Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN PREMATUR

I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Persalinan prematur adalah persalinan saat kehamilan 28-36 minggu
dengan berat janin antara 500-1000 gram.(kapita selekta
kedokteran,2007;291). Persalinan prematur adalah seatu persalinan yang
terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu.(keperawatan
maternitas,2008;245).

Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi setelah janin mencapai


periode viabilitas atau sekitar 20 minggu gestasi tetapi sebelum selesai
minggu ke 37 (Marlyn E. Dungus, 2008 : 249). Persalinan prematur
adalah kelahiran bayi disaat kehamilan kurang dari 259 hari yang di
hitung dari hari terakhir haid ibu. (Firmansyah 2010).

Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan


kurang dari 37 mingu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram (Nugroho, 2010). Persalinan prematur merupakan
hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal
sebesar 65%-75%. Persalinan prematur adalah persalinan yang
berlangsung pada umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari pertama
haid terakhir. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi
prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau
kurang. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun
2005 menetapkan bahwa persalinan prematur adalah persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu (Syaifuddin, 2009).

Sampai sekarang belum ada penyesuaian pendapat diantara para ahli


mengenai definisi prematurisasi. Holmerdan De Snoo menyatakan bahwa
bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan kehamilan antara 28-38
minggu. Menurut Eastman bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan
berat badan (BB) 1000-2499 gram, sedangkan menurut Grennhill
menyatakan bahwa bayi prematur ialah bayi yang lahir dengan BB
kurang dari 2500 gram. Beberapa kriteria lain tentang bayi prematur
adalah panjang badan (crown-hell length) 47 cm, diameter occipito-
frontal11 cm, lingkaran occipito-frontal 33 cm, selisih lingkaran-toraks 3
cm, center ossification distal femoral epiphysis belum ada dan
meningkatkan fetal Hb pada pembuluh darah pusat (Sofian, 2012).

1
Persalinan prematurisasi merupakan masalah yang besar karena dengan
berat janin kurang dari 2500 gram dan umur kurang dari 30 minggu,
maka alat-alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum sempurna,
sehingga mengalami kesulitan dalam adaptasi untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik. Sekalipun sudah dirawat, bayi dengan berat
antara 1500 sampai 2500 gram untuk dapat bertahan hidup, tetapi masih
diragukan kemungkinan untuk memiliki kemampuan dan kualitas yang
diharapkan sebagai sumber daya manusia (Nugroho, 2010).

1.2 Etiologi
Penyebab persalinan prematur adalah :
1.2.1 Faktor ibu
a. Toksemia gravidarum yaitu : preeklamsi dan eklampsi
b. Kelainan bentuk uterus
c. Tumor (misalnya : mioma uteri, sistoma)
d. Ibu yang menderita penyakit : tipus abdominalis, penyakit
jantung, hipertensi, Diabetes Melitus
e. Trauma pada masa kehamilan
f. Usia ibu pada waktu hamil (20 tahun atau 35 tahun)
g. Plasenta adalah plasenta previa

1.2.2 Faktor janin

a. Kehamilan ganda
b. Ketuban pecah dini
c. Cacat bawaan
d. Insufisiensi plasenta

1.2.3 Faktor plasenta


a. Plasenta previa
b. Sulusio plasenta

1.3 Tanda gejala


1.3.1 Umur kehamilan sama atau kurang dari 37 minggu
1.3.2 Berat badan kurang dari 2500 gram
1.3.3 Panjang badan ≤ 46 cm
1.3.4 Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
1.3.5 Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
1.3.6 Lingkar kepala ≤ 33 cm
1.3.7 Lingkar dada ≤ 30 cm
1.3.8 Rambut lanugo masih banyak

2
1.3.9 Jaringan lemak subkutis tipis atau kurang
1.3.10 Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
1.3.11 Tumit mengkilat, telapak kaki halus
1.3.12 Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada
skrotum kurang.
1.3.13 Testis belum turun kedalam skrotum, untuk bayi perempuan
klitoris menonjol, labia minor belum tertutup oleh labia mayor
1.3.14 Fungsi saraf yang kurang matang mengakibatkan refleks isap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan fungsinya
lemah

1.4 Patofisiologi
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan
intoleransi aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga
menyebabkan persalinan prematur. Akibat dari persalinan prematur
berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahira
yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas jaringan pada
janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan
resiko cidera pada janin.Sedangkan padaibu, resiko tinggi pada kesehatan
yang menyebabkanansietasdan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga
kesehatan saat kehamilan.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 USG : pengkajian gestasi (berat badan janin 500 - 2499 gram)
1.5.2 Test nitrazin : menetukan KPD
1.5.3 Jumlah leukosit : peningkatan menandakan adanya infeksi
1.5.4 Urinalisis dan kultur : mengesampikan ISK
1.5.5 Kultur vaginal, reagent plasma cepat (RPC) : mengidentifikasi
infeksi.
1.5.6 Amnion sentesis : rasiolestin terhadap spingomielin (L/S)
mengidentifikasi fosfat tigliseron (P6) untuk maturitas paru ajnin
atau infeksi amniotic.
1.5.7 Pemantauan elektronik : memfalidasi aktivitas uterus/status janin

1.6 Komplikasi
1.6.1 Pendarahan plasenta dengan pembentukan prostaglandin dan
mungkin induksi stress.

3
1.6.2 Janin mati, kelainan konsepsi atau kelainan kongenital
1.6.3 KPD, infeksi lain, bakteriuri, kolonisasi genital (infeksi akan
membentuk sitokin dan pelepasan lemak bioaktif yang nantinya
membentuk prostaglandin).
1.6.4 Plasentasi yang kurang baik
1.6.5 Distensi uterus (hidramnion dan gamelli) oligohidramnion
1.6.6 Riwayat pernah melahirkan prematur atau keguguran
1.6.7 Kelainan serviks yang inkompeten atau yang pendek
1.6.8 Penyakit ibu yang berat
1.6.9 Kurang gizi mengakibatkan anemia, kekurangan Zn, dan asam
folat
1.6.10 Penambahan berat yang kurang saat hamil
1.6.11 Anomali uterus atau fibroid

1.7 Penatalaksanaan
Penanganan untuk menghentikan persalinan prematur atau terapi inhibisi
merupakan indikasi bila :
1.7.1 Selaput ketuban utuh
1.7.2 Tidak terdapat kontra indikasi janin maupun maternal
1.7.3 Berat janin 500 – 2499 gram
1.7.4 Paru dan janin immaturre
1.7.5 Kemajuan dilatasi serviks dan intabilitas uterus
a. Terapi ini meliputi tirah baring dengan posisi kiri lateral.
Pemberian sedatif hidran dan pemberian obat-obatan tukolitik
seperti : terbulatin dan rutrodin dan magnesium sulfat.
b. Ibu dan janin dimonitor dengan ketat kerena obat-obatan
tersebut dapat menyebabkan palpitsi, takikardi, dispnoe,
tremor, sakit kepala, edema pulmonal.
c. Bila bersalin tidak dapat diselamatkan, lakukan persiapan
untuk kelahiran.
d. Pemberian glukokortikoid meningkat maturitas membran paru
preterm.

Pencegahan Kejadian Persalinan Prematur atau PBLR


Secara luas perlu dilakukan upaya menurunkan kejadian persalinan
preterm atau BBLR ( Hamilton Mary Persis, 1995 : 181) :
a. Pendidikan masyarakat meliputi : media yang ada tentang bahaya dan
kerugian kelahiran pretterm atau BBLR.
1) Masyarakat diharapkan dapat menghindari faktor resiko adalah

4
menjarangkan kelahiran 2 atau 3 tahun.
2) menunda kehamilan yang kurang 20 tahun dan diatas 35 tahun.
b. Mengusahakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik.
c. Mengusahakan makan lebih banyak pada masa hamil agar
menghindarkan kekurangan gizi dan anemia, menghindarkan kerja
berat selama hamil.

1.8 Pathway

2 Rencana asuhan klien dengan postpartum


2.1 Pengkajian
2.1.1 Pemeriksaan fisik
a. Identitas ego
Perasaan kegagalan pada kejadian hidup, ekspresi malu / rasa
malu, ekspresi / manifestasi dari ansietas dan / atau takut.
b. Nyeri / ketidaknyamanan
Tidak ada nyeri
c. Keamanan
Dapat terlihat pada pecah ketuban selama trimester ke II
d. Seksualitas
Riwayat berulang, relatif tanpa rasa sakit, berdarah, kehilangan
janin, trimester ke II (aborsi habitual)
e. Pemendekan, penonjolan dan dilatasi prematur dari serviks
selama kehamilan. Trauma servikal dihubungkan dengan
kelahiran sebelumnya dengan dilatasi dan kuretase, konisasi
kauterisasi atau laserasi servikal.
f. Pemeriksaan vagina steril menunjukkan dilatasi, penonjolan
serviks.
Membran mungkin terasa atau terlihat menonjol melewati
tulang servikal.
g. Interaksi social
Memikirkan tentang respon orang lain.
h. Penyuluhan / pembelajaran
Melaporkan kejadian sebelumnya dari aborsi spontan

2.1.2 Pemeriksaan penunjang


a. USG : pengkajian gestasi (berat badan janin 500 - 2499 gram)

5
b. Test nitrazin : menetukan KPD
c. Jumlah leukosit : peningkatan menandakan adanya infeksi
d. Urinalisis dan kultur : mengesampikan ISK
e. Kultur vaginal, reagent plasma cepat (RPC) : mengidentifikasi
infeksi.
f. Amnion sentesis : rasiolestin terhadap spingomielin (L/S)
mengidentifikasi fosfat tigliseron (P6) untuk maturitas paru
ajnin atau infeksi amniotic.
g. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktivitas uterus/status
janin

Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan riwayat aborsi trimester


kedua berulang sesuai ultra sonografi. Mulai pada gestasi 6 – 8
dapat mendeteksi pemendekan – servikal dan dilatasi prematur
serta membantu mediagnosis khususnya pada wanita tanpa
riwayat jelas disfungsi servikal. Tes ferm dan / atau nitrazin
mendeteksi adanya cairan amnion, menandakan pecah ketuban.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan persalinan
disfungsional

2.2.1 Definisi
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.3 Faktor yang berhubungan

Diagnosa 2 : Nyeri yang berhubungan dengan intensitas kontraksi uterus.

2.2.4 Definisi
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.6 Faktor yang berhubungan

Diagnosa 3 : Resiko tinggi cedera janin yang berhubungan dengan


hipoksia.

2.2.7 Definisi
2.2.8 Batasan Karakteristik
2.2.9 Faktor yang berhubungan

6
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan persalinan
disfungsional
Tujuan : Mempertahankan kehamilan sedikitnya sampai kondisi yang
menunjukkan matutitas bayi.

Hasil yang diharapkan :


Pola persalinan akan adekuat untuk menghasilkan dilatasi dan kelahiran
akan dicapai tanpa komplikasi maternal.

2.3.1 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat


daftar rujukan).
a. Intervensi :
1) Kaji frekuensi kontraksi uterus
2) Dorong klien melakukan ambulasi atau mengubah posisi
3) Anjurkan pasien berkemih setiap 1 sampai 2 jam
4) Pantau kemajuan dilatasi serviks dan pendataran
5) Beri oksitoksin sesuai program
6) Pantau masukan dan haluaran
7) Kaji adanya dehidrasi

b. Rasionalisasi :
1) Dengan secara dini mengenal pola disfungsi persalinan,
2) Komplikasi dapat dicegah
3) Kegiatan akan menstimulasi aktivitas uterus dan pola
persalinan yang normal.
4) Untuk mengetahui perkembangan kehamilan
5) Untuk memperkuat His
6) Untuk mengantisipasi tenaga ibu
7) Mempertahankan kondisi seara normal

Diagnosa 2 : Nyeri yang berhubungan dengan intensitas kontraksi uterus.


Tujuan : Agar nyeri berkurang dan terkontrol.
Hasil yang diharapkan :
Nyeri klien akan diatasi atau ditangani dengan efektif.

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat


daftar rujukan).
a. Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk menggunakan tekhnik relaksasi
2) Tinjau kembali tekhnik pernafasan
3) Anjurkan perubahan posisi
4) Lakukan tindakan untuk mengupayakan kenyamanan
5) Upayakan lingkungan yang tenang

7
6) Beri obat nyeri sesuai program

b. Rasionalisasi :
1) Membantu pasien lebih nyaman dan nyeri hilang
2) Untuk mengetahui perkembangan daya tahan pasien.
3) Membantu pasien menghilangkan nyeri dan rasa nyaman
4) Membantu pasien mengontrol rasa nyeri
5) Untuk menciptakan rasa nyaman

Diagnosa 3 : Resiko tinggi cedera janin yang berhubungan dengan


hipoksia.
Tujuan : Agar cedera tidak terjadi.
Hasil yang diharapkan :
Status janin yang meragukan tidak akan terjadi atau akan diatasi dan bayi
akan lahir dengan selamat.
2.3.3 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat
daftar rujukan).
a. Intervensi :
1) Kaji reaksi denyut jantung janin (DJJ) terhadap kontraksi
untuk mendeteksi deselerasi atau bradikardi.
2) Jika status janin meragukan, atur posisi pasien miring ke
samping, menghentikan pemberian oksitoksin,
meningkatkan iv rumatan, mulai memberi oksigen dan
memberi tahu dokter.
3) Awasi perubahan tanda-tanda vital
4) Perhatikan tempat bayi

b. Rasionalisasi :
Pengkajian akan menentukan kesejahteraan janin, hipoksia
dicegah atau diatasi

8
DAFTAR PUSTAKA

Deni, W.S. (2007). Laporan Pendahuluan Kembar Ganda. Tersedia dalam :


www.academia.edu-laporan-pendahuluan-kembar-ganda.

Syaputera, F. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan


Kehamilan Ganda. Tersedia dalam : www.academia.edu asuhan-
keperawatan-ibu-hamil-dengan-kehamilan-ganda

Wilkinson,Judith.M;Ahern,Nancy.R. (2011).Diagnosa Keperawatan. Edisi


9.EGC.jakarta

9
Banjarmasin, Juni 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(.....................................................) (..................................................)

10

Anda mungkin juga menyukai