Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

IKTERIK

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Perkataan ikterus berarti jaringan tubuh berwarna
kekuning-kuningan, meliputi kekuningan pada kulit dan
jaringan dalam (Guyton Arthur. C, 2011).

Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3
setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10 ( Nursalam, 2005).

Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam serum (> 2 mg/dL). Ikterus adalah
menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh (Muslihatun, 2010).

Klasifikasi
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
a. Ikterus fisiologis
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6
dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik
biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada
BBLR 10mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus
fisiologis diantaranya karena kekurang protein Y dan enzim glukoronil
transferase.
b. Ikterus Patologis
1) Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan, serum bilirubin total
lebih dari 12 mg/dl.
2) Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature
atau 12 mg/dl pada bayi aterm.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis
5) Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14
hari pada BBLR.

1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Brenda G. Bare (2010), berdasarkan penyebabnya,
ikterus dapat dibagi menjadi:

1.2.1 Ikterus Hemolitik


Ikterus hemilitik disebabkan karena destruksi sel darah merah yang
menyebabkan pengaliran bilirubin yang sangat cepat kedalam darah
sehingga hati yang sekalipun fungsinya masih normal tidak mampu
lagi mengeksresikan bilirubin secepat proses pembentukannya.
1.2.2 Ikterus Hepatoselurel
Ikterus hepatoseluler disebabkan karena ketidakmampuan sel hati
yang rusak untuk membersihkan biliburin yang jumlahnya masih
normal didalam darah. Kerusakan sel hati ini dapat terjadi karena
infeksi, seperti pada kapasitas virus (misalnya, hepatitis A, B, C, D
atau E) atau virus lain yang meyerang hati, karena obat-obatan /
introksikasi zat kimia (missal : karbon tetraklorida, klorofom, fosfor,
arsen) atau karena alkohol.
1.2.3 Ikterus Obstruktif
Ikterus obstruktif tipe ekstrahepatik dapat terjadi akibat penyumbatan
saluran empedu oleh batu empedu, proses inflamasi tumor atau oleh
tekanan dari sebuah organ yang membesar.

Obstruksi intrahepatik yang disebabkan oleh statis dan pengentalan


empedu didalam kanalikunalis dapat terjadi setelah minum obat-obat.
kolestatik. Obat-obat ini mencakup golongan fenotiasin, obat
antitiroid, sulfonylurea, anti depresan, triskiklik, dan nitrofurantoin.
Pada ikterus obstruktif, bilirubin terutama dalam bentuk konjugasi.
Perbedaan penting antara bilirubin bebas dan konjugasi adalah bahwa
ginjal dapat mengeluarkan sejumlah kecil bilirubin terkonjugasi
dengan kelarutan tinggi tetapi bukan ikatan albumin bilirubin bebas.
Oleh karena itu, pada ikterus obstruktif, berat. Sejumlah bilirubin
terkonjugasi yang bermakna terlihat dalam urin. Keadaan ini dapat
diperlihatkan hanya dengan mengocok urin dengan mengamati
busanya, yang menjadi berwarna sangat kuning (Guyton Arthur C,
2011).

1.3 Tanda gejala


Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1.3.1 Dehidrasi: asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,


muntah-muntah)
1.3.2 Pucat: Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya
ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD)
atau kehilangan darah ekstravaskular.
1.3.3 Letargik (lemas) dan gejala sepsis lainnya
1.3.4 Petekiae (bintik merah di kulit). Sering dikaitkan dengan infeksi
congenital, sepsis atau eritroblastosis.
1.3.5 Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
1.3.6 Feses dempul disertai urin warna coklat.

1.4 Patofisiologi

Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubin dan


ikterus dapat terjadi:

1.4.1 Pembentukan bilirubin secara berlebihan


1.4.2 Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh
hati
1.4.3 Gangguan konjugasi bilirubin
1.4.4 Penurunan eksresi bilirubin terekonjugasi dalam
empedu akibat faktor intra hepatic yang bersifat
obstruksi fungsional atau mekanik

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan
pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin
ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan
lahir rendah , hipoksia, dan hipoglikemia.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui adanya
suatu anemia dan juga keadaan infeksi.
1.5.2 Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah
melihat warna urin dan melihat apakah terdapat
bilirubin di dalam urin atau tidak.
1.5.3 Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong prehepatik akan
menyebabkan peningkatan bilirubin indirek. Kelainan
intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek
maupun direk. Kelainan posthepatik dapat
meningkatkan bilirubin direk.
1.5.4 Aminotransferase dan alkali fosfatase
1.5.5 Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk
hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya
HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
1.5.6 Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif
untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus
kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik
akibat obat-obatan (drug induced).
1.5.7 Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk
mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik. USG
abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan
metastasis dan penyakit fokal pada hati.
1.5.8 Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography
(ERCP) dan PTC (Percutans Transhepatic
Colangiography).
ERCP merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan
endoskopi dan radiologi untuk mendapatkan anatomi
dari sistim traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus
duktus pankreas (pankreatogram). ERCP merupakan
modalitas yang sangat bermanfaat dalam membantu
diagnosis ikterus bedah dan juga dalam terapi sejumlah
kasus ikterus bedah yang inoperabel.

1.6 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara
lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak
menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku,
dn akhirnya opistotonus.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto. Fototherapi dapat digunakan sendiri atau
dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a
bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum)
akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan
kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi biliar bilirubin tak
terkonjugasi
1.7.2 Tranfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.7.2.1 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
1.7.2.2 Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir.
1.7.2.3 Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
1.7.2.4 Tes coombs Positif
1.7.2.5 Kadar bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
1.7.2.6 Serum bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
1.7.2.7 Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
1.7.2.8 Bayi dengan hidrops saat lahir.
1.7.2.9 Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1.7.2.1 Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal
1.7.2.2 Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi
(kepekaan)
1.7.2.3 Menghilangkan serum bilirubin
1.7.2.4 Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
1.7.3 Terapi obat-obatan
Misalnya pemberian fenobarbital untuk mempercepat konjugasi dan
mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena
dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu
dan bayi.
1.7.4 Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
Misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih
mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
1.7.5 Menyusui bayi dengan ASI
1.7.6 Terapi sinar matahari

1.8 Pathway (harus pada sampai masalah keperawatan)


Hemoglobin

Globin Hemo

Biliverdin Feco
Peningkatan destruksi eritrosit, Hb dan eritrosit abnormal
Pemecahan bilirubin berlebih/bilirubin yang tidak berikatan dengan albumin
meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah pengeluaran meconium


terlambat/obstruksi usus tinja berwarna pucat

Gangguan
G Ikterus pada sclera, leher dan badan,
integritas peningkatan bilirubin indirect > 12 mg/dl
kulit

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Risti injury Kekurangan volume cairan tubuh Gangguan suhu tubuh

AI. Rencana asuhan klien dengan gangguan pneumonia


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat pengkajian
2.1.1.1 Pengumpulan Data
1) Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal
yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-
obat tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri,
apakah ada riwayat kontak dengan penderiata sakit kuning,
adakah riwayat operasi empedu, adakah riwayat
mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan
adanya riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian
golongan Rh atau darah ABO), polisitemia, infeksi,
hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran
pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2) Riwayat orang tua :
3) Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh,
ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan
dan ASI.
2.1.1.2 Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah
orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan
anak.
2.1.1.3 Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut,
apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .
2.1.2 Pola Kebutuhan sehari-hari
Data dasar klien:
2.1.2.1 Aktivitas / istirahat: latergi, malas
2.1.2.2 Sirkulasi: mungkin pucat, menandakan anemia.
2.1.2.3 Eliminasi: Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin
lambat, feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin, urine gelap pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi
bronze )
2.1.2.4 Makanan/cairan: riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih
mungkin disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen
dapat menunjukkan perbesaran limfa, hepar.
2.1.2.5 Neurosensori: hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan
lengkung punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap
krisis).
2.1.2.6 Pernafasan: riwayat asfiksia
2.1.2.7 Keamanan: riwayat positif infeksi/sepsis neonatus, tampak
ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh, kulit hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.
2.1.2.8 Penyuluhan/Pembelajaran: faktor keluarga, misal: keturunan
etnik, riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakithepar, distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal:
salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang
intrapartum, misal: persalinan pratern.

2.1.3 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan
termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali),
pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit
nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek
menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan
melengking.

2.1.4 Pemeriksaan penunjang


2.1.4.1 Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar
billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
2) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3) Protein serum total.
4) USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu.
5) Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu
membedakan hapatitis dan atresia billiari.
6) Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati,
seperti abses hati atau hepatoma
7) Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra
hepatic dengan ekstra hepatic
8) Biopsy hati
9) Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada
kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi
ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.


2.2.1 Diagnosa 1: Ikterus neonatus
2.2.1.1 Definisi: Kulit dan membran mukosa neonatus berwarna
kuning yang terjadi setelah 24 jam kehidupan sebagai akibat
bilirubin tak terkonjugasi ada didalam sirkulasi
2.2.1.2 Batasan karakteristik
1) Profil darah abnormal (hemolisis; bilirubin serum total >2
mg/dl; bilirubin serum total pada rentang tinggi menurut
usia pada nomogram spesifik-waktu)
2) Memar kulit abnormal
3) Membran mukosa kering
4) Kulit kuning sampai orange
5) Sclera kuning
2.2.1.3 Faktor yang berhubungan
1) Penurunan berat badadn abnormal (>7-8% pada bayi baru
lahir yang menyusui ASI; 15% pada bayi cukup bulan)
2) Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
3) Bayi menunjukan kesukitan dalam transisi ke kehidupan
ekstrauterin
4) Usia neonatus 1-7 hari
5) Feses (mekonium) terlambat keluar
2.2.1.4 NOC
1) Breasfeeding inefektif
2) Breasfeedibg interupted
3) Liver function, Risk of Impaired
4) Blood Glucose, Risk for Unstable
2.2.1.5 Kriteria Hasil:
1) Menyusui secara mandiri
2) Tetap mempertahankan laktasi
3) Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal
4) Mengetahi tanda-tanda penurunan suplai penurunan ASI
secara aman
5) Ibu mampu mengumpulkan dan meyimpan ASI secara
aman
6) Menunjukan teknik dalam memompa ASI
7) Tidak ada respon alergi sistematik
8) Respirasi stastus: jalan nafas, pertukaran gas dan ventilasi
nafas bayi adekuat
9) Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal
10) Status nutrisi adekuat
2.2.1.6 NIC
Phothoterapy: Neonate
1) Meninjau sejarah ibu dan bayi untuk faktor risiko untuk
hiperbilirubinemia
2) Amati tanda-tanda ikterus
3) Agar serum bilirubin tingkat sebagai prtokol per yang
sesuai atau permainan praktid primer
4) Melaporkan nilai Lab untuk primer
5) Tempat bayi di isolette
6) Instruksikan keluarga pada prosedur foroterapi dan
perawatan
7) Terapkan tambalan untuk menutup kedua mata,
menghindari tekanan yang berlebihan
8) Hapus tambalan mata setiap 4 jam atau ketika lampu mati
untuk kontak kepada orang tua dan makan
9) Memantau mata untuk edema, drainase, dan warna
10) Tempat fototerapi lampu diatas bayi sesuai pada ketinggian
yang sesuai
11) Monitor tanda-tanda vital
12) Ubah posisi bayi setiap 4 jam atau per protokol
13) Memantau tingakt bilirubin serum per protokol atau
permintaan praktisi
14) Amati tanda-tanda dehidrasi
2.2.2 Diagnosa 2: Risiko kekurangan volume cairan
2.2.2.1 Definisi: kondisi di mana pasien mengalami risiko terjadi
kekurangan volume cairan pada intraseluler, interstisial, dan
intravascular.
2.2.2.2 Faktor yang berhubungan
1) Kehilangan cairan secara berlebihan
2) Berkeringat secara berlebihan
3) Menurunnya intake oral
4) Diare
5) Penggunaan deuretik
6) Pendarahan
7) Keadaan hipermetabolisme
2.2.2.3 Data yang ditemukan :
1) Hipotensi
2) Takikardi
3) Pucat
4) Kelemahan
5) Konsentrasi urine pekat
6) Diare
7) Muntah
8) Pendarahan massif
9) Turgor kulit kurang
10) Demam
2.2.2.4 Kondisi klinis kemungkinan trjadi pada :
1) Penyakit Addison
2) Koma
3) Ketoasidosis pada diabetic
4) Anoreksia nervosa
5) Pendarahan gastrointestinal
6) Muntah, diare
7) Intake cairan tidak adekuat
8) AIDS
9) Perdarahan akibat trauma
10) Ulcer kolon
11) Penyakit diabetes mellitus.
2.2.3 Perencanaan
2.2.2.1 Tujuan dan criteria hasil
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahankan adekuatnya
kebutuhan cairan yang ditandai :
1) pasien menunjukkan upanya untuk memenuhi kebutuhan
cairan
2) berat badan stabil
3) mukosa mulut lembab
4) intake makanan dan cairan adekuat untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
5) turgor kulit baik
6) tidak ada rasa haus yang berlebihan
7) output urin sesuai intake cairan
8) tidak ada edema atau dehidrasi
9) berat jenis urine dalam batas normal
2.2.2.2 intervensi keperawatan dan rasional
1) Intervensi factor yang mungkin menjadi penyebab
ketidakseimbangan cairan
Rasional : beberapa factor yang berisiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan diantaranya tindakan operasi,
pembatasan minuman atau makan, kecemasan jika minum
banyak
2) Kaji keadaan tanda dan gejala gangguan
ketidakseimbangan cairan
Rasional : mengidentifikasi adanya kekurangan atau
kelebihan cairan, sebagai data dasar pasien.
3) Ukur tanda vital pasien setiap
Rasional : keadaan dehidrasi dapat menyebabkan
hipotensi, edema dapat menyebabkan penigkatan tekanan
darah
4) Monitor intake dan output cairan
Rasional : mengidentifikasi keseimbangan cairan\
Timbang berat badan pasien
Rasional : kehilangan dan kelebihan cairan akan dengan
cepat terjadi perubahan berat badan.
5) Anjurkan pasien untuk minum atau makan sesuai
kebutuhan dalam batas toleransi
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
intravena
Rasional : cairan intravena dibutuhkan untuk mendukung
kebutuhan cairan tubuh,
7) Monitoring berat jenis urin
Rasional : berat jenis urin menigkat, urine menjadi keruh
pada dehidrasi.

2.2.4 Diagnosa 3 : Risiko kerusakan integritas kulit


2.2.3.1 Definisi: perubahan epidermis dan dermis
2.2.3.2 Faktor Risiko
1) Zat kimia
2) Ekskresi dan sekresi
3) Usia ekstream muda atau ekstrem tua
4) Kelembapan
5) Hipertemi
6) Hipotermi
7) Fakotr mekanis (mis., Friksi, penekanan, restrain)
8) Obat
9) Kelembapan kulit
10) Imobilitas fisik
11) Radiasi
2.2.3.3 Internal (somatik)
1) Perubahan pigmentasi
2) Perubahan turgor kulit
3) Faktor perkembangan
4) Ketidakseimbangan nutrisi
5) Faktor imunologis
6) Gangguan sirkulasi
7) Gangguan status metabolic
8) Gangguan sensasi
9) Faktor psikogenik
2.2.5 Perencanaan
2.2.4.1 Tujuan dan criteria hasil
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahankan keutuhan
kulit yang ditandai:
1) Suhu normal
2) Perfusi jaringan tidak terganggu
3) Kulit masih utuh dan tidak ada lesi
2.2.4.2 Intervensi keperawatan dan rasional
1) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
2) Agar kulit bayi tidak iritasi dan menimbulkan luka
3) Monitor kulit akan adanya kemerahan
4) Memantau warna kulit dan perubahannya
5) Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
6) Agar tidak ada alat/benda yang di pakai bayi menimbulkan
iritasi pada kulit

Daftar Pustaka
Guyton Arthur C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi. Jakarta: Salemba Medika.
Muslihatun. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Smeltzerr Susanne & Brenda G Bare. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 2.
EGC: Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi 9, Jakarta: EGC.

Banjarmasin, Mei 2017


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

( ... ) (. )

Anda mungkin juga menyukai