Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN IKTERUS NEONATUS

A. Pengertian
Perkataan “ikterus” berarti jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan, meliputi
kekuningan pada kulit dan jaringan dalam (Guyton Arthur. C, 2011)
Apabila konsentrasi biliburin dalam darah mengalami peningkatan yang abnormal,
semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit akan berubah warna menjadi
kuning kehijauan.
Iketrus tampak sebagai gejala klinis yang nyata apabila kadar bilirubin serum
tampak sebagai gejala klinis yang nyata apabila kadar bilirubin serum melampaui 2-2,5
mg/dl (S I : 34 – 43 u mol/l)(Smeltzer Suzanne dan Brenda G. Bare, 2010)
Ikterus berbeda dengan hiperbilirubinemia. Ikterus adalah warna kuning pada kulit,
konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin.
Menurut WHO (2012) dalam fajriah (2013) Ikterus adalah warna kuning yang
tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus
Fisiologis merupakan konsentrasi bilirubin serum pada bayi baru lahiryang meningkat
6,5-7,0 mg% dan menurun secara bertahap sampai kurang dari 1,5 mg% pada hari ke 10
surjono (2007) dalam fajriah (2013). Ikterus fatologis adalah suatu kondisi bayi baru
lahir dengan kader bilirubin total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama alimul (2008)
dalam fajriah (2013).

B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Brenda G. Bare (th 2001), berdasarkan penyebabnya, ikterus
dapat dibagi menjadi :
1. Ikterus Hemolitik
Ikterus hemilitik disebabkan karena destruksi sel darah merah yang menyebabkan
pengaliran bilirubin yang sangat cepat kedalam darah sehingga hati yang sekalipun
fungsinya masih normal tidak mampu lagi mengeksresikan bilirubin secepat proses
pembentukannya.

2. Ikterus Hepatoselurel
Ikterus hepatoseluler disebabkan karena ketidakmampuan sel hati yang rusak untuk
membersihkan biliburin yang jumlahnya masih normal didalam darah. Kerusakan sel
hati ini dapat terjadi karena infeksi, seperti pada kapasitas virus (misalnya, hepatitis

1
A, B, C, D atau E) atau virus lain yang meyerang hati, karena obat-obatan /
introksikasi zat kimia (missal : karbon tetraklorida, klorofom, fosfor, arsen) atau
karena alkohol.
3. Ikterus Obstruktif
Ikterus obstruktif tipe ekstrahepatik dapat terjadi akibat penyumbatan saluran
empedu oleh batu empedu, proses inflamasi tumor atau oleh tekanan dari sebuah
organ yang membesar.
4. Obstruksi intrahepatik yang disebabkan oleh statis dan pengentalan empedu didalam
kanalikunalis dapat terjadi setelah minum obat-obat. “kolestatik”. Obat-obat ini
mencakup golongan fenotiasin, obat antitiroid, sulfonylurea, anti depresan,
triskiklik, dan nitrofurantoin.
5. Pada ikterus obstruktif, bilirubin terutama dalam bentuk “konjugasi”. Perbedaan
penting antara bilirubin bebas dan konjugasi adalah bahwa ginjal dapat
mengeluarkan sejumlah kecil bilirubin terkonjugasi dengan kelarutan tinggi tetapi
bukan ikatan albumin bilirubin bebas. Oleh karena itu, pada ikterus obstruktif, berat.
Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang bermakna terlihat dalam urin. Keadaan ini
dapat diperlihatkan hanya dengan mengocok urin dengan mengamati busanya, yang
menjadi berwarna sangat kuning. (Guyton Erthur C. 2011).

C. Klasifikasi
Menurut Hanifa (2011) dalam Tarigan (2012) ikterus dapat diklasifikasikan menjadi 3
macam antara lain:
1. Ikterus Fisiologis merupakan Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.
Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua-ketiga.
a. Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
b. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
c. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
d. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
2
dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar
Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah, dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. Patofisiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubin dan ikterus dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penurunan eksresi bilirubin terekonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatic
yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinnemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang
pertama, sedangkan mekanisme yang kempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.
1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan dekstruksi sel darah merah
merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan . ikterus
yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu
berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan.
Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal
(hemoglobin S pada anemia sel sabit). Sel darah merah abnormal (sterositosis
heredeter), anti body dalam serum  (Rh atau autoimun), pemberian beberapa obat-
obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis).
Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat diakibatkan oleh peningkatan  destruksi sel
darah merah atau prekursornya dalam sel-sel tulang (talasemia, anemia persuisiosa,
porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif kadar biliburin tak
terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada bayi dapat megakibatkan Kern
Ikterus
2. Gangguan pengambilan bilirubin
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati
dilakukan dengan memisahkan dari albumin dan meningkatkan pada protein
penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap
3
pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati
cacing pita), nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistrografik.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang
menjadi penyebab dihentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom
Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan
oleh hati. Namun kebanyakan pada kasus demikian, telah ditemukan defisiensi
glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat
konjugasi bilirubin.
3. Gangguan konjugasi biliburin.
Hiperbiliburinemia tak terkonjugasi yang ringan (< 12,9/100 ml) yang mulai terjadi
pada hari kedua sampai kelima lahir disebut Ikterus Fisiologi pada neonates. Ikterus
Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik
transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari
setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin ensolepati timbul akibat penimbunan bilirubin tak
terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak
diobati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan
pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbiliruninemia tak
terkonjugasi adalah dengan fototerapi.
Fototerapai berupa pemberian sinar biru atau sinar flouresan atau (gelombang yang
panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran
ini menyebabkan perubahan structural Bilirubin (foto isumerisasi) menjadi isomer-
isomer yang larut dalam air, isomer ini akan diekresikan dengan cepat kedalam
empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu (femobarbital Luminal) yang
meningkat aktivitas glukororil transferase seringkali dapat menghilang ikterus pada
penderita ini.
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan eksresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh factor-faktor fungsional
maupun obstruksi, terutama mengakibatkan  hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena
bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat dieksresi kedalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen
feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan  ekresi hati lainnya,
seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-
4
garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-
gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.
Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila
terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus
obstruktif. Kolestatis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau
kolangiola) atau ekstra hepatic (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua
keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama.
PATHWAYS

5
E. Tanda dan Gejala
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis dan dapat merupakan
hal patologis. Ikterus baru dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan
pemeriksaan. selanjutnya tidak menunjukkan dasar pathologis dan tidak mempunyai
potensi berkembang menjadi kernikterus. (ludianingrum, 2016).
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik :
1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
2. Peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam.
3. Ikterus yang disertai :
a. Berat lahir < 2000 gr
b. Masa gestasi < 36 minggu
c. Asifiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipolikemia, hiperkarbia
g. Hiperosmolaritas darah
h. Proses hemolisis < inkompatibilitas darah, difesiensi G6PD atau sepsis
4. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hr – 14 hr (Mansjoer Arif dkk.
2010)
Menurut Smeltzer Suzanne dan Brenda G. Bare, penderita tipe ikterus hemolitik tidak
mengalami gejala atau kompliikasi sebagai akibat dari iketrus itu sendiri, kecuali jika
hiperbilirubinemia yang dideritanya sangat ekstrim. Namun demikaian, ikterus yang
berlangsung lama sekalipun ringan merupakan predisposisi terbentuknya “batu pigmen”
dalam kandung empedu, dan ikterus yang sangat berat (yaitu, pada pasien yang kadar
bilirubin bebas diatas 20-25 mg/dl) akan membawa resiko yang nyata untuk
kemungkinan terjadinya kerusakan batang otak.
Pasien ikterus hepatoseluler bisa menderita sakit yang ringan atau berat dengan gejala :
kurangnya selera makan , mual, muntah, perasaan lemah, lesu dan mungkin pula
penurunan berat badan, turgor kulit menurun, mukosa kering dan kadang terjadi diare
pasien ikterus obstruktif memiliki gejala terjadinya perubahan warna kuning pada kulit,
sclera serta membrane mukosa. Urin berwarna sangat kuning dan berbuih karena
terjadinya penurunan jumlah empedu. Dalam saluran cerna, tinja akan tampak berwarna
cerah atau pekat. Kulit dapat terasa sangat gatal sebagai pasien harus mandi berkali-kali.
Dyspepsia dan toleransi terhadap makanan berlemak dapat terjadi karena gangguan
6
pencernaan lemak tanpa adanya empedu dalam intestinum. Terjadi peningkatan nadi, dan
kadang suhu meningkat.

F. Pemerisaan Penunjang
Menurut Irwana (2010) pemeriksaan penunjang pada ikterius  antara lain:
1. Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.
2. Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
3. Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan menyebabkan peningkatan
bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek
maupun direk. Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.
4. Aminotransferase dan alkali fosfatase
5. Tes serologi hepatitis virus
6. IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B
akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
7. Biopsi hati
8. Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan
beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik
akibat obat-obatan (drug induced).
9. Pemeriksaan pencitraan
10. Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan
kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan
penyakit fokal pada hati.
11. Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP) dan PTC (Percutans
Transhepatic Colangiography).
12. ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi
untuk mendapatkan anatomi dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus
duktus pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan modalitas yang sangat
bermanfaat dalam membantu diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah
kasus ikterus bedah yang inoperabel.
7
Indikasi ERCP diagnostik pada ikterus bedah meliputi:
1. Kolestasis ekstra hepatik
2. Keluhan pasca operasi bilier
3. Keluhan pasca kolesistektomi
4. Kolangitis akut
5. Pankreatitis bilier akut.
Di samping itu kelainan di daerah papila Vateri (tumor, impacted stone) yang juga sering
merupakan penyebab ikterus bedah dapat terlihat jelas dengan teknik endoskopi ini.

G. Komplikasi
Menurut Menurut Irwana (2010), komplikasi  terjadi kernicterus yaitu kerusakan
otak  akibat perlengketan bilirubin  indirek pada otak dengan gambaran klinik:
1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. Tak mau menghisap
4. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental

H. Penatalaksanaan
1. Manajemen/Tata laksana
a. Mulai terapai sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus dini atau
kemungkinan ikterus berat (table 1).
b. Ambil sampel darah bayi dan periksa kadar bilirubin, bila memungkinkan :
c. Tentukan apakah bayi memiliki salah satu factor resiko (berat lahir < 2500 gram
atau umur kehamilan < 37 minggu, hemolisis atau sepsis) :
d. Bila kadar biliburin serum dibawah kadar memrlukan terapi sinar ( table 2)
hentikan terapi sinar, lanjutkan terapi sinar.
e. Bila ada riwayat ikterus hemolitik, atau inkompatibilitas factor Rh atau golongan
darah ABO pada kelahiran sebelumnya :
f. Ambil sampel darah bayi dan ibu dan periksa kadar hemoglobin, golongan darah
bayi dan uji Coombs :

8
g. Bila tidak ada bukti factor Rh atau golongan darah ABO sebagai penyebab
hemolisis, atau bila ada riwayat keluarga defisiensi G6PD, lakukan pemeriksaan
G6PD, bila memungkinkan.
h. Bila hasil pemeriksaan kadar biliburin dan uji lain telah diperoleh, tentukan
kemungkinan diagnosisnya (lihat tabel)
i. Terapi suportif :
j. Minuman ASI atau pemberian ASI peras
k. Infuse cairan dengan dosis rumatan
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi :
1. Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit
tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum
selam bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.

a. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan
baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan
dirumah sakit.

b. Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk kembali bila
terjadi ikterus lagi.

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
2. Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
3. Pemeriksaan Fisik :
4. Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks
menyusui yang lemah, Iritabilitas.
5. Pengkajian Psikososial :
6. Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
7. Pengetahuan Keluarga meliputi :
8. Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 2010)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan pemajanan suhu
lingkungan yang ekstrem
3. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare

C. Intervensi Keperawatan
N Tujuan dan Kriteria
Diagnosa keperawatan Intervensi
o Hasil
1 Defisit Volume cairan NOC: NIC :
v  Fluid balance Fluid management
Definisi : Penurunan v  Hydration ·         Timbang
cairan intravaskuler, v  Nutritional Status : popok/pembalut jika
interstisial, dan/atau Food and Fluid Intake diperlukan
intrasellular. Ini Kriteria Hasil : ·         Pertahankan catatan
mengarah ke dehidrasi, v  Mempertahankan urine intake dan output yang akurat
kehilangan cairan output sesuai dengan usia ·         Monitor status hidrasi (

10
dengan pengeluaran dan BB, BJ urine normal, kelembaban membran
sodium HT normal mukosa, nadi adekuat,
v  Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik ),
Batasan Karakteristik : suhu tubuh dalam batas jika diperlukan
-    Kelemahan normal ·         Monitor vital sign
-    Haus v  Tidak ada tanda tanda ·         Monitor masukan
-    Penurunan turgor dehidrasi, Elastisitas makanan / cairan dan hitung
kulit/lidah turgor kulit baik, intake kalori harian
-    Membran membran mukosa lembab, ·         Kolaborasikan
mukosa/kulit kering tidak ada rasa haus yang pemberian cairan  IV
-    Peningkatan denyut berlebihan ·         Monitor status nutrisi
nadi, penurunan tekanan ·         Berikan cairan IV pada
darah, penurunan suhu ruangan
volume/tekanan nadi ·         Dorong masukan oral
-    Pengisian vena ·         Berikan penggantian
menurun nesogatrik sesuai output
-    Perubahan status ·         Dorong keluarga untuk
mental membantu pasien makan
-    Konsentrasi urine ·         Tawarkan snack ( jus
meningkat buah, buah segar )
-    Temperatur tubuh ·         Kolaborasi dokter jika
meningkat tanda cairan berlebih muncul
-    Hematokrit meninggi meburuk
-    Kehilangan berat ·         Atur kemungkinan
badan seketika (kecuali tranfusi
pada third spacing) ·         Persiapan untuk
Faktor-faktor yang tranfusi
berhubungan: Hypovolemia Management
-    Kehilangan volume v  Monitor status cairan
cairan secara aktif termasuk intake dan ourput
-    Kegagalan cairan
mekanisme pengaturan v  Pelihara IV line
v  Monitor tingkat Hb dan

11
hematokrit
v  Monitor tanda vital
v  Monitor responpasien
terhadap penambahan cairan
v  Monitor berat badan
v  Dorong pasien untuk
menambah intake oral
v  Pemberian cairan Iv
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihanvolume
cairan
v  Monitor adanya tanda
gagal ginjal
2 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi : suhu tubuh v  Suhu tubuh dalam §  Monitor suhu sesering
naik diatas rentang rentang normal mungkin
normal v  Nadi dan RR dalam §  Monitor IWL
rentang normal §  Monitor warna dan suhu
Batasan Karakteristik: v  Tidak ada perubahan kulit
·         kenaikan suhu warna kulit dan tidak ada §  Monitor tekanan darah,
tubuh diatas rentang pusing nadi dan RR
normal §  Monitor penurunan tingkat
·         serangan atau kesadaran
konvulsi (kejang) §  Monitor WBC, Hb, dan
·         kulit kemerahan Hct
·         pertambahan RR §  Monitor intake dan output
·         takikardi §  Berikan anti piretik
·         saat disentuh §  Berikan pengobatan untuk
tangan terasa hangat mengatasi penyebab demam
§  Selimuti pasien
Faktor faktor yang §  Lakukan tapid sponge
berhubungan : §  Berikan cairan intravena
-          penyakit/ trauma §  Kompres pasien pada lipat

12
-          peningkatan paha dan aksila
metabolisme §  Tingkatkan sirkulasi udara
-          aktivitas yang §  Berikan pengobatan untuk
berlebih mencegah terjadinya
-          pengaruh menggigil
medikasi/anastesi
-          ketidakmampuan/ Temperature regulation
penurunan kemampuan §  Monitor suhu minimal tiap
untuk berkeringat 2 jam
-          terpapar §  Rencanakan monitoring
dilingkungan panas suhu secara kontinyu
-          dehidrasi §  Monitor TD, nadi, dan RR
-          pakaian yang §  Monitor warna dan suhu
tidak tepat kulit
§  Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
§  Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
§  Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
§  Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
§  Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
§  Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
§  Ajarkan indikasi dari

13
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
§  Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


§  Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
§  Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
§  Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
§  Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
§  Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
§  Monitor kualitas dari nadi
§  Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
§  Monitor suara paru
§  Monitor pola pernapasan
abnormal
§  Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
§  Monitor sianosis perifer
§  Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
§  Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3 Resiko kerusakan NOC : Tissue Integrity : NIC : Pressure
integritas kulit Skin and Mucous Management

14
Membranes §  Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang
v  Integritas kulit yang longgar
baik bisa dipertahankan §  Hindari kerutan padaa
(sensasi, elastisitas, tempat tidur
temperatur, hidrasi, §  Jaga kebersihan kulit agar
pigmentasi) tetap bersih dan kering
v  Tidak ada luka/lesi §  Mobilisasi pasien (ubah
pada kulit posisi pasien) setiap dua jam
v  Perfusi jaringan baik sekali
v  Menunjukkan §  Monitor kulit akan adanya
pemahaman dalam proses kemerahan
perbaikan kulit dan §  Oleskan lotion atau
mencegah terjadinya minyak/baby oil pada derah
sedera berulang yang tertekan
v  Mampu melindungi §  Monitor aktivitas dan
kulit dan mobilisasi pasien
mempertahankan §  Monitor status nutrisi
kelembaban kulit dan pasien
perawatan alami §  Memandikan pasien
dengan sabun dan air hangat
4 Kurang pengetahuan NOC : NIC :
v  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
Definisi : process 1.      Berikan penilaian
Tidak adanya atau v  Kowledge : health tentang tingkat pengetahuan
kurangnya informasi Behavior pasien tentang proses
kognitif sehubungan Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik
dengan topic spesifik. v  Pasien dan keluarga 2.      Jelaskan patofisiologi
menyatakan pemahaman dari penyakit dan bagaimana
Batasan karakteristik : tentang penyakit, kondisi, hal ini berhubungan dengan
memverbalisasikan prognosis dan program anatomi dan fisiologi, dengan
adanya masalah, pengobatan cara yang tepat.
ketidakakuratan v  Pasien dan keluarga 3.      Gambarkan tanda dan
mengikuti instruksi, mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul

15
perilaku tidak sesuai. prosedur yang dijelaskan pada penyakit, dengan cara
secara benar yang tepat
Faktor yang v  Pasien dan keluarga 4.      Gambarkan proses
berhubungan : mampu menjelaskan penyakit, dengan cara yang
keterbatasan kognitif, kembali apa yang tepat
interpretasi terhadap dijelaskan perawat/tim 5.      Identifikasi
informasi yang salah, kesehatan lainnya. kemungkinan penyebab,
kurangnya keinginan dengna cara yang tepat
untuk mencari informasi, 6.      Sediakan informasi
tidak mengetahui pada pasien tentang kondisi,
sumber-sumber dengan cara yang tepat
informasi. 7.      Hindari jaminan yang
kosong
8.      Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9.      Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10.  Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11.  Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12.  Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

16
DAFTAR PUSTAKA

Fajriah, L. 2013. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir  pada Bayi Ny.S dengan Ikterus
Neonatus Derajat II di RSU Assalam Gemolong Seragen. KTI (Tidak diterbitkan). Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta
Manjoes Arif dkk.2009. Kapita Selecta Kedokteran.Media Aescubpius: Jakarta
NANDA (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi 1 dan 2.
Yogyakarta
Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid
2. EGC:Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai