Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi :
a. Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan
b. Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun mungkin
c. Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap
d. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan.
Kriteria Hasil :
Menyatakan penerimaan situasi diri
Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi
Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negative
Intervensi :
a. Kaji makna kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat
b. Bersikap realistik dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan
tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan
dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari
10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
D. Penatalaksanaan
Pasien luka bakar (combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik.
Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan
adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah
terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien
luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas :
a. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.
Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,
memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien
dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang
menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat
menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
g. Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan
mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat
(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid
(masih kontroversial)
h. Bilasan bronkoalveolar
i. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
j. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di
seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap
organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan
bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan
hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya
resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin
kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini :
1. Cara Evans
a. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
b. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
c. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada
hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
2. Cara Baxter
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan
pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui
naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-
60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.
E. Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Integumen.
Jakarta : Salemba Medika
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
(………………………...) (………………………...)
Kasus !
Pasien luka bakar daerah punggung kemudian daerah kaki bagian belakang kedua-duanya.
Berat badan pasien 55 kg. Balance cairan pasien berapa?
Diketahui :
Luas luka bakar : punggung = 18%; kedua kaki bagian belakang = 18% total = 36%