Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Disusun oleh:
Kelompok 10
FAKULTAS KESEHATAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat dan kasih
sayang- Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
dilimpahkan kepada junjungan seluruh alam, Nabiyyana Wanabiyyana Muhammad
SAW. Kepada keluarganya sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita
selaku umatnya diakhir zaman. Amiiin. Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat- Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas dari materi kuliah Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Anak dengan Anemia” hingga selesai.
Di dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan-
kekurangan mengingat keterbatasannya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
sebab itu, sangat di harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun untuk melengkapkan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Anemia ...................................................................................... 7
2.2 Etiologi ................................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi, Manifestasi Klinis, dn Pemeriksaan Laboratorium ............. 8
2.4 Patofisiologi ............................................................................................ 13
2.5 Penatalaksanaan Medis ........................................................................... 14
2.6 Asuhan Keperawatan .............................................................................. 16
2.6.1 Pengkajian ................................................................................ 16
2.6.2 Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul ........................ 19
2.6.3 Diagnosa, Intervensi, dan Evaluasi Keperawatan .................... 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
anemia adalah anak-anak usia 1 sampai 4 tahun yaitu sebesar 27,7%, 2
sementara penderita anemia pada usia 5 tahun keatas prevalensinya lebih
rendah yaitu 9,4% (Riskesdas, 2007).
Usia anak sekolah merupakan golongan yang rentan terhadap masalah gizi
karena anak berada dalam masa pertumbuhan dan aktivitas yang tinggi
sehingga memerlukan asupan gizi yang tinggi pula Umumnya anemia
asemtomatoid pada kadar hemoglobin diatas 10 g/dL, tetapi sudah dapat
menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental. Bahaya anemia yang
sangat parah bisa mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan juga organ
tubuh lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Masyarakat Indonesia
masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi karena itu
prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi. Dampak
anemia pada anak balita dan anak sekolah adalah meningkatnya angka
kesakitan dan kematian, terhambatnya pertumbuhan fisik dan otak,
terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan. Anakanak
yang menderita anemia terlihat lebih penakut dan menarik diri dari
pergaulan sosial, tidak bereaksi terhadap stimulus dan lebih pendiam.
Kondisi ini dapat menurunkan prestasi belajar anak disekolah
(Kusumawati,2005:124)
5
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari anemia pada anak?
2. Bagaimana etiologi terjadinya anemia pada anak ?
3. Bagaimana kualifikasi, manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium
dari anemia pada anak ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya anemia pada anak ?
5. Apakah saja penatalaksanaan medis yang dilakukan terhadap anemia
pada anak?
6. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan anemia ?
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin dan atau jumlah eritrosit lebih
rendah dari nilai normal. (Mansjoer, 2001). Istilah anemia mendeskripsikan
keadaan penurunan jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
dibawah nilai normal. Sebagai akibat dari penurunan ini, kemampuan darah
untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan oksigen
untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan patologik
yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak.
(Wong,2009:1115)
2.2 Etiologi
7
d. Gangguan pada sel induk (stem sel) sehingga menimbulkan anemia
aplastik dan leukimia
e. Bahan baku pembentukan eritrosit tidak ada, seperti asam folat, zat besi,
dan vitamin B12.
3) Meningkatnya proses pemecahan eritrosit (hemolisis)
a. Faktor didapat : adanya zat yang dapat merusak eritrosit, misalnya
ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat
acetosal
b. Faktor bawaan : kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit)
8
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi :
1. Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah merah
dalam darah perifer, sebagai akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada
satu, dua, atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik,
dan trombopoetik).
a. Eritroblastopenia : aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik
b. Agranulositosis: aplasia yang mengenai sistem granulopoetik
c. Amegakariositik Trombositopenik Purpura (ATP) : aplasia yang
mengenai sistem trombopoetik
d. Panmieloptisis/Pansitopenia (anemia aplastik) : aplasia pada ketiga
sistem hemopoetik
Anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang pada usia muda muda baru akan terlihat
pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian.
Etiologi :
a. Faktor kongenital : Sindrom Fanconi yang biasanya disertai dengan
kelainan bawaan seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari,
kelainan ginjal, dan sebagainya.
b. Faktor didapat : bahan kimia seperti benzene, insektisida, zat pewarna;
obat-obatan seperti kloramfenikol, mesantoin, sulfonamida, dan agen
kemoterapeutik; radiasi; infeksi seperti hepatitis, TB miler;
karsinoma; penyakit ginjal
c. Idiopatik : mungkin faktor imunologik
9
c. Trombositopenia : ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan saluran
cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat
d. Umumnya tidak disertai dengan ikterus, pembesaran limpa, hepar,
maupun kelenjar getah bening
e. Pansitopenia berat dapat menyebabkan perdarahan masif
f. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang memperlihatkan konversi sumsum
tulang merah ke kuning, sumsum tulang lemak dengan kehilangan
hampir seluruh aktivitas hemopoetik.
2. Anemia Hemolitik
Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Merupakan dampak apabila ada
ketidaksesuaian atau isoimunisasi antara darah fetal dan darah ibu. Pada
anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
Gejala umum disebabkan oleh adanya penghancuran eritrosit dan
keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap
penghancuran tersebut. Sehingga akan terbentuk lebih banyak sistem
eritropoetik dalam darah perifer, yang ditunjukkan dengan banyaknya
eritrosit berinti dan peningkatan jumlah retikulosit. Limpa umumnya
membesar karena merupakan tempat penyimpanan eritrosit yang
dihancurkan, sehingga kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin.
Pada kondisi kronis, terdapat kelainan tulang rangka akibat hiperplasia
sumsum tulang.
Penyebab anemia hemoilitik diduga sebagai berikut :
a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim C6PD
b. Didapat, misalnya infeksi, sepsis, penggunaan obat, dan maligna
10
eritrosit normal, sehingga menyebabkan bentuk eritrosit yang lebih kecil,
massa berkurang, konsentrasi hemoglobin dan kapasitas darah
mengangkut oksigen menurun.
Ditinjau dari umur penderita, etiologi anemia defisiensi zat besi dapat
digolongkan menjadi :
a. Bayi dibawah usia 1 tahun
1) Kekurangan zat besi sejak lahir, misalnya pada prematuritas, bayi
kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia
2) Pemberian makanan tambahan yang terlambat
b. Anak umur 1-2 tahun
1) Infeksi berulang, misalnya enteritis, bonkopneumonia, dan
sebagainya
2) Diet yang tidak adekuat
c. Anak umur lebih dari 5 tahun
1) Kehilangan darah kronis karena infeksi parasit, misalnya
ankilostomiasis, amubiasis
2) Diet yang tidak adekuat
Secara normal tubuh hanya memerlukan zat feritin dalam jumlah sedikit.
Oleh karena itu, ekskresi besi juga sangat sedikit. Kekurangan zat besi
mengakibatkan kekurangan Hb, karena pembuatan eritrosit mengalami
penurunan. Selain itu, eritrosit yang terbentuk akan mengandung Hb
dalam jumlah yang sedikit, sehingga bentuk selnya akan menjadi
hipokromik mikrositik (bentuk eritrosit kecil).
11
b. Tahap 2 ditandai dengan kurangnya pengangkutan zat besi sehingga
terjadi penurunan saturasi transerin zat besi
c. Tahap 3 ditandai dengan defisit transportasi zat besi
Manifestasi Klinis:
Pemeriksaan laboratorium:
1. Gambaran eritrosit mikrositik (MCV menurun) hipokromik (MCH
menurun)
2. Kadar Hb dan Ht rendah
3. Serum Iron (SI) rendah dan Iron Binding Capacity (IBC) meningkat
4. Tidak terdapat zat besi dalam sumsum tulang
4. Anemia Pernisiosa
Disebabkan karena tidak adanya faktor dalam darah yang diperlukan untuk
perbaikan vitamin B12 (kobalamin) dalam pembentukan sl-sel darah merah.
Pada anemia pernisiosa, bentuk eritrositnya makrositik normokromik
(ukuran RBC besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal).
12
5. Anemia Akibat Perdarahan
Ulkus yang berdarah, ulcerative colitis, dan penyakit gastrointestinal yang
hebat dapat kehilangan darah secara perlahan, sehingga berakhir dengan
anemia. Dapat juga setelah pembedahan dan pada luka trauma.
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi refleks
kardiovaskular yang fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran
darah ke organ yang kurang vital, dan penambahan aliran darah ke organ
vital (otak dan jantung). Selain itu, akan terjadi pergeseran cairan
ekstravaskular ke intravaskular agar tekanan osmotik dapat dipertahankan.
Akibatnya terjadi hemodilusi dengan gejala :
a. Penurunan hemoglobin, eritrosit, dan hematokrit
b. Leukositosis
c. Gagal jantung
d. Kelainan cerebral akibat hipoksemia
e. Oliguria/anuria
2.4 Patofisiologi
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil dari proses ini
adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
13
sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam
plasma (hemoglobinemia).
14
memberat, peningkatan pertumbuhan rambut), dan ATG/ALG
(demam, menggigil, ruam, trombositopenia)
15
2.6 Asuhan Keperawatan
2.6.1 Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Gambaran yang jelas tentang gejala-gejala antara awitan, durasi,
lokasi, dan factor pencetus. Tanda dan gejala utama dapat
mencakup:
1) Keletihan, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, dan depresi.
2) Anorexia dan penurunan BB.
3) Kecenderungan perdarahan dan memar, antara menstruasi
berat dan epistaksis.
4) Infeksi yang sering
5) Nyeri tulang dan sendi
b. Kaji riwayat prenatal, individu, dan keluarga terhadap factor-
faktor resiko gangguan hematologic.
1) Faktor risiko riwayat prenatal: Rh bayi-ibu atau
inkompatibilitas ABO.
2) Factor risiko riwayat individu antara lain prematuritas,
BBLR, diet kurang besi atau diet berat dengan susu sapi
(selama masa bayi), perdarahan (mis., menstruasi berat),
kebiasaan diet, atau pajanan terhadap inveksi virus. Factor
resiko riwayat keluarga antara lain riwayat anemia sel sabit,
atau gangguan perdarahan.
2. Manifestasi Umum
a. Kelemahan otot
b. Mudah lelah : sering istirahat, napas pendek, proses menghisap
yang buruk (bayi)
c. Kulit pucat : pucat lilin terlihat pada anemia berat
d. Pica
16
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada
sebagian besar gangguan hematologic. Namun takikardi dan
takipnea mungkin harus diperlukan.
b. Inspeksi
1) Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie, ekimosis,
tanda-tanda pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna
kecklatan yang mungkin terlihat.
2) Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina,
atau pandangan kabur mungkin terlihat.
3) Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat.
4) Neurologic. Kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin
terlihat.
5) Musculoskeletal. Pembengkakan sendi mungkin terlihat.
Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan
menstruasi yang berlebihan atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
1) Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu pengisian
kapiler.
2) Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin dapat
dipalpasi.
3) Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali mungkin dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
1) Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
2) Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung
kongestif pada dapat diauskultasi.
17
4. Temuan pemeriksaan labolatorium dan uji diagnostik
a. Hitung darah lengkap (HDL) memberikan gambaran lengkap
yang jelas tentang elemen-elemen pembentuk darah.
1) Hitung SDM menentukan jumlah SDM total setiap
sentimeter kubik darah.
2) Hitung SDP merupakan pengukuran jumlah total leukosit
yang bersirkulasi.
3) Hitung SDP diferensial (granulosit dan agrabulosit)
membedakan SDP berdasarkan lima tipe sel – neutrófil,
eosinófilo, basófilo (granulosit), limfosit, dan monosit
(agranulosit).
4) Hemoglobin (Hb) dikaji untuk menentukan anemia, tingkat
keparahan, dan respons terhadap pengobatan.
5) Hematokrit (Ht) menentukan massa SDP dengan pengukuran
ruang dalam kantung SDM.
6) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular
volume) adalah untuk mengetahui ukuran SDM individu.
7) Hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH, mean corpuscular
hemoglobin) mengukur barat rata-rata hemoglobin dalam
SDM.
8) Konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC,
mean corpuscular hemoglobin concentration) mengukur
konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam SDM.
9) Hitung trombosit mengukur jumlah total trombosit yang
bersirkulasi untuk mengevaluasi gangguan perdarahan.
b. Hitung retikulosit membantu membedakan berbagai tipe
anemia.
c. Pemeriksaan hemostasis dan koagulasi sebagai alat diagnosis
banding gangguan perdarahan.
d. Kapasitas pengikatan besi total (TIBC, total iron-binding
capacity), feritin dan zat besi, dan transferin digunakan dalam
mengevaluasi anemia.
18
e. Temuan aspirasi sumsum tulang sebagai alat bantu dalam
mendiagnosis anemia aplastik dan gangguan lain.
19
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
Tujuan:
20
8) Beri oksigen suplemen (untuk meningkatkan oksigen ke
jaringan).
9) Ukur tanda vital selama periode istirahat (untuk menentukan
nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas).
10) Antisipasi peka ransangan anak, rentang perhatian yang
sempit, dan kerewelan dengan membantu anak dalam aktivitas
bukan menunggu dimintai bantuan.
11) Dorong orang tua untuk tetap bersama anak (untuk
meminimalkan stres karena perpisahan).
12) Berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik)
(untuk meminimalkan stres).
13) Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan (untuk
meminimalkan ansietas).
14) Berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
15) Berikan faktor pertumbuhan hematopoietik, sesua ketentuan
(untuk merangsang pembentukan sel darah).
Evaluasi:
21
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan masukan besi yang dilaporkan; kurang
pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan:
22
- Berikan preparat cair dengan pipet, spuit, atau sedotan
(untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan
pewarnaan).
- Kaji karakteristik feses (karena dosisi adekuat besi oral akan
mengubah feses manjadi berwarna hijau gelap).
Evaluasi:
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Ngastiyah (2012:328), anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit
serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel
yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. Hal ini terjadi
bila terdapat gangguan terhadap keseimbangan antara pembentukan darah pada
masa embrio setelah beberapa minggu dari pada masa anak atau dewasa.
Diagnosa keperawatan:
1. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan masukan besi yang dilaporkan; kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkeya dengan zat besi.
3.2 Saran
Sudah seharusnya kita mengetahui bagaimana asuhan keperawatan anak dengan
anemia. Supaya kita sebagai perawat professional dapat menerapkan atau
menuliskan asuhan keperawatan ataupun melakukan tindakan dengan lebih
baik. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih ada
kekurangannya. Jadi, kami menyarankan agar pembaca makalah ini membaca
referensi dari buku-buku lain untuk melengkapi atau menambah
pengetahuannya untuk mengukur kepribadiannya. Ada kurang lebihnya kami
memohon maaf.
24
DAFTAR PUSTAKA
25