Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

“ASUHAN KEPERATAN AUTISME”

Dosen Pengampu :
Sri Sumarni, S.Kep, Ns.,M.Kes

Disusun Oleh:

Novianti Asri Putri Nur Rochmah (716.6.2.0727)


Dedy Alan Seftianto (716.6.2.0717)
Nur Saifullah Akbar (716.6.2.0741)
Moh Jurjais Gian Ghaniyyu (716.6.2.0732)
Ning Elok Izzah Afkarina (716.6.2.0747)
Ainur Rohman (716.6.2.0757)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala dengan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah. Salawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada baginda nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam,
para sahabat, keluarga, dan umatnya hingga akhir zaman. Beliau sebagai suri teladan
sepanjang masa yang telah membawa ajaran kebenaran yaitu Islam. Berkat kuasa dan
kehendak Allah Subhanallahu Wa Taala, kami dapat menyelesaikan pembauatan
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Autisme”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Keperawatan Kelautan yaitu Sri Sumarni, S.Kep.,Ns.,M.Kes yang turut membantu
pembuatan makalah ini. Penyusunan makalah ini juga dapat terselesaikan karena
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu tim penulis mengucapkan terimakasih.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat


kekurangan. Maka dari itu dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun supaya dapat memperbaiki kesalahan dan
kekurangan. Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat
bagi semua pihak.

Sumenep, 03 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................ ........ 2
1.4 Manfaat.............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4

2.1 Definisi Autisme................................................................................ 4


2.2 Etiologi Autisme................................................................................ 4
2.3 Patofisiologi....................................................................................... 6
2.4 Klasifikasi ......................................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................... ......... 8
2.6 Komplikasi ........................................................................................ 10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................... 10
2.8 Penatalaksanaan Medis...................................................................... 11
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan........................................................... 12
2.10 Terapi Oksigen Hiperbarik ................................................................ 12
BAB III CONTOH KASUS ..................................................................... 14

BAB IV PENUTUP................................................................................... 55

A. SIMPULAN....................................................................................... 55
B. SARAN ............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 57

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan Autis bukanlah penyakit. Autis tidak dapat disembuhkan atau
dihilangkan 100 persen. Tetapi penyandang autis dapat kembali normal layaknya anak
pada umumnya apabila terapi dan penanganannya dilakukan dengan baik. Setiap tanggal 2
April, dunia memperingati salah satu momen penting untuk dunia kesehatan, yakni hari
autisme. Pada 2 April 2011 lalu, telah diselenggarakan acara “Walk for Autism” untuk
merayakannya. Acara ini diadakan secara serentak di beberapa kota besar di Indonesia,
yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Bali,

Semarang, Pontianak, Bogor, Solo, Bontang, Samarinda, dan Sidoarjo. Negaranegara


ASEAN yang mengadakan yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei, Laos, Vietnam, Filipina,
Thailand, Myanmar, dan Kamboja.

Autisme kini sudah menjadi pandemi di seluruh dunia. Berdasarkan laporan Center for
Disease Control, pada tahun 2007 di Amerika Serikat jumlah anak dengan autisme
rasionya sudah menyentuh angka 1:150. Artinya, di antara 150 anak ada satu bocah yang
menyandang autisme. Sementara di Inggris rasionya lebih parah lagi, yaitu 1:100. Dengan
rasio yang makin besar itu, tentu saja autisme menjadi semacam bom waktu yang bisa
meledak kapan pun. Kalau penyandangnya makin banyak, potensi kita kehilangan generasi
yang mumpuni pun makin kecil.

Penyebab autisme hingga saat ini memang masih belum jelas. Menurut data yang ada,
satu dari 150 orang terdiagnosis autisme, sebuah kondisi yang membuat orang tersebut
sulit berkomunikasi dan memahami emosi mereka. Pada sekitar 90 persen anak memiliki
gejala autis yang berbeda-beda. Selama ini, anak autisme seringkali dideteksi dalam
kondisi yang sudah terlambat.Umumnya, para orang tua mengindikasi lewat perilaku anak
yang berbeda dari anak sebayanya. Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum
mencapai usia 3 tahun, secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2–5 tahun.

Sebelum ini, mendeteksi autisme dilihat dari gejala berikut, seperti terlambat bicara
atau tidak dapat berbicara di atas usia tiga tahun, menolak atau menghindar untuk bertatap
muka, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang, bila sudah senang satu
mainan, tidak mau mainan lain dan cara bermainnya juga aneh, sering memperhatikan jari–

1
jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak, dapat terlihat hiperaktif
sekali, dan dapat juga terlalu pendiam.

Anak yang menderita autis bisa hidup normal bila mendapat terapi tepat. Saat ini
tersedia beberapa jenis terapi untuk anak autis. Salah satunya terapi oksigen hiperbarik.
Terapi oksigen hiperbarik adalah suatu cara untuk memberikan oksigen pada tekanan udara
yang lebih tinggi pada seseorang untuk memperbaiki kondisikondisi tertentu. Autisme
terjadi karena adanya gangguan pada fungsi otak. Kondisi kekurangan oksigen merupakan
salah satu penyebab timbulnya gangguan tersebut. Kondisi itulah yang diperbaiki dengan
terapi hiperbarik. Pada praktiknya, lanjutnya, orang yang menjalani terapi itu masuk
tabung hiperbarik. Tabung kemudian dialiri oksigen dan tekanan udara di dalam tabung
ditinggikan menjadi 1,3 atmosphere absolute (ATA). Pada kondisi normal, oksigen yang
dihirup dari udara pernapasan dibawa sel-sel darah merah menuju ke seluruh tubuh. Pada
terapi hiperbarik, dengan tekanan udara tinggi, oksigen didorong masuk ke setiap sel tubuh
melalui seluruh cairan tubuh, termasuk cairan plasma, getah bening, dan cairan otak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari autisme?
2. Apa etiologi yang mendasari terjadinya autisme?
3. Bagaimana Patofisiologi Autisme?
4. Apa kalsifikasi Autisme?
5. Bagaimana menifestasi klinis Autisme?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Autisme?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Pada Autisme?
8. Bagaimana Terapi Oksigen Hiperbarik pada Penderita Autis?
9. Bagaiman penatalak Asuhan Keperawatan pada anak dengan Autis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
a. Agar kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui apa penyebab patofisiologi, tanda
dan gejala dari autis.
b. Agar kita sebagai mahasiswa mampu menerapkan Proses keperawatan Pada anak
dengan autis.

2
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mampu menerapkan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan pada anak dengan Autis.
2. Mampu mendokumentasikan hasil dari menerapkan pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan pada anak dengan Autis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat digunakan sebagai tambahan literatur dan wawasan tentang konsep penanganan
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Autisme
1.4.2 Manfaat praktis
Dapat digunakan sebagai standar pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Autisme

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Autisme
2.1.1 Autisme
Autisme berasa dari kata auto yang artinya sendiri. Autisme adalah gangguan
perkembangan syaraf dan psikis pada manusia, bisa terjadi sejak masih dalam kandungan
(janin), lahir, hingga mereka dewasa. Gangguan ini menyebabkan kelemahan dalam
melakukan interaksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat serta tingkah laku.
Gangguan perkembangan ini ditandai dengan adanya keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, serta interaksi sosial. Penyebab autisme hingga saat ini belum
diketahui, namun kemungkinan besar banyak dan kompleks (Melly Budiman, 2009).

Autis bukan penyakit, autisme merupakan suatu gangguan perkembangan neurobiologist


yang sangat kompleks. Gejalanya harus sudah timbul pada anak sebelum mencapai usia 3
tahun. Apabila gejala muncul setelah anak berusia 3 tahun maka tidak dikategorikan sebagai
autis (Melly Budiman, 2009). Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak
yang ditandai dengan gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan interaksi sosial (Hadi Suprapto, 2012).

Ada tiga persoalan pada penyandang autis. Pertama, minimnya interaksi penderita
terhadap lingkungan. Anak penyandang autis hanya sibuk sendiri, kedua, penyandang autis
terkendala dalam berkomunikasi, baik bicara, maupun isyarat, atau gambar, dan ketiga,
memiliki perilaku unik dan tingkah yang tidak lazim dilakukan anak-anak seusianya (Emil
Hasan Naim, 2012)

2.2 Etiologi Autisme


Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan tersebut
memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar, kekurangan
nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini bahwa ganguan
tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan
antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara diketemukan beberapa
fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang
menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil

4
(cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses
sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan
jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di
otak.

Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan
yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah
hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.

Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat
pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah
kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif
juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari
kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.

Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum)
juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada
bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang
berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai
polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah
dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini
terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor
ekonomi.

5
2.3 Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel
saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam
belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang
tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan
genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal
peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung
jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.

Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal


pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without guidance, di
mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal
bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf)
di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal

6
mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam
berat.Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan
MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan
motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan
pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran
otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus
frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di
hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori)
dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori). Faktor
lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein,
energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial,
serta asam folat.

Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan.

2.4 Klasifikasi Autisme


Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering
kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat
diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya adalah
sebagai berikut:

1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.

7
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit
untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.

3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat
tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara
berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah,
namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi
berada di pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak
baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).

2.5 Manifestasi Klinis


a. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama sekali
tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang
lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang
lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya.
Bicara monoton seperti robot.
b. Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila
dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila
menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut
melakukan sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat
bermain bila didekati malah menjauh.
c. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan sabun menjadi
satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan mengamati dengan seksama
dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar,
kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu
mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau

8
benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak
dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat
pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau
angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas
sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian
harus melalui rute yang sama.
d. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya
bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua
pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan
tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti
dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa
alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas
ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang
lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan
perilaku lainnya.
e. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
f. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian
tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
g. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan
bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%.

9
Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang
melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan
yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.
2.6 Komplikasi Autisme
Penderita autis dapat menyebabkan penderita mengalami masalah pencernaan,pola makan
atau pola tidur yang tidak biasa,prilaku agresif dan sejumlah komlikasi lainya. Seperti
1. Gangguan Mental : autism dapat menyebabkan penderita mengalmi
depresi,cemas,gangguan Susana hati dan prilaku implusif
2. Gangguan sensorik : penedrita autism dapat merasa sensitive dan marah pada lampu
yang terang atau suara yang berisik.pada beberapa kasus,penderita tidak merespon
sensai sensorik seperti panas,dingin atau nyeri.
3. Kejang : kejang bisa terjadi pada penedrita autisme dan dapat muncul pada usia kanak
– kanak dan remaja
4. Tuberous sclerosis : adalah penyakit langka yang memicu umbuhnya tumor jinak di
banyak organ tubuh termasuk otak

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Autisme


Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari
berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang
saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak
yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya
dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan
mendengar dan komunikasi verbal
The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme
pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan
oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40
skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi
kemampuan komunikasi dan sosial mereka

10
The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak
usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3
bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

2.8 Penatalaksanaan Medis


Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf.
Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil
dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi
psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi
efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik,
menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.

Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin


dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal,
merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).
Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT
untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine
bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam
perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri
sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.

Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu
diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika
Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku
yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu
pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk
mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.

Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan
gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan
menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen

11
vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding
usus.

Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana
anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi

2.9 Penatalaksanaan keperawatan


Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak
berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak
yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku
negative tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan
dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.

2.10 Terapi Oksigen Hiperbarik Bagi Penderita Autisme

Autis tidak dapat dikategorikan sebagai penyakit. Mengapa demikian? Sebab, autis belum
dapat disembuhkan, tetapi dapat dibantu dengan terapi, bantuan guru khusus, dan peran serta
orang tua yang turut aktif membantu (Danny Tania, 2008). Pada penderita autisme, terjadi
gangguan pada fungsi otak, salah satunya karena kekurangan oksigen sejak lahir atau bahkan
selama dalam kandungan. Dengan terapi oksigen inilah kerusakan pada otak bisa
diminimalisasi. Menurut penelitian yang diungkap di jurnal Bio Medical Centre (BMC)
Pediatrics, oksigen murni bisa mengurangi inflamasi atau pembekakan di otak dan
meningkatkan asupan oksigen di sel-sel otak.

Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan sebuah alat berupa tabung dekompresi.
Penderita autisme masuk ke dalam tabung itu lalu dialiri oksigen murni dan tekanan udara
ditingkatkan menjadi 1,3 atmosfer. Pemberian terapi oksigen hiperbarik secara rutin
menunjukkan perbaikan pada kondisi saraf dan mengatasi cerebral palsy. Terapi ini banyak
dipilih di beberapa negara dan para peneliti terus mengembangkannya. Dan Rossignol dari
International Child Development Resource Centre, Florida, AS, melakukan penelitian

12
terhadap 62 penderita autisme berusia 2-7 tahun. Responden diberi terapi oksigen selama 40
menit setiap hari selama sebulan dengan asupan oksigen 24% dan tekanan udara 1,3 atmosfer.
Hasilnya, terjadi peningkatan hampir di seluruh fungsi organ tubuh, seperti sensor gerak,
kemampuan kognitif, kontak mata, kemampuan sosial, dan pemahaman bahasa (Irma
Kurniati, 2012).

Sebuah penelitian terkontrol, double-blind, multicenter pernah dilakukan di Amerika pada


tahun 2008. Ada 62 anak autis berusia 2-7 tahun yang dilibatkan. Mereka mendapat terapi
hiperbarik dengan tekanan 1,3 atmosfer dan oksigen 24%. Sebagai pembanding, digunakan
terapi dengan tekanan 1,03 atmosfer, dan oksigen 21%. Penilaian setelah 40 kali terapi
menunjukkan lebih dari 50% anak dalam kelompok pertama mengalami kemajuan yang bagus
dalam segala bidang dibandingkan kelompok kontrol (Melly Budiman, 2009).

Di Jakarta, penelitian juga sudah dilakukan meski tanpa kelompok kontrol. Penelitian
dilakukan RS MMC Jakarta dengan peserta 25 anak berumur antara 2-14 tahun. Terapi
hiperbarik diberikan dengan tekanan 1,5 atmosfer, oksigen 24% selama 40 kali. Menurut
Melly, ditemukan kemajuan yang sangat baik di segala bidang (9 anak), kemajuan baik (12
anak), kemajuan minimal (2 anak) dan 2 lainnya tidak mengalami kemajuan ataupun
kemunduran. Bidang yang dinilai adalah komunikasi, interaksi, perilaku, sensoris, emosi, dan
metabolisme (Melly Budiman, 2009). Selain memperbaiki fungsi otak, secara umum ekstra
oksigen yang didapat dari terapi oksigen hiperbarik juga berguna untuk meningkatkan
kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit, membentuk pembuluh darah kapiler baru, membunuh kuman-kuman anaerob dalam
usus, dan membantu setiap organ dalam tubuh berfungsi dengan lebih baik (Eni Kartinah,
2012).

13
BAB III

ASKEP KASUS

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME

DEKSRIPSI KASUS PADA PASIEN ANAK AUTISME

An. AK Umur 4 Tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke rumah sakit karena anak tersebut
kurang merespon orang lain ketika di ajak berbicara. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali
bagian tubuh dan tidak ada kontak mata pada anak.

Saat dilakukan pengkajian klien tampak cemas dan orang tua merasa panik ketika di ajak berbicara
klien susah untuk di ajak berkomunikasi dengan baik dan respon dari An. AK tidak ada. An AK Selalu
menghindari perawat yang sedang melakukan pengkajian dan anak tidak mampu berkomunikasi
seperti anak usia 4 tahun. Saat perawat melakukan komunikasi supaya anak mau berbicara, tapi tetap
tidak mampu berkomunikasi dengan baik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI AUTISME

I. Biodata

A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. AK

2. Tempat tgl lahir/usia : Manado, 1 Januari 2011

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. A g a m a : Islam

5. Pendidikan :-

6. Alamat : Manado

7. Tgl masuk : 07 November 2015 (jam 07.00)

14
8. Tgl pengkajian : 07 November 2015 (jam 07.15

9. Diagnosa medik : Autisme

B. Identitas Orang tua


1. Ayah

a. N a m a : Tn. BK

b. U s i a : 40 Tahun

c. Pendidikan : SLTA

d. Pekerjaan : Swasta

e. A g a m a : Islam

f. Alamat : Manado

2. Ibu

a. N a m a : Ny. AN

b. U s i a : 36 Tahun

c. Pendidikan : SLTP

d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

e. Agama : Islam

f. Alamat : Manado

C. Identitas Saudara Kandung

No USIA HUBUNGAN STATUS KESEHATAN


NAM
A

15
II. Riwayat Kesehatan

A. Riwayat Kesehatan Sekarang :


Px datang kerumah sakit pada tanggal 07 November 2015 pukul 07.00 bersama ibunya dengan
keluhan ibu Px menyatakan anaknya kurang merespon orang tuanya. Pada saat pengkajian Px
terdiam dengan mata tidak fokus dengan wajah yang tidak senang dan tidak bahagia

Keluhan Utama : An. AK kurang merespon orang lain

Riwayat Keluhan Utama :

An. AK Umur 4 Tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke rumah sakit karena anak tersebut
kurang merespon orang lain ketika di ajak berbicara. Anak sulit fokus pada objek dan sulit
mengenali bagian tubuh dan tidak ada kontak mata pada anak.

Keluhan Pada Saat Pengkajian :

Saat dilakukan pengkajian klien tampak cemas dan orang tua merasa panik ketika di ajak
berbicara klien susah untuk diajak berkomunikasi dengan baik dan respon dari An. AK tidak
ada, An AK selalu menghindar perawat yag sedang melakukan pengkajian dan anak tidak
mampu berkomunikasi seperti anak usia 4 tahun. Saat perawat melakukan komunikasi sipaya
anak mau berbicara, tapi tetap tidak mampu berkomunikasi dengan baik.

B. Riwayat Kesehatan Lalu


1. Prenatal care

a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di Puskesmas


Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu

Hanya pada trimester 1 : Pusing dan Mual

b. Riwayat terkena radiasi : Tidak pernah terkena radiasi

c. Riwayat berat badan selama hamil : Tidak terkaji

e. Riwayat Imunisasi TT : Tidak pernah imunisasi

f. Golongan darah ibu O Golongan darah ayah O.

2. Natal

a, Tempat melahirkan : Puskesmas

b. Jenis persalinan : Tidak spontan

16
c. Penolong persalinan : Dokter

e. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan :
Tidak ada komplikasi
3. Post natal

a. Kondisi bayi : ASFIKSIA APGAR 7

b. Anak pada saat lahir tidak mengalami : tidak ada masalah apapun

c. Klien pernah mengalami penyakit : tidak pernah pada umur : tidak pernah diberikan obat oleh : tidak ada

d. Riwayat kecelakaan : tidak ada

C. Riwayat Kesehatan Keluarga


Genogram

Ket : = Laki – Laki = Tinggal Serumah

= Perempuan = Klien

 Tn. BK mengatakan kalau neneknya pernah mengalami penyakit Deabetes Mellitus


D. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)

Reaksi setelah
No. Jenis immunisasi Waktu pemberian Frekuensi Frekuensi
pemberian

1. Hepatitis B 12 Jam 1x

2. BCG 3 Bulan 1x

17
3. POLIO 1,2,3,4 Bulan 4x

4. DPT 2,3,4 Bulan 3x

5. CAMPAK 9 Bulan 1x

E. Riwayat Tumbuh Kembang

1. Pertumbuhan Fisik
a. Berat badan : 2500 g
b. Tinggi badan : 58 cm
c. Waktu tumbuh gigi bayi baru berumur 16 hari
2. Perkembangan tiap tahap usia anak saat
a. Berguling : bayi baru berumur 3 bulan
b. Duduk : bayi baru berumur 7 bulan
c. Merangkak : bayi baru berumur 8 bulan
d. Berdiri : bayi berumur 11 tahun
e. Berjalan : bayi baru berumur 19 tahun
f. Senyum kepada orang lain pertama kali : bayi baru berumur 3 bulan
g. Bicara pertama kali : bayi baru berumur 1 tahun
h. Berpakaian tanpa bantuan : bayi baru berumur 36 bulan
F. Riwayat Nutrisi

1. Pemberian ASI
2. Pemberian susu formula
a. Alasan pemberian : Asi tidak keluar
b. Jumlah pemberian : 6 – 8 kali sehari
c. Cara pemberian : dengan botol susu

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

G. Riwayat Psikososial

1. Anak tinggal bersama : Orang tua dan kakek di : Rumah


2. Lingkungan berada di : Perkotaan

18
3. Rumah dekat dengan : Jalan Raya, tempat bermain : didalam rumah
4. kamar klien : bersama orang tua
5. Rumah ada tangga : ada
6. Hubungan antar anggota keluarga : sangat tidak baik
7. Pengasuh anak : kakek
H. Riwayat Spiritual

1. Support sistem dalam keluarga : tidak baik


2. Kegiatan keagamaan : tidak terkaji
I. Reaksi Hospitalisasi

1. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap


a. Ibu membawa anaknya ke RS karena : anak sulit di ajak berkomunikasi
b. Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak :iya
c. Perasaan orang tua saat ini : cemas dan panik
d. Orang tua selalu berkunjung ke RS : tidak
e. Yang akan tinggal dengan anak : kakek
2. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap : Anak masih berumur 4 tahun
J. Aktivitas sehari-hari

1. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Selera makan Cukup Baik Kurang Baik


b. Menu makan
Susu Formula Anak diberi SuFor
c. Frekuensi
d. Pantangan makan 6-8x/hari 6-8x/hari
e. Cara makan
Tidak terkaji Tidak terkaji

Botol Susu Per Oral/ OGT

2. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Jenis minuman Susu Formula Susu Formula dan Infus


b. Frekuensi minum
6-8x/hari 6-8x/hari
c. Kebutuhan cairan
d. Cara pemenuhan

19
Tidak terkaji 65-70 cc

Botol Susu Per oral/OGT

3. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Tempat pembuangan BAK Pempers & tidak BAK pempers & tidak

BAB sejak lahir BAB sejak lahir


b. Frekuensi (waktu)
BAK 3-4x/hari & tidak BAK 3-4x/hari & tidak

BAB sejak lahir BAB sejak lahir


c. Konsistensi
BAK kuning jernih & tidak BAK kuning jernih & tidak

d. Kesulitan BAB sejak lahir BAB sejak lahir

BAK tidak ada kesulitan & BAK tidak ada kesulitan &
e. Obat pencahar tidak BAB sejak lahir tidak BAB ada sejak lahir

Tidak ada Tidak terkaji

4. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Jam tidur
- Siang
4-5 jam/hari 1-2 jam/hari
- Malam
b. Pola tidur 3-4 jam/hari 2-3 jam/hari
c. Kebiasaan sebelum tidur
Teratur Sering rewel dan nangis
d. Kesulitan tidur
Melamun Melamun

Tidak terkaji Sulit tidur

20
5. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Program olah raga Tidak ada Tidak ada


b. Jenis dan frekuensi
Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Kondisi setelah olah
raga Tidak ada Tidak ada

21
6. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Mandi
- Cara
Di mandikan ibu Dilap
- Frekuensi
3x/hari 2x/hari
- Alat mandi
Gayung dan air hangat Waslap dan air hangat
b. Cuci rambut
- Frekuensi
3x/hari 1x/hari
- Cara
Di gosok dengan ibu Digosok dengan perawat
c. Gunting kuku
- Frekuensi Tidak melakukan gunting
kuku
- Cara 1-2/minggu

d. Gosok gigi Dipotong ibu


- Frekuensi Tidak sikat gigi

- Cara
1x/hari

7. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Kegiatan sehari-hari Asik sendiri Tidak ada


b. Pengaturan jadwal harian
Tidak ada Tidak ada
c. Penggunaan alat Bantu
aktifitas Tidak ada Tidak ada
d. Kesulitan pergerakan tubuh

Tidak ada kesulitan Tidak ada kesulitan

8. Rekreasi

22
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

a. Perasaan saat sekolah Merasa sendiri Tidak ada


b. Waktu luang
Bermain sendiri Tidak ada
c. Perasaan setelah
rekreasi Tidak terkaji Tidak ada
d. Waktu senggang klg
e. Kegiatan hari libur
Tidak ada Tidak ada

Tidak terkaji Tidak ada

K. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Normal


2. Kesadaran : Apatis
3. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah : tidak terkaji mmHg
b. Denyut nadi : 130x / menit
c. Suhu : 36 o C
d. Pernapasan : 42 x/ menit
4. Berat Badan : 2500 gram
5. Tinggi Badan : 56 cm
6. Kepala
Inspeksi

Keadaan rambut & Hygiene kepala : cukup bersih

a. Warna rambut : hitam


b. Penyebaran : merata
c. Mudah rontok : tidak
d. Kebersihan rambut : bersih
Palpasi

Benjolan : ada / tidak ada : tidak ada

Nyeri tekan : ada / tidak ada : tidak ada

Tekstur rambut : kasar/halus : halus

7. Muka

23
Inspeksi

a. Simetris / tidak : simestris


b. Bentuk wajah : simestris
c. Gerakan abnormal : tidak ada
d. Ekspresi wajah : meringis
Palpasi

Nyeri tekan / tidak : tidak ada

Data lain : tidak terkaji

8. Mata
Inspeksi

a. Pelpebra : Edema / tidak


Radang / tidak

b. Sklera : Icterus / tidak


c. Conjungtiva : Radang / tidak
Anemis / tidak

d. Pupil : - Isokor / anisokor


- Myosis / midriasis

- Refleks pupil terhadap cahaya : ada reflek

e. Posisi mata :
Simetris / tidak : simestris

f. Gerakan bola mata : normal memutar dengan baik


g. Penutupan kelopak mata : normal
h. Keadaan bulu mata : halus
i. Keadaan visus : tidak ada
j. Penglihatan : - Kabur / tidak
- Diplopia / tidak

Palpasi

Tekanan bola mata : tidak ada

Data lain : tidak ada

24
9. Hidung & Sinus
Inspeksi

a. Posisi hidung : normal


b. Bentuk hidung : simestris
c. Keadaan septum : tidak ada
d. Secret / cairan : tidak ada
Data lain : tidak ada

10. Telinga
Inspeksi

a. Posisi telinga : normal


b. Ukuran / bentuk telinga : normal dan simetris
c. Aurikel : tidka terkaji
d. Lubang telinga : Bersih / serumen / nanah
e. Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi

Nyeri tekan / tidak

Pemeriksaan uji pendengaran

a. Rinne : tidak terkaji


b. Weber : tidak terkaji
c. Swabach : tidak terkaji
Pemeriksaan vestibuler : tidak terkaji

Data lain : tidak terkaji

11. Mulut
Inspeksi

a. Gigi
- Keadaan gigi : bayi baru berumur 13 hari
- Karang gigi / karies : bayi baru berumur 13 hari
- Pemakaian gigi palsu : bayi baru berumur 13 hari
b. Gusi
Merah / radang / tidak : agak pucat

c. Lidah

25
Kotor / tidak : bersih

d. Bibir
- Cianosis / pucat / tidak : pucat
- Basah / kering / pecah : kering
- Mulut berbau / tidak : tidak
- Kemampuan bicara : bayi baru berumur 13 hari
Data lain : tidak ada

12. Tenggorokan
a. Warna mukosa : pucat
b. Nyeri tekan : tidak ada
c. Nyeri menelan : tidak ada
13. Leher
Inspeksi

Kelenjar thyroid : Membesar / tidak

Palpasi

a. Kelenjar thyroid : Teraba / tidak


b. Kaku kuduk / tidak : tidak terkaji
c. Kelenjar limfe : Membesar atau tidak
Data lain : tidak ada

14. Thorax dan pernapasan


a. Bentuk dada : simestris
b. Irama pernafasan : regular
c. Pengembangan di waktu bernapas : simestris tidak ada tarikan intercosta
d. Tipe pernapasan : normal
Data lain : tidak ada

Palpasi

a. Vokal fremitus : tidak terkaji


b. Massa / nyeri : tidak ada nyeri
Auskultasi

a. Suara nafas : Vesikuler / Bronchial/Bronchovesikuler


b. Suara tambahan : Ronchi / Wheezing / Rales : tidak ada
Perkusi

26
Redup / pekak / hypersonor / tympani

Data lain : tidak ada

15. Jantung
Palpasi

Ictus cordis : tidak ada

Perkusi

Pembesaran jantung : tidak ada

Auskultasi

a. BJ I : tidak terkaji
b. BJ II : tidak terkaji
c. BJ III : tidak terkaji
d. Bunyi jantung tambahan : tidak ada
Data lain : tidak ada

16. Abdomen
Inspeksi

a. Membuncit : destese abdomen


b. Ada luka / tidak : tidak ada
Auskultasi

Peristaltik : bissing usus normal 5x/menit

Palpasi

a. Hepar : tidak ada


b. Lien : tidak ada
c. Nyeri tekan : distensi terdapat nyeri tekan
Perkusi

a. Tympani : tidak terkaji


b. Redup : tidak terkaji
Data lain : tidak ada

17. Genitalia dan Anus : laki – laki & normal, hemoroid (-)

27
18. Ekstremitas
Ekstremitas atas

a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : normal
- Pergerakan abnormal : tidak ada
- Kekuatan otot kanan / kiri : baik
- Tonus otot kanan / kiri : baik
- Koordinasi gerak : normal
b. Refleks
: ada reflek

c. Sensori
- Nyeri : tidak ada
- Rangsang suhu : ada rangsangan
- Rasa raba : ada rasa

Ekstremitas bawah

a. Motorik
- Gaya berjalan : baik
- Kekuatan kanan / kiri : baik
- Tonus otot kanan / kiri : baik
b. Refleks
: ada reflek

c. Sensori
- Nyeri : tidak ada
- Rangsang suhu : ada rangsangan
- Rasa raba : ada rangsangan
Data lain : tidak ada

19. Status Neurologi.


Saraf – saraf cranial

a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu : tidak terkaji


b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan : tidak terkaji
c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Konstriksi pupil : tidak terkaji

28
- Gerakan kelopak mata : normal
- Pergerakan bola mata : normal
- Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal
d. Nervus V (Trigeminus)
- Sensibilitas / sensori : tidak terkaji
- Refleks dagu : tidak terkaji
- Refleks cornea : tidak terkaji
e. Nervus VII (Facialis)
- Gerakan mimik : tidak terkaji
- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : tidak terkaji
f. Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : normal

g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)


- Refleks menelan : ada reflek
- Refleks muntah : ada reflek
- Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : tidak terkaji
- Suara : ada suara
h. Nervus XI (Assesorius)
- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : bayi baru berumur 13 hari
- Mengangkat bahu : bayi baru berumur 13 hari
i. Nervus XII (Hypoglossus)
- Deviasi lidah : tidak terkaji
Tanda – tanda peradangan selaput otak

a. Kaku kuduk : tidak terkaji


b. Kernig Sign : tidak terkaji
c. Refleks Brudzinski : tidak terkaji
d. Refleks Lasequ : tidak terkaji
Data lain : tidak terkaji

XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun )

Dengan menggunakan DDST

1. Motorik kasar : tidak terkaji


2. Motorik halus : tidak terkaji

29
3. Bahasa : tidak terkaji
4. Personal social : bayi tidak terkaji
XII. Test Diagnostik

= Laboratorium

……………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………

= Foto Rotgen, CT Scan, MRI, USG, EEG, ECG

XIII. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci)

30
Analisa Data

Data Masalah Penyebab


DS : Ibu mengatakan anaknya Gangguan komunikasi Hambatan individu
mengalami gangguan komunikasi Verbal
DO : Klien terlihat sibuk dengan
tangannya, ketakutan, kecemasan
merasa malu.
TTV : S = 36 °C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit

DS : Orang Tua Klien mengatakan Gangguan interaksi sosial Hubungan anak – orang tua
klien tidak suka bergaul dengan tidak memuaskan
teman – temannya
DO : Klien lebih suka menyendiri
TTV : S = 36°C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit
Defisit pengetahuan
DS : Orang Tua kurang tahu tentang tentang (autisme) Ketidaktahuan menemukan
cara pengobatannya informasi
DO : Keluarga kurang informasi
tentang pengobatan penyakit ini
TTV : S = 36°C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit Gangguan memori
DS : Ibu mengatakan anaknya sering Gangguan sirkulasi ke otak
mengalami gangguan lupa
mengingat informasi
DO : tidak mampu melakukan
TTV : S = 36°C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit

31
Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas

1. Gangguan memori b/d gangguan sirkulasi ke otak


2. Gangguan komunikasi verbal b/d hambatan individu
3. Gangguan interaksi sosial b/d hubungan anak – orang tua tidak memuaskan
4. Defisit pengetahuan tentang (autisme) b/d kurang mampu mengingat

32
33

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

(Nursing Care Plan)

HARI/ DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


TGL KEPERAWATAN
Gangguan memori b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi masalah memori yang 1. Untuk mengetahui masalah yang dialami
gangguan sirkulasi ke otak keperawatan selama 1x 30 menit dialami pasien
dapat terpenuhi 2. - Rencanakan metode 2. Untuk melatih daya ingat pasien
Dengan KH : - Mengajarkan sesuai kemampuan pasien 3. Untuk melatih kualitas daya ingat pasien
Anak dapat menghindari apa yang 3. Fasilitasi tugas pembelajaran 4. Untuk memberi tahu orang tua tujuan
sudah dipelajari 4. Jelaskan tujuan dan prosedur latihan dari ketika dari latihan tersebut
5. Ajarkan teknik memori yang tepat 5. Untuk melatih imajinasi pasien
6. Rujuk anak untuk terapi hiperbarik 6. Meringankan kondisi pasien dan
membantu dalam penyembuhan pasien

Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien 1. Mengetahui kondisi pasien
b/d hambatan individu keperawatan selama 3x24 jam dapat 2. Kenali Cara/Metode Belajar Anak 2. Memungkinkan pasien dapat diketahui
terpenuhi 3. Anjurkan Orang Tua Bersama Dengan masalah dan penyebabnya
dengan KH : Anak Untuk Membuat Jadwal Belajar 3. Memberikan jadwal untuk tahapan
Anak dapat mengkomunikasikan Berkomunikasi proses anak untuk berkomunikasi
kebutuhannya dengan 4. Kolaborasi dengan Dokter 4. Meringankan kondisi pasien dan
menggunakan kata – kata atau membantu dalam penyembuhan pasien
gerakan tubuh yang sederhana
(keinginan akan makan, tidur,
kenyamanan, dsb).
Gangguan interakasi sosial
b/d hubungan anak – orang
34

tua tidak memuaskan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV Klien 1. Mengetahui kondisi pasien
keperawatan selama 3x24jam dapat 2. Ciptakan lingkungan yang aman 2. Untuk memberikan rasa aman nyaman
terpenuhi nyaman untuk mengurangi tingkat stress supaya anak mengurangi rasa anxietasnya
Dengan KH : anak 3. Untuk meningkatkan BHSP antara orang
Anak dapat berinteraksi kembali 3. Anjurkan kepada orang tua untuk lebih tua dan anak
dengan orang sekitarnya dan anak sering bersama anaknya 4. Untuk membantu melihat kondisi
mampu memperlihatkan hubungan 4. Kolaborasi dengan Psikolog psikolog pasien
Defisit pengetahuan tentang baik antara anak dan orang tua
(Autisme) b/d ketidaktahuan
menemukan informasi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV Klien 1. Mengetahui kondisi pasien
keperawatan selama 3x4 jam dapat 2. Berikan suasana yang nyaman dan 2. Supaya kondisi pasien lebih baik dengan
terpenuhi tidak menegangkan adanya Suasana yang aman dan nyaman
Dengan KH : 3. Anjurkan orang tua untuk lebih 3. Mengatahui perkembangan anak dengan
Orang tua dapat mengetahui memperhatikan perkembangan anak. memberikan sesuatu yang harus di lakukan
penyakit autisme pada anak dan 4. Kolaborasi dengan dokter 4. Untuk meringankan kondisi pasien.
orang tua dapat memberikan
perlakuan yang sesuai dengan
keadaan anaknya
35

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : No. RM :

Umur : Dx Medis :

Hari/Tgl Dx. Keperawatan Jam Implementasi TTD/N Evaluasi TTD/Nama


ama
Gangguan memori 1. Mengidentifikasi masalah memori yang S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih
b/d gangguan dialami belum bisa berkomunikasi dengan baik
sirkulasi ke otak 2. - Merencanakan metode
- Mengajarkan sesuai kemampuan O : Klien terlihat sibuk dengan tangannya,
pasien ketakutan, kecemasan, merasa malu
3. Memfasilitasi tugas pembelajaran TTV : S = 37°C
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur latihan N = 136x/menit
5. Mengajarkan teknik memori yang tepat RR = 40 x/menit
6. Meruujuk anak untuk terapi hiperbarik A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Gangguan 1. Mengobservasi TTV Klien S : Ibu pasien mengatakan anak merasa


komunikasi verbal 2. Mengenali Cara/Metode Belajar Anak nyaman
b/d hambatan 3. Menganjurkan Orang Tua Bersama O : Klien tampak tersenyum dan senang
individu Dengan Anak Untuk Membuat Jadwal TTV : S = 36°C
Belajar Berkomunikasi N = 130x/menit
4. Mengolaborasi dengan Dokter RR = 42x/menit
36

A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

Gangguan interaksi 1. Mengobservasi TTV klien S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih
sosial b/d hubungan 2. Menciptakan lingkungan yang aman belum bisa berkomunikasi dengan baik
anak – orang tua nyaman untuk mengurangi tingkat stress O : Klien terlihat sibuk dengan tangannya,
tidak memuaskan anak ketakutan, kecemasan, merasa malu
3. Menganjurkan kepada orang tua untuk TTV : S = 36°C
lebih sering bersama anaknya N = 130x/menit
4. Berkolaborasi dengan Psikolog RR = 42x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Defisit pengetahuan
1. Mengobservasi TTV Klien S : Ibu pasien mengatakan anak merasa
tentang (Autisme)
b/d ketidaktahuan 2. Memberikan suasana yang nyaman dan nyaman
menemukan tidak menegangkan O : Klien tampak tersenyum dan senang
informasi 3. Menganjurkan orang tua untuk lebih TTV : S = 36°C
memperhatikan perkembangan anak. N = 130x/menit
4. Mengolaborasi dengan dokter RR = 42x/menit
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
55

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Autis bukan penyakit, autisme merupakan suatu gangguan perkembangan


neurobiologist yang sangat kompleks. Gejalanya harus sudah timbul pada anak
sebelum mencapai usia 3 tahun. Apabila gejala muncul setelah anak berusia 3 tahun
maka tidak dikategorikan sebagai autis (Melly Budiman, 2009). Autis merupakan
gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi
sosial (Hadi Suprapto, 2012).

Ada tiga persoalan pada penyandang autis. Pertama, minimnya interaksi penderita
terhadap lingkungan. Anak penyandang autis hanya sibuk sendiri, kedua, penyandang
autis terkendala dalam berkomunikasi, baik bicara, maupun isyarat, atau gambar, dan
ketiga, memiliki perilaku unik dan tingkah yang tidak lazim dilakukan anak-anak
seusianya (Emil Hasan Naim, 2012)

Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru
terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.

Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan
nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah
lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya :
infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat
menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya
56

kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein
kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida
yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan
menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh
tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi
karena faktor ekonomi.

B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mengerti konsep sindrom cushing
serta dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.
57

DAFTAR PUSTAKA

http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/EN07_Sindrom-
Cushing.pdf

http://www.academia.edu/8346599/CHUSING_SYNDROME

Francis, Caia. 2011. Perawatan Respirasi. EGC: Jakarta.

Bruunner & Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing (12th ed.)

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing: Jogja.

Smeltzer, Suzanne C and Brenda G. Bate. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai