kasus di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang). Media Statistika,
10(1), 61. https://doi.org/10.14710/medstat.10.1.61-70

Anda mungkin juga menyukai