DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8
Terapi kelasi besi adalah suatu tindakan penatalaksanaan medik yang digunakan
untuk mengobati penumpukan besi dalam tubuh akibat transfusi darah. Biasanya anak
dengan thalassemia ditemukan kadar zat besi (ferritin) > 1000 mg (Vullo, Modell &
Georganda, 2005). Kadar zat besi (ferritin) di dalam tubuh untuk anak dengan
thalassemia < 2500 mg sudah dikatakan normal (Hoffbrand & Moss, 2005). Pemberian
terapi kelasi besi mampu mengikat zat besi untuk selanjutnya dieksresikan keluar tubuh
melalui urin dan feses (Permono dkk, 2006). Anak dengan thalassemia membutuhkan
beberapa terapi yaitu transfusi darah dan terapi kelasi besi yang
berfungsi untuk membuang penumpukan zat besi dalam tubuh yang mampu mendukung
pertumbuhan dan perkembangan, serta mempertahankan aktivitas anak (Orkin et al,
2009).
Penggunaan kelasi besi dengan teratur meningkatkan kualitas hidup pada anak
thalassemia, hal ini terjadi karena karena terapi ini dapat membuang kelebihan zat besi
baik dalam intraseluler maupun ekstraseluler, yang terjadi akibat transfusi darah yang
dilakukan secara rutin pada pasien thalasemia. Terapi pemberian kelasi besi pada anak
thalassemia mampu membuang kelebihan zat besi dalam tubuh sehinggga mampu
mendukung pertumbuhan dan perkembangan, serta mempertahankan aktivitas anak.
Penumpukan zat besi pada organ di dalam tubuh seperti limpa, hati, jantung, dan lapisan
dermis menimbulkan dampak fisik yang dialami anak seperti jantung berdebar-debar
sehingga anak tidak dapat melakukan aktivitas berat, lemah, letih, lesu, dan pembesaran
pada limpa membuat anak tidak dapat bergerak lebih luas (Ramadhanti dkk, 2020).
3. Jelaskan indikasi dan efek samping pemberian terapi kelasi besi!
Jawab :
Anak dengan Thalasemia mayor harus melakukan tranfusi darah secara rutin dan
teratur. Namun pada tranfusi darah dapat memberikan efek samping, dimana kelebihan
zat besi yang menyebabkan kerusakan liver, jantung, dan organ lainnya. Sehingga anak
harus mengkomsusi obat kelasi besi untuk menguarangi kelebihan zat besi akibat
keseringan tranfusi darah yang dilakukan secara rutin dalam jangka waktu yang lama.
Saat serum feritin mencapai 1000 ng/l (biasanya setelah transfusi ke 10-12) merupakan
indikasi awal pemberian terapi kelasi besi (Rochman dkk, 2019). Berdasarkan
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/1/2018 TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA THALASEMIA. Efek samping dari pemberian
kelasi besi dengan DFP yaitu Neutropenia, Gangguan gastrointestinal seperti mual,
muntah dan diare. Sedangkan efek samping kelasi besi dengan DFX yaitu Nefrologi.
4. Buat analisis terhadap kedua kasus yang ada di modul dari segi dosis, jenis dan cara
pemberian!
Jawab :
Kasus 1
Klien A, thalasemia mayor, BB 50 kg, kadar feritinnya 3000, dosis yang
disarankan adalah 40 mg/kgBB/hari (40x50 mg/hari = 2000 mg per hari atau 4
vial @500mg per hari, sebulan perlu 4x20 hr=80 vial @500mg)
Dosis :
BB pasien = 50 kg
Dosis yang disarankan = 40 mg/kgBB/hari
Dosis yang diberikan = 40 x 50 = 2000 mg/hari atau 2 gram = 4 vial @500 mg
Jenis obat :
Jenis obat yang diberikan yaitu Desferoksamin (Desferal, DFO) dalam bentuk
sediaan vial
Cara pemberian :
Cara pemberian Desferoksamin yaitu dengan dosis 30-60 mg/kg per kali, dengan
kecepatan maksimal 15 mg/kg/jam dan total dosis per hari tidak melebihi 4-6
gram. Jarum dipasang di paha atau perut hingga mencapai dermis dan
dihubungkan dengan syringe pump. Jika pump tidak tersedia maka DFO dapat
diberikan secara drip intravena, dalam NaCl 0,9% 500 mL.
Kasus 2
Thalasemia mayor, BB 40 kg, kadar feritin 3000, dosis yang disarankan 25
mg/kgBB/hari (25x40 mg/hari atau 1000 mg/hari atau 4 tablet @250 mg per hari
atau 120 tablet @250 mg per 30 hari.
Jawab:
Dosis/hari : 25 x 40 mg/hari = 1000mg/hari (sekali minum 2 tablet @500mg)
Cara pemberian : Tablet dicampur dengan air minum anak, jus apel atau jus
jeruk dan sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan perut kosong 30 menit sebelum
atau setelah makan. Penelitian Pennell, dkk (2010) pemberian DFX hanya boleh
dilakukan satu kali sehari karena waktu paruh yang dimiliki obat ini adalah 10-16
jam, pemberian yang melebihi batas aman akan memberikan efek toksisitas yang
tinggi. Selain itu efek samping DFX sendiri akan menyebabkan nyeri abdomen,
mual, dan muntah serta banyak gejala yang umumnya dapat terjadi. Selama
proses paruh waktu dari DFX pasien dilarang meminum obat tucatinib,
alumunium hydroxide, amikasin, amiodaron, aspirin, dan diazepam. Obat-obatan
tersebut memiliki interaksi obat dengan DFX seperti pada tucatinib, DFX akan
meningkatkan konsentrasi level tucatinib dan akan menyebabkan efek serius.
Penggunaan diazepam juga akan dipengaruhi DFX dimana DFX akan
menurunkan konsentrasi level dari diazepam menggunankan enzym hati CYP3A4
5. Berikan komentar/saran pada praktikum terapi kelasi besi!
Jawab :
Sudah baik sekali dalam penyampaian materi, mungkin sebaiknya ada diajarkan cara
menghitung dosis obat pada seseorang yang akan melaksanakan terapi kelasi besi.