Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

PERAWATAN INKUBATOR

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh:
Dwi Lestari 1910913120007
Dwi Wanda Yulianti 1910913220023
Errieke Dwi Sudarwati 1910193320001
Muhammad Fasya Aminullah 1910913210011
Muhammad Syarif 1910913310010
Nova Widiyanti 1910913220024
Rismayanti 1910913220037

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2021

1
1. Sebutkan 3 kondisi medis bayi yang tergolong risiko tinggi dan berikan
penjelasan masing-masing!
Jawab :
A. BBLR
Bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari
2500 gram. BBLR menjadi masalah kesehatan masyarakat karena merupakan
salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB). Bayi yang
mempunyai berat lahir rendah terjadi apabila ibu mengalami gangguan atau
komplikasi selama periode kehamilan, misalnya hiperemesis gravidarum, yaitu
komplikasi dimana ibu mengalami mual dan muntah pada saat hamil muda.
Apabila keadaan ini berlangsung secara terus menerus, dapat menyebabkan
terjadinya dehidrasi, sehingga cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai
untuk keperluan energi. Terjadinya mual ini bisa disebabkan karena kadar
estrogen meningkat. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berat
badan janin saat dilahirkan. Faktor-faktor tersebut adalah jangka waktu
kehamilan, gizi ibu, keadaan ekonomi keluarga, urutan kelahiran, ukuran
keluarga, serta kegiatan janin. Pada bayi yang postmatur, akan mempunyai
ukuran yang lebih panjang, lebih berat, dan lebih terisi daripada mereka yang
lahir pada umur yang lengkap. Bagi bayi yang lahir premature, maka umumnya
mereka kurang lemaknya, sehingga mereka akan tampak lebih kurus dan
terlihat lemah (Putri, dkk, 2019).
B. Asfiksia
Asfiksia merupakan salah satu penyakit yang mempunyai dampak buruk
terhadap kelangsungan hidup bayi. Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak
dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang dapat menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut. Maka perlunya tindakan perawatan bayi asfiksia untuk
melancarkan kelangsungan pernapasan bayi yang terjadi pada saat waktu
bersalin (Nuraeni & Hartiningrum, 2018).
C. Sepsis Neonatrum

2
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap sepsis bakterial (infeksi sistemik).
Infeksi ini dapat terjadi 24 jam sampai 6 hari setelah kelahiran bayi. Sepsis
merupakan suatu keadaan bayi mengalami infeksi yang diakibatkan oleh
bakteria atau mikroorganisme. Apabila sepsis ini terjadi pada bayi dalam satu
bulan pertama kehidupan walaupun dalam jumlah sedikit namun sepsis
merupakan salah satu faktor penyebab kematian pada neonates. Faktor risiko
sepsis neonatal adalah prematuris dan berat lahir rendah, ketuban pecah dini
(>18 jam), ibu demam pada masa postpartum atau ibu dengan infeksi. Selain
itu, factor sepsis pada bayi seperti prematuris. BBLR serta factor lingkungan
misalnya tempat persalinan, prosedur invasive yang dilakukan pada bayi
(Widayati, 2021).
2. Berikan alasan perlunya pencegahan terjadinya hipotermi pada bayi
sehat dan sakit!
Jawab :
1. Salah satu faktor risiko utama untuk morbiditas dan mortalitas dalam 28 hari
pertama kehidupan neonatal adalah hipotermia. Hipotermia juga telah
terbukti menjadi faktor risiko untuk sepsis neonatal, perdarahan intra-
ventrikel, dan enterokolitis nekrotikans. Hipotermia pada bayi baru lahir
adalah umum di seluruh dunia dengan prevalensi berkisar antara 32 hingga
85 persen. Insiden hipotermia neonatal jauh lebih tinggi di negara
berkembang. Hipotermia adalah kondisi suhu tubuh dibawah normal.
Adapun suhu normal bayi pada neonatus adalah 36,5oC-37,5°C (suhu
ketiak) dan hipotermi dibawah 360C (Malik, 2020).
Hipotermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh berada
dibawah 35ºC, bayi hipotermia adalah bayi dengan duhu badan dibawah
normal. Suhu normal pada neonates berkisar antara 36ºC–37,5ºC pada suhu
ketiak. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5–37,5ºC (suhu ketiak)
(Maryunani, 2013). Hipotermi pada bayi baru lahir dapat mengakibatkan
terjadinya cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemia atau
hipoglikemia dan mengakibatkan kerusakan otak. Hipotermi menyumbang
angka kematian bayi sebanyak 6,3% salah satu penyebab hipotermi yaitu

3
kurang baiknya penanganan bayi baru lahir. Salah satu penanganan yang
tepat bagi bayi baru lahir yaitu dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini.
Dalam pelaksanaan ini tubuh ibu dijadikan sebagai thermoregulator yang
fungsinya untuk mengatur suhu bayi saat bayi merasa kedinginan maupun
kepanasan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang dapat
mengakibatkan bayi mengalami cacat seumur hidup dan kematian (Yelmi,
2015). Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara
memadai sehingga bayi cepat mengalami kedinginan bila tidak segera
ditangani bayi akan kehilangan panas. Bayi yang mengalami kehilangan
panas (hipotermia) berisiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal. Bayi
sebaiknya diselimuti atau di gendong untuk mengurangi kejadian bayi
hipotermi, karena hipotermi dapat terjadi pada bayi yang basah meskipun
berada pada ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat badan
rendah sangat rentan terhadap terjadinya hipotermia (Nurlaila, 2015).
Hipotermi memiliki dampak yang sangat parah pada BBL. Bayi dengan
cedera dingin dan hipotermi akan menghadapi risiko yang lebih tinggi
terkena infeksi, penguningan (jaundice) serta pulmonaria haemorrhage
(perdarahan paru-paru). BBL dengan hipotermi akan lebih besar
kemungkinan meninggal dibandingkan dengan BBL yang tidak mengalami
hipotermia. Hipotermi dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian pada
bayi BBLR (Anggriani, 2014). Salah satu tindakan pencegahan hipotermia
pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan menghangatkan tubuh bayi,
yaitu dengan merawat secara konvensional di dalam inkubator, namun,
teknologi inkubator relatif mahal. Penggunaan incubator di negara
berkembang memerlukan perhatian khusus terutama terhadap ketersediaan
sumber listrik yang memadai, tenaga terlatih untuk supervisi, pemeliharaan,
dan perbaikan alat, sterilisasi inkubator, dan jumlah inkubator. Seringkali
dijumpai satu inkubator digunakan untuk lebih dari satu bayi karena
jumlahnya terbatas, hal ini meningkatkan risiko terjadinya infeksi
nosokomial (Yelmi, 2015).

4
3. Seorang bayi lahir melalui persalinan normal dengan usia gestasi 33
minggu, BBL 2100 gram, asfiksia sedang. Anda diminta oleh perawat
ruang bersalin untuk memindahkan bayi ke ruang perinatology, apa
inkubator yang perlu anda siapkan dan bayi harus dirawat di ruang
tingkat berapa?
Jawab :
Menurut kami incubator yang tepat untuk digunakan adalah Infant
Inkubator. Karena infant incubator di desain memiliki tutup box yang dapat
mengungari kemungkinan infeksi dan memudahkan pengaturan kelembapan
dan suhu ruang incubator. Dan bayi akan dirawat diruang tingkat II yaitu
asuhan neonates dengan ketergantungan tinggi. Karena bayi lahir kurang dari
35 minggu sehingga tidak bisa berada pada asuhan neonates normal, selain itu
berat badan bayi yang kurang dari 2,5 kg dan bayi memiliki asfiksia sedang
dimana membutuhkan perawatan resusitasi dan kontrol saturasi oksigen.
Pertama bayi akan diberikan pelayanan keperawatan neonatus tingkat IIA
dengan resusitasi dan pemantauan saturasi oksigen. Apabila saturasi oksigen
dalam tubuh bayi tetap tidak membaik maka akan dipindahkan pada pelayanan
neonatus tingkat IIB karena memerlukan tambahan penggunaan ventilasi
mekanin (CPAP).
4. Jelaskan tentang skin to skin contact, kangaroo mother care!
Jawab :
Perawatan skin to skin contact adalah perawatan untuk bayi prematur
dengan melakukan kontak langsung dengan kulit bayi dengan kulit (skin to skin
contact), metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung
kesehatan dan keselamatan bayi baru lahir prematur maupun aterm (Munafiah
dkk, 2019). Berdasarkan hasil riset mengenai skin to skin contact, bahwa
terdapat manfaat dari teknik ini baik dari fisiologis maupun dari perilaku bayi
dengan berat badan lahir rendah, metode ini terbukti dapat memperbaiki status
metabolisme bayi, regulasi termal, pola nafas dan saturasi oksigen, mengurangi
apnea dan bradikardi, meningkatkan angka berat badan dan produksi ASI,
memperpendek hari rawat, dan berfungsi sebagai analgesik selama prosedur

5
medis yang menyebabkan nyeri. Selain itu. Skin to skin contact juga
meningkatkan kedekatan ibu dengan bayinya, mengurangi perasaan stress pada
ibu sebagaimana halnya pada bayi, serta membuat ibu dan bayi lebih tenang
dan rileks. Seperti penelitian yang dilakukan Lawn., et,all (2010) menunjukkan
bahwa Skin to skin contact meningkatkan suhu tubuh ke arah normal pada bayi
berat lahir rendah serta meningkatkan denyut jantung dan kenaikan oksigen
(Purwaningsih & Widuri, 2019).

Salah satu tindakan yang dapat diberikan pada bayi-bayi dengan BBLR
yaitu dengan perawatan metode kangaroo mother care (KMC). KMC pertama
kali diterapkan di Bogota, Colombia dengan tujuan mengurangi angka
kesakitan dan kematian yang tinggi pada BBLR akibat terbatasnya sumber
daya di ruang NICU. Bayi dengan BBLR yang mendapat perawatan KMC akan
mempunyai pengalaman psikologis dan emosional lebih baik karena dengan
metode ini bayi akan memperoleh kehangatan serta lebih dekat dengan ibu
sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup bayi (Solehati et al., 2018).

Metode KMC merupakan perawatan suportif yang dilakukan dengan


meletakkan bayi diantara kedua payudara ibu sehingga terjadi kontak langsung
kulit ibu dan kulit bayi. Menurut Bobak (2005) KMC merupakan praktik
menggendong bayi prematur yang hanya mengenakan popok dan topi pada
dada telanjang ibu. Metode KMC ini memiliki keuntungan-keuntungan yang
terdiri dari : meningkatkan hubungan emosi ibu dan anak, menstabilkan suhu
tubuh, denyut nadi jantung dan pernafasan bayi, meningkatkan pertumbuhan
dan berat badan bayi lebih baik, mengurangi stress pada ibu dan bayi,
mengurangi lama menangis pada bayi, memperbaiki emosi ibu dan bayi serta
meningkatkan produksi ASI. Selain itu manfaat yang didapat dengan metode
KMC ini menurut Maryunani (2013) yaitu pemakaian kalori berkurang,
mengurangi kejadian infeksi sehingga dapat menurunkan resiko kematian dini
pada bayi, meningkatkan rasa nyaman pada saat bayi tidur, menurunkan stres
pada bayi karena bayi merasa aman dan nyaman, sehingga menurunkan respon
nyeri pada bayi (Solehati et al., 2018).

6
Dengan menggunakan metode KMC, kestabilan suhu BBLR dapat
dijaga karena pada metode ini bayi ditempatkan melekat dengan perut ibu yang
berfungsi sebagai thermoregulator. Mekanisme lain yang terjadi adalah kontak
kulit dengan kulit antara ibu dengan bayi dapat meningkatkan hormon kortisol
pada bayi yang berdampak pada kualitas tidur bayi meningkat. Selain
meningkatkan BB dan menstabilkan suhu, KMC juga dapat meningkatkan
saturasi oksigen karena posisi bayi yang tegak dapat mengoptimalkan fungsi
respirasi yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi sehingga berefek pada ventilasi
dan perfusi bayi (Solehati et al., 2018). Posisi yang nyaman pada metode KMC
akan memberikan impuls pada hypothalamus untuk merspons kelenjar medulla
adrenal untuk menekan pengeluaran hormon epineprin dan norepineprin atau
pelepasan katekolamin dalam darah berkurang denyut jantung menurun dan
oksigen berkurang, yang akhirnya frekuensi bernafas menjadi lambat.
Tindakan KMC lebih lama mempunyai efek positif terhadap lama menyusui
dan suhu bayi dalam rentang normal sehingga terjadi peningkatan berat badan
bayi. Bayi yang menyusu ke ibu lebih lama akan membuat bayi merasa tenang
dan nyaman sehingga bayi mendapatkan suplai ASI yang mencukupi serta
energi yang diperoleh tubuh hanya difokuskan untuk pertumbuhan. Bayi yang
diberikan KMC mempunyai suhu tubuh relatif normal, denyut jantung dan
pernafasan teratur, tidur lebih lama dan sedikit menangis. KMC pada bayi baru
lahir akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa yang menyebabkan
metabolisme sel baik sehingga pertumbuhan sel menjadi lebih baik (Solehati
et al., 2018).

Perawatan metode kanguru dapat dilanjutkan dirumah dan dilakukan


selama itu mungkin. Perawatan metode kangguru bisa tidak dilanjutkan sampai
berat badan bayi 2500 gram, bayi mulai menunjukkan tidak nyaman, menarik
anggota tubuhnya keluar, menangis dan rewel setiap kali ibu mencoba untuk
menempelkan bayinya. Ibu kadang dapat melakukan kontak kulit ke kulit
setelah mandi atau di malam hari yang dingin (Nurdyana & Karima, 2019)

7
5. Jelaskan persiapan yang perlu dilakukan sebelum menggunakan
inkubator!
Jawab :
Sebelum menggunakan incubator kita harus memebersihkan inkubator
dengan disinfektan agar incubator bersih dan siap digunakan, lalu mengecek
air reservoir, pastikan air reservoir tidak ada untuk mencegah menjadi tempat
tumbuh bakteri berbahaya dan menyerang bayi lalu atur suhu sesuai dengan
bayi yang menggunakannya.

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Nuraeni, N., Keb, A., & Hartiningrum, C. Y. (2018). Gambaran Faktor-
Faktor Penyebab Kematian Bayi 0-12 Bulan Di Rsud Smc Kabupaten
Tasikmalaya tahun 2016. Jurnal Kesehatan Bidkesmas Respati, 1(9), 11-23.
2. Putri, A. W., Pratitis, A., Luthfiya, L., Wahyuni, S., & Tarmali, A. (2019).
Faktor Ibu terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. HIGEIA (Journal
of Public Health Research and Development), 3(1), 55-62.
3. Widayati, K. (2021). Faktor Risiko Sepsis Neonatorum. Penerbit NEM.
4. Munafiah, D., Maryaningtyas, N. N., & Ningsih, J. (2019). MANFAAT
KONTAK KULIT AYAH DAN IBU TERHADAP SUHU TUBUH BAYI
BARU LAHIR. Kendedes Midwifery Journal, 1(3), 15-19.
5. Purwaningsih, H., & Widuri, W. (2019). PENGARUH SKIN TO SKIN
CONTACT (PMK) TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA
BAYI DEMAM. Jurnal Perawat Indonesia, 3(1), 79-84.
6. Nurdyana, & Karima, N. (2019). Perawatan Metode Kanguru Bayi Berat
Lahir Rendah Kangaroo Care Methods for Low Birth Weight Babies.
3(November), 326–329.
7. Solehati, T., Kosasih, C. E., Rais, Y., Fithriyah, N., Darmayanti, D., &
Puspitasari, N. R. (2018). Kangaroo Mother Care Pada Bayi Berat Lahir
Rendah : Sistematik Review. PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat,
8(1), 83. https://doi.org/10.31934/promotif.v8i1.23
8. Maryunani, A. (2013). Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah.
Jakarta: Trans Info Media.
9. Malik, S. (2020). Pengaruh Perawatan Metode Kanguru (PMK) terhadap
Pencegahan Hipotermi pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Bidan Cerdas, 2(2),
66-71.

Anda mungkin juga menyukai