Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

Simulasi tentang Pengambilan Keputusan dan Advokasi pada Pasien Anak


dengan Anemia

Disusun oleh :
Kelompok 6
Nova Alvionita 131711133080
Neli Widia Astuti 131711133081
Rahmi Yunita 131711133086
Halfie Zaqiyah Gusti P. 131711133100
Achmad Yuskir Rizal Rosuli 131711133103
Nita Arum Sari 131711133120
Fabiola Tri Ruli O. 131711133138
Erni Purwaningsih 131711133142
Esterina Onijoma 131711133161

Dosen Pembimbing:
Praba Diyan Rachmawati S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

i
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat meyelesaikan
makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Anemia” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami berterima kasih pada
Ibu Praba Diyan Rachmawati S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Dosen mata kuliah
Keperawatan Anak II yang telah memberikan dan membimbing pengerjaan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan anemia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Surabaya, 6 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................5
1.4 Manfaat ………………………………………………………………….6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anemia ........................................................................................7
2.2 Klasifikasi Anemia ....................................................................................7
2.3 Etiologi Anemia .........................................................................................9
2.4 Patofisiologi Anemia .................................................................................10
2.5 Tanda dan Gejala Anemia pada Anak ......................................................10
2.6 WOC Anemia ............................................................................................12
2.7 Komplikasi.................................................................................................
2.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................
2.9 Penatalaksanaan………………………………………………………….
2.10 Peran Perawat dalam Pengambilan Keputusan ………………………..
2.11 Advokasi Keperawatan ………………………………………………..
2.12 Informed consent dalam keperawatan
BAB III NASKAH ROLEPLAY PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN
ADVOKASI PADA ANAK DENGAN ANEMIA
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...............................................................................................
4.2 Saran .........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu
KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang
Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi (Kodyat,1993)
Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik
terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi
atau dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara–negara sedang
berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi
yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau
buruh yang berpenghasilan rendah (Wijayanti,1989).
Berdasarkan hasil–hasil penelitian terpisah yang dilakukan dibeberapa
tempat di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada wanita hamil
50-70%, anak belita 30-40%, anak sekolah 25-35% dan pekerja fisik
berpenghasilan rendah 30-40% (Husaini 1989). Menurut SKRT 1995,
prevalensi rata–rata nasional pada ibu hamil 63,5%, anak balita 40,1%
(Kodyat, 1993). Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah
membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga
menyebabkan tingginya angka kesakitan.
Dengan demikian konsekuensi fungsional dari anemia gizi
menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia (Scrimihow, 1984).
Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan – lahan akan
menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak – anak akan
lebihmudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini
tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (Wijayanti,
1989).
Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada
sasaran ibu hamil, sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita, anak
sekolah dan buruh berpenghasilan rendah belum ditangani. Padahal dampak

4
negatif yang ditumbuhkan anemia gizi pada anak balita sangatlah serius, krena
mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang nantinya akan
berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Mengingat mereka
adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak.
Penganganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan
pembangunan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apa yang dimaksud dengan anemia?
2) Bagaimana klasifikasi pada anemia?
3) Bagaimana etiologi pada anemia?
4) Bagaimana patofisiologi pada anemia?
5) Bagaimana WOC dari anemia?
6) Bagaimana tanda dan gejala pada anemia?
7) Apa saja komplikasi yang timbul pada anemia?
8) Bagaimana pemeriksaan penunjang pada anemia?
9) Bagaimana penatalaksanaan pada anemia?
10) Bagaiamana peran perwat dalam pengambilan keputusan?
11) Bagaimana advokasi keperawatan?
12) Bagaimana informed consent dalam keperawatan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Menjelaskan tentang definisi anemia.
2) Menjelaskan klasifikasi pada anemia.
3) Menjelaskan etiologi pada anemia.
4) Menjelaskan patofiaiologi pada anemia.
5) Menjelaskan WOC dari anemia.
6) Menjelaskan tanda dan gejala pada anemia.
7) Menjelaskan komplikasi yang timbul pada anemia.
8) Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada anemia.

5
9) Menjelaskan penatalaksanaan pada anemia.
10) Menjelaskan peran perwat dalam pengambilan keputusan.
11) Menjelaskan advokasi keperawatan.
12) Menjelaskan informed consent dalam keperawatan

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Mahasiswa mengetahui tentang definisi anemia.
2) Mahasiswa mengetahui tentang klasifikasi pada anemia.
3) Mahasiswa mengetahui tentang etiologi pada anemia.
4) Mahasiswa mengetahui tentang patofiaiologi pada anemia.
5) Mahasiswa mengetahui tentang WOC dari anemia.
6) Mahasiswa mengetahui tentang tanda dan gejala pada anemia.
7) Mahasiswa mengetahui tentang komplikasi yang timbul pada anemia.
8) Mahasiswa mengetahui tentang pemeriksaan penunjang pada anemia.
9) Mahasiswa mengetahui tentang penatalaksanaan pada anemia.
10) Mahasiswa mengetahui tentang peran perwat dalam pengambilan
keputusan.
11) Mahasiswa mengetahui tentang advokasi keperawatan.
12) Mahasiswa mengetahui tentang informed consent dalam keperawatan

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Anemia


Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar
Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat
(Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan
oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi
sel darah merah. (Guyton,1997).
Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan
system saraf yaitu diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter,
dendritogenesis dan metabolism saraf. Kekurangan zat besi sangat
mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi.
Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga mempengaruhi
ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja. Bila
kekurangan zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan
risiko perinatal serta mortalitas bayi.

2.2. Klasifikasi Anemia


Berdasarkan Sudoyo, et al (2010) anemia diklasifikasikan menurut
beberapa hal, yaitu:
1. Klasifikasi menurut etiopatogenesis
a) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
i. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat

7
- Anemia defisiensi vitamin B12
ii. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronis
- Anemia sideroblastik
iii. Anemia defisiensi vitamin B12
- Anemia aplastic
- Anemia mieloptisik
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
b) Anemia akibat hemoragi
i. Anemia pasca perdarahan akut
ii. Anemia akibat perdarahan kronik
c) Anemia hemolitik
i. Anemia hemolitik intrakorpuskular
- Gangguan membran eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi
G6PD
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati): thalassemia dan
hemoglobinopati struktural
ii. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia hemolitik mikroangiopatik
- Lain-lain
d) Anemia dengan penyebab yang tidak diketahui atau dengan pathogenesis
yang kompleks
2. Klasifikasi berdasarkan gambaran morfologi
a) Anemia hipokromik mikrositer: bila MCV 95 fl.
3. Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan Berikut adalah klasifikasi
menurut WHO (2014)

Populasi Anemia

8
Non Anemia Ringan Sedang Berat
Anak-anak usia 6-59
11 atau lebih 10-10,9 7-9,9 <7
bulan
Anak-anak usia 5-11
11,5 atau lebih 11-11,4 8-10,9 <8
tahun
Anak-anak usia 12-14
12 atau lebih 11-11,9 8-10,9 <8
tahun
Tabel 2.1. Level Hemoglobin
Sumber: WHO (2014)

2.3. Etiologi Anemia


Penyebab anemia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia defisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient yang dapat
menimbulkan anemia pernisiosa dan anemia asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastic dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma
2. Kehilangan darah :
a. Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi secara
mendadak
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorrhagia
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolysis). Hemolysis dapat terjadi
karena:
a. Faktor bawaan, misalnya : kekuranagn enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit
b. Faktor yang didapat, yaitu : adanya bahan yang dapat merusak eritrosit,
misalnya ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggolongan
obat.

9
4. Bahan baku pembentuk eritrosit tidak ada, yaitu protein, asam folat,
vitamin B12, mineral Fe.
Menurut Sudoyo, et al (2010) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala
yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya anemia
disebabkan oleh karena: 1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum
tulang 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan) 3) Proses penghancuran
eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
2.4. Patofisiologi Anemia
Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat efek sel darah merah
yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil
samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar: 1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum

10
tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

2.5. Tanda Gejala Anemia Pada Anak


Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain :
 Penurunan kinerja fisik
 Gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan
perilaku
 Anorexia (badan kurus kerempeng serta perkembangan kognitif yang
abnormal pada anak)
 Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan
 Cara mudah mengenal anemia, yakni : lemah, letih, lesu, lelah.
 Gejala lain adalah munculnya pucat pada bagian kelopak mata bawah.
 Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan
kepala terasa melayang
Tanda dan gejala anak anemia sebenarnya bisa dideteksi oleh orang
tua. Bagaimana orang tua bisa mengenali tanda anemia pada anak itulah adalah
salah satu cara untuk bisa menangani semenjak awal anemia ini dan juga
memberikan pengobatan anemia itu sendiri. Tanda anemia anak bisa berupa :
- Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa
keseluruh tubuh berkurang karena media trasportnya berkurang (Hb)
kurang sehingga tentunya yang membuat energy berkurang dan dampaknya
adalah 3L, lemah, letih dan lesu
- Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas, karena
darah yang membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak
berkurang pula dan berdampak pada indra penglihatan dengan pandangan
mata yang berkunang-kunang
- Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi
- Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
- Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan
tanda-tanda detak jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki

11
2.6.WOC Anemia

Gangguan pembentukan Kehilangan darah Meningkatnya pemecahan


eritrosit (perdarahan) eritrosit (himolisis)

Kegagalan sum-sum atau


kehilangan sel darah merah berlebih

Destruksi sel darah merah

ANEMIA

Anoreksia Hb kurang Anoreksia

Warna
Lemah Oksigen keseluruh Oksigen
kulit Hb turun
tubuh berkurang ke otak
pucat
Cepat lelah berkurang MK :

Energi berkurang Defisit


MK : MK : Mata
Nutrisi
Intoleransi Perfusi berkunang -
Tampak lesu (D.0019)
Aktivitas Perifer tidak kunang
(D.0058) Efektif
MK :
(D.0009) MK : Resiko
Keletihan 12
Cedera
(D.0057)
(D.0136)
2.7.Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak
kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi
pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga
hematokrit mendadak menurun. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan
ginjal dapat berlangsung progresif.
Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis,
serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena
kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan
infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulang sehingga akhirnya
ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat
mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999)

2.8. Pemeriksaan Penunjang


 Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih,
kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung
trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin
parsial.
 Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity
serum
 Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis
serta sumber kehilangan darah kronis.

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang:
1) Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2) Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam
folat

13
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3) Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan
yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat
darah, sehingga Hb meningkat.
4) Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
5) Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensidisebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selamahidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.

2.10. Peran Perawat dalam Pengambilan Keputusan


A. Definisi etik
Etik adalah suatu norma yang mengatur seseorang untuk berperilaku secara
baik dan buruk. (Pastur scalia, 1971).
Dari pengertian diatas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang
menentukan bagaimana seharusnyamanusia hidup didalam masyarakat yang
mengatur seseorang dalam berperilaku.
B. Tipe-tipe etika
1. Bioetika
Bioetika adalah ilmu mempelajari tentangpermasalahan etik yang
berhubungan dengan masalah biologi dan pengobatan.

14
2. Clinical ethics/etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperlihatkan pada
masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien.
3. Nursing ethics/etik perawatan
Etika keperawatan dapat diartikan sebagai landasan yang dipakai dalam
pelaksanaan praktek keperawatan, mengarah pada tagging jawab dan moral.
(k2-nurse, 2009)
C. Prinsip-prisip etik
1. Otonomi (autonomy)
Prinsip otonomi adalah prinsip dimana seseorang mampu untuk membuat
keputusan secara mandiri tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Praktik
professional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tetang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (beneficience)
Beneficience berarti, melakukan sesuatu yang baik dan memberikan
manfaat bagi klien dan pasien
3. Keadilan (justice)
Prinsip keadilan merupakn melakukan tindakan berdasarkan prinsip legal
moral dan kemanusiaan. Melakukan sesuatu secara seimbang berdasarkan
hokum, standar praktik dan kayakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
pada klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Menyampaikan sesuatu
secara benar, akurat, komprehensif, dan objektif untuk memfasilitasi
pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6. Menepati janji ( fidelity)

15
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan adalah
kewajiban seorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya kepada pasien.
7. Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak
ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan
oleh klien dengan bukti persetujuan. ( Geoffry hunt. 1994)
D. DILEMA ETIK
Dilema etik adalah situasi yang dihadapi seseorang untuk membuat suatu
keputusan mengenai perilaku yang layak harus dibuat (Arens dan Loebbecke,
1991). Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema
etik tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi
dilema tersebut yaitu:
a) Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
b) Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
c) Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang akan
dipengaruhi dilema
d) Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
e) Menentukan konsekuensi yang mungkin dari setiap alternatif
f) Menetapkan tindakan yang tepat
1. Model Pemecahan Masalah (Megan,1999)
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil

2. KerangkaPemecahan Dilema Etik (Kozler & Erb,2004)

16
a. Mengembangkan data dasar
- Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
- Apa tindakan yang diusulkan
- Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
- Apa konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya
4. Langkah-langkah Menurut Thompson & Thompson (1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual

17
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklarifikasi situasi
c. Mengidentifikasi isu etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan profesional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
2.11. Advokasi Keperawatan
Advokasi adalah tindakan membela hak-hak pasien dan bertindak atas nama
pasien. Perawat mempunyai kewajiban untuk menjamin diterimanya hak-hak
pasien. Perawat harus membela pasien apabila haknya terabaikan (Vaartio,
2005; Blais, 2007). advokasi juga mempunyai arti tindakan melindungi,
berbicara atau bertindak untuk kepentingan klien dan perlindungan
kesejahteraan (Vaartio, 2005). Seringkali pasien mengalami ketakutan dan
kecemasan berlebihan terhadap penyakitnya.
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat
bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan
keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam
menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
keperawatan.
Perawat adalah salah satu anggota tim kesehatan yang bekerja dengan anak
dan orang tua. Beberapa peran peran penting seorang perawat anak adalah
sebagai pembela advokasi. Pendidik ,konselor, koordinator,pembuat keputusan
etik,perencana kesehatan,pembina hubungan terapeutik, pemantau ,evaluator
,dan peneliti.perawat dituntut sebagai pembela bagi anak / keluarganya pada
saat mereka membutuhkan pertolongan, tidak dapat mengambil
keputusan/menentukan pilihan, dan meyakinkan keluarga untuk menyadari
pelayanan yang tersedia,pengobatan , dan prosedur yang dilakukan dengan cara
melibatkan keluarga (Supartini,2012).

18
Perawat berperan sebagai pendidik baik secara langsung dengan memberi
penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua anak maupun secara tidak
langsung dengan menolong orang tua anak maupun secara tidak langsung
dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan
anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap pendidikan kesehatan dapat mencakup
pengertian dasar tentang penyakit anaknya ,perawatan anak selama anak
dirawat di rumah sakit,serta perawatan lanjut untuk persiapan pulang ke rumah
.tiga dominan yang dapat di ubah oleh perawat melalui pendidikan kesehatan
adalah pengetahuan,keterampilan,serta sikap keluarga dalam hal kesehatan ,
khususnya perawatan anak sakit (Supartini,2012).
Perawat sebagai advocator anak
Sebagai konsoler , perawat dapat memberi konseling keperawatan ketika
anak dan orang tuanya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan
konseling dengan pendidikan kesehatan dengan cara mendengarkan segala
keluhan, melakukan sentuhan, dan hadir secara fisik perawat dapat bertukar
pikir dengan dan pendapat dengan orang tua tentang masalah anak dengan
orang tuanya ,membantu mencarikan alternatif pemecahannya
(Supartini,2012).
Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan kordinasi dan
kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya ,dengan tujuan terlaksananya
asuhan holistik dan komperhensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk
menjadi kordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada disamping
pasien. Keluarganya adalah mitra perawat. Oleh karena itu kerja perawat
membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian
proses perawatan anak harus melibatkan keluarga secara aktif (Supartini,2012).
Perawat di tuntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan dengan
berdasarkan dengan nilai moral yang diyakini dengan penekanan pada hak
pasien untuk mendapatkan otonomi , menghindari hal-hal yang merugikan
pasien, dan keuntungan asuhan keperawatan , yaitu meningkatkan
kesejahteraan anak . Perawat yang paling mengerti tentang layanan
keperawatan anak. Oleh karena itu ,perawat harus dapat meyakinkan pemegang
kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan pelayanan keperawatan yang

19
diajukan dapat memberi dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan anak (Supartini,2012).
2.12. Informed consent
a. Definisi
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat, setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien (Peraturan Menteri
Kesehatan No. 290 Tahun 2008)
b. Latar belakang diperlukan informed kconsent
Perlunya informed consent dilatarbelakangi oleh hal-hal dibawah ini (
Sofwaan Dahlan, 2000):
 Tindakan medis merupakan upaya yang penuh dengan ketidak-pastian,
dan hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan secara matematis.
 Hampir semua tindakan medis memiliki risiko, yang bisa terjadi dan
bisa juga tidak terjadi.
 Tindakan medis tertentu sering diikuti oleh akibat ikutan yang sifatnya
tidak menyenangkan bagi pasien. Sebagai contoh, operasi pengangkatan
Rahim pasti akan diikuti oleh kemandulan
 Semua risiko tersebut jika benar-benar tejadi akan ditanggung dan
dirasakan sendiri oleh pasien, sehingga sangatlah logis bila pasien
sendirilah yang paling utama untuk dimintai persetujuan.
 Risiko yang terjadi ataupun akibat ikutannya sangat mungkin sulit atau
bahkan tidak dapat diperbaiki.
 Semakin kuatnya pengaruh pola hidup konsumerisme, walaupun harus
diingat bahwa otonomi pasiemn dibatasi oleh otonomi profesi
c. Tindakan medis yang memerlukan informed consent
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dan
peraturan menteri kesehatn No. 290 Tahun 2008, maka semua tindakan
medis/kedokteran harus mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya
adalah non-celective. Hanya disebutkan bahwa tindakan medis yang
berisiko tinggi harus mendapatkan informed consent secara tertulis (written
consent).

20
Pada keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak di perlukan
informed consent. Dalam konteks praktik dilapangan informed consent tetap
merupakan hal penting, namun tidak boleh menjadi penghalang bagi
tindakan penyelamatan jiwa.
Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis tetap dapat dilakukan
oleh dokter walaupun tanpa persetujuan orang tua dengan syarat:
 Tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan tindakan medis
terapeutik, bukan eksperimental
 Tanpa tindakan tersebut anak akan mati, dan
 Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau peluang pada anak
untuk hidup normal, sehat dan bermanfaat.
d. Siapa yang berhak menerima informed consent
Hak untuk memberikan informed consent adalah sebagai berikut:
 Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan
 Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
 Untuk pasien tidak akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau
wali, atau kuratornya
 Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan,
kecuali untuk tindakan medis tertentu harus disertai persetujuan
pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai pengaruh bukan
saja terhadap pasien , namun juga terhadap pasangannya sebagai satu
kesatuan yang utuh, dan akibatnya irreversible.
e. Cara pemberian informed consent
Informed consent dapat diberikan oleh pasangan atau keluarganya jiak
pasien tidak berkompeten melalui tiga macam cara, yaitu:
1. Terucap (oral consent)
2. Tersurat (written consent)
3. Tersirat ( implied consent)
Semua cara tersebut sah, hanya saja untuk tidakan medis berisiko tinggi,
harus diberikan secara tersurat/tertulis.
Untuk informed consent yang tidak tertulis , dibatasi untuk tindakan-
tindakan medis yang:

21
1. Risikonya kecil
2. Ada saksi (misalnya perawat, bidan, dll)
3. Dicatat dalam rekam medis pasien dengan mencantumkan tanggal,
waktu, dan nama penerima informasi serta saksi.
f. Syarat sah dan pembatalan informed consent
Sarat syahnya informed consent:
 Voluntary (suka rela, tanpa unsur paksaan)
 Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
 Conscious (dengan kesadaran)
 Naturally (sesuai kewajaran)
Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F,
yaitu force (paksaan), fear (rasa takut), dan fraud ( diperdaya).
Sedangkan naturally maknanya sesuai kewajaran disertai iktikad
baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal yang dilarang oleh hokum.
Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan
bahwa ….”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi
sesuatu yang merugikannya”.

Pembatalan informed consent:


informed consent dapat dibatalkan:
 Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum
dilakukan, atau secara medis tidak mungkin lagi untuk
dibatalkan.
 Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga
terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh
anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh keluarga lainnya
yang mempunyai keedudukan hokum lebih berhak untuk
bertindak sebagai wali.
Dalam hukum perdata, suami atau istri dari pasien lebih berhak dari pada
anak atau orang tuanya.

22
BAB III
NASKAH ROLEPLAY
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN ADVOKASI PADA ANAK
ANEMIA

23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa anemia adalah
kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah
yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah.
(Guyton,1997). Penyebab anemia diantaranya adalah gangguan produksi
eritrosit, kehilangan darah, meningkatnya hemolysis, serta ketiadaan bahan
baku pembentuk eritrosit. Tanda dan gejala anemia pada anak diantaranya
anak terlihat lesu, mata berkunang-kunang, penurunan daya pikir (sulit
berkonsentrasi), daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang
penyakit, pembengkakan pada tangan dan kaki, hingga kematian.
Komplikasi yang dapat timbul antara lain: infeksi, infark tulang,
nekrosis aseptic, kelainan ginjal, hingga berakhir dengan impotensi.
Penatalaksanaan anemia dibedakan sesuai jenis anemia, meliputi: anemia
aplastik dengan transplantasi sumsum tulang dan pemberian terapi
imunosupresif, anemia pada penyakit ginjal dan defisiensi besi dengan
pemberian besi dan asam folat, anemia kronis diberikan eritropoetin
rekombinan, dan pada anemia megaloblastik dengan peningkatan vit. B12
dan asam folat.

4.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien
Anak dengan Anemia ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan
dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan pada
pasien anak yang mengalami anemia.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan.

24
DAFTAR PUSTAKA

British Nutrition Foundation. Iron. Nutritional and physiological


Significance.Chapman & Hall. 1995
ILSI Europe. Healthy, lifestyle: Nutrition and Physical Activity, ILSI Press. 2000
Blais, Kathleen Koenig. (2007). Praktik keperawatan profesional : Konsep dan
perspektif (4 ed.). Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Masruroh H, Joko P, Abdul G. (2014). Buku pedoman keperawatan. Yogyakarta:
Indoliterasi.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2007.
Supartini. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC

25

Anda mungkin juga menyukai