Dosen Pengampu :
Sri Sumarni, S.Kep, Ns.,M.Kes
Disusun Oleh:
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Taala dengan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah. Salawat dan salam
semoga tetap tercurah kepada baginda nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam,
para sahabat, keluarga, dan umatnya hingga akhir zaman. Beliau sebagai suri teladan
sepanjang masa yang telah membawa ajaran kebenaran yaitu Islam. Berkat kuasa dan
kehendak Allah Subhanallahu Wa Taala, kami dapat menyelesaikan pembauatan
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Autisme”.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB IV PENUTUP................................................................................... 55
A. SIMPULAN....................................................................................... 55
B. SARAN ............................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 57
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Autisme kini sudah menjadi pandemi di seluruh dunia. Berdasarkan laporan Center for
Disease Control, pada tahun 2007 di Amerika Serikat jumlah anak dengan autisme
rasionya sudah menyentuh angka 1:150. Artinya, di antara 150 anak ada satu bocah yang
menyandang autisme. Sementara di Inggris rasionya lebih parah lagi, yaitu 1:100. Dengan
rasio yang makin besar itu, tentu saja autisme menjadi semacam bom waktu yang bisa
meledak kapan pun. Kalau penyandangnya makin banyak, potensi kita kehilangan generasi
yang mumpuni pun makin kecil.
Penyebab autisme hingga saat ini memang masih belum jelas. Menurut data yang ada,
satu dari 150 orang terdiagnosis autisme, sebuah kondisi yang membuat orang tersebut
sulit berkomunikasi dan memahami emosi mereka. Pada sekitar 90 persen anak memiliki
gejala autis yang berbeda-beda. Selama ini, anak autisme seringkali dideteksi dalam
kondisi yang sudah terlambat.Umumnya, para orang tua mengindikasi lewat perilaku anak
yang berbeda dari anak sebayanya. Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum
mencapai usia 3 tahun, secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2–5 tahun.
Sebelum ini, mendeteksi autisme dilihat dari gejala berikut, seperti terlambat bicara
atau tidak dapat berbicara di atas usia tiga tahun, menolak atau menghindar untuk bertatap
muka, tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang, bila sudah senang satu
mainan, tidak mau mainan lain dan cara bermainnya juga aneh, sering memperhatikan jari–
1
jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak, dapat terlihat hiperaktif
sekali, dan dapat juga terlalu pendiam.
Anak yang menderita autis bisa hidup normal bila mendapat terapi tepat. Saat ini
tersedia beberapa jenis terapi untuk anak autis. Salah satunya terapi oksigen hiperbarik.
Terapi oksigen hiperbarik adalah suatu cara untuk memberikan oksigen pada tekanan udara
yang lebih tinggi pada seseorang untuk memperbaiki kondisikondisi tertentu. Autisme
terjadi karena adanya gangguan pada fungsi otak. Kondisi kekurangan oksigen merupakan
salah satu penyebab timbulnya gangguan tersebut. Kondisi itulah yang diperbaiki dengan
terapi hiperbarik. Pada praktiknya, lanjutnya, orang yang menjalani terapi itu masuk
tabung hiperbarik. Tabung kemudian dialiri oksigen dan tekanan udara di dalam tabung
ditinggikan menjadi 1,3 atmosphere absolute (ATA). Pada kondisi normal, oksigen yang
dihirup dari udara pernapasan dibawa sel-sel darah merah menuju ke seluruh tubuh. Pada
terapi hiperbarik, dengan tekanan udara tinggi, oksigen didorong masuk ke setiap sel tubuh
melalui seluruh cairan tubuh, termasuk cairan plasma, getah bening, dan cairan otak.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
a. Agar kita sebagai mahasiswa dapat mengetahui apa penyebab patofisiologi, tanda
dan gejala dari autis.
b. Agar kita sebagai mahasiswa mampu menerapkan Proses keperawatan Pada anak
dengan autis.
2
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mampu menerapkan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan pada anak dengan Autis.
2. Mampu mendokumentasikan hasil dari menerapkan pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan pada anak dengan Autis.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat teoritis
Dapat digunakan sebagai tambahan literatur dan wawasan tentang konsep penanganan
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Autisme
1.4.2 Manfaat praktis
Dapat digunakan sebagai standar pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit Autisme
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Autisme
2.1.1 Autisme
Autisme berasa dari kata auto yang artinya sendiri. Autisme adalah gangguan
perkembangan syaraf dan psikis pada manusia, bisa terjadi sejak masih dalam kandungan
(janin), lahir, hingga mereka dewasa. Gangguan ini menyebabkan kelemahan dalam
melakukan interaksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat serta tingkah laku.
Gangguan perkembangan ini ditandai dengan adanya keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, serta interaksi sosial. Penyebab autisme hingga saat ini belum
diketahui, namun kemungkinan besar banyak dan kompleks (Melly Budiman, 2009).
Ada tiga persoalan pada penyandang autis. Pertama, minimnya interaksi penderita
terhadap lingkungan. Anak penyandang autis hanya sibuk sendiri, kedua, penyandang autis
terkendala dalam berkomunikasi, baik bicara, maupun isyarat, atau gambar, dan ketiga,
memiliki perilaku unik dan tingkah yang tidak lazim dilakukan anak-anak seusianya (Emil
Hasan Naim, 2012)
4
(cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses
sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga didapatkan
jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau kekacauan impuls di
otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan emosi yang
disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam makanan
yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah
hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat
pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah
kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-ulang yang aneh dan hiperaktif
juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor genetika dapat menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari
kelainan autisme, walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah lahir (post partum)
juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada
bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang
berlebihan dan menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai
polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah
dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini
terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor
ekonomi.
5
2.3 Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin,
terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel
saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang
berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam
belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang
tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. Kelainan
genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal
peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung
jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
6
mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan
neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi makanan yang mengandung logam
berat.Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan
MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan
motorik, belajar sensori-motorik, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan
pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran
otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus
frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di
hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori)
dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori). Faktor
lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein,
energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial,
serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol,
keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamilan.
1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.
7
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit
untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat
tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara
berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah,
namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi
berada di pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak
baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
8
benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak
dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat
pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau
angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas
sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian
harus melalui rute yang sama.
d. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian harus
menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya
bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datangi, ia akan membuka semua
pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan
tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti
dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa
alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas
ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang
lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan
perilaku lainnya.
e. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab
nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.
Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
f. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran, sentuhan,
penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau
mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga.
Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian
tertentu. Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
g. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat gangguan
bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%.
9
Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang
melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan
yang menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.
2.6 Komplikasi Autisme
Penderita autis dapat menyebabkan penderita mengalami masalah pencernaan,pola makan
atau pola tidur yang tidak biasa,prilaku agresif dan sejumlah komlikasi lainya. Seperti
1. Gangguan Mental : autism dapat menyebabkan penderita mengalmi
depresi,cemas,gangguan Susana hati dan prilaku implusif
2. Gangguan sensorik : penedrita autism dapat merasa sensitive dan marah pada lampu
yang terang atau suara yang berisik.pada beberapa kasus,penderita tidak merespon
sensai sensorik seperti panas,dingin atau nyeri.
3. Kejang : kejang bisa terjadi pada penedrita autisme dan dapat muncul pada usia kanak
– kanak dan remaja
4. Tuberous sclerosis : adalah penyakit langka yang memicu umbuhnya tumor jinak di
banyak organ tubuh termasuk otak
10
The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak
usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3
bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu
diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika
Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk
meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku
yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu
pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk
mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan
gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan
menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen
11
vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding
usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana
anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi
Autis tidak dapat dikategorikan sebagai penyakit. Mengapa demikian? Sebab, autis belum
dapat disembuhkan, tetapi dapat dibantu dengan terapi, bantuan guru khusus, dan peran serta
orang tua yang turut aktif membantu (Danny Tania, 2008). Pada penderita autisme, terjadi
gangguan pada fungsi otak, salah satunya karena kekurangan oksigen sejak lahir atau bahkan
selama dalam kandungan. Dengan terapi oksigen inilah kerusakan pada otak bisa
diminimalisasi. Menurut penelitian yang diungkap di jurnal Bio Medical Centre (BMC)
Pediatrics, oksigen murni bisa mengurangi inflamasi atau pembekakan di otak dan
meningkatkan asupan oksigen di sel-sel otak.
Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan sebuah alat berupa tabung dekompresi.
Penderita autisme masuk ke dalam tabung itu lalu dialiri oksigen murni dan tekanan udara
ditingkatkan menjadi 1,3 atmosfer. Pemberian terapi oksigen hiperbarik secara rutin
menunjukkan perbaikan pada kondisi saraf dan mengatasi cerebral palsy. Terapi ini banyak
dipilih di beberapa negara dan para peneliti terus mengembangkannya. Dan Rossignol dari
International Child Development Resource Centre, Florida, AS, melakukan penelitian
12
terhadap 62 penderita autisme berusia 2-7 tahun. Responden diberi terapi oksigen selama 40
menit setiap hari selama sebulan dengan asupan oksigen 24% dan tekanan udara 1,3 atmosfer.
Hasilnya, terjadi peningkatan hampir di seluruh fungsi organ tubuh, seperti sensor gerak,
kemampuan kognitif, kontak mata, kemampuan sosial, dan pemahaman bahasa (Irma
Kurniati, 2012).
Di Jakarta, penelitian juga sudah dilakukan meski tanpa kelompok kontrol. Penelitian
dilakukan RS MMC Jakarta dengan peserta 25 anak berumur antara 2-14 tahun. Terapi
hiperbarik diberikan dengan tekanan 1,5 atmosfer, oksigen 24% selama 40 kali. Menurut
Melly, ditemukan kemajuan yang sangat baik di segala bidang (9 anak), kemajuan baik (12
anak), kemajuan minimal (2 anak) dan 2 lainnya tidak mengalami kemajuan ataupun
kemunduran. Bidang yang dinilai adalah komunikasi, interaksi, perilaku, sensoris, emosi, dan
metabolisme (Melly Budiman, 2009). Selain memperbaiki fungsi otak, secara umum ekstra
oksigen yang didapat dari terapi oksigen hiperbarik juga berguna untuk meningkatkan
kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit, membentuk pembuluh darah kapiler baru, membunuh kuman-kuman anaerob dalam
usus, dan membantu setiap organ dalam tubuh berfungsi dengan lebih baik (Eni Kartinah,
2012).
13
BAB III
ASKEP KASUS
BAB III
An. AK Umur 4 Tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke rumah sakit karena anak tersebut
kurang merespon orang lain ketika di ajak berbicara. Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali
bagian tubuh dan tidak ada kontak mata pada anak.
Saat dilakukan pengkajian klien tampak cemas dan orang tua merasa panik ketika di ajak berbicara
klien susah untuk di ajak berkomunikasi dengan baik dan respon dari An. AK tidak ada. An AK Selalu
menghindari perawat yang sedang melakukan pengkajian dan anak tidak mampu berkomunikasi
seperti anak usia 4 tahun. Saat perawat melakukan komunikasi supaya anak mau berbicara, tapi tetap
tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. AK
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan :-
6. Alamat : Manado
14
8. Tgl pengkajian : 07 November 2015 (jam 07.15
a. N a m a : Tn. BK
b. U s i a : 40 Tahun
c. Pendidikan : SLTA
d. Pekerjaan : Swasta
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : Manado
2. Ibu
a. N a m a : Ny. AN
b. U s i a : 36 Tahun
c. Pendidikan : SLTP
e. Agama : Islam
f. Alamat : Manado
15
II. Riwayat Kesehatan
An. AK Umur 4 Tahun dibawa oleh kedua orang tuanya ke rumah sakit karena anak tersebut
kurang merespon orang lain ketika di ajak berbicara. Anak sulit fokus pada objek dan sulit
mengenali bagian tubuh dan tidak ada kontak mata pada anak.
Saat dilakukan pengkajian klien tampak cemas dan orang tua merasa panik ketika di ajak
berbicara klien susah untuk diajak berkomunikasi dengan baik dan respon dari An. AK tidak
ada, An AK selalu menghindar perawat yag sedang melakukan pengkajian dan anak tidak
mampu berkomunikasi seperti anak usia 4 tahun. Saat perawat melakukan komunikasi sipaya
anak mau berbicara, tapi tetap tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
2. Natal
16
c. Penolong persalinan : Dokter
e. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah melahirkan :
Tidak ada komplikasi
3. Post natal
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami : tidak ada masalah apapun
c. Klien pernah mengalami penyakit : tidak pernah pada umur : tidak pernah diberikan obat oleh : tidak ada
= Perempuan = Klien
Reaksi setelah
No. Jenis immunisasi Waktu pemberian Frekuensi Frekuensi
pemberian
1. Hepatitis B 12 Jam 1x
2. BCG 3 Bulan 1x
17
3. POLIO 1,2,3,4 Bulan 4x
5. CAMPAK 9 Bulan 1x
1. Pertumbuhan Fisik
a. Berat badan : 2500 g
b. Tinggi badan : 58 cm
c. Waktu tumbuh gigi bayi baru berumur 16 hari
2. Perkembangan tiap tahap usia anak saat
a. Berguling : bayi baru berumur 3 bulan
b. Duduk : bayi baru berumur 7 bulan
c. Merangkak : bayi baru berumur 8 bulan
d. Berdiri : bayi berumur 11 tahun
e. Berjalan : bayi baru berumur 19 tahun
f. Senyum kepada orang lain pertama kali : bayi baru berumur 3 bulan
g. Bicara pertama kali : bayi baru berumur 1 tahun
h. Berpakaian tanpa bantuan : bayi baru berumur 36 bulan
F. Riwayat Nutrisi
1. Pemberian ASI
2. Pemberian susu formula
a. Alasan pemberian : Asi tidak keluar
b. Jumlah pemberian : 6 – 8 kali sehari
c. Cara pemberian : dengan botol susu
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
G. Riwayat Psikososial
18
3. Rumah dekat dengan : Jalan Raya, tempat bermain : didalam rumah
4. kamar klien : bersama orang tua
5. Rumah ada tangga : ada
6. Hubungan antar anggota keluarga : sangat tidak baik
7. Pengasuh anak : kakek
H. Riwayat Spiritual
1. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
2. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
19
Tidak terkaji 65-70 cc
3. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
a. Tempat pembuangan BAK Pempers & tidak BAK pempers & tidak
BAK tidak ada kesulitan & BAK tidak ada kesulitan &
e. Obat pencahar tidak BAB sejak lahir tidak BAB ada sejak lahir
4. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
a. Jam tidur
- Siang
4-5 jam/hari 1-2 jam/hari
- Malam
b. Pola tidur 3-4 jam/hari 2-3 jam/hari
c. Kebiasaan sebelum tidur
Teratur Sering rewel dan nangis
d. Kesulitan tidur
Melamun Melamun
20
5. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
21
6. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
a. Mandi
- Cara
Di mandikan ibu Dilap
- Frekuensi
3x/hari 2x/hari
- Alat mandi
Gayung dan air hangat Waslap dan air hangat
b. Cuci rambut
- Frekuensi
3x/hari 1x/hari
- Cara
Di gosok dengan ibu Digosok dengan perawat
c. Gunting kuku
- Frekuensi Tidak melakukan gunting
kuku
- Cara 1-2/minggu
- Cara
1x/hari
7. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
8. Rekreasi
22
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
K. Pemeriksaan Fisik
7. Muka
23
Inspeksi
8. Mata
Inspeksi
e. Posisi mata :
Simetris / tidak : simestris
Palpasi
24
9. Hidung & Sinus
Inspeksi
10. Telinga
Inspeksi
11. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
- Keadaan gigi : bayi baru berumur 13 hari
- Karang gigi / karies : bayi baru berumur 13 hari
- Pemakaian gigi palsu : bayi baru berumur 13 hari
b. Gusi
Merah / radang / tidak : agak pucat
c. Lidah
25
Kotor / tidak : bersih
d. Bibir
- Cianosis / pucat / tidak : pucat
- Basah / kering / pecah : kering
- Mulut berbau / tidak : tidak
- Kemampuan bicara : bayi baru berumur 13 hari
Data lain : tidak ada
12. Tenggorokan
a. Warna mukosa : pucat
b. Nyeri tekan : tidak ada
c. Nyeri menelan : tidak ada
13. Leher
Inspeksi
Palpasi
Palpasi
26
Redup / pekak / hypersonor / tympani
15. Jantung
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
a. BJ I : tidak terkaji
b. BJ II : tidak terkaji
c. BJ III : tidak terkaji
d. Bunyi jantung tambahan : tidak ada
Data lain : tidak ada
16. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
17. Genitalia dan Anus : laki – laki & normal, hemoroid (-)
27
18. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : normal
- Pergerakan abnormal : tidak ada
- Kekuatan otot kanan / kiri : baik
- Tonus otot kanan / kiri : baik
- Koordinasi gerak : normal
b. Refleks
: ada reflek
c. Sensori
- Nyeri : tidak ada
- Rangsang suhu : ada rangsangan
- Rasa raba : ada rasa
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : baik
- Kekuatan kanan / kiri : baik
- Tonus otot kanan / kiri : baik
b. Refleks
: ada reflek
c. Sensori
- Nyeri : tidak ada
- Rangsang suhu : ada rangsangan
- Rasa raba : ada rangsangan
Data lain : tidak ada
28
- Gerakan kelopak mata : normal
- Pergerakan bola mata : normal
- Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal
d. Nervus V (Trigeminus)
- Sensibilitas / sensori : tidak terkaji
- Refleks dagu : tidak terkaji
- Refleks cornea : tidak terkaji
e. Nervus VII (Facialis)
- Gerakan mimik : tidak terkaji
- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : tidak terkaji
f. Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : normal
29
3. Bahasa : tidak terkaji
4. Personal social : bayi tidak terkaji
XII. Test Diagnostik
= Laboratorium
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
30
Analisa Data
DS : Orang Tua Klien mengatakan Gangguan interaksi sosial Hubungan anak – orang tua
klien tidak suka bergaul dengan tidak memuaskan
teman – temannya
DO : Klien lebih suka menyendiri
TTV : S = 36°C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit
Defisit pengetahuan
DS : Orang Tua kurang tahu tentang tentang (autisme) Ketidaktahuan menemukan
cara pengobatannya informasi
DO : Keluarga kurang informasi
tentang pengobatan penyakit ini
TTV : S = 36°C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit Gangguan memori
DS : Ibu mengatakan anaknya sering Gangguan sirkulasi ke otak
mengalami gangguan lupa
mengingat informasi
DO : tidak mampu melakukan
TTV : S = 36°C
N = 130x/menit
RR = 42x/menit
31
Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas
32
33
Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien 1. Mengetahui kondisi pasien
b/d hambatan individu keperawatan selama 3x24 jam dapat 2. Kenali Cara/Metode Belajar Anak 2. Memungkinkan pasien dapat diketahui
terpenuhi 3. Anjurkan Orang Tua Bersama Dengan masalah dan penyebabnya
dengan KH : Anak Untuk Membuat Jadwal Belajar 3. Memberikan jadwal untuk tahapan
Anak dapat mengkomunikasikan Berkomunikasi proses anak untuk berkomunikasi
kebutuhannya dengan 4. Kolaborasi dengan Dokter 4. Meringankan kondisi pasien dan
menggunakan kata – kata atau membantu dalam penyembuhan pasien
gerakan tubuh yang sederhana
(keinginan akan makan, tidur,
kenyamanan, dsb).
Gangguan interakasi sosial
b/d hubungan anak – orang
34
tua tidak memuaskan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV Klien 1. Mengetahui kondisi pasien
keperawatan selama 3x24jam dapat 2. Ciptakan lingkungan yang aman 2. Untuk memberikan rasa aman nyaman
terpenuhi nyaman untuk mengurangi tingkat stress supaya anak mengurangi rasa anxietasnya
Dengan KH : anak 3. Untuk meningkatkan BHSP antara orang
Anak dapat berinteraksi kembali 3. Anjurkan kepada orang tua untuk lebih tua dan anak
dengan orang sekitarnya dan anak sering bersama anaknya 4. Untuk membantu melihat kondisi
mampu memperlihatkan hubungan 4. Kolaborasi dengan Psikolog psikolog pasien
Defisit pengetahuan tentang baik antara anak dan orang tua
(Autisme) b/d ketidaktahuan
menemukan informasi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV Klien 1. Mengetahui kondisi pasien
keperawatan selama 3x4 jam dapat 2. Berikan suasana yang nyaman dan 2. Supaya kondisi pasien lebih baik dengan
terpenuhi tidak menegangkan adanya Suasana yang aman dan nyaman
Dengan KH : 3. Anjurkan orang tua untuk lebih 3. Mengatahui perkembangan anak dengan
Orang tua dapat mengetahui memperhatikan perkembangan anak. memberikan sesuatu yang harus di lakukan
penyakit autisme pada anak dan 4. Kolaborasi dengan dokter 4. Untuk meringankan kondisi pasien.
orang tua dapat memberikan
perlakuan yang sesuai dengan
keadaan anaknya
35
CATATAN PERKEMBANGAN
Umur : Dx Medis :
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
Gangguan interaksi 1. Mengobservasi TTV klien S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih
sosial b/d hubungan 2. Menciptakan lingkungan yang aman belum bisa berkomunikasi dengan baik
anak – orang tua nyaman untuk mengurangi tingkat stress O : Klien terlihat sibuk dengan tangannya,
tidak memuaskan anak ketakutan, kecemasan, merasa malu
3. Menganjurkan kepada orang tua untuk TTV : S = 36°C
lebih sering bersama anaknya N = 130x/menit
4. Berkolaborasi dengan Psikolog RR = 42x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Defisit pengetahuan
1. Mengobservasi TTV Klien S : Ibu pasien mengatakan anak merasa
tentang (Autisme)
b/d ketidaktahuan 2. Memberikan suasana yang nyaman dan nyaman
menemukan tidak menegangkan O : Klien tampak tersenyum dan senang
informasi 3. Menganjurkan orang tua untuk lebih TTV : S = 36°C
memperhatikan perkembangan anak. N = 130x/menit
4. Mengolaborasi dengan dokter RR = 42x/menit
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
55
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Ada tiga persoalan pada penyandang autis. Pertama, minimnya interaksi penderita
terhadap lingkungan. Anak penyandang autis hanya sibuk sendiri, kedua, penyandang
autis terkendala dalam berkomunikasi, baik bicara, maupun isyarat, atau gambar, dan
ketiga, memiliki perilaku unik dan tingkah yang tidak lazim dilakukan anak-anak
seusianya (Emil Hasan Naim, 2012)
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan.
Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ
(organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru
terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya gejala
autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan
nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme. Bahkan sesudah
lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai pemicu, misalnya :
infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika yang berlebihan dapat
menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan menyebabkan terjadinya
56
kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak sempurnanya pencernaan protein
kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida
yang timbul dari kedua protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan
menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan terjadi kegagalan pertumbuhan otak
karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh
tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi
karena faktor ekonomi.
B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mengerti konsep sindrom cushing
serta dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.
57
DAFTAR PUSTAKA
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/EN07_Sindrom-
Cushing.pdf
http://www.academia.edu/8346599/CHUSING_SYNDROME
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing: Jogja.