Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIKUM KEPERAWATAN ANAK II

TERAPI KELASI BESI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8

Dwi wanda Yulianti 1910913220023


Dwi Lestari 1910913220007
Errieke Dwi Sudarwati 1910913320001
Muhammad Fasya Aminullah 1910913210011
Muhammad Syarif 1910913310010
Nova Widiyanti 1910913220024
Rismayanti 1910913220037

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU
2021
1. Jelaskan tentang transferin yang sering disebutkan dalam pemberian terapi kelasi besi
pasien thalassemia
Jawab :
Penumpukan besi atau iron overload pada penderita thalassemia diakibatkan
karena jumlah zat besi melebihi kapasitas protein pengikat zat besi seperti feritin dan
transferin untuk mengikat besi. Besi yang tidak terikat akan membentuk radikal bebas dan
menyebabkan kerusakan jaringan melalui proses oksidatif pada membran sel lipid, asam
amino, protein, dan asam nukleat. Kelasi besi adalah salah satu perawatan yang harus
dilakukan oleh pasien thalassemia yang bertujuan untuk mencegah komplikasi akibat
penumpukan zat besi di organ tubuh. Terapi kelasi besi ini untuk detosifikasi kelebihan
besi yaitu mengikat besi yang tidak terikat transferin di plasma dan mengeluarkan besi dari
tubuh. Transferin merupakan glikoprotein penting yang mengangkut zat besi dalam darah.
Jenis kelasi besi yang terbaik adalah yang dapat digunakan pasien secara kontinu, dengan
mempertimbangkan efektifitas, efek samping, ketersediaan obat, dan kualitas hidup pasien.
Jenis obat utama kelasi besi yaitu Deferoxamine (desferal), Deferipron (Ferripox), dan
Deferasirox (Exjade).

2. Jelaskan kaitan antara talasemia dan terapi kelasi besi!


Jawab :
Thalassemia adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya defesiensi rantai
globin pada hemoglobin (Yatim, 2012). Thalassemia adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami gangguan darah secara genetic ditandai dengan defesiensi rantai
globin pada hemoglobin. Permasalahan yang timbul pada penyandang thalassemia adalah
ketidakpatuhan dalam pengambilan obat terapi kelasi besi. Thalassemia sebagai penyakit
kronik seumur hidup memerlukan pengobatan dan perawatan yang berkelanjutan salah
satunya terapi kelasi besi (Ramadhanti dkk, 2020).

Terapi kelasi besi adalah suatu tindakan penatalaksanaan medik yang digunakan
untuk mengobati penumpukan besi dalam tubuh akibat transfusi darah. Biasanya anak
dengan thalassemia ditemukan kadar zat besi (ferritin) > 1000 mg (Vullo, Modell &
Georganda, 2005). Kadar zat besi (ferritin) di dalam tubuh untuk anak dengan
thalassemia < 2500 mg sudah dikatakan normal (Hoffbrand & Moss, 2005). Pemberian
terapi kelasi besi mampu mengikat zat besi untuk selanjutnya dieksresikan keluar tubuh
melalui urin dan feses (Permono dkk, 2006). Anak dengan thalassemia membutuhkan
beberapa terapi yaitu transfusi darah dan terapi kelasi besi yang
berfungsi untuk membuang penumpukan zat besi dalam tubuh yang mampu mendukung
pertumbuhan dan perkembangan, serta mempertahankan aktivitas anak (Orkin et al,
2009).

Pengobatan pada penyakit thalassemia diperlukan transfusi darah rutin, sekali


dalam empat minggu sesuai tingkat keparahannya (Mariani, 2011). Dilakukan transfusi
darah secara rutin yaitu untuk mempertahankan kadar hemoglobin, namun di sisi lain
transfusi darah yang dilakukan secara terus menerus akan meningkatkan kelebihan zat
besi dalam sirkulasi darah. Hal ini akan
menyebabkan berbagai komplikasi pada anak (Malik, Syed & Ahmed, 2009). Komplikasi
yang terjadi diakibatkan adanya penumpukan zat besi pada organ tubuh seperti hati,
jantung, limpa dan
lapisan dermis. Sehingga menimbulkan dampak fisiologi seperti perubahan pigmentasi
kulit, rona wajah kelabu, terdapat bercak kecoklatan, pembesaran limpa, gagal jantung,
pembesaran hati, kelainan tulang, asam urat dan tumbuh kembang yang lambat (Vullo,
Modell & Georganda, 2005). Terapi kelasi besi mampu membuang penumpukan zat besi
di dalam tubuh akibat dari transfusi darah rutin melalui feses dan urin. Sehingga
pemakaian terapi kelasi besi yang teratur dapat mempengaruhi kualitas hidup penyandang
thalassemia (Yatim, 2012).

Penggunaan kelasi besi dengan teratur meningkatkan kualitas hidup pada anak
thalassemia, hal ini terjadi karena karena terapi ini dapat membuang kelebihan zat besi
baik dalam intraseluler maupun ekstraseluler, yang terjadi akibat transfusi darah yang
dilakukan secara rutin pada pasien thalasemia. Terapi pemberian kelasi besi pada anak
thalassemia mampu membuang kelebihan zat besi dalam tubuh sehinggga mampu
mendukung pertumbuhan dan perkembangan, serta mempertahankan aktivitas anak.
Penumpukan zat besi pada organ di dalam tubuh seperti limpa, hati, jantung, dan lapisan
dermis menimbulkan dampak fisik yang dialami anak seperti jantung berdebar-debar
sehingga anak tidak dapat melakukan aktivitas berat, lemah, letih, lesu, dan pembesaran
pada limpa membuat anak tidak dapat bergerak lebih luas (Ramadhanti dkk, 2020).
3. Jelaskan indikasi dan efek samping pemberian terapi kelasi besi!
Jawab :
Anak dengan Thalasemia mayor harus melakukan tranfusi darah secara rutin dan
teratur. Namun pada tranfusi darah dapat memberikan efek samping, dimana kelebihan
zat besi yang menyebabkan kerusakan liver, jantung, dan organ lainnya. Sehingga anak
harus mengkomsusi obat kelasi besi untuk menguarangi kelebihan zat besi akibat
keseringan tranfusi darah yang dilakukan secara rutin dalam jangka waktu yang lama.
Saat serum feritin mencapai 1000 ng/l (biasanya setelah transfusi ke 10-12) merupakan
indikasi awal pemberian terapi kelasi besi (Rochman dkk, 2019). Berdasarkan
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/1/2018 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA THALASEMIA. Efek samping dari pemberian
kelasi besi dengan DFP yaitu Neutropenia, Gangguan gastrointestinal seperti mual,
muntah dan diare. Sedangkan efek samping kelasi besi dengan DFX yaitu Nefrologi.
4. Buat analisis terhadap kedua kasus yang ada di modul dari segi dosis, jenis dan cara
pemberian!
Jawab :
 Kasus 1
Klien A, thalasemia mayor, BB 50 kg, kadar feritinnya 3000, dosis yang
disarankan adalah 40 mg/kgBB/hari (40x50 mg/hari = 2000 mg per hari atau 4
vial @500mg per hari, sebulan perlu 4x20 hr=80 vial @500mg)
Dosis :
BB pasien = 50 kg
Dosis yang disarankan = 40 mg/kgBB/hari
Dosis yang diberikan = 40 x 50 = 2000 mg/hari atau 2 gram = 4 vial @500 mg
Jenis obat :
Jenis obat yang diberikan yaitu Desferoksamin (Desferal, DFO) dalam bentuk
sediaan vial
Cara pemberian :
Cara pemberian Desferoksamin yaitu dengan dosis 30-60 mg/kg per kali, dengan
kecepatan maksimal 15 mg/kg/jam dan total dosis per hari tidak melebihi 4-6
gram. Jarum dipasang di paha atau perut hingga mencapai dermis dan
dihubungkan dengan syringe pump. Jika pump tidak tersedia maka DFO dapat
diberikan secara drip intravena, dalam NaCl 0,9% 500 mL.
 Kasus 2
Thalasemia mayor, BB 40 kg, kadar feritin 3000, dosis yang disarankan 25
mg/kgBB/hari (25x40 mg/hari atau 1000 mg/hari atau 4 tablet @250 mg per hari
atau 120 tablet @250 mg per 30 hari.
Jawab:
Dosis/hari : 25 x 40 mg/hari = 1000mg/hari (sekali minum 2 tablet @500mg)

Jenis : Deferasiroks (Exjade/DFX)

Cara pemberian : Tablet dicampur dengan air minum anak, jus apel atau jus
jeruk dan sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan perut kosong 30 menit sebelum
atau setelah makan. Penelitian Pennell, dkk (2010) pemberian DFX hanya boleh
dilakukan satu kali sehari karena waktu paruh yang dimiliki obat ini adalah 10-16
jam, pemberian yang melebihi batas aman akan memberikan efek toksisitas yang
tinggi. Selain itu efek samping DFX sendiri akan menyebabkan nyeri abdomen,
mual, dan muntah serta banyak gejala yang umumnya dapat terjadi. Selama
proses paruh waktu dari DFX pasien dilarang meminum obat tucatinib,
alumunium hydroxide, amikasin, amiodaron, aspirin, dan diazepam. Obat-obatan
tersebut memiliki interaksi obat dengan DFX seperti pada tucatinib, DFX akan
meningkatkan konsentrasi level tucatinib dan akan menyebabkan efek serius.
Penggunaan diazepam juga akan dipengaruhi DFX dimana DFX akan
menurunkan konsentrasi level dari diazepam menggunankan enzym hati CYP3A4
5. Berikan komentar/saran pada praktikum terapi kelasi besi!
Jawab :
Sudah baik sekali dalam penyampaian materi, mungkin sebaiknya ada diajarkan cara
menghitung dosis obat pada seseorang yang akan melaksanakan terapi kelasi besi.

Anda mungkin juga menyukai