Disusun Oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Discovery Learning
yang berjudul “GANGGUAN SISTEM RESPIRASI PADA ANAK : ASTHMA” untuk
memenuhi tugas sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan.
Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
BAB 1 ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
Latar Belakang..................................................................................................................................... 4
1.2Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5
Tujuan ................................................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
2.1. Patofisiologi Asma ........................................................................................................................ 6
. Tanda dan Gejala Asma................................................................................................................... 11
2.3. Terapi ......................................................................................................................................... 14
2.4. Asuhan Keperawatan ................................................................................................................. 20
2.5. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia dalam Kontrak Keluarga ............................................. 23
BAB III .................................................................................................................................................... 32
PENUTUP ............................................................................................................................................... 32
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 32
SARAN ............................................................................................................................................... 32
Daftar Pustaka....................................................................................................................................... 33
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2011, 235 juta orang di seluruh
dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara berkembang
yang sebenarnya dapat dicegah.2 National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun
2011, mengatakan bahwa prevalensi asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2%
pada dewasa, sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% lakilaki dan 9,7% perempuan.
4
1.2Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses patofisiologis asthma pada anak?
2. Apa saja tanda gejala yang timbul?
3. Bagaimana penanganan atau terapi pada anak dengan asthma?
4. Bagaimana peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak dengan
asthma?
5. Apa saja asuhan keperawatan yang dapat digunakan atau diaplikasikan?
1.3 Tujuan
1. Untuk memngetahui proses patofisiologis asthma pada anak
1. Untuk mengetahui tanda gejala yang timbul
2. Untuk mengetahui penanganan atau terapi pada anak dengan asthma
3. Untuk mengetahui peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak dengan
asthma
4. Untuk megetahui asuhan keperawatan yang dapat digunakan atau diaplikasikan
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Patofisiologi Asma
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan
pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena
adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran
udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE,
masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells),
kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama
Th2. Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin
agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti
histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang
dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang,
hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis
sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat
menginduksi pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur
non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus
vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada
6
beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2.
Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung
saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah
yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses yang
sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial,
inflamasi dan remodeling saluran pernafasan
7
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.
Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting
pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan
struktural atau disebut juga ”remodelling”.3 Proses inflamasi kronik pada asma akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian
sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut
melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan
pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan
jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur
yang komplek yang dikenal dengan airway remodelling.2 Inflamasi kronis yang
terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang menyebabkan proses
perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling ini yang
menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya proses ini kadang-
kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik, dikatakan proses remodeling ini
dapat menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodeling ini
dikarakteristikan oleh peningkatan deposisi protein ekstraselular matrik di dalam dan
sekitar otot halus bronkial, dan peningkatan daripada ukuran sel atau hipertropi dan
peningkatan jumlah sel atau hiperplasia.
8
b. Hiperreaktivitas saluran napas
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang
bertanggungjawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum
diketahui dengan pasti tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos
saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos.
(Sundaru, 2011)
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma :
a. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya
b. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka
9
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung
lama atau proses inflamasinya berata secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus
c. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger)
maka akan terjadi serangan asma (mengi)
(Kemenkes)
10
Skema Patofisiologi
11
penggunaan ”Peak Flow Meter”. Beberapa contoh tanda peringatan awal sebagai
berikut :
B. Gejala-Gejala Asma
Gejala-gejala asma memberi indikasi bahwa suatu serangan asma sedang
terjadi. Contoh gejala asma meliputi :
1. Napas berat yang berbunyi ”ngik-ngik”
2. Batuk-batuk
3. Napas pendek tersengal-sengal
4. Sesak dada
5. Angka performa pengguanaan Peak Flow Meter menunjukkan rating yang
termasuk ” hati-hati” atau ”bahaya” (biasa anatara 50% ampai 80% dari
penunjuk performa terbaik individu).
12
C. Gejala-Gejala Asma Berat
Gejala-gejala asma yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa. Gejala-gejala tersebut mengindikasi suatu tekanan yang sangat berat pada
sistrem pernapasan penderita. Contok gejala-gejala asma berat meliputi :
1. Serangan batuk yang berat, napas berat ”ngik-ngik”, napas tersengal-sengal,
sesak dada
2. Susah berbicara dan berkonsentrasi
3. Jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal
4. Pundak membungkuk
5. Lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas
6. Daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak kedalam bersama
tarikan napas
7. Bayangan abu-abu atau membiru pada kulit bermula dari sekitar mulut (sianosis)
8. Angka performa penggunaan Peak Flow Meter dalam wilayah bahaya (biasanya
di bawah 50% dari performa terbaik individu)
Jika sudah terlihat salah satu atau beberapa gejala asama yang terlihat di atas,
segeralah cari petolongan gawat darurat atau beritahu anggota keluarga.
(Vitahealth. 2006)
13
11. Gerakan napas lebih cepat
12. Batuk-batuk disertai bunyi napas mendesing atau tidak
(Yatim, Faisal 2013)
13. Gelisah
14. Keletihan
15. Peningkatan denyut nadi dan pernapasan
(Purwoko, Susi. 2007)
16. Pilek
17. Batuk disertai sesak napas
(Jonatan, Novita. 2003)
18. Jika semakin parah biasanya anak akan mudah kekurangan oksigen pada
kuku dan bibirnya terlihat pucat
Gejala-gejala di atas akan terlihat semakin jelas saat malam hari, saat fisik dab
mental anak mengalami kelelahan ataupun reaksi sensitif badan terjadi saat kontak
dengan faktor luar tubuh, baik asap rokok, cuaca yang tidak mendukung, kelembapan
tertentu, debu-debu maupun faktor allergen lainnya.
2.3. Terapi
A. Pencegahan
Upaya pencegahan asma pada anak mencakup pencegahan dini sensitisasi terhadap
alergen sejak masa fetus, pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit
atopi yang belum menderita asma, serta pencegahan serangan dan eksaserbasi asma.
Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahan untuk menghindari pajanan alergen
dan polutan, baik untuk mencegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus. Para
peneliti umumnya menyatakan bahwa alergi utama yang harus dihindari adalah tungau,
debu, rumah, kecoak, bulu hewan peliharaan terutama kucing, spora jamur, dan serbuk
sari bunga.
Polutan harus dihindari adalah asap tembakau sehingga mutlak dilarang merokok
dalam rumah. Polutan yang telah diidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asma
adalah asap kendaraan kayu bakar, ozon, dan SO2+. Penghindaran maksimal harus
dilakukan di tempat anak biasa berada, terutama kamar tidur dan tempat bermain sehari-
14
hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada data yang menyokong agaknya kita harus
menghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.
Beberapa klinik telah melakukan upaya pencegahan sensitif terhadap fetus dan bayi,
antara lain dengan memberikan diet hippo dan non organik serta penghindaran asap
rokok. Walaupun secara teoritis pemberian diet hypoallergenic pada masa trimester
ketiga kehamilan sangat menarik ternyata bukti klinis penelitian tersebut tidaklah
menggembirakan. Tidak terlihat perbedaan kejadian penyakit alergi pada umur 5 tahun
antara kelompok perlakuan dan kelola.
Hasil lebih baik justru akan terlihat pada bayi yang mendapat diet hipoalergenik pada
masa laktasi. Sebaliknya terbukti bahwa ibu perokok dapat membahayakan
perkembangan paru bayi yang dilakukan pada masa sebelum maupun sesudah kelahiran
yang berisiko dalam peningkatan mengi dan infeksi virus serta asma kronik pada anak.
Berdasarkan pengetahuan dasar tentang proses sensitif dan allergic march maka
upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah dan menghambat
perjalanan alamiah penyakit alergi. upaya tersebut antara lain adalah dengan mencegah
timbulnya suatu penyakit alergi asma pada anak yang telah tersensitisasi. Suatu uji klinis
multicenter ETAC (early treatment of the atopic child) dalam menunjukkan manfaat
cetirizine untuk menghambat timbulnya asma pada anak kecil penderita dermatitis atopi
yang sudah tersensitisasi terhadap alergen tertentu tapi belum menderita asma.
Untuk anak yang sudah menderita asma dilakukan pengobatan pencegahan dan
kontrol asma yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan, atau menurunkan kekerapan
serta derajat serangan asma dengan pemberian sodium kromolin, ketotifen, inhibitor dan
antagonis leukotrien serta kortikosteroid.
Sodium kromolin sulit di aplikasi pada anak kecil, sedangkan inhibitor serta antagonis
leukotrien baru dianjurkan untuk anak-anak besar di atas 12 tahun saja. Ketotifen sejauh
ini memberikan efek profilaksis terutama untuk asma ringan. Berbagai jenis antihistamin
generasi baru mungkin dapat bermanfaat pula sebagai pencegah asma tetapi uji klinis
yang memadai untuk itu belum ada.
Sejauh ini kortikosteroid merupakan anti inflamasi terpilih yang paling efektif untuk
pencegahan asma. Pemberian kortikosteroid inhalasi dapat mengontrol asma kronik
dengan baik, walaupun pada anak kecil relatif lebih sulit dilakukan sehingga
membutuhkan alat bantu inhalasi.
15
B. PENATALAKSANAAN ASMA
1. Penatalaksanaan Asma Akut
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien.penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien dirumah dan
apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus
cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan
berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik, dan sebaiknya
pemeriksaan faal baru untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma, obat-obat yang digunakan adalah obat penggontrol dan
obat pelega. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke
ICU.Pemberian obat obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat
bantu (Spacer).
b. Terapi Asma
Tujuan dari terapi asma adalah:
1) Mengontrol asma dan mempertahankan aktivitas yang normal.
2) Menurunkan risiko eksaserbasi, efek samping, hambatan saluran nafas yang
menetap.
3) Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien.
16
4) Terapi asma di tingkat populasi lebih dipilih terapi yang mewakili sebagian
besar pasien.
5) Terapi di tingkat pasien harus berdasarkan karakteristik atau fenotip terhadap
respon terapi.
6) Pasien harus mendapatkan informasi kesehatan sehingga sadar dan paham
terhadap penyakit yang dideritanya.
b) Pelega (Reliever)
Berfungsi untuk dilatasi jalan nafas melalui relaksasi otot polos,
menghambat bronkokonstriksi yang berlebihan tetapi tidak memperbaiki
inflamasi.
Macam-macam pelega:
(1) SABA (Short Acting Bronchodilator) : fenoterol, procaterol,
salbutamol, albuterol, terbutalin.
(2) Short acting antikolinergic : Ipratropium bromide, oxytroprium
bromide.
(3) Aminofilin
17
(4) Kortikosteroid sistematik (dipakai apabila bronkodilator sudah
optimal tetapi tetap tidak berespon)
(5) Adrenalin
18
4) Asma serius (serangan >3x seminggu) walaupun penggunaan ICS dalam dosis
cukup tinggi, tetapi pada malam hari masih timbul sesak nafas (dyspneu).
Dalam hal ini dapat diberikan mymedicom kerja panjang sebagai inhalasi
(salmeterol, formoterol). Bila perlu obat ini dapat dikombinasi dengan teofilin
dalam bentuk slow-release.
Keterangan:
*Fungsi paru tidak berlaku untuk anak anak usia 5 tahun atau dibawah 5 tahun
**Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah benar-
benar adekuat
19
***Suatu akseserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tidak terkontrol
A. Pengkajian Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
2. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
3. Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
20
4. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
5. Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
6. Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
B. Analisa Data
1. DS
2. DO
21
Suara tambahan napas (wheezing).
Sianosis.
C. Diagnosa Keperawatan
NIC :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala
tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi
jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
1) Tidak gelisah
22
3) Napas lebih teratur
NIC :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala
tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi
jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Depkes RI 1988).Keluarga adalah
dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan. (Salvicion G bailon dan Aracelis Maglaya 1989).
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :
23
c) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
d) Hidup dalam satu rumah tangga
e) Di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga
f) Berinteraksi diantara sesame anggota keluarga
g) Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
h) Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
2. Type keluarga
a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anak.
b. Keluarga besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan
pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
3. Peran Keluarga
a. Peranan ayah
24
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.
b. Peranan ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lngkungannya, disamping itu juga ibu dapat
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peranan anak
25
5. Keluarga Kelompok Risiko Tinggi
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah
sebagai berikut :
1) Lahir premature/BBLR
5) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya.
26
3) Ada anggota keluarga yang sering sakit
Salah satu orang tua (suami/istri) meninggal, cerai, atau lari meninggalkan
keluarga.
Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran napas, sehingga
dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila penderita kurang minum, dahak akan
menjadi sangat kental, liat dan sukar dikeluarkan. Pada serangan asma berat banyak
penderita yang kekurangan cairan. Hal ini yang disebabkan oleh pengeluaran keringat
yang berlebihan, kurang minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran
napas akibat bernapas cepat dan dalam. Itulah sebabnya mengapa penderita asma yang
di rumah sakit sering diinfus cairan, yang gunanya selain untuk memberikan obat,
makanan, juga sebagai pengganti cairan yang hilang.
27
sampai larut malam dan sekali-kali perlu rekreasi setelah pikiran maupun badan
lelah.Olahraga disesuaikan dengan berat ringannya asma.Lingkungan dimana penderita
hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan asma.Keadaan rumah
misalnya sangat penting diperhatikan.Rumah sebaiknya tidak lembap, cukup ventilasi
dan cahayamatahari.Saluran pembuangan air harus lancar.Kamar tidur merupakan
tempat yang perlu mendapat perhatian khusus.Sebaiknya kamar tidur sedikit
mungkinberisi barang-barang (Sundaru, 2007).
28
3. Berolahraga untuk ketahanan tubuh
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena dapat melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya,
selain manfaat lain pada olahraga umumnya. Senam asma indonesia dikenal oleh
Yayasan asma di seluruh Indonesia (PDPI, 2006). Senam asma Indonesia merupakan
salah satu penunjang pengobatan asma. Tujuan SAI adalah untuk melatih cara
bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, meningkatkan
sirkulasi, mempercepat asma yang terkontrol dan mempertahankan asma yang
terkontrol.Senam ini tidak boleh dilakukan ketika terjadi serangan asma pada
penderita. Senam ini efektif dilakukan 3-4 kali seminggu, pelaksanaannya selama 30
menit setiap kali senam, senam akan mendapatkan hasil bila dilakukan 6-8 minggu
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
5. Terapi Pengobatan
Adapun terapi awal yang diberikan keluarga apabila terjadi serangan asma
pada penderita di rumah, yaitu: terapi dengan penggunaan inhaler. Inhaler merupakan
cara yang sangat baik untuk memberikan obat kepada seorang penderita asma.
29
Pertama-tama, sebagai obat langsung mencapai tempat tujuan, dalam arti tidak hanya
bekerja cepat tetapi juga dapat digunakan dosis yang lebih rendah.Efek samping, yang
terjadi bila obat memasuki aliran darah, diusahakan minimum. Adapun cara
penggunaan inhaler aerosol adalah: membuka nafas dan tahan dengan menutup mulut
rapat-rapat pada corong hampa udara. Kemudian tarik napas di saat menekan bagian
atas aerosol.Lakukan keduanya bersamaan, ini membantu agar obat masuk ke paru-
paru (PDPI, 2006).
Apabila ada hal yang tidak dimengerti oleh keluarga, dapat bertanya kepada
staf medis tentang cara penggunaan inhaler dengan benar. Pada saat serangan, maka
longgarkan semua pakaian yang ketat;posisikan penderita pada posisi yang nyaman;
tenangkan penderita, dengan bicara yang tenang dan mantap, serta anjurkan penderita
untuk menarik dan mengeluarkan napas, menggunakan diafragma (pernapasan
diafragma);apabila penderita memiliki sebuah inhaler yang digunakan selama
serangan, maka bantu inhaler tersebut secara efektif.
30
dari kortikosteroid dapat mencegah terjadinya progresifitas dari eksaserbasi dan
menurunkan kebutuhan akan opname, serta menurunkan morbiditas (kesakitan). Efek
samping dari inhalasi, menimbulkan sariawan, suara parau atau dalam (Ikarowina,
2008).Anak yang mengalami serangan awal mengi tetapi tidak ada gawat pernapasan
yang masih dapat makan dan minum serta tidak terlihat sakit sering dapat ditangani di
rumah dengan terapi bronkodilator yaitu salbutamol oral selama 5 hari.Nilai kembali
anak tersebut dalam waktu 2 hari.Pengobatan dengan salbutamol oral mungkin
dilanjutkan selama beberapa minggu di rumah (Ikarowina, 2008).
31
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Asma adalah gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyimpatan jalan nafas
pada orang dewasa atau anak. Sehingga diperlukan tindakan medis dan terapi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk perawat, serta peran keluarga dalam
membimbing para penderita asma.
3.2. SARAN
Untuk memahami secara keseluruhan terkait dengan ashma anak dalam
keperawatan, kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar
dalam pemberian asuhan keperawatan dapat mengidentifikasi dan merumuskan
masalah keperawatan. Sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan pasien akan
merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat yang sedang
dilaksanakan.
32
Daftar Pustaka
Antariksa, Budhi. 2011. Penatalaksanan Asma. Diakses dari staff.ui.ac.id pada 8 Maret 2019
pukul 04.48
Graha, Chairinniza. 2010. 100 Questions & AnswerAlergi Pada Anak. Jakarta. Elex Media
Komputindo
Dari http://www.mediaindonesia.com
Mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pengendalian Asma. Diakses dari
www.pdpersi.co.id pada 8 Maret 2019 pukul 04.35
Purwoko, Susi. 2007. Pertolongan Pertama & RJP Pada Anak. Jakarta. Arcan
Soemantri I. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gnagguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika
Sundaru, H. Sukamto. (2006), Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi, B. Alwi, I.
Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi
Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp: 247-252.
Sundaru, H. (2007). Asma: apa dan bagaimana pengobatannya ?. Jakarta: Gaya Baru
Tim PPNI. 2016. Standar diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2015. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek Sampingnya. Jakarta : PT Gramedia
Vitahealth. 2006. Informasi Lengkap Untuk Penderita Dan Keluarganya ”ASMA”. Jakarta.
PT Gramedia Pustaka
33
Widodo R dan Djajalaksana S. 2012. Patofisiologi dan Marker Airway Remodeling pada
Asma Bronkial. Jurnal Respirasi Indonesia. Vol.32, No.2,110-119
Yatim, Faisal. 2013. 30 Gangguan Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah. Jakarta. Pustaka
Populer Obor
Yuliati, Dwi dan Susanthy Djajalaksana. 2015. Penatalaksanaan Asma Bronkhial. Malang:
UB Press.
34