Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH DISCOVERY LEARNING KELOMPOK 3

“ GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA ANAK : ASTHMA”

Disusun Oleh :

Krisna Dewangga (11171040000048)

Indah Putriani Hartini (11171040000049)

Arlisha Putri Asmarani (11171040000056)

Nissa Atqia (11171040000060)

Nurma Megawati (11171040000062)

Alfy Fatchur Rizky (11171040000067)

Alifah Nurul Khotimah (11171040000074)

Syifa’ Hasna’ Azzahidahnisa A. (11171040000078)

Esti Nur Annisa (11171040000081)

Khusnatul Mawaddah (11171040000085)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Discovery Learning
yang berjudul “GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA ANAK : ASTHMA” untuk
memenuhi tugas sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan.

Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.

Terimakasih kepada Ibu Kustati Budi Lestari, M.Kep., Sp.Kep.An. selaku


pembimbing kami, serta kepada masing-masing pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Jakarta, Maret 2019

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
BAB 1 ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
Latar Belakang..................................................................................................................................... 4
1.2Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5
Tujuan ................................................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
2.1. Patofisiologi Asma ........................................................................................................................ 6
. Tanda dan Gejala Asma................................................................................................................... 11
2.3. Terapi ......................................................................................................................................... 14
2.4. Asuhan Keperawatan ................................................................................................................. 20
2.5. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia dalam Kontrak Keluarga ............................................. 23
BAB III .................................................................................................................................................... 32
PENUTUP ............................................................................................................................................... 32
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 32
SARAN ............................................................................................................................................... 32
Daftar Pustaka....................................................................................................................................... 33

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga, karena asma pada
anak berpengaruh terhadap berbagai aspek khusus yang berkaitan dengan kualitas hidup,
termasuk proses tumbuh kembang baik pada masa bayi, balita maupun remaja ( Sidhartani,
2007). Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dengan
manifestasi mengi kambuhan, sesak nafas, dan batuk terutama pada malam hari dan pagi hari.
Asma merupakan penyakit yang umumnya mempengaruhi orang-orang dari semua usia, dan
dapat mempengaruhi psikologis serta sosial yang termasuk domain dari kualitas hidup.
Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak (Wong, 2009).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2011, 235 juta orang di seluruh
dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara berkembang
yang sebenarnya dapat dicegah.2 National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2011, mengatakan bahwa prevalensi asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2%
pada dewasa, sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% lakilaki dan 9,7% perempuan.

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013


mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %.
Dengan prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara
Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). 2 Dan untuk provinsi
Jawa Tengah memiliki prevalensi asma sebesar 4,3 %. Disampaikan pula bahwa prevalensi
asma lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.4 Asma merupakan diagnosis
masuk yang paling sering dikeluhkan di rumah sakit anak dan mengakibatkan kehilangan 5-7
hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak
perempuan dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak. Asma dapat
timbul pada semua umur: 30% penderita mulai merasakan gejala pada usia 1 tahun, dan 80-
90% anak asma mengalami gejala pertama kali sebelum usia 4-5 tahun.

4
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses patofisiologis asthma pada anak?
2. Apa saja tanda gejala yang timbul?
3. Bagaimana penanganan atau terapi pada anak dengan asthma?
4. Bagaimana peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak dengan
asthma?
5. Apa saja asuhan keperawatan yang dapat digunakan atau diaplikasikan?

1.3 Tujuan
1. Untuk memngetahui proses patofisiologis asthma pada anak
1. Untuk mengetahui tanda gejala yang timbul
2. Untuk mengetahui penanganan atau terapi pada anak dengan asthma
3. Untuk mengetahui peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak dengan
asthma
4. Untuk megetahui asuhan keperawatan yang dapat digunakan atau diaplikasikan

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Patofisiologi Asma
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan
pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena
adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran
udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.

Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE,
masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells),
kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama
Th2. Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin
agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti
histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang
dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang,
hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis
sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat
menginduksi pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.

Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur
non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus
vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada

6
beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung
saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

(Widodo & Djajalaksana S. 2012)

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses yang
sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial,
inflamasi dan remodeling saluran pernafasan

a. Penyempitan Saluran Napas


Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala
dan perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada
saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.

7
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.
Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting
pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan
struktural atau disebut juga ”remodelling”.3 Proses inflamasi kronik pada asma akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian
sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut
melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan
pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan
jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur
yang komplek yang dikenal dengan airway remodelling.2 Inflamasi kronis yang
terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan proses
perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling ini yang
menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya proses ini kadang-
kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik, dikatakan proses remodeling ini
dapat menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodeling ini
dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular matrik di dalam dan
sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan daripada ukuran sel atau hipertropi dan
peningkatan jumlah sel atau hiperplasia.

8
b. Hiperreaktivitas saluran napas
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang
bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum
diketahui dengan pasti tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos
saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos.
(Sundaru, 2011)

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma :

a. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya
b. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka

9
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung
lama atau proses inflamasinya berata secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus
c. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi)

(Kemenkes)

10
Skema Patofisiologi

2.2. Tanda dan Gejala Asma


A. Tanda Awal Datangnya Asma
Tanda-tanda peringatan awal dialami penderita asma sebelum munculnya
suatu episode serangan asma. Tanda-tanda ini sifatnya unik untuk setiap individu.
Selain itu, pada individu yang sama pun, tanda-tanda peringatan bisa sama, hampir
sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan. Beberapa tanda
peringatan awal mungkin dideteksi hanya oleh yang bersangkutan. Sedangkan tanda
peringatan awal yang laim lebih mungkin terlihat orang lain. Tapi yang paling bisa
diandalkan sebagai tanda peringatan awal adalah penurunan dari angka prestasi

11
penggunaan ”Peak Flow Meter”. Beberapa contoh tanda peringatan awal sebagai
berikut :

1. Perubahan dalam pola pernapasan


2. Bersin-bersin
3. Perubahan suasana hati (moodiness)
4. Hidung mampat atau hidung ngocor
5. Batuk
6. Gatal-gatal pada tenggorokan
7. Merasa capai
8. Lingkar hitam di bawah mata
9. Susah tidur
10. Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga
11. Kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Peak Flow Meter

B. Gejala-Gejala Asma
Gejala-gejala asma memberi indikasi bahwa suatu serangan asma sedang
terjadi. Contoh gejala asma meliputi :
1. Napas berat yang berbunyi ”ngik-ngik”
2. Batuk-batuk
3. Napas pendek tersengal-sengal
4. Sesak dada
5. Angka performa pengguanaan Peak Flow Meter menunjukkan rating yang
termasuk ” hati-hati” atau ”bahaya” (biasa anatara 50% ampai 80% dari
penunjuk performa terbaik individu).

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa perubahan telah terjadi pada saluran


pernapasan dan aliran udara terhambat. Penderita asma mengalami beberapa atau
semua gejala di atas pada suatu serangan. Tindakan penanganan harus dilakukan
untuk mengatasi gejala-gejala tersebut agar tidak menjadi lebih buruk.

12
C. Gejala-Gejala Asma Berat
Gejala-gejala asma yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa. Gejala-gejala tersebut mengindikasi suatu tekanan yang sangat berat pada
sistrem pernapasan penderita. Contok gejala-gejala asma berat meliputi :
1. Serangan batuk yang berat, napas berat ”ngik-ngik”, napas tersengal-sengal,
sesak dada
2. Susah berbicara dan berkonsentrasi
3. Jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal
4. Pundak membungkuk
5. Lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas
6. Daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak kedalam bersama
tarikan napas
7. Bayangan abu-abu atau membiru pada kulit bermula dari sekitar mulut (sianosis)
8. Angka performa penggunaan Peak Flow Meter dalam wilayah bahaya (biasanya
di bawah 50% dari performa terbaik individu)

Jika sudah terlihat salah satu atau beberapa gejala asama yang terlihat di atas,
segeralah cari petolongan gawat darurat atau beritahu anggota keluarga.

(Vitahealth. 2006)

D. Gejala Asma Pada Anak-Anak


Asma merupakan suatu penyakit kronis, gejala asma pada anak-anak biasanya
sudah mulai sejak bayi, dengan gejala sebagai berikut :
1. Bila menangis tangisan anak makin lama makin pendek
2. Sulit makan
3. Napas cepat dan mendesing atau gemuruh
4. Gerak dada seperti tertahan dan kaku
5. Bila anak menderita sakit saluran pernapasan, bunyi napas mendesing
6. Batuk-batuk setelah menangis atau lari-lari, terutama di malam hari
7. Dinding dada seperti tertarik kedalam di antara tulang rusuk dan di bagian
bawah leher.
8. Sering menderita infeksi saluran pernapasan seperti bronkitis atau pneumoni
9. Napas pendek
10. Ekspirasi memanjang

13
11. Gerakan napas lebih cepat
12. Batuk-batuk disertai bunyi napas mendesing atau tidak
(Yatim, Faisal 2013)
13. Gelisah
14. Keletihan
15. Peningkatan denyut nadi dan pernapasan
(Purwoko, Susi. 2007)
16. Pilek
17. Batuk disertai sesak napas
(Jonatan, Novita. 2003)
18. Jika semakin parah biasanya anak akan mudah kekurangan oksigen pada
kuku dan bibirnya terlihat pucat

Gejala-gejala di atas akan terlihat semakin jelas saat malam hari, saat fisik dab
mental anak mengalami kelelahan ataupun reaksi sensitif badan terjadi saat kontak
dengan faktor luar tubuh, baik asap rokok, cuaca yang tidak mendukung, kelembapan
tertentu, debu-debu maupun faktor allergen lainnya.

(Graha, Chairinniza. 2010)

2.3. Terapi
A. Pencegahan
Upaya pencegahan asma pada anak mencakup pencegahan dini sensitisasi terhadap
alergen sejak masa fetus, pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit
atopi yang belum menderita asma, serta pencegahan serangan dan eksaserbasi asma.
Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen
dan polutan, baik untuk mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus. Para
peneliti umumnya menyatakan bahwa alergi utama yang harus dihindari adalah tungau,
debu, rumah, kecoak, bulu hewan peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk
sari bunga.
Polutan harus dihindari adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok
dalam rumah. Polutan yang telah diidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asma
adalah asap kendaraan kayu bakar, ozon, dan SO2+. Penghindaran maksimal harus
dilakukan di tempat anak biasa berada, terutama kamar tidur dan tempat bermain sehari-

14
hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada data yang menyokong agaknya kita harus
menghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.
Beberapa klinik telah melakukan upaya pencegahan sensitif terhadap fetus dan bayi,
antara lain dengan memberikan diet hippo dan non organik serta penghindaran asap
rokok. Walaupun secara teoritis pemberian diet hypoallergenic pada masa trimester
ketiga kehamilan sangat menarik ternyata bukti klinis penelitian tersebut tidaklah
menggembirakan. Tidak terlihat perbedaan kejadian penyakit alergi pada umur 5 tahun
antara kelompok perlakuan dan kelola.
Hasil lebih baik justru akan terlihat pada bayi yang mendapat diet hipoalergenik pada
masa laktasi. Sebaliknya terbukti bahwa ibu perokok dapat membahayakan
perkembangan paru bayi yang dilakukan pada masa sebelum maupun sesudah kelahiran
yang berisiko dalam peningkatan mengi dan infeksi virus serta asma kronik pada anak.
Berdasarkan pengetahuan dasar tentang proses sensitif dan allergic march maka
upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah dan menghambat
perjalanan alamiah penyakit alergi. upaya tersebut antara lain adalah dengan mencegah
timbulnya suatu penyakit alergi asma pada anak yang telah tersensitisasi. Suatu uji klinis
multicenter ETAC (early treatment of the atopic child) dalam menunjukkan manfaat
cetirizine untuk menghambat timbulnya asma pada anak kecil penderita dermatitis atopi
yang sudah tersensitisasi terhadap alergen tertentu tapi belum menderita asma.
Untuk anak yang sudah menderita asma dilakukan pengobatan pencegahan dan
kontrol asma yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan, atau menurunkan kekerapan
serta derajat serangan asma dengan pemberian sodium kromolin, ketotifen, inhibitor dan
antagonis leukotrien serta kortikosteroid.
Sodium kromolin sulit di aplikasi pada anak kecil, sedangkan inhibitor serta antagonis
leukotrien baru dianjurkan untuk anak-anak besar di atas 12 tahun saja. Ketotifen sejauh
ini memberikan efek profilaksis terutama untuk asma ringan. Berbagai jenis antihistamin
generasi baru mungkin dapat bermanfaat pula sebagai pencegah asma tetapi uji klinis
yang memadai untuk itu belum ada.
Sejauh ini kortikosteroid merupakan anti inflamasi terpilih yang paling efektif untuk
pencegahan asma. Pemberian kortikosteroid inhalasi dapat mengontrol asma kronik
dengan baik, walaupun pada anak kecil relatif lebih sulit dilakukan sehingga
membutuhkan alat bantu inhalasi.

15
B. PENATALAKSANAAN ASMA
1. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien.penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien dirumah dan
apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus
cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan
berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik, dan sebaiknya
pemeriksaan faal baru untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma, obat-obat yang digunakan adalah obat penggontrol dan
obat pelega. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke
ICU.Pemberian obat obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat
bantu (Spacer).

2. Penatalaksanaan Asma Jangka


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi
beratnya asma. Prinsip pengobatan asma jangka panjang, yaitu: edukasi, terapi asma.
a. Edukasi
Edukasi mencakup:
1) Kapan pasien berobat dan mencari pertolongan
2) Mengenali gejala pertolongan asma secara dini
3) Mengetahui obat obat pengontrol dan pelega serta cara dan waktu
penggunaannya
4) Mengenali dan menghindari faktor pencetus
5) Kontrol secara teratur

b. Terapi Asma
Tujuan dari terapi asma adalah:
1) Mengontrol asma dan mempertahankan aktivitas yang normal.
2) Menurunkan risiko eksaserbasi, efek samping, hambatan saluran nafas yang
menetap.
3) Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien.

16
4) Terapi asma di tingkat populasi lebih dipilih terapi yang mewakili sebagian
besar pasien.
5) Terapi di tingkat pasien harus berdasarkan karakteristik atau fenotip terhadap
respon terapi.
6) Pasien harus mendapatkan informasi kesehatan sehingga sadar dan paham
terhadap penyakit yang dideritanya.

Terdapat dua jenis terapi untuk asma:


1) Terapi Farmakologi
a) Kortikosteroid Inhalasi (Pengontrol)
Dosis obat kortikosteroid yang dapat mengatasi inflamasi :
Kortikosteroid Inhalasi Rendah Sedang Tinggi
Beklometason Dipropionat (CFC) 200-500 >500-1000 >1000
Beklometason Dipropionat (HFA) 100-200 >200-400 >400
Budesonid (DPI) 200-400 >400-800 >800
Siklesonid (HFA) 80-160 >160-320 >320
Flutikason Propionat (DPI) 100-150 >250-500 >500
Flutikason Propionate (HFA) 100-250 >250-500 >500
Mometason Furoat 110-220 >220-440 >440
Triamsinolon Asetonid 400-1000 >1000-2000 >2000

b) Pelega (Reliever)
Berfungsi untuk dilatasi jalan nafas melalui relaksasi otot polos,
menghambat bronkokonstriksi yang berlebihan tetapi tidak memperbaiki
inflamasi.
Macam-macam pelega:
(1) SABA (Short Acting Bronchodilator) : fenoterol, procaterol,
salbutamol, albuterol, terbutalin.
(2) Short acting antikolinergic : Ipratropium bromide, oxytroprium
bromide.
(3) Aminofilin

17
(4) Kortikosteroid sistematik (dipakai apabila bronkodilator sudah
optimal tetapi tetap tidak berespon)
(5) Adrenalin

2) Terapi Non Farmakologi


a) Berhenti merokok.
b) Aktivitas fisik secara teratur.
c) Mencegah paparan alergen di tempat kerja, di dalam maupun di luar
ruangan.
d) Mencegah penggunaan obat yang dapat memperberat asma.
e) Teknik pernafasan yang benar (breathing exercise, yoga dan senam asma)
f) Diet sehat dan menurunkan berat badan
g) Vaksinasi (pneumococcal, influenza)
h) Mengatasi stres emosional
i) Imunoterapi alergen
j) Bronchial thermoplasty.

Dalam garis besar seringkali ditempuh urutan sebagai berikut:


1) Asma ringan (serangan <1x sebulan) bila perlu diobati dengan suatu
mimetikum yang bekerja singkat sebagai monoterapi, misalnya salbutamol
atau terbutal (1-2 inhalasi/minggu).
2) Asma sedang (serangan 1-4x sebulan) perlu diobati dengan obat yang
menekan peradangan di saluran pernapasan, yaitu kortikosteroid inhalasi,
seperti heklomethasone, flutikason, dan budesonida dalam dosis rendah (200-
800 mcg/hari). Bila perlu dikombinasi dengan salbutamol atau terbutalin
sampai 3-4 inhalasi/hari atau dengan obat pencegah kromoglikat dan
nedokromil, juga baru inhalasi. Untuk anak-anak dengan asma yang bercirikan
alergi dapat diberikan per oral ketotifen atau oksatomida, yang juga berhasiat
mencegah degranulasi mastcells.
3) Asma agak serius (serangan >1-2 x seminggu) dapat ditanggulangi oleh
kosteroida dengan dosis lebih tinggi (800-1200 mcg/hari) dan dikombinasi
dengan mimetika atau antikolinergik (ipratropium) sebagai bronkodilator
untuk mengurangi obstruksi bronchi.

18
4) Asma serius (serangan >3x seminggu) walaupun penggunaan ICS dalam dosis
cukup tinggi, tetapi pada malam hari masih timbul sesak nafas (dyspneu).
Dalam hal ini dapat diberikan mymedicom kerja panjang sebagai inhalasi
(salmeterol, formoterol). Bila perlu obat ini dapat dikombinasi dengan teofilin
dalam bentuk slow-release.

3. Evaluasi Penatalaksanaan Asma


Dengan melaksanakan edukasi dan terapi asma diharapkan tercapai tujuan
penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol,
terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol.

Tingkatan Asma Terkontrol


Karakteristik Terkontrol Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol
Gejala harian Tidak ada ˃ 2x seminggu Tiga atau lebih
(≤ 2x/minggu) gejala dalam
Pembatasan Tidak ada Sewaktu-watu dalam kategori asma
Aktivitas seminggu terkontrol sebagian
Gejala Tidak ada Sewaktu-watu dalam muncul sewaktu-
nokturnal/gangguan seminggu waktu dalam
tidur (terbangun) seminggu
Kebutuhan akan Tidak ada ˃ 2x seminggu
relivier atau terapi (≤ 2x/minggu)
rescue
Fungsi Paru (PEF Normal ˃80% (Perkiran atau
atau FEVI*) dari kondisi terbaik
bila diukur)
Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih Sekali dalam
dalam setahun** seminggu***

Keterangan:
*Fungsi paru tidak berlaku untuk anak anak usia 5 tahun atau dibawah 5 tahun
**Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah benar-
benar adekuat

19
***Suatu akseserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tidak terkontrol

Tindakan setelah evaluasi pemberian obat pengontrol :


a. Evaluasi respon terapi setelah 2 sampai 3 bulan
b. Meningkatkan dosis terapi (step up) bila: gejala tidak terkontrol, terjadi
eksaserbasi atau resiko. Tetapi sebelumnya cek pastikan dahulu diagnosis,
pemakaian teknik inhalasi yang benar dan keteraturannya.
c. Menurunkan dosis terapi (step down) bila: gejala asmaterkontrol baik dan fungsi
baru stabil selama lebih dari 3 bulan, pilih waktu yang tepat (tidak infeksi, tidak
bepergian, tidak hamil), penurunan dosis ICS 25-50% selama 3 bulan.

2.4. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

1. Riwayat kesehatan yang lalu:


 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. \
 Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
 Kaji riwayat pekerjaan pasien.

2. Aktivitas
 Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
 Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
 Tidur dalam posisi duduk tinggi.

3. Pernapasan
 Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
 Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
 Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Adanya bunyi napas mengi.
 Adanya batuk berulang.

20
4. Sirkulasi
 Adanya peningkatan tekanan darah.
 Adanya peningkatan frekuensi jantung.
 Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
 Kemerahan atau berkeringat.

5. Integritas ego
 Ansietas
 Ketakutan
 Peka rangsangan
 Gelisah Asupan nutrisi
 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
 Penurunan berat badan karena anoreksia.

6. Hubungan sosal
 Keterbatasan mobilitas fisik.
 Susah bicara atau bicara terbata-bata.
 Adanya ketergantungan pada orang lain.

B. Analisa Data

1. DS

 Pasien merasa sesak.


 Pasien mengeluh sakit daerah dada.
 Pasien merasa tidak nyaman

2. DO

 Penggunaan otot bantu napas.


 Gelisah.
 Frekuensi napas berubah.
 Napas cuping hidung.

21
 Suara tambahan napas (wheezing).
 Sianosis.

C. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas


 NOC :
setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam pasien tidak sesak lagi dengan
KH:
1) Tidak gelisah
2) Frekuensi napas 18x /menit
3) Napas lebih teratur

 NIC :
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
 Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
 Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
obat bantu.
 Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala
tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
 Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
 Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi
jantung memberikan air hangat.

Kolaborasi
 Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.

b. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveolar-kapiler


 NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam paien tidak sesak dengan KH :

1) Tidak gelisah

2) Frekuensi napas 18x /menit

22
3) Napas lebih teratur

 NIC :
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
 Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
 Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
obat bantu.
 Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala
tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
 Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
 Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi
jantung memberikan air hangat.

Kolaborasi
 Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.

2.5. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia dalam Kontrak Keluarga


A. Konsep Dasar Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Depkes RI 1988).Keluarga adalah
dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan. (Salvicion G bailon dan Aracelis Maglaya 1989).

Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :

a) Unit terkecil masyarakat


b) Terdiri dari dua orang atau lebih

23
c) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
d) Hidup dalam satu rumah tangga
e) Di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga
f) Berinteraksi diantara sesame anggota keluarga
g) Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
h) Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
2. Type keluarga

a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak.

b. Keluarga besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan
pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga duda/janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena


perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite), adalah keluarga yang perkawinannya


berpoligami dan hidup secara bersama.

f. Keluarga kabitas (Cahabitation), adalah dua orang menjadi satu tanpa


pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

3. Peran Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,


kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat.

Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peranan ayah

24
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.

b. Peranan ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lngkungannya, disamping itu juga ibu dapat
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peranan anak

Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai tingkat


perkembangannya baik fisik, mental, social dan spiritual

4. Tugas –Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga


mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling
memelihara. Freeman (1981) membagi5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh
keluarga, yaitu :

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang


tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu
muda.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan


perkembangan kepribadian anggota keluarga

e. Mempertahankan hubungan timbale balik antara keluarga dan lembaga-lembaga


kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang
ada.

25
5. Keluarga Kelompok Risiko Tinggi

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, yang menjadi prioritas utama


adalah keluarga-keluarga yang tergolong risiko tinggi dalam bidang kesehatan,
meliputi:

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah
sebagai berikut :

1) Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah

2) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri

3) Keluarga dengan keturunan yang kurang baik/keluarga dengan penyakit


keturunan

b. Keluarga dengan ibu dengan risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil :

1) Umur ibu (16 tahun atau lebih 35 tahun)

2) Menderita kekurangan gizi/anemia, hipertensi

3) Primipara atau multipara

4) Riwayat persalinan dengan komplikasi

c. Keluarga dimana anak manjadi risiko tinggi, karena :

1) Lahir premature/BBLR

2) Berat badan sukar naik

3) Lahir dengan cacat bawaan

4) ASI kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi

5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya.

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga

1) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan

2) Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga sehingga sering


timbul cekcok dan ketegangan

26
3) Ada anggota keluarga yang sering sakit

Salah satu orang tua (suami/istri) meninggal, cerai, atau lari meninggalkan
keluarga.

B. Perawatan Keluarga Terhadap Anggota Keluarga yang Menderita Asma di Rumah

Kemampuan keluarga untuk dapat mendeteksi dini perburukan darianggota keluarga


yang menderita asma adalah penting dalam keberhasilan penanganan serangan akut. Bila
keluarga dapat membantu dan merawat anggota keluarga yang mengalami serangan asma
di rumah, maka keluarga tidak hanya mencegah keterlambatan pengobatan tetapi juga
meningkatkan kemampuan untuk mengontrol asma.

1. Menjaga kesehatan diri dan kesehatan lingkungan

Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan


asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit, tetapi
juga berarti mudah mendapat serangan asma beserta komplikasinya.Usaha menjaga
kesehatan ini antaralain berupa makan mkanan yang bernilai gizi baik, minum yang
banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.Manfaat makanan yang
bernilai gizi baik, tidka perlu diterangkan lagi, karena sudah kita ketahui
bersama.Tetapi penderita asma dianjurkan banyak minum, barangkali hal yang masih
baru. Semua penderita asma dianjurkan banyak minum kecuali bila dilarang dokter,
misalnya selain menderita asma, ia juga mrngidap penyakit jantung atau ginjal yang
berat.

Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran napas, sehingga
dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila penderita kurang minum, dahak akan
menjadi sangat kental, liat dan sukar dikeluarkan. Pada serangan asma berat banyak
penderita yang kekurangan cairan. Hal ini yang disebabkan oleh pengeluaran keringat
yang berlebihan, kurang minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran
napas akibat bernapas cepat dan dalam. Itulah sebabnya mengapa penderita asma yang
di rumah sakit sering diinfus cairan, yang gunanya selain untuk memberikan obat,
makanan, juga sebagai pengganti cairan yang hilang.

Penderita asma dianjurkan pula untuk dapat membagi waktunya.Tidur dan


istirahat yang cukup, menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat misalnya mengobrol

27
sampai larut malam dan sekali-kali perlu rekreasi setelah pikiran maupun badan
lelah.Olahraga disesuaikan dengan berat ringannya asma.Lingkungan dimana penderita
hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan asma.Keadaan rumah
misalnya sangat penting diperhatikan.Rumah sebaiknya tidak lembap, cukup ventilasi
dan cahayamatahari.Saluran pembuangan air harus lancar.Kamar tidur merupakan
tempat yang perlu mendapat perhatian khusus.Sebaiknya kamar tidur sedikit
mungkinberisi barang-barang (Sundaru, 2007).

2. Menjauhi sumber alergen

Alergen yang tersering menimbulkan asma adalah tungau debu rumah


sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain seperti
kucing, anjing, burung perlu mendapat perhatian, dan juga perlu diketahui bahwa
binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat menimbulkan asma. Infeksi
saluran napas sering mencetuskan asma. Sebaiknya penderita asma menjauhi orang-
orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan menghindari tempat-tempat
ramai atau penuh sesak.Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, pergantian
suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang
melelahkan. Jika akan olahraga, lakukan latihan pemanasan dulu dan dianjurkan
mamakai obat pencegah serangan asma (MDI). Zat-zat yang merangsang saluran
napas sepertiasap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat atau uap zat-zat kimia dan
udara kotor lainnya harus dihindari.

Perhatikan obat-obat yang diminum, khususnya obat-obat untuk pengobatan


darah tinggi dan jantung (beta-blocker), oabt-obat antirematik (aspirin, dan
sejenisnya).Zat pewarna (tartrazine) dan zat pengawet makanan (benzoat) juga dapat
menimbulkan asma.Zat-zat kimia yang ada dilingkungan kerja seperti zat-zat yang
ada di pabrik deterjen, pabrik plastik, tekstil dan lain-lain dapat menimbulkan
serangan asma.Dan yang terakhir tekanan jiwa dapat menimbulkan asma, tetapi asma
yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan ketegangan jiwa. Semua faktor tadi
dengan bantuan dokter harus dicari dan dipastikan, kemudian dihindari.Kita tidak
dapat mengubah faktor keturunan yang mneyebabkan kepekaan saluran napas yang
berlebihan atau menghindari faktor-faktor pencetus tadi (Sundaru, 2007).

28
3. Berolahraga untuk ketahanan tubuh

Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena dapat melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya,
selain manfaat lain pada olahraga umumnya. Senam asma indonesia dikenal oleh
Yayasan asma di seluruh Indonesia (PDPI, 2006). Senam asma Indonesia merupakan
salah satu penunjang pengobatan asma. Tujuan SAI adalah untuk melatih cara
bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, meningkatkan
sirkulasi, mempercepat asma yang terkontrol dan mempertahankan asma yang
terkontrol.Senam ini tidak boleh dilakukan ketika terjadi serangan asma pada
penderita. Senam ini efektif dilakukan 3-4 kali seminggu, pelaksanaannya selama 30
menit setiap kali senam, senam akan mendapatkan hasil bila dilakukan 6-8 minggu
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

4. Latihan pernapasan dan kegiatan jasmani

Latihan bernapas dimaksudkan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan


mempermudah pengeluaran dahak dari saluran napas.Untuk mendapatkan manfaat
yang sebesar-besarnya latihan harus teratur dan dilaklukan di luar serangan, sehingga
pada waktu serangan asma terjadi penderita sudah mampu menolong dirinya sendiri.
Selain memperkuat otot pernapasan latihan bernapas dan kesegaran jasmani juga akan
memperbaiki deformitas tubuh yang diakibatkan oleh kebiasaan posisi tubuh yang
salah. Yang perlu diperhatikan latihan ini harus bertahap dan pada asma yang berat
sebaiknya di bawah pengawasan dokter.Dengan meningkatnya kesegaran jasmani
maka daya kerja otot-otot jantung dan otot-otot lain menjadi lebih baik. Selain
kebutuhan oksigen penderita berkurang, cadangan tenaga jantung juga akan
meningkat. Kedua latihan ini jelas bermanfaat bagi penderita (Sundaru, 2007).

5. Terapi Pengobatan

Adapun terapi awal yang diberikan keluarga apabila terjadi serangan asma
pada penderita di rumah, yaitu: terapi dengan penggunaan inhaler. Inhaler merupakan
cara yang sangat baik untuk memberikan obat kepada seorang penderita asma.

29
Pertama-tama, sebagai obat langsung mencapai tempat tujuan, dalam arti tidak hanya
bekerja cepat tetapi juga dapat digunakan dosis yang lebih rendah.Efek samping, yang
terjadi bila obat memasuki aliran darah, diusahakan minimum. Adapun cara
penggunaan inhaler aerosol adalah: membuka nafas dan tahan dengan menutup mulut
rapat-rapat pada corong hampa udara. Kemudian tarik napas di saat menekan bagian
atas aerosol.Lakukan keduanya bersamaan, ini membantu agar obat masuk ke paru-
paru (PDPI, 2006).

Apabila ada hal yang tidak dimengerti oleh keluarga, dapat bertanya kepada
staf medis tentang cara penggunaan inhaler dengan benar. Pada saat serangan, maka
longgarkan semua pakaian yang ketat;posisikan penderita pada posisi yang nyaman;
tenangkan penderita, dengan bicara yang tenang dan mantap, serta anjurkan penderita
untuk menarik dan mengeluarkan napas, menggunakan diafragma (pernapasan
diafragma);apabila penderita memiliki sebuah inhaler yang digunakan selama
serangan, maka bantu inhaler tersebut secara efektif.

Cara pemberian dengan inhalasi yang menggunakan aerosol atau bubuk


kering, atau nebulizer, atau dengan tablet, sirup dan injeksi.Efek samping untuk
inhalasi dapat menimbulkan tremor, takikardi atau sakit kepala.Sedangkan dengan
oral, biasanya ringan dan sementara, diantaranya tremor, takikardia, hipokalemia,
kram dan sakit kepala.Sebagai suatu alternatif bila seorang penderita asma sangat
sensitif terhadap beta agonis dapat menggunakan antikolinergik.Dapat mempunyai
efek tambahan bila diberikan secara nebulizer bersama-sama dengan suatu beta agonis
pada keadaan asma akut. Dapat dipergunakan pada bayi yang berusia sangat muda.
Efek samping jarang terjadi, tetapi hindari pada penderita glaukoma.

Penggunaan teofilin formulasi kerja panjang adalah efektif untuk menekan


gejala yang timbul pada malam hari dan sering diberikan untuk asma pada masa
kanak-kanak.Dapat diberikan melalui oral, rektal atau parenteral.Efek samping yang
timbul mual, muntah, takikardia, aritmia, insomnia dan kejang-kejang.Seperti halnya
teofilin, aminophilin merupakan vasodilator yakni merilekskan otot polos dalam
pembuluh darah, dalam hal ini dapat menimbulkan sakit kepala dan menurunnya
tekanan darah, gemetaran, mual dan muntah.

Penggunaan kortikosteroid untuk anti-inflamasi yang kuat.Pemberian dengan


inhalasi untuk asma kronik, sedangkan dengan oral pada asma akut. Pemberian dini

30
dari kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas dari eksaserbasi dan
menurunkan kebutuhan akan opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan). Efek
samping dari inhalasi, menimbulkan sariawan, suara parau atau dalam (Ikarowina,
2008).Anak yang mengalami serangan awal mengi tetapi tidak ada gawat pernapasan
yang masih dapat makan dan minum serta tidak terlihat sakit sering dapat ditangani di
rumah dengan terapi bronkodilator yaitu salbutamol oral selama 5 hari.Nilai kembali
anak tersebut dalam waktu 2 hari.Pengobatan dengan salbutamol oral mungkin
dilanjutkan selama beberapa minggu di rumah (Ikarowina, 2008).

Beberapa anak memerlukan terapi tambahan di rumah, seperti


salbutamolinhaler dengan dosis terukur.Anak yang mengalami pernapasan cepat
sebaiknya diobati dengan kontrimoksasol, amoksisilin, ampisilin atau penisilin
prokain.Pengobatan asma di masa hamil tidak menimbulkan masalah besar.Semua
obat-obat yang biasa digunakan untuk mengobati asma kecuali steroid.Dianggap
aman baik untuk ibu maupun bayi.Beta agonis seperti salbutamol, telah umum
digunakan dan tidak menimbulkan masalah terhadap kehamilan.Walaupun demikian,
untuk pemakaian obat-obat selama kehamilan harus sesuai resep dokterdan
terkontrol.Pemakaian steroid perlu dipertimbangkan karena dapat
menambahberatbadan dan melemahkan tulang-tulang (Osteoporosis), maka harus
memperhatikan diet, serta tambahan asupan vitamin D. Steroid juga mengganggu
tubuh untuk mengendalikan gula, berkembangnya diabetes melitus dan tekanan darah
tinggi (hipertensi) bisa memburuk (Ikarowina, 2008).

31
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Asma adalah gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyimpatan jalan nafas
pada orang dewasa atau anak. Sehingga diperlukan tindakan medis dan terapi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk perawat, serta peran keluarga dalam
membimbing para penderita asma.

3.2. SARAN
Untuk memahami secara keseluruhan terkait dengan ashma anak dalam
keperawatan, kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar
dalam pemberian asuhan keperawatan dapat mengidentifikasi dan merumuskan
masalah keperawatan. Sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan pasien akan
merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat yang sedang
dilaksanakan.

32
Daftar Pustaka
Antariksa, Budhi. 2011. Penatalaksanan Asma. Diakses dari staff.ui.ac.id pada 8 Maret 2019
pukul 04.48

Bulechek. 2013. Nursing Intervention Classification. Singapur : Elsevier

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI

Graha, Chairinniza. 2010. 100 Questions & AnswerAlergi Pada Anak. Jakarta. Elex Media
Komputindo

Ikarowina, T. (2008, 26 November 2016). Perawatan terbaik penderita asma. Diakses

Dari http://www.mediaindonesia.com

Jonatan, Novita. 2003. Toddlercare (Pedoman merawat Balita). Jakarta. Erlangga

Mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pengendalian Asma. Diakses dari
www.pdpersi.co.id pada 8 Maret 2019 pukul 04.35

Mochead. 2013. Nursing Outcame Classification. Singapur : Elsevier

Purwoko, Susi. 2007. Pertolongan Pertama & RJP Pada Anak. Jakarta. Arcan

Soemantri I. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gnagguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika

Sundaru, H. Sukamto. (2006), Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi, B. Alwi, I.
Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi
Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp: 247-252.

Sundaru, H. (2007). Asma: apa dan bagaimana pengobatannya ?. Jakarta: Gaya Baru

Tim PPNI. 2016. Standar diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2015. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek Sampingnya. Jakarta : PT Gramedia

Vitahealth. 2006. Informasi Lengkap Untuk Penderita Dan Keluarganya ”ASMA”. Jakarta.
PT Gramedia Pustaka

33
Widodo R dan Djajalaksana S. 2012. Patofisiologi dan Marker Airway Remodeling pada
Asma Bronkial. Jurnal Respirasi Indonesia. Vol.32, No.2,110-119

Yatim, Faisal. 2013. 30 Gangguan Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah. Jakarta. Pustaka
Populer Obor

Yuliati, Dwi dan Susanthy Djajalaksana. 2015. Penatalaksanaan Asma Bronkhial. Malang:
UB Press.

34

Anda mungkin juga menyukai