Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Ns. Andri Yulianto, S.Kep., M.Kes

Disusun oleh:

Kelompok 10

Eva Nuryani 2021205201008


Salwa Shafa Az-zahra 2021205201011
Widiatun Marcela Putri 2021205201009
Miftahul Jannah 2021205201040
Diska Ratna Diana 2021205201020

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat dan kasih
sayang- Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
dilimpahkan kepada junjungan seluruh alam, Nabiyyana Wanabiyyana Muhammad
SAW. Kepada keluarganya sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita
selaku umatnya diakhir zaman. Amiiin. Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat- Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas dari materi kuliah Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Anemia” hingga selesai.

Di dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan-
kekurangan mengingat keterbatasannya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
sebab itu, sangat di harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun untuk melengkapkan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Pringsewu, 26 Februari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anemia ...................................................................................... 7
2.2 Etiologi ................................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi, Manifestasi Klinis, dn Pemeriksaan Laboratorium ............. 8
2.4 Patofisiologi ............................................................................................ 13
2.5 Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 14
2.6 Asuhan Keperawatan .............................................................................. 16
2.6.1 Pengkajian ................................................................................ 16
2.6.2 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul ........................ 19
2.6.3 Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi Keperawatan .................... 19

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 24
3.2 Saran ....................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah
merah yang mengakibatkan penurunan jumlah hemoglobin dan hematokrit
di bawah 12 g/dL. Asupan protein dalam tubuh sangat membantu
penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerja sama dengan rantai
protein mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi.
Selain itu vitamin C dalam tubuh harus tercukupi karena vitamin C
merupakan reduktor, maka di dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan
tetap dalam bentuk ferro sehingga lebih mudah diserap. Selain itu vitamin
C membantu transfer zat besi dari darah ke hati serta mengaktifkan enzim-
enzim yang mengandung zat besi. (Brunner & Suddarth, 2000:22)

Anemia merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi jutaan orang di


negara-negara berkembang dan tetap menjadi tantangan besar bagi
kesehatan manusia. Prevalensi anemia di perkirakan 9% di negara maju
sedangkan di negara berkembang prevalensinya 43%. Anak-anak dan
wanita usia subur merupakan kelompok yang paling beresiko. Prevalensi
terutama tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet dan atau
kehilangan darah akibat infeksi parasit yang dapat membawa dampak yang
besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik.
Sementara WHO dalam Worldwide Prevalence of Anemia melaporkan
bahwa total keseluruhan penduduk dunia yang menderita anemia adalah
1,62 miliar orang dengan prevalensi pada anak sekolah dasar 25,4% dan 305
juta anak sekolah diseluruh dunia menderita anemia (WHO,2013)

Di Indonesia sendiri masalah anemia juga merupakan salah satu masalah


utama. Prevalensi anemia secara nasional menurut Riset kesehatan dasar
(Riskesdas, 2007) yaitu sebesar 11,9% dan sebagian besar yang terkena

4
anemia adalah anak-anak usia 1 sampai 4 tahun yaitu sebesar 27,7%, 2
sementara penderita anemia pada usia 5 tahun keatas prevalensinya lebih
rendah yaitu 9,4% (Riskesdas, 2007).

Usia anak sekolah merupakan golongan yang rentan terhadap masalah gizi
karena anak berada dalam masa pertumbuhan dan aktivitas yang tinggi
sehingga memerlukan asupan gizi yang tinggi pula Umumnya anemia
asemtomatoid pada kadar hemoglobin diatas 10 g/dL, tetapi sudah dapat
menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental. Bahaya anemia yang
sangat parah bisa mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan juga organ
tubuh lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Masyarakat Indonesia
masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi karena itu
prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi. Dampak
anemia pada anak balita dan anak sekolah adalah meningkatnya angka
kesakitan dan kematian, terhambatnya pertumbuhan fisik dan otak,
terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan. Anakanak
yang menderita anemia terlihat lebih penakut dan menarik diri dari
pergaulan sosial, tidak bereaksi terhadap stimulus dan lebih pendiam.
Kondisi ini dapat menurunkan prestasi belajar anak disekolah
(Kusumawati,2005:124)

Asuhan keperawatan pada anak dengan masalah anemia dilakukan agar


terpenuhinya kebutuhan cairan dan nutrisi pada anak dengan anemia. Di
harapkan agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada anak dengan anemia dengan memperhatikan aspek preventif, promotif,
kuratif maupun rehabilitatif yaitu dengan memberikan pendidikan
kesehatan tentang bahaya dan pencegahan anemia kepada anak dan juga
orang tua, pemberian sayur dan buah hijau dan juga pemberian suplemen
penambah darah agar dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian
yang diakibatkan dari penyakit anemia

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari anemia pada anak?
2. Bagaimana etiologi terjadinya anemia pada anak ?
3. Bagaimana kualifikasi, manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium
dari anemia pada anak ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya anemia pada anak ?
5. Apakah saja penatalaksanaan medis yang dilakukan terhadap anemia
pada anak?
6. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan anemia ?

1.3 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan
anak dengan penyakit anemia
B. Tujuan Khusus
1. Memahami definisi dari penyakit anemia pada anak
2. Mengerti dan memahami etiologi terjadinya anemia pada anak
3. Dapat mengerti dan memahami kualifikasi, manifestasi klinis dan
pemeriksaan laboratorium pada anak
4. Mengerti patofisiologi dari penyakit anemia pada anak
5. Memahami penatalaksanaan medis anemia pada anak
6. Dapat mengetahui bagaimana cara membuat asuhan keperawatan
anak dengan anemia

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin dan atau jumlah eritrosit lebih
rendah dari nilai normal. (Mansjoer, 2001). Istilah anemia mendeskripsikan
keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini, kemampuan darah
untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen
untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak.
(Wong,2009:1115)

Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit


serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel
yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi
bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan darah pada
masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.

2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya anemia dapat dikelompokkan sebagai berikut :


1) Perdarahan
a. Akut : karena trauma yang terjadi secara mendadak
b. Kronis : karena perdarahan pada saluran pencernaan atau menorhagia
2) Gangguan pembentukan sel darah merah (eritrosit)
a. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma
b. Perubahan sintesa hemoglobin (Hb) sehingga dapat menimbulkan
anemia defisiensi zat besi, thalasemia, dan anemia infeksi kronik
c. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemia pernisiosa dan anemia defisiensi asam folat

7
d. Gangguan pada sel induk (stem sel) sehingga menimbulkan anemia
aplastik dan leukimia
e. Bahan baku pembentukan eritrosit tidak ada, seperti asam folat, zat besi,
dan vitamin B12.
3) Meningkatnya proses pemecahan eritrosit (hemolisis)
a. Faktor didapat : adanya zat yang dapat merusak eritrosit, misalnya
ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat
acetosal
b. Faktor bawaan : kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit)

2.3 Klasifikasi, Manifestasi Klinis, dan Pemeriksaan Laboratorium

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologis :

1. Normochromic, normocytic anemia (normal MCHC, normal MCV).


a. Anemias of chronic disease
b. Hemolytic anemias
c. Anemia of acute hemorrhage
d. Aplastic anemias
2. Hypochromic, microcytic anemia (low MCHC, low MCV).
a. Iron deficiency anemia
b. Thalassemias
c. Anemia of chronic disease (rare cases)
3. Normochromic, macrocytic anemia (normal MCHC, high MCV).
a. Vitamin B12 deficiency
b. Folate deficiency

8
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi :
1. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah merah
dalam darah perifer, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada
satu, dua, atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik,
dan trombopoetik).
a. Eritroblastopenia : aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik
b. Agranulositosis: aplasia yang mengenai sistem granulopoetik
c. Amegakariositik Trombositopenik Purpura (ATP) : aplasia yang
mengenai sistem trombopoetik
d. Panmieloptisis/Pansitopenia (anemia aplastik) : aplasia pada ketiga
sistem hemopoetik

Anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang pada usia muda muda baru akan terlihat
pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian.
Etiologi :
a. Faktor kongenital : Sindrom Fanconi yang biasanya disertai dengan
kelainan bawaan seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari,
kelainan ginjal, dan sebagainya.
b. Faktor didapat : bahan kimia seperti benzene, insektisida, zat pewarna;
obat-obatan seperti kloramfenikol, mesantoin, sulfonamida, dan agen
kemoterapeutik; radiasi; infeksi seperti hepatitis, TB miler;
karsinoma; penyakit ginjal
c. Idiopatik : mungkin faktor imunologik

Pemeriksaan Hematologis dan Manifestasi Klinis yang ditimbulkan


a. Retikulositopenia, sehingga kadar Hb, hematokrit dan jumlah eritrosit
menurun : anoreksia, gagal jantung, sianosis, letargi, takikardia,
dispnea
b. Leukopenia : hipertermi, infeksi berulang

9
c. Trombositopenia : ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan saluran
cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat
d. Umumnya tidak disertai dengan ikterus, pembesaran limpa, hepar,
maupun kelenjar getah bening
e. Pansitopenia berat dapat menyebabkan perdarahan masif
f. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang memperlihatkan konversi sumsum
tulang merah ke kuning, sumsum tulang lemak dengan kehilangan
hampir seluruh aktivitas hemopoetik.

2. Anemia Hemolitik
Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Merupakan dampak apabila ada
ketidaksesuaian atau isoimunisasi antara darah fetal dan darah ibu. Pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
Gejala umum disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit dan
keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap
penghancuran tersebut. Sehingga akan terbentuk lebih banyak sistem
eritropoetik dalam darah perifer, yang ditunjukkan dengan banyaknya
eritrosit berinti dan peningkatan jumlah retikulosit. Limpa umumnya
membesar karena merupakan tempat penyimpanan eritrosit yang
dihancurkan, sehingga kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin.
Pada kondisi kronis, terdapat kelainan tulang rangka akibat hiperplasia
sumsum tulang.
Penyebab anemia hemoilitik diduga sebagai berikut :
a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim C6PD
b. Didapat, misalnya infeksi, sepsis, penggunaan obat, dan maligna

3. Anemia Defisiensi Zat Besi


Diakibatkan kekurangan intake zat besi atau tidak sesuai pemakaian
didalam sumsum tulang, terhalangnya pelepasan dalam sel-sel
reticuloendotelial dan gangguan absorbsi. Anemia defisiensi zat besi
disebabkan oleh suplai zat besi yang tidak adekuat untuk pembentukan

10
eritrosit normal, sehingga menyebabkan bentuk eritrosit yang lebih kecil,
massa berkurang, konsentrasi hemoglobin dan kapasitas darah
mengangkut oksigen menurun.
Ditinjau dari umur penderita, etiologi anemia defisiensi zat besi dapat
digolongkan menjadi :
a. Bayi dibawah usia 1 tahun
1) Kekurangan zat besi sejak lahir, misalnya pada prematuritas, bayi
kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia
2) Pemberian makanan tambahan yang terlambat
b. Anak umur 1-2 tahun
1) Infeksi berulang, misalnya enteritis, bonkopneumonia, dan
sebagainya
2) Diet yang tidak adekuat
c. Anak umur lebih dari 5 tahun
1) Kehilangan darah kronis karena infeksi parasit, misalnya
ankilostomiasis, amubiasis
2) Diet yang tidak adekuat

Secara normal tubuh hanya memerlukan zat feritin dalam jumlah sedikit.
Oleh karena itu, ekskresi besi juga sangat sedikit. Kekurangan zat besi
mengakibatkan kekurangan Hb, karena pembuatan eritrosit mengalami
penurunan. Selain itu, eritrosit yang terbentuk akan mengandung Hb
dalam jumlah yang sedikit, sehingga bentuk selnya akan menjadi
hipokromik mikrositik (bentuk eritrosit kecil).

Pemberian zat Fe yang berlebihan dalam makanan dapat menyebabkan


hemosiderosis (pigmen Fe yang berlebihan akibat penguraian Hb) dan
hemokromatosis (timbunan Fe yang berlebihan dalam jaringan).

Anemia defisiensi zat besi terjadi dalam beberapa tahap, yaitu :

a. Tahap 1 ditandai dengan deplesi hemosiderin, feritin, dan


penyimpanan zat besi lainnya yang terdapat di sumsum tulang, hepar,
dan limpa

11
b. Tahap 2 ditandai dengan kurangnya pengangkutan zat besi sehingga
terjadi penurunan saturasi transerin zat besi
c. Tahap 3 ditandai dengan defisit transportasi zat besi

Manifestasi Klinis:

a. Lemas, lekas lelah


b. Cianosis pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan, dasar kuku
c. Konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly
white)
d. Iritabel
e. Papil lidah atrofi
f. Pot Belly : perut buncit pada anak MEP dengan infestasi ankylostoma
g. Pada MEP yang berat dapat ditemukan hepatomegali dan diatesis
hemoragik
h. Pica
i. Takikardia
j. Kuku rapuh dan berbentuk sendok

Pemeriksaan laboratorium:
1. Gambaran eritrosit mikrositik (MCV menurun) hipokromik (MCH
menurun)
2. Kadar Hb dan Ht rendah
3. Serum Iron (SI) rendah dan Iron Binding Capacity (IBC) meningkat
4. Tidak terdapat zat besi dalam sumsum tulang

4. Anemia Pernisiosa
Disebabkan karena tidak adanya faktor dalam darah yang diperlukan untuk
perbaikan vitamin B12 (kobalamin) dalam pembentukan sl-sel darah merah.
Pada anemia pernisiosa, bentuk eritrositnya makrositik normokromik
(ukuran RBC besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal).

12
5. Anemia Akibat Perdarahan
Ulkus yang berdarah, ulcerative colitis, dan penyakit gastrointestinal yang
hebat dapat kehilangan darah secara perlahan, sehingga berakhir dengan
anemia. Dapat juga setelah pembedahan dan pada luka trauma.
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi refleks
kardiovaskular yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran
darah ke organ yang kurang vital, dan penambahan aliran darah ke organ
vital (otak dan jantung). Selain itu, akan terjadi pergeseran cairan
ekstravaskular ke intravaskular agar tekanan osmotik dapat dipertahankan.
Akibatnya terjadi hemodilusi dengan gejala :
a. Penurunan hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit
b. Leukositosis
c. Gagal jantung
d. Kelainan cerebral akibat hipoksemia
e. Oliguria/anuria

2.4 Patofisiologi

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam

13
sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia).

Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein


pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin
akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalamurin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:
1) Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;
2) Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

2.5 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan anemia umumnya ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a) Pemberian steroid androgenik disertai kortikosteroid (misalnya
testosteron, prednison) untuk menstimulasi eritropoiesis
b) Pemberian antibiotika yang tidak menyebabkan depresi sumsum
tulang, misalnya ALG/ATG
c) Transfusi darah diberikan pada keadaan perdarahan masif, perdarahan
organ, trombosit kurang dari 20.000/mm3
d) Transplantasi sumsum tulang memberikan prognosis yang lebih baik
sebesar 80% selama 3 tahun (transplantasi sumsum tulang sebelum
transfusi darah dapat menurunkan reaksi penolakan tubuh)
e) Uji dipstik untuk melihat darah dalam urine dan tes guaiac untuk darah
dalam feses, sebagai pemantauan terhadap kecenderungan perdarahan
abnormal
f) Pantau efek samping terapi steroid (iritasi lambung, edema, enfeksi,
hipertensi, peningkatan BB), androgen (peningkatan BB, suara

14
memberat, peningkatan pertumbuhan rambut), dan ATG/ALG
(demam, menggigil, ruam, trombositopenia)

2. Anemia pada defisiensi besi


a) Dicari penyebab defisiensi besi
b) Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
c) Transfusi (untuk kasus yang berat, kasus infeksi berat, disfungsi jantung,
atau pembedahan darurat)
d) Awasi efek samping preparat zat besi : mual, muntah, diare atau
konstipasi, feses berwarna hitam atau hijau, dan perubahan warna gigi
3. Anemia megaloblastik
a) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
b) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c) Penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari,
secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.

15
2.6 Asuhan Keperawatan
2.6.1 Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Gambaran yang jelas tentang gejala-gejala antara awitan, durasi,
lokasi, dan factor pencetus. Tanda dan gejala utama dapat
mencakup:
1) Keletihan, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, dan depresi.
2) Anorexia dan penurunan BB.
3) Kecenderungan perdarahan dan memar, antara menstruasi
berat dan epistaksis.
4) Infeksi yang sering
5) Nyeri tulang dan sendi
b. Kaji riwayat prenatal, individu, dan keluarga terhadap factor-
faktor resiko gangguan hematologic.
1) Faktor risiko riwayat prenatal: Rh bayi-ibu atau
inkompatibilitas ABO.
2) Factor risiko riwayat individu antara lain prematuritas,
BBLR, diet kurang besi atau diet berat dengan susu sapi
(selama masa bayi), perdarahan (mis., menstruasi berat),
kebiasaan diet, atau pajanan terhadap inveksi virus. Factor
resiko riwayat keluarga antara lain riwayat anemia sel sabit,
atau gangguan perdarahan.

2. Manifestasi Umum
a. Kelemahan otot
b. Mudah lelah : sering istirahat, napas pendek, proses menghisap
yang buruk (bayi)
c. Kulit pucat : pucat lilin terlihat pada anemia berat
d. Pica

16
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada
sebagian besar gangguan hematologic. Namun takikardi dan
takipnea mungkin harus diperlukan.

b. Inspeksi
1) Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie, ekimosis,
tanda-tanda pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna
kecklatan yang mungkin terlihat.
2) Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina,
atau pandangan kabur mungkin terlihat.
3) Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat.
4) Neurologic. Kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin
terlihat.
5) Musculoskeletal. Pembengkakan sendi mungkin terlihat.
Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan
menstruasi yang berlebihan atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
1) Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu pengisian
kapiler.
2) Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin dapat
dipalpasi.
3) Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali mungkin dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
1) Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
2) Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung
kongestif pada dapat diauskultasi.

17
4. Temuan pemeriksaan labolatorium dan uji diagnostik
a. Hitung darah lengkap (HDL) memberikan gambaran lengkap
yang jelas tentang elemen-elemen pembentuk darah.
1) Hitung SDM menentukan jumlah SDM total setiap
sentimeter kubik darah.
2) Hitung SDP merupakan pengukuran jumlah total leukosit
yang bersirkulasi.
3) Hitung SDP diferensial (granulosit dan agrabulosit)
membedakan SDP berdasarkan lima tipe sel – neutrófil,
eosinófilo, basófilo (granulosit), limfosit, dan monosit
(agranulosit).
4) Hemoglobin (Hb) dikaji untuk menentukan anemia, tingkat
keparahan, dan respons terhadap pengobatan.
5) Hematokrit (Ht) menentukan massa SDP dengan pengukuran
ruang dalam kantung SDM.
6) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular
volume) adalah untuk mengetahui ukuran SDM individu.
7) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular
hemoglobin) mengukur barat rata-rata hemoglobin dalam
SDM.
8) Konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC,
mean corpuscular hemoglobin concentration) mengukur
konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam SDM.
9) Hitung trombosit mengukur jumlah total trombosit yang
bersirkulasi untuk mengevaluasi gangguan perdarahan.
b. Hitung retikulosit membantu membedakan berbagai tipe
anemia.
c. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi sebagai alat diagnosis
banding gangguan perdarahan.
d. Kapasitas pengikatan besi total (TIBC, total iron-binding
capacity), feritin dan zat besi, dan transferin digunakan dalam
mengevaluasi anemia.

18
e. Temuan aspirasi sumsum tulang sebagai alat bantu dalam
mendiagnosis anemia aplastik dan gangguan lain.

2.6.2 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Gangguan perfusi jaringan perifer
b. Perubahan cardiac output
c. Keletihan
d. Intoleransi aktivitas
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
g. Resiko infeksi

2.6.3 Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Evaluasi

1. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.


Tujuan:

- Pasien dan keluarga mendapatkan pengetahuan tentang


gangguan, tes diagnostik, dan pengobatan.
Intervensi (rasional):

1) Siapkan anak untuk tes (untuk menghilangkan ansietas/rasa


takut).
2) Tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi (untuk
memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan
komplikasi).
3) Jelaskan tujuan pemberin komponen darah (untuk
meningkatkan pemahaman terhadap gangguan, tes
diagnostik, dan pengobatan).
Evaluasi:

- Anak dan keluarga menunjukkan ansietas yang minimal.


- Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang
gangguan, tes diagnostik, dan pengobatan.

19
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
Tujuan:

- Pasien mendapatkan istirahat yang adekuat.


- Pasien menunjukkan pernapasan normal.
- Pasien mengalami stres emosional.
- Pasien menerima elemen darah yang tepat.
Intervensi (rasional):

1) Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardia, palpitasi,


takipnea, napas pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing,
kunang-kunang, berkeringat, dan perubahan warna kulit) dan
keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang,
tidak dapat mentoleransi aktivitas tambahan) (untuk
merencanakan istirahat yang tepat).
2) Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
yang mungkin di luar batas toleransi anak (untuk mencegah
kelelahan).
3) Beri aktivitas bermain pengalihan (yang meningkatkan
istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik
diri).
4) Pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan minat yang
sama yang memerlukan aktivitas terbatas (untuk mendorong
kepatuhan pada kebutuhan istirahat).
5) Rencanakan aktivitas keperawatan (untuk memberikan
istirahat yang cukup).
6) Bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik
(mengurangi akan kebutuhan oksigen).
7) Pertahankan posisi semifowler – tinggi (untuk pertukaran
udara yang optimal).

20
8) Beri oksigen suplemen (untuk meningkatkan oksigen ke
jaringan).
9) Ukur tanda vital selama periode istirahat (untuk menentukan
nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas).
10) Antisipasi peka ransangan anak, rentang perhatian yang
sempit, dan kerewelan dengan membantu anak dalam aktivitas
bukan menunggu dimintai bantuan.
11) Dorong orang tua untuk tetap bersama anak (untuk
meminimalkan stres karena perpisahan).
12) Berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik)
(untuk meminimalkan stres).
13) Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan (untuk
meminimalkan ansietas).
14) Berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
15) Berikan faktor pertumbuhan hematopoietik, sesua ketentuan
(untuk merangsang pembentukan sel darah).
Evaluasi:

- Anak bermain dan istirahat dengan tenang dan melakukan


aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
- Anak tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas fisik atau
keletihan.
- Pasien bernapas dengan mudah; frekuensi dan kedalaman
pernapasan normal.
- Anak tetap tenang.
- Anak menerima elemen darah yang tepat tanpa masalah.

21
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan masukan besi yang dilaporkan; kurang
pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan:

- Pasien mendapat suplai besi adekuat.


- Pasien mengkonsumsi suplemen besi.
Intervensi (rasional):

1) Berikan konseling diet pada pemberian perawatan, khususnya


mengenai hal-hal berikut:
- Sumber besi dari makanan (mis., daging, legum, kacang,
gandum, sereal bayi yang diperkaya dengan besi dan sereal
kering) (untuk memastikan bahwa anak mendapat suplai besi
yang adekuat).
- Beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah
makanan padat diberikan (karena terlalu banyak minum susu
akan menurunkan masukan makanan padat yang
mengandung besi).
- Ajari anak yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat
dalam diet (untuk mendorong kepatuhan).
- Berikan preparat besi sesuai ketentuan.
2) Instruksikan keluarga mengenai pemberian preparat besi oral
yang tepat:
- Berikan dalam dosis terbagi (untuk absorpsi maksimum).
- Berikan di antara waktu makan (untuk meningkatkan
absorpsi pada traktus gastrointestinalis bagian atas).
- Berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin (karena
vitamin C memudahkan absorpsi besi).
- Jangan memberikan bersama susu atau antasida (karena
bahan ini akan menurunkan absorpsi besi).

22
- Berikan preparat cair dengan pipet, spuit, atau sedotan
(untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan
pewarnaan).
- Kaji karakteristik feses (karena dosisi adekuat besi oral akan
mengubah feses manjadi berwarna hijau gelap).
Evaluasi:

- Anak sedikitnya mendapatkan kebutuhan besi minimum harian.


- Keluarga menghubungkan riwayat diat yang memperjelas
kepatuhan anak terhadap anjuran ini.
- Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan dengan feses
yang berwarna hijau, seperti ter.
- Anak meminum obat dengan tepat.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit
serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel
yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi
bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan darah pada
masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.

Diagnosa keperawatan:
1. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan masukan besi yang dilaporkan; kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkeya dengan zat besi.
3.2 Saran
Sudah seharusnya kita mengetahui bagaimana asuhan keperawatan anak dengan
anemia. Supaya kita sebagai perawat professional dapat menerapkan atau
menuliskan asuhan keperawatan ataupun melakukan tindakan dengan lebih
baik. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih ada
kekurangannya. Jadi, kami menyarankan agar pembaca makalah ini membaca
referensi dari buku-buku lain untuk melengkapi atau menambah
pengetahuannya untuk mengukur kepribadiannya. Ada kurang lebihnya kami
memohon maaf.

24
DAFTAR PUSTAKA

Muscari. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Edisi Ketiga. EGC.


Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Dua. EGC. Jakarta
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi Pertama. Salemba
Medika. Jakarta
Sacharin. 1996. Principles of Pediactric Nursing. Churchill Livingstone. London
Staf Pengajar FK UI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Infomedika. Jakarta
Wong, D.L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai