DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING :
Yusiana Vidhiastutik, S.Kep.,Ns
Penulis
A. PENYAKIT LEUKEMIA
PENATALAKSANAAN
1. Kemoterapi
a) Kemoterapi pada penderita LLA
Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian
besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi
kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena
obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel
leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps
dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih
rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-
kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia
memasuki otak dan sistem saraf pusat.
Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap
ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai
remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
b) Kemoterapi pada penderita LMA
Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.
Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam
tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi
menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan
menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis
yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata
hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
c) Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan
prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai :
Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
Stadium II : limfositosis dan splenomegali / hepatomegali.
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3 dengan / tanpa
gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat
konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan
kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I
atau II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III
atau IV diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat
hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup
rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata
dapat bertahan hidup kurang dari 2 tahun.
d) Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan
pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan
bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang
tidak diarahkan pada tindakan transplantasi sumsum tulang.
Fase Akselerasi,
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
Waktu Pelaksanaan Kemoterapi
Kemoterapi terkadang dilakukan sebagai satu-satunya upaya
penyembuhan kanker. Namun sering kali kemoterapi dilakukan bersama-sama
dengan tindakan operasi, terapi radiasi, atau terapi biologis lain. Umumnya,
kemoterapi dilakukan pada saat :
a) Sebelum operasi atau terapi radiasi, agar ukuran tumor menjadi lebih kecil.
b) Setelah operasi atau terapi radiasi, untuk menghancurkan sel kanker yang
tersisa.
c) Saat dilakukan terapi radiasi dan terapi biologis, untuk memaksimalkan
efeknya.
d) Mencegah kembalinya pertumbuhan sel kanker atau penyebaran
(metastasis) ke bagian tubuh lain.
Cara pengobatan kemoterapi yang dilakukan tergantung kepada jenis kanker yang
diderita, terdiri dari:
a) Topikal.
Melalui krim yang dioleskan pada kulit.
b) Oral.
Kemoterapi dalam bentuk pil, kapsul, atau cairan yang diminum.
c) Suntik.
Diberikan melalui suntikan pada otot atau lapisan lemak, misalnya di
lengan, paha, atau perut.
d) Intraperitoneal (IP).
Kemoterapi langsung diberikan melalui prosedur operasi atau lewat selang
khusus ke dalam rongga perut di mana terdapat usus, hati, dan lambung.
e) Intraarteri (IA).
Kemoterapi langsung dimasukkan ke dalam arteri yang menyalurkan darah
ke kanker.
f) Intravena (IV).
Kemoterapi langsung dimasukkan ke pembuluh darah vena.
Efek Samping Pengobatan Kanker pada Anak
Anak-anak juga dapat terkena kanker seperti halnya orang dewasa. Jenis kanker
yang banyak diderita anak-anak adalah kanker darah atau leukemia. Ada tiga jenis
pengobatan kanker, salah satunya yaitu kemoterapi. Ini adalah jenis pengobatan
kanker yang menggunakan obat-obatan anti kanker. Obat-obatan anti kanker akan
menimbulkan efek samping yang tidak hanya merusak sel-sel kanker, tetapi juga
merusak sel-sel yang sehat. Berikut ini beberapa efek samping yang terjadi setelah
anak menjalani kemoterapi :
1. Mual dan muntah
Cara mengatasi :
a) Minta obat anti mual dan muntah kepada dokter.
b) Berikan makanan ringan 3-4 jam sebelum pengobatan.
c) ½ - 1 jam sebelum makan, minum cairan dulu.
d) Beri makan sedikit-sedikit, tetapi sering.
e) Jangan beri makanan yang manis, pedas atau keras.
f) Sajikan makanan dingin ketimbang yang panas.
g) Istirahat setelah makan.
h) Jika sampai mual dan muntah, jangan beri makan atau minum sampai
gejala reda. Setelah reda, mulai berikan air atau susu tidak dingin 1 sendok
teh setiap 10 menit, lalu tingkatkan menjadi 1 sendok setiap 20 menit, lalu
2 sendok tiap 30 menit dst. Ketika anak sudah terbiasa dengan cairan, beri
makanan cair seperti puding, yogurt, sop, atau jenis lainnya. Berikan
sesuai dengan kemampuan dan bila toleransinya baik dapat dilanjutkan
dengan makanan padat.
2. Diare
Cara mengatasi:
a) Hindari makanan berlemak.
b) Beri makanan tinggi kalori – tinggi protein, namun rendah serat.
c) Beri juga makanan dan minuman mengandung elektrolit yang tinggi
(kalium dan natrium), seperti pisang dan kentang.
3. Sariawan, mulut dan tenggorokan kering
Cara mengatasi:
a) Minta obat kepada dokter untuk masalah ini.
b) Berikan sikat gigi yang lembut.
c) Biasakan anak kumur-kumur setiap 2-3 jam dan setelah makan.
d) Berikan makanan yang lembut, jangan berikan yang sangat dingin, panas,
pedas atau asam.
4. Perubahan terhadap rasa makanan
Cara mengatasi:
Beri makanan yang bervariasi.
5. Rambut rontok
Cara mengatasi :
a) Gunakan sampo yang ringan.
b) Potong rambut anak hingga pendek atau botak.
6. Kulit merah, memar, kering dan gatal
Cara mengatasi :
Gunakan sabun yang ringan dan lotion untuk melembabkan kulit.
7. Sensitif terhadap matahari
Cara mengatasi :
a) Jauhi sinar matahari langsung.
b) Gunakan tabir surya.
8. Sulit buang air kecil
Cara mengatasi :
a) Berikan minum yang banyak sebelum, saat, dan sesudah pengobatan.
Jumlah cairan disesuaikan dengan besar kecilnya anak.
b) Jangan berikan minuman mengandung kafein.
c) Lapor kepada dokter bila anak mengeluh sakit atau panas saat buang air
kecil.
9. Demam
Cara mengatasi :
Hubungi dokter bila suhu melebihi 38° C.
10. Gejala seperti flu
Cara mengatasi :
Hubungi dokter. Gejala biasanya terjadi beberapa jam atau beberapa hari
setelah kemoterapi.
11. Infeksi
Cara mengatasi :
a) Obat anti kanker menyebabkan berkurangnya sel darah putih, sehingga
anak mudah infeksi.
b) Jauhi keramaian dan orang-orang yang menderita flu atau penyakit
menular lainnya dan siapapun yang baru diimunisasi.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
Efek Samping Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi memiliki efek samping, yang terjadi ketika sel-sel
non-kanker mengalami radiasi atau dipengaruhi ketika mendapatkan perawatan.
Sel-sel kanker lebih rentan pada efek pengobatan, karena lebih mudah menyalin
diri dibandingkan memperbaiki diri. Selain itu, sel non-kanker juga terpengaruh
oleh terapi tersebut dan dapat menyebabkan efek samping, efek samping yang
mungkin terjadi adalah :
1. Kelelahan atau lesu.
2. Iritasi kulit, termasuk pembengkakan, melepuh, hingga terlihat seperti
terbakar matahari.
3. Rambut rontok, masalah pada kandung kemih, mual, muntah, dan diare.
4. Peradangan jaringan, seperti pneumonitis, esofagitis, dan hepatitis.
5. Penurunan sel darah putih atau trombosit walaupun jarang terjadi.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
B. PENYAKIT THALASEMIA
PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (2005), hingga kini belum ada obat yang tepat untuk
menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah
rendah sekali (kurang dari 6 g%) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu
makan. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun
sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis. Di samping itu, diberikan
berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat besi tidak boleh.
Menurut Harnawartiaj, 2008, penatalaksanaan pada pasien thalasemia yaitu :
1. Transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar Hb 11 g/dl.
Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
2. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari) jika diet buruk.
3. Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk
mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau
subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit daerah
transfusi. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan
bahaya fibrosis hati.
4. Vitamin C 200 mg untuk meningkatkan ekskresi besi dihasilkan oleh
desferioksamin.
5. Splenektomi
Splenektomi adalah prosedur pengangkatan limpa yang pecah,
biasanya akibat cedera perut. Limpa berfungsi untuk melawan infeksi
dan mengeluarkan sel darah yang rusak serta zat lain yang tidak
dibutuhkan tubuh. Organ ini dapat ditemukan di bawah sangkar rusuk.
Splenektomi dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda
sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
Splenektomi dibedakan menjadi dua, yaitu total dan sebagian.
Perlu dipahami bahwa limpa tidak dapat tumbuh kembali setelah
sebagian atau seluruh bagiannya diangkat – berbeda dari organ lain
seperti hati. Penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa orang yang
memiliki limpa kedua yang lebih kecil, atau “aksesori limpa”, yang
biasanya akan menggantikan fungsi limpa yang diangkat.
Cara Kerja Splenektomi
Splenektomi dapat bersifat darurat atau non-darurat. Splenektomi darurat
akan segera dilakukan setelah dokter mendiagnosis bahwa limpa pasien telah
pecah. Biasanya hal ini diketahui dengan mengamati gejala, seperti tanda vital
yang tidak stabil, tekanan darah yang sangat rendah, dan tanda-tanda pendarahan
dalam.
Pada kasus non-darurat, dokter perlu memastikan bahwa pasien
merupakan kandidat ideal untuk splenektomi. Ini dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan fisik, termasuk tes darah, uji laboratorium dan prosedur pencitraan
lainnya. Dokter juga akan menyarankan diet khusus (kebanyakan terdiri dari
cairan) serta memberikan obat untuk membersihkan usus sebelum pembedahan.
Pasien juga dapat diberi vaksin untuk mencegah infeksi.
Splenektomi dapat dilakukan menggunakan teknik bedah terbuka
tradisional atau teknik minim invasif. Prosedur bedah ini dilakukan di bawah
pengaruh bius total. Bedah terbuka – Teknik ini membutuhkan sayatan yang
cukup besar di bagian kiri perut untuk mengakses bagian sangkar rusuk di mana
limpa berada. Lalu, aliran darah ke limpa akan dihentikan dan limpa dilepaskan
dari pankreas. Setelah limpa berhasil diangkat, dokter bedah akan segera menutup
sayatan dengan jahitan kecil.
Splenektomi laparoskopi – Ini adalah prosedur minim invasif yang
menggunakan alat laparoskop, yaitu alat tipis dan panjang yang dilengkapi dengan
kamera dan lampu di ujungnya. Prosedur ini membutuhkan 3-4 sayatan kecil di
perut untuk memasukkan laparoskop dan alat bedah kecil lainnya. Karbon
dioksida akan dimasukkan ke perut untuk menemukan limpa dengan efisien dan
aman. Lalu, limpa akan diputus dari pankreas dan diangkat melalui salah satu
sayatan. Kemudian, sayatan akan ditutup dengan jahitan kecil atau staple bedah.
6. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk
merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan
menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya
maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh
dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik,
ketersediaan donor dan biaya.
Cara memcegahnya antara lain :
1. Menghindari makanan yang diasinkan
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang
diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi di dalam tubuh.
2. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi
ini merupakan terapi utama bagi orang – orang yang menderita talasemia
sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena
dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk
mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara
rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus
untuk penderita beta talasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan
sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta talssemia mayor
(cooley’s anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali).
3. Terapi khelasi besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya
protein. Apabila melakukantransfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat
merusak hati, jantung dan organ – organ lainnya. Untuk mencegah
kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan
zat besi dari tubuh.
4. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan
sel – sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di
samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
DAFTAR PUSTAKA