Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT AKUT SISTEM


RESPIRASI

Disusun Oleh Kelompok I:

Tya Wahyun Kurniawati (131711133007)


Sesi Putri Arisandi (131711133014)
Nurul Khosnul Q (131711133033)
Meirina Nur Asih (131711133054)
Irawati Dewi (131711133069)
Cicilia Wahyu Indah Sari (131711133070)
Meilinda Galih Setyowati (131711133112)
I’zzatul Istiqoomah Al a’dhima (131711133125)
Della Yolina (131711133148)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt., Sang Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan taufiq
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Anak
I dengan pokok bahasan “Asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit akut system
respirasi” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tidak lupa pula, terima kasih kami
ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kelompok kami dalam menyelesaikan
makalah ini sehingga makalah ini tersusun dengan baik.
Makalah yang kami buat tidak akan sempurna tanpa kirtik dan saran dari pembaca, maka
dari itu disini kami memohon dengan sangat kritik maupun saran yang membangun dari
pembaca sekalian untuk kesempurnaan makalah yang kami buat saat ini dan yang akan kami
susun dikemudian hari. Referensi pembelajaran dapat dipelajari dimana saja, disini kami hanya
menyediakan sumber sederhana terkait dengan pokok bahasan yang ditugaskan.
Kami semua berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk pribadi kami sendiri sebagai
penulis dan menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca yang budiman. Mudah-mudahan
makalah yang kami buat dapat diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan kita sehari-
hari. Aamiin.

Surabaya, 09 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3
2.1 Definisi Bronkomalasia ...................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ............................................................................................................................... 3
2.3 Maniferstasi Klinis ............................................................................................................. 4
2.4 Patofisiologi ....................................................................................................................... 4
2.5 Web of Caution Bronkomalasia.......................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................. 7
3.1 Kasus Bronkhomalasia ....................................................................................................... 7
3.2. Asuhan Keperawatan Bronkhomalasia ............................................................................. 7
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 13
4.1 ISPA ................................................................................................................................. 13
4.2 Pneomonia ........................................................................................................................ 17
4.3 Difteri ............................................................................................................................... 23
BAB V TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................. 28
5.1 Kasus Pnemonia ............................................................................................................... 28
5.2 Asuhan Keperawatan Pnemonia....................................................................................... 28
5.3 Kasus Difteri .................................................................................................................... 41
5.4 Asuhan Keperawatan Difteri ............................................................................................ 41
BAB VI PENUTUP ................................................................................................................... 58
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 58
4.2 Saran ................................................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 60

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan sistem respirasi merupakan masalah kesehatan yang perlu menjadi
perhatian terutama pada anak, karena saluran nafas pada anak masih sempit dan sistem
kekebalan tubuhnya lemah. Sistem respirasi adalah sistem yang sangat penting untuk
kehidupan manusia.

Fungsi dari sestem respirasi adalah proses masuknya O2 dari luar tubuh kedalam tubuh
untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan utama metabolisme sel. Karena fungsinya itu,
sistem ini selalu terpapar ke dunia luar terhadap dunia luar yang menyebabkan kerentanan
sistem ini untuk mengalami gangguan.

Bronchomalacia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan mungkin
berhubungan dengan kondisi lain. Saat ini, tidak diketahui mengapa tulang rawan tidak
terbentuk dengan baik. (Schwartz DS, 2015)

Peradangan adalah respons dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi
mekanisme dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada jaringan yang
mengalamo cidera. Salah satu penyakit pada sistem pernapasan manusia yang disebabkan
karena adanya peradangan adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa / disertai radang
parenkim paru. (Mohamad, 35). Penyakit lain yang disebabkan karena adanya peradangan
adalah pneumonia dan difteri.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Bronkhomalasia?

1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan Bronkhomalasia?

1.2.3 Apa yang dimaksud dengan ISPA?

1
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan Pnemonia?

1.2.5 Apa yang dimaksud dengan Difteri?

1.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan Pnemonia?

1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan Difteri?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Bronkhomalasia

1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Bronkhomalasia

1.3.3 Untuk mengetahui ISPA

1.3.4 Untuk mengetahui Pnemonia

1.3.5 Untuk mengetahui Difteri

1.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Pnemonia

1.3.7 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Difteri

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Kelainan Kongenital)

2.1 Definisi Bronkomalasia


Bronkomalasia merupakan salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran
udara ireversibel pada anak-anak dibawah 6 tahun akibat penyakit bawaan lahir
(penyakit kongenital). Bronkomalasia adalah masalah bawaan yang timbul dari
dukungan cincin tulang rawan yang berkurang dari saluran udara yang lebih kecil (di
bawah trakea, atau tenggorokan). Tulang rawan melemah dan biasanya menyempit
dengan mudah selama ekspirasi. Terkadang bisa mencegah dahak dan sekresi menjadi
terperangkap di saluran napas. Biasanya banyak menyerang pada anak usia kurang dari
6 tahun.

2.2 Etiologi
Bronkomalasia paling sering terjadi pada saat lahir (kongenital) dan mungkin
berhubungan dengan kondisi lain seperti infeksi, namun saat ini, tidak diketahui
mengapa tulang rawan tidak terbentuk dengan baik. Berikut ini merupakan klasifikasi
dari bronkomalasia berdasarkan penyebabnya:

1. Bronkomalasia primer
a) Disebabkan oleh defisiensi pada cincin kartilago yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan napas dikarenakan saluran napas yang tidak
terbentuk dan terjadi gangguan.
b) Diklasifikasikan sebagai congenital atau penyakit yang dibawa sejak lahir.
Hal ini dikarenakan faktor genetik yang diturunkan oleh parental kepada
filial.
2. Bronkomalasia sekunder
a) Merupakan kelainan yang didapat (bukan kongenital) dari aktivitas atau
paparan patogen infeksius yang menyebabkan gejala yang sama yaitu
obstruksi jalan napas akibat pembentukan cincin kartilagi tenggorokan tidak
terbentuk sempurna.
b) Disebabkan oleh kompresi ekstrinsik (luar), bisa disebabkan karena
pelebaran pembuluh darah di sekitar jalan napas, atau kista bronkogenik dan
infeksi patogen.

3
Mayoritas kasus yang ditemukan merupakan penyakit kongenital (yang dibawa
sejak lahir) karena faktor genetik yang tidak diketahui penyebabnya. Untuk
bronkomalasia sekunder masih jarang kasus ditemukan karena kebanyakan kasus trauma
maupun infeksi tidak merujuk pada diagnosa medis bronkomalasia.

2.3 Maniferstasi Klinis


Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada klien dengan bronkomalasia
berhubungan dengan tan dan gejala yang dimiliki, berikut merupakan manifestasi klinis
dari bronkomalasia adalah sebagai berikut:

3. Batuk dengan suara brassy atau barking. Suara ini ditandai dengan bunyi seperti
tiupan alat musik yang terjadi karena menyempitnya saluran napas khususmya
pada daerah batang tenggorok dan percabangannya (bronkus).
4. Sesak nafas dikarenakan saluran napas yang menyempit.
5. Ditemukan suara wheezing (mengi) karena terperangkapnya udara serta
berdesakan di dalam saluran napas.
6. Infeksi pada saluran nafas bawah berulang apabila bronkomalasia yang dialami
merupakan bronkomalasia sekunder.
7. Kelelahan yang disebabkan proses bernapas yang tidak efektif sehingga suplai
oksigen yang dibutuhkan tubuh untuk merombak energi tidak tercukupi, oleh
karenanya tubuh lemas karena kekurangan energi.
8. Apnea (tidak bernapas). Secara periodik terkadang, klien dengan apnea tidak bisa
bernapas karena sempitnya saluran napas.
9. Klien dengan bronkomalasia sekunder terkadang terjadi penumpukan sekret pada
saluran napas akibat dari sistem imun yang rusak.
Komplikasi:

1. Pneumonia.
2. Bronkitis.
3. Polychondritis.
4. Asma.

2.4 Patofisiologi

Pada klien dengan bronkomalasia akibat penyakit kongenital (bronkomalasia


primer) tidak diketahui penyabab pastinya. Namun, faktor genetik sejak lahir yang

4
dibawa dari parentalnya membuat organogenesis bronkus dan trakea dari bayi tidak
terbentuk sempurna. Anatomi dan fisiologi dari organ tersebut tidak sesuai dengan
seharusnya. Adanya kelainan genetik membuat gen yang mengkode pembentukan
cincin tulang rawan tidak terekspresi. Sehingga terjadi imaturitas jaringan yang
menyebabkan abnormalitas yang berdampak pada lenturnya tulang kartilago di trakea
dan bronkus. Hal ini akan membuat menutupnya jalan napas dan menyebabkan
gangguan pada sistem pernapasan.

Pada klien dengan bronkomalasia akibat infeksi atau aktivitas lain


(bronkomalasia sekunder), salah satu faktor risiko yang menyebabkannya adalah
paparan infeksi dari antigen yang mengaktifkan respons imunitas tubuh. Pada akhirnya
dapat menybebkan bersihan jalan napas yang tidak efektif karena adanya akumulasi
sekret di jalan napas yang juga membuat pola napas tidak efektif.

Kedua jenis bronkomalasia ini akan menyebabkan gangguan terhadap aktivitas


tubuh karena kelelahan dalam menmgkompensasi kekurangan oksitgen dan kelebihan
oksigen di dalam tubuh, hal ini juga akan mengganggu sistem saraf pusat manusia untuk
menimbuolkan kegelisahan atau ansietas. Selain ansietas tersebut diakibatkan karena
persepsi klien terhadap penyakitnya.

5
2.5 Web of Caution Bronkomalasia

Bronkomalasia

Primer Sekunder

Penyakit Kongeninital Infeksi antigen yang


mempengaruhi kartilago
Imaturitas jaringan trakea-bronkus

Pengaktifan sistem imun


Abnormalitas Ansietas (SDKI Hal 180) tubuh
Anatomi-fisiologi
cincin kartilago Timbulnya respons
Gelisah
imun
Kelenturan kartilago
trakea-bronkus dan Krisis situasional
Leukosit, sel fagosit, antibodi
penyempitan saluran
yang kalah ataupun menang
napas
Penurunan Hambatan Hipersekresi di jalan napas
ventilasi-Apnea upaya napas

Mengi (whezing)
Pola napas
Ketidakseimbangan
tidak efektif
ventilasi-perfusi
(SDKI Hal Bersihan jalan napas
Bunyi napas
26) tidak efektif (SDKI
tambahan
Hal 18) Ketidak
seimbangan
Gangguan pertukaran
antara suplai
gas (SDKI Hal 22)
suplai dan
kebutuhan
oksigen
Intoleransi aktivitas Merasa tidak nyaman

(SDKI Hal 128)


Tidak mampu rileks Gejala penyakit
Gangguan rasa nyaman
(SDKI Hal 166)

6
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
(Bronkhomalasia)

3.1 Kasus Bronkhomalasia


Seorang anak laki-laki bernama An. Y berusia 4 tahun datang dengan riwayat penyakit
bronkomalasia. Klien mengatakan bahwa mengalami sesak selama berhari-hari dan susah
bernapas seperti ada sumbatan. Klien bernapas dengan pola tidak teratur dan menunjukkan
ekpresi kecemasan. Klien mengeluhkan rasa tidak nyaman pada saluran pernapasan dan
keterbatasan dalam melakukan aktivitas. TTV An. Y menunjukkan HR: 90x/menit, TD: 100/60
mmHg, T: 36,60C, RR: 32x/menit

3.2. Asuhan Keperawatan Bronkhomalasia


3.2.1. PENGKAJIAN

a. Data demografi
o Nama : An. Y

o Umur : 4 tahun

o Jenis kelamin : laki-laki

b. Riwayat penyakit sekarang


An. Y memiliki riwayat bronkomalasia. Klien mengatakan bahwa mengalami sesak
dan terdapat banyak sekret di saluran pernapasan. Klien bernapas dengan pola tidak
teratur dan menunjukkan ekpresi kecemasan. Klien mengeluhkan rasa tidak nyaman
pada saluran pernapasan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas.

7
3.2.2. ANALISIS DATA

Data Subjektif Data Objektif Diagnosa


Keperawatan

Klien mengatakan susah bernafas - klien susah bernafas dan tedapat


dan merasakan ada sumbatan di sekret di saluran pernapasan
Bersihan jalan nafas
saluran pernapasan.
tidak efektif b.d.
mukus berlebihan

- Klien mengatakan mengalami


- RR mengalami peningkatan Gangguan petukaran
sesak gas b.d. dilatasi
-
pembuluh darah

- Klien mengatakan susah bernapas Pola napas klien tidak teratur Gangguan pola nafas
dan tidak bisa mengatur napas b.d. keletihan otot
pernapasan

Klien mengatakan susah Klien menunjukkan tanda-tanda Intoleransi aktivitas


beraktivitas kelemahan b.d.
ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen

Klien merasa cemas Klien menunjukkan ekspresi Ansietas b.d.


kecemasan kebutuhan yang
tidak terpenuhi

Klien mengeluhkan rasa tidak Klien menunjukkan ekpresi Gangguan rasa


nyaman kesakitan dan meringis nyaman b.d. gejala
terkait penyakit

8
3.2.3 INTERVENSI

NO DX KEPERAWATAN NOC NIC

1 Bersihan jalan nafas  Respiratory status :  Airway suction

tidak efektif b.d. ventilation - Pastikan kebutuhan

 Airway patency oral / tracheal


mukus berlebihan
suction

kriteria hasil setelah diberikan


asuhan keperawatan 1x24
jam: - Auskultasi suara

 Menunjukan jalan nafas sebelum dan

nafas yang paten sesudah suctioning

(klien tidak merasa - Monitor status

tercekik,irama nafas, oksigen pasien

frekuensi nafas dalam  Airway management

rentang normal, tidak - Identifikasi pasien

ada suara nafas perlunya

abnormal) pemasangan alat

 Mampu jalan nafas buatan

mengidentifikasi dan - Auskultasi suara

mencegah factor nafas , catac adanya

yang dapat suara nafas

menghambat jalan tambahan

nafas - Monitor respirasi

dan status O2

2 Gangguan pola nafas  Vital sign Status  Auskultasi suara

b.d keletihan Tanda-tanda vital nafas, catat adanya

otot pernafasan dalam rentang suara tambahan

9
normal ( nadi,  Berikan

pernafasan ) bronkodilator bila

perlu

 Atur intake untu

cairan

mengoptimalkan

keseimbangan

 Bersihkan mulut,

hidung, dan secret

trakea

 Atur peralatan

oksigen

 Monitor , nadi, suhu,

dan RR

3 Gangguan  Ventilation  Auskultasi suara

pertukaran gas b.d  Vital sign status nafas, catat adanya

dilatasi pembuluh Memelihara suara tambahan

10
darah kebersihan paru paru  Berikan

dan bebas dari tanda- bronkodilator bila

tanda distress perlu

pernafasan  Atur intake untu

TTV dalam rentang cairan

normal mengoptimalkan

keseimbangan

 Bersihkan mulut,

hidung, dan secret

trakea

 Atur peralatan

oksigen

 Monitor , nadi, suhu,

dan RR

4. Intoleransi aktivitas  Energy conservasion  Kolaborasi dengan

b.d. ketidakseimbangan  Tolerasi aktivitas tenaga rehabilitasi

antara suplai dan  Self care medic dalam

kebutuhan oksigen - Level kelemahan merencanakan

program terapi yang

tepat

5. Gangguan rasa nyaman  Klien tidak tampak  menganjurkan

b.d. gejala terkait  meringis keluarga untuk tetap

penyakit  mendampingi klien

 mengurangi atau

11
menghilangkan

rangsangan penyebab
kecemasan klien

6. Ansietas b.d. kebutuhan klien mampu gunakan pendekatan


 
yang tidak terpenuhi mengidentifikasi dan yang menenangkan

mengungkapkan gejala temani pasien untuk



cemas memberikan

ekpresi menunjukkan keamanan dan


 p
berkurangnya mengurangi
kecemasan ketakutan

12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
(Peradangan)

4.1 ISPA
4.1.1 Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran


pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat menyebabkan
berbagai spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, yang dipengaruhi oleh patogen penyebab, faktor lingkungan, dan
faktor pejamu. Penyakit ini dapat menyerang saluran napas mulai dari hidung
sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas dan
menimbulkan reaksi inflamasi. Virus yang paling sering menyebabkan ISPA pada
balita adalah influenza-A, adenovirus, parainfluenza virus.

Proses patogenesis terkait dengan tiga faktor utama, yaitu keadaan imunitas
inang, jenis mikroorganisme yang menyerang pasien, dan bernagai faktor yang
berinteraksi satu sama lain. ISPA termasuk golongan Air Borne Disease yang
penularan penyakitnya melalui udara. Patogen yang masuk dan menginfeksi
saluran pernafasan dan menyebabkan inflamasi. Penyakit infeksi ini dapat
menyerang semua golongan umur, akan tetapi bayi, balita, dan manula merupakan
yang paling rentan untuk terinfeksi penyakit ini

4.1.2 Etiologi
ISPA disebabkan oleh adanya infeksi pada bagian saluran pernapasan.
ISPA dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan polusi udara :
a. Pada umumnya ISPA disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang dapat
menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Staphylococcus aureus, dan bakteri yag paling sering
menyebabkan ISPA adalah Streptococcus pneumonia.

13
b. ISPA yang diebabkan oleh virus dapat disebabkan oleh virus sinsial
pernapasan, hantavirus, virus influenza, adenovirus, rhinovirs, virus herpes
simpleks, sitomegalovirus, rubeola,varisella.
c. ISPA yang disebabkan oleh jamur dapat diebabkan oleh candidiasis,
histoplasmosis, aspergifosis, Coccidioid mycosis, Cryptococosis,
Pneumocytis carinii.
d. ISPA yang disebabkan oleh polusi, antara lain disebabkan oleh asap rook, asap
pembakaran di rumah tangga, asap kendaraan bermotor dan buangan industri
serta kebakaran hutan dan lain-lain (WHO, 2007)
4.1.3 Manifesasi Klinis
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhandan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin
gejala-gejala menjadilebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan
kegagalan pernapasan danmungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan
pernapasan maka dibutuhkanpenatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian
mortalitas masih tinggi, maka perludiusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih
berat dan yang sudah berat cepat-cepatditolong dengan tepat agar tidak jatuh
dalam kegagalan pernapasan.Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-
tanda klinis dan tanda-tandalaboratoris.
a. Tanda-tanda klinis
- Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
- Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
- Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papilbendung, kejang dan coma.
- Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
b. Tanda-tanda laboratoris
- hypoxemia

14
- hypercapnia
- acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisaminum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya padaanak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume
yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam
dan dingin.
4.1.4 Patofisiologi

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari


genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella dan
korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus
para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus,
herpesvirus kedalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infection).
Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses
pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran
pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan
sebagainya (Marni, 2014).

15
4.1.5 WOC

Invasi Kuman
(Virus, Bakteri, Jamur)

Peradangan pada saluran


pernafaan

inflamasi Kuman melepas endotoksin

Merangsang
pengeluaran zat Merangsang tubuh Sistem imun Resiko
seperti mediator untuk melepas zat menurun infeksi
kimia, serotonin, Pirogen oleh leukosit
histamin

Hipothaamus ke Melepaskan mediator


Spina cord bagian termoregulator inflamasi

Thalamus Suhu Tubuh meningkat Anoreksia

Korteks serebri Hipertermi Ketidakseimbangan


nutrisi

Nyeri akut Merangsang mekanisme


pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme

Meningkatkan produksi
mucus oleh sel-sel basilia
sepanjang saluran
pernafasan

Penumpukan sekresi mucus


Obstruksi jalan nafas
pada jalan nafas

Bersihan jalan nafas


tidak efektif
16
4.2 Pneomonia
4.2.1 Definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) (Sylvia A.
Price). Dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing,
berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat
melalui gambaran radiologis.

4.2.2 Etiologi

Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh


streptoccus pneumonia, melalui selang infus oleh staphylococcus aureus.
Sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan enterobacter. Dan
masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
Setelah masuk ke paru-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain diatas
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :

1. Bacteria : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus


hemolyticus, Streptokoccus aureus, Hemophilus Influinzae, Mycobacterium
tuberkulosis, Bacillus Friedlander.

2. Virus : Respiratory Syncytial Virus, Adeno virus, Virus sitomegalitik, Virus


Influenza.

3. Mycoplasma Influenza

4. Jamur : Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces


Dermatitides, Coccidodies immitis, Aspergilus species, Candida Albicans.

5. Aspirasi : Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan amnion, benda


asing.

17
6. Pneumonia Hipostatik

7. Sindrom Loeffler.

4.2.3 Manifestasi Klinis

1. Demam

Sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada
usia 6 bulan - 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 - 40,5 bahkan dengan infeksi
ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia dan lebih
aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.

2. Meningismus

Tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan


demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri, dan kekauan pada
punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang
saat suhu turun.

3. Anoreksia

Merupakan hal umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-kanak.


Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang
lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali
memanjang sampai pemulihan.

4. Muntah

Anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan


petunjuk untuk infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.

5. Diare

18
Biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

6. Nyeri abdomen

Merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibeadakan dengan nyeri


apendiksitis.

7. Sumbatan nasal

Pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa
dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.

8. Keluaran nasal

Sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau
kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.

9. Batuk

Merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti


hanya selama fase akut.

10. Bunyi pernafasan

Seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels. Pada


bayi terdapat suara merintih (grunting).

11. Sakit tenggorokan

Merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai
dengan anak akan menolak untuk makan dan minum per oral.

12. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu makan/minum, atau
memuntahkan semua, kejang, latergis atau tidak sadar, sianosis, distress,
pernapasan berat.

13. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja

19
 Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit

 Anak umur 2 bulan - 11 bulan : ≥ 50 kali/menit

 Anak umur 1 tahun - 5 tahun : ≥ 40 kali/menit

 Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit

14. Kejang, letargis atau tidak sadar.

15. Sianosis

4.2.4 Patofisiologi

Sistem pertahanan tubuh terganggu menyebabkan virus masuk ke dalam


tubuh setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas
yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,
dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi
mekanisme pembersihan dan respon imun.
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak,
mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan peradangan
pada parenkim paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran mukus
alveolus. Hal tersebut dapat memicu perkembangan edema paru dan eksudat yang
mengisi alveoli sehingga mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukaran
karbondioksida dan oksigen sehingga sulit bernafas.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh

20
darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil,
yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan
penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yang
melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis
(ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya
hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan
kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk.
Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung
secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan
pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

21
4.2.5 WOC

Normal (sistem Organisme


pertahanan) terganggu

Virus Sel napas bagian bawah Stapilokokus


pneumokokus
Kuman patogen mencapai
Trombus
bronkioli terminalis Eksudat masuk ke alveoli
merusak sel epitel bersilis,
sel goblet Toksin, koagulase
Alveoli
Cairan edema dan leukosit
ke alveoli Permukaan lapisan
Sel darah merah, leukosit, pleura tertutup tebal
Konsolidasi paru pneumokokus mengisi eksudat trombus vena
alveoli

Kapasitas vital, cornpliance Nekrosis hemoragik


menurun, hemoragik Leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi

Intoleransi aktivitas Leukositosis

Defisiensi pengetahuan
Suhu tubuh meningkat

Resiko kekurangan
volume cairan

Produksi sputum Abses pneumotocele


meningkat (kerusakan jaringan
parut) 22
Ketidakefektifan bersihan
Ketidakefektifan pola
jalan nafas
nafas
4.3 Difteri
4.3.1 Definisi

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara
local pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram
positif Corynebacterium diphtheria, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang
berbentuk membrane pada tempat infeksi dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang
ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini.

Orang-orang yang beresiko terkena penyakit ini:


1) Tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap.
2) Immunocopromised, seperti: sosial ekonomi yang rendah, pemekai obat
imunosupresif, penderita HIV, diabetes mellitus, pecandu alkohol dan
narkotika.
3) Tinggal pada tempat-tempat padat, seperti rumah tahanan, tempat
penampungan.
4) Sedang melakukan perjalanan (travel) ke daerah-daerah yang
sebelumnya merupakan daerah endemik difteri.
Difteri pertama kali ditemukan pada tahun 1884 oleh Loeffler. Difteri
merupakan sebuah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheria (CD). Bakteri ini biasanya menyerang traktus
respiratory bagian atas, menyebabkan pembentukan ulcer pada mukosa, dan
pembentukan sebuah pseudomembrane. Walaupun infeksi ini pada umumnya
menyerang bagian atas traktus respiratory seperti mukosa faring, dapat juga
menyebabkan lesi sistemik dari jantung dan juga saraf (Hadfield-Law L, 2000).
Corybacterium diphtheriae merupakan bakteri gram positif, aerobik,
pleomorphic coccobacillus. CD menghasilkan sebuah toxin melalui lisogenisasi
dengan corynebacteriophage yang membawa gen tox. Efek dari toksin CD inilah
yang menyebabkan penyakit difteri (Zasada, 2015). Difteri dikenal sebagai sebuah
pembunuh utama yang menyebabkan ribuan kasus kematian pada anak. Tingkat

23
mortalitas mulai menurun drastis pada abad ke-21 setelah diperkenalkannya
program imunisasi dan peningkatan taraf hidup (Byard, 2013).

4.3.2 Etiologi

Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria, bakteri gram positif yang


bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak berbentuk spora, aerobic dan dapat
memproduksi eksotoksin (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya:
1) Difteri Nasal Anterior
2) Difteri Nasal Posterior
3) Difteri Fausial (Farinks)
4) Difteri Laryngeal
5) Difteri Konjungtiva
6) Difteri Kulit
7) Difteri Vulva/Vagina

4.3.3 Manifestasi Klinis

Difteri terjadi tergantung kepada


1) Lokasi infeksi
2) Imunitas penderitanya
3) Ada/tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah.
Secara hati-hati periksa hidung dan tenggorokan anak, terlihat warna keabuan
pada selaputnya, yang sulit dilepaskan. Kehati-hatian diperlukan untuk
pemeriksaan tenggorokan karena dapat mencetuskan obstruksi total saluran napas.
Pada anak dengan difteri faring terlihat jelas bengkak pada leher (bull neck).
Terjadi tergantung pada lokasi infeksi, imunitas penderita, ada/tidaknya toksin
difteri yang beredar dalam sirkulasi darah.
Masa inkubasi umumnya 2-5 hari (range 1- 10 hari) pada difteri kutan adalah 7
hari sesudah infeksi primer pada kulit. Tanda gejala pada pasien dengan difteri :

24
1. Demam dengan suhu sekitar 38oC
2. Kerongkongan sakit dan suara parau
3. Perasaan tidak enak, mual muntah dan lesu
4. Sakit kepala
5. Rinorea, berlendir dan kadang-kadang bercampur darah.
Mukosa traktus respiratori bagian atas merupakan tempat infeksi utama. Pada
orang dewasa lebih sering pada mukosa oral, mukosa bukal, bibir, palatum, dan
lidah. Corybacterium diphtheria berkolonisasi pada permukaan membran mukosa
dan menyebabkan pembentukan dari pseudomembran yang berwarna putih dan
setelah beberapa waktu akan menjadi warna abu-abu kotor. Pada tahap terakhir
dapat menyebabkan warna hijau atau hitam yang merupakan hasil dari nekrosis.
Pada limfonodi bisa terdapat pembesaran dan muncul warna merah kehitam-
hitaman yang merupakan tanda-tanda perdarahan. Sebagai respon dari infeksi,
menyebabkan terjadinya limfadenitis akut non-spesifik (Hadfield-Law L, 2000).
Setelah terjadi kontak dengan agen, masa inkubasi selama 2-5hari, gejala
biasanya diikuti demam dan sakit tenggorokan. Terbentuk pseudomembran pada
jaringan lunak uvula dan tonsil setelah 24 jam sebagai efek dari toksin. Bentuk yang
lebih parah pada anak-anak adalah bull neck yang disebabkan pembengkakan pada
jaringan lunak dan kelenjar getah bening leher (Byard, 2013).
Onset terjadi secara tiba – tiba dan pertumbuhan dari pseudomembrane lebih
cepat pada cavitas buccal, seluruh faring. Jaringan lunak palatum, uvula, dan tonsil
dapat mengalami nekrosis dan lesi nekrotik ini dapat menembus ke otot rangka dan
menyebabkan perdarahan serta edem (Byard, 2013). Insiden komplikasi neurologis
pertama kali diindikasikan dengan terjadinya neuropati dimana terjadi paralisis dari
palatum lunak dan dinding posterior faring (Byard, 2013). Seteleah itu, neuropati
saraf kranial menyebabkan paralisis dari okulomotor dan siliari yang disebabkan
karena disfungsi dari nervus fasial, faringeal, atau laringeal yang menyebabkan
gangguan pada aspirasi (Byard, 2013).
Komplikasi dan efek letal difteri disebabkan adanya obstruksi respiratori atau
efek sistemik dari DT yang diabsorbsi pada lokasi infeksi. Obstruksi secara

25
mekanik jalur nafas disebabkan oleh pseudomembran, edem, dan perdarahan yang
terjadi secara mendadak dan lengkap menyebabkan terjadinya sesak nafas. DT
yang diabsorbsi ke dalam sirkulasi, menyebabkan kerusakan pada banyak organ,
terutama pada jantung dan saraf. Pada jantung, DT menyebabkan terjadinya
miokarditis yang menyebabkan terjadinya gagal jantung kongestif. Pada saraf, DT
menyebabkan terjadinya paralisis pada otot – otot pernafasan dan juga otot
okulomotor. Kombinasi dari ketiga manifestasi difteri yang menyebabkan penyakit
infeksi ini memiliki tingkat mortalitas yang tinggi.

4.3.4 Patofisiologi Penyakit Difteri

Toksin CD mempunyai kapasitas invasif yang kecil tetapi mempunyai efek


lokal dan sistemik. Toksin dari CD memiliki dua subunit, yaitu subunit A dan B.
Subunit A mempunyai efek inhibisi terhadap sintesis protein, sedangkan subunit B
yang menempel pada reseptornya, akan mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi sel sehingga merubah fungsi normal sebuah sel (Ryan & Ray, 2004).
Genyang mengkode toksin CD terdapat pada
corynophages/corynobacteriophages (Holmes, 2000). Toksin dari CD yang
disekresi, membawa gen struktural tox yang ditemukan pada lisogenik
corynobacteriophagesβ tox+, ϒ tox+ , and ω tox+ yang membuat toksin dari CD
berbahaya. Ekspresi dari gen diregulasi oleh host bakteri dan konsentrasi besi yang
terkandung pada tubuh bakteri. Pada kondisi dimana konsentrasi besi yang rendah,
regulator gen terinhibisi dan menyebabkan kenaikan produksi toksin.
Seiring dengan peningkatan toksin, efek dari toksin itu sendiri meluas tidak
hanya pada area dimana bakteri berkolonisasi. Walapun toksin Cdini tidak
memiliki target organ spesifik, tetapi miokardium dan saraf perifer lebih sering
terkena dampaknya (Hadfield-Law L, 2000). Toksin CDadalah toksin poten yang
mempunyai efek letal pada beberapa spesies seperti manusia, monyet, dan kelinci,
dimana dosis sekitar 100-150 ng/Kg dapat memberikan yang serius (Zasada, 2015).

26
4.2.5 WOC

Faktor Pencetus 1. Imunisasi tidak lengkap Kuman C. Difteriae Masuk melalui mukosa
2. Faktor lingkungan
dan kulit
3. Daerah endemik bakteri

Berkembang biak pada


Resiko infeksi Memproduksi toksin
permukaan mukosa
saluran nafas bagian atas

Sel mati, respon inflasi Menghambat


lokal pembentukan protein Lokal Seluruh tubuh
dalam sel toksin

Psudomembran
(eksudat, fibrin, sel Jantung Saraf Ginjal
radang, eritrosit,
nekrosis, sel-sel epitel)
Nekrosis toksik Neurotististoksik Tampak
Udem sof tissue
dan degenarasi dengen perdarahan
hialin degenerasi lemah adrebnal dan
Obstruksi saluran pada selaput nekrosis tubular
Miokarditis payah
pernafasan toksin melien adekuat
jantung
Paralisis
Proteinuria
dipalatumole,
Edema kongesti
Menyumbat jalan otot mata,
infiltrasi sel mono
nafas ekstremitas Inkotinensia
nuclear pada
inferior urine aliran
serat dan sistem
Ketidakefektifan pola berlebih
konduksi
Kelebihan volume
nafas
cairan penurunan
Ansietas Hambatan
curah jantung
gangguan komunikasi
menelan verbal

27
BAB V
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
(Peradangan)

5.1 Kasus Pnemonia


Pasien bernama An. B usia 5 bulan dibawa orang tuanya ke Rumah Sakit pada
hari selasa tanggal 14 April 2015 dengan keluhan batuk, sesak napas, suara napas
ngrok-ngrok selama 2 minggu. Pasien didiagnosa oleh dokter dengan
Pneumonia. Ibu pasien mengatakan anaknya belum bisa tengkurap dan berguling,
belum bisa mengangkat kepala, dan duduk dengan bantuan, selain itu An B
terbiasa miring kanan sehingga sulit untuk dimiringkan ke kiri. Ibu pasien juga
mengatakan sejak lahir anaknya tidak pernah diberikan ASI melainkan susu
formula. Saat dilakukan pemeriksaan, pasien tampak lemas, batuk, sesak napas,
suara napas ronkhi, terdapat retraksi dada, pernapasan cuping hidung, dan
didapatkan hasil TTV: Nadi: 140 x/mnt, RR : 60 x/menit, Suhu: 37,5 ºC.

5.2 Asuhan Keperawatan Pnemonia


5.2.1 Pengkajian

a. Identitas pasien
Nama: An. B
Umur: 5 bulan
Jenis kelamin: Laki-laki
Alamat: Jalan Anggrek nomor 6
Diagnosa medis: pneumonia
Tanggal MRS: 14 April 2015
b. Identitas penanggung jawab
c. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: Ibu pasien mengatakan klien batuk dan sesak napas
Riwayat penyakit sekarang:
- Batuk dan sesak napas

28
- Suara npas ngrok-ngrok selama 2 minggu.
Riwayat tumbuh kembang:
- Pasien belum bisa tengkurap dan berguling.
- Belum bisa mengangkat kepala
- Duduk dengan bantuan
- Pasien terbiasa miring kanan sehingga sulit untuk dimiringkan ke kiri
- Ibu pasien mengatakan sejak lahir pasien tidak pernah diberikan ASI
melainkan susu formula.
d. Pemeriksaan Tumbuh Kembang DDST
Anak umur 5 bulan belum bisa tengkurap, berguling, duduk dengan
bantuan, mengangkat kepala. Didapatkan hasil interpretasi dari
pemeriksaan DDST: kurang normal.
e. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital:
- Nadi: 140x/menit.
- RR: 60x/menit.
- Suhu: 37,5 derajat celcius.
f. Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi
- Pasien tampak lemas, batuk, sesak napas.
- Terdapat retraksi dada.
- Pernapasan cuping hidung.
Auskultasi
- Suara napas ronkhi.

5.2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen.
b. Defisiensi pengetahuan b.d sumber informasi d.d kurangnya pengetahuan.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan untuk
mengeluarkan sekresi jalan napas.

29
d. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan d.d bradipnea.

5.2.3 Analisis Data

ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN

DS: Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


antara siplai dan
- Ibu pasien
kebutuhan oksigen
mengatakan anaknya
sesak napas.
DO:

- pasien belum bisa


tengkurap, berguling,
mengangkat kepala,
duduk dengan
bantuan, susah miring
kiri.
- Pasien tampak lemas
dan sesak napas.
DS: Kurangnya sumber Defisiensi
pengetahuan Pengetahuan
- Ibu pasien
mengatakan bahwa
pasien sejak lahir
tidak diberikan ASI
melainkan susu
formula.
DO:

30
- Kurangnya
pengetahuan.
DS: ketidakmampuan untuk Ketidakefektifan
mengeluarkan sekresi bersihan jalan napas
- Ibu pasien
jalan napas.
mengatakan anaknya
batuk dan suara napas
ngrok-ngrok selama 2
minggu
DO:

- Pasien batuk.
- Suara napas ronkhi.
- Pernapsan cuping
hidung.
DS: keletihan otot Ketidakefektifan pola
pernapasan napas
- Ibu pasien
mengatakan anaknya
sesak napas dan suara
napas ngrok-ngrok.
DO:

- Bradipnea.
- Terdapat retraksi
dada.

5.2.4 Oucomes dan Intervensi

Diagnosis NOC NIC


No.

31
1. Kriteria Hasil : Activity Therapy

﹣ Berpartisipasi dalam ﹣ Kolaborasikan dengan


aktivitas fisik tanpa tenaga rehabilitasi medik
disertai peningkatan dalam merencanakan
tekanan darah, nadi, dan program terapi yang tepat
RR
﹣ Bantu klien untuk
﹣ Mampu melakukan mengindentifikasikan
aktivitas sehari-hari aktivitas yang mampu
(ADLs) secara mandiri dilakukan

﹣ Tanda-tanda vital ﹣ Bantu untuk


normal mengidentifikasikan dan
mendapatkan sumber
﹣ Energy psikomotor
yang diperlukan untuk
﹣ Level kelemahan aktivitas yang diinginkan

﹣ Mampu berpindah : ﹣ Bantu untuk mendapatkan


dengan atau tanpa alat bantuan kursi roda,
bantuan alat krek

﹣ Status kardiopulmonari ﹣ Bantu untuk


adekuat mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
﹣ Sirkulasi status baik
yang diperlukan untuk
﹣ Status respirasi : aktivitas yang diinginkan
pertukaran gas dan
﹣ Bantu untuk mendapatkan
ventilasi adekuat
alat bantuan aktivitas
yang disukai

﹣ Bantu klien untuk

32
membuat jadwal latihan di
waktu luang

﹣ Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas

﹣ Bantu pasien untuk


mengembangkan motivasi
diri dan penguatan

﹣ Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas

﹣ Monitor respon fisik,


emosi, social, dan
spiritual

2. Teaching : disease process Teaching : disease process

﹣ Berikan penilaian ﹣ Berikan penilaian tentang


tentang tingkat tingkat pengetahuan
pengetahuan pasien pasien tentang proses
tentang proses penyakit penyakit yang spesifik
yang spesifik
﹣ Jelaskan patofisiologi dari
﹣ Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana
dari penyakit dan hal ini berhubungan
bagaimana hal ini dengan anatomi dan
berhubungan dengan fisiologi, dengan cara
anatomi dan fisiologi, yang tepat

33
dengan cara yang tepat ﹣ Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
﹣ Gambarkan tanda dan
pada penyakit, dengan
gejala yang biasa
cara yang tepat
muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat ﹣ Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
﹣ Gambarkan proses
yang tepat
penyakit, dengan cara
yang tepat ﹣ Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara
﹣ Identifikasi
yang tepat
kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat ﹣ Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
﹣ Sediakan informasi
dengan cara yang tepat
pada pasien tentang
kondisi, dengan cara ﹣ Hindari jaminan yang
yang tepat kosong

﹣ Hindari jaminan yang ﹣ Sediakan bagi keluarga


kosong atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
﹣ Sediakan bagi keluarga
cara yang tepat
atau SO informasi
tentang kemajuan ﹣ Diskusikan perubahan
pasien dengan cara yang gaya hidup yang mungkin
tepat diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
﹣ Diskusikan perubahan
masa yang akan datang
gaya hidup yang
dan atau proses
mungkin diperlukan
pengontrolan penyakit
untuk mencegah

34
komplikasi di masa ﹣ Diskusikan pilihan terapi
yang akan datang dan atau penanganan
atau proses
﹣ Dukung pasien untuk
pengontrolan penyakit
mengeksplorasi atau
﹣ Diskusikan pilihan mendapatkan second
terapi atau penanganan opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
﹣ Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau ﹣ Rujuk pasien pada grup
mendapatkan second atau agensi di komunitas
opinion dengan cara lokal, dengan cara yang
yang tepat atau tepat
diindikasikan
﹣ Instruksikan pasien
﹣ Rujuk pasien pada grup mengenai tanda dan gejala
atau agensi di komunitas untuk melaporkan pada
lokal, dengan cara yang pemberi perawatan
tepat kesehatan, dengan cara
yang tepat
﹣ Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

3. ﹣ Respiratory status : Airway suction


ventilation
﹣ Pastikan kebutuhan
﹣ Respiratory status : oral/tracheal suctioning
airway patency

35
Kriteria Hasil : ﹣ Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
﹣ Mendemonstrasikan
suctioning
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ﹣ Minta klien nafas dalam
ada sianosis dan sebelum suction
dyspneu (mampu dilakukan
mengeluarkan sputum,
﹣ Berikan O2 dengan
mampu bernafas dengan
menggunakan nasal untuk
mudah, tidak ada pursed
memfasilitasi suction
lips).
nasotrakeal
﹣ Menunjukkan jalan
﹣ Monitor status oksigen
nafas yang paten (klien
pasien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi ﹣ Ajarkan keluarga

pernafasan dalam bagaimana cara

rentang normal, tidak melakukan suction

ada suara nafas ﹣ Hentikan suction dan


abnormal) berikan oksigen apabila

﹣ Mampu pasien menunjukkan

mengidentifikasikan bradikardi, peningkatan

dan mencegah faktor saturasi O2, dll.

yang dapat menghambat Airway Management


jalan nafas
﹣ Buka jalan nafas, gunakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu

﹣ Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi

36
﹣ Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan

﹣ Lakukan fisioterapi dada


jika perlu

﹣ Keluarkan sekret dengna


batuk atau suction

﹣ Auskultasi suara nafas,


catat adanya suara
tambahan

﹣ Lakukan suction pada


mayo

﹣ Berikan bronkodilator bila


perlu

﹣ Berikan pelembab udara


kassa basah NaCl lembab

﹣ Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan
keseimbangan

﹣ Monitor respirasi dan


status O2.

4. ﹣ Respiratory status : Airway Management


ventilation
﹣ Buka jalan nafas, gunakan
﹣ Respiratory status : teknik chin lift atau jaw
airway patency thrust bila perlu

37
﹣ Vital sign status ﹣ Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
﹣ Identifikasi pasien
﹣ Mendemonstrasikan
perlunya pemasangan alat
batuk efektif dan suara
jalan nafas buatan
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan ﹣ Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu
﹣ Keluarkan sekret dengan
mengeluarkan sputum,
batuk atau suction
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed ﹣ Auskultasi suara nafas,
lips) catat adanya suara
tambahan
﹣ Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien ﹣ Lakukan suction pada

tidak merasa tercekik, mayo

irama nafas, frekuensi ﹣ Berikan bronkodilator bila


pernafasan dalam perlu
rentang normal, tidak
﹣ Berikan pelembab udara
ada suara nafas
kassa basah NaCl lembab
abnormal)
﹣ Atur intake untuk cairan
﹣ Tanda-tanda vital dalam
mengoptimalkan
rentang normal (tekanan
keseimbangan
darah, nadi, pernadan)
﹣ Monitor respirasi dan
status O2

Oxygen Therapy

﹣ Bersihkan mulut, hidung

38
dan sekret trakea

﹣ Pertahankan jalan nafas


yang paten

﹣ Atur peralatan oksigenasi

﹣ Monitor aliran oksigen

﹣ Pertahankan posisi paten

﹣ Observasi adanya tanda-


tanda hipoventilasi

﹣ Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign monitoring

﹣ Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR

﹣ Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

﹣ Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau
berdiri

﹣ Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

﹣ Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama, dan
setelah aktivitas

39
﹣ Monitor kualitas dari nadi

﹣ Monitor frekuensi dan


irama pernafasan

﹣ Monitor suara paru

﹣ Monitor pola pernafasan


abnormal

﹣ Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

﹣ Monitor sianosis perfier

﹣ Monitor adanya cushing


triad (tekanan nadi yang
melebar, brakikardi,
peningkatan sistolik)

﹣ Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

40
5.3 Kasus Difteri
Anak Y usia 7 tahun BB 16,7Kg TB 120cm dibawa ke rumah sakit karena sesak napas,
saat menelan terasa sakit. setelah dilakukan pemeriksaan anak Y memiliki RR
33x/menit dan bernafas menggunakan otot bantu serta ketika dipalpasi jantung
mengalami pembengkakan. Dari pemeriksaan fisik anak Y tersebut di diagnosa difteri
laring dan faring. Kemudian dari hasil EKG didapatkan takikardi. Anak Y rewel dan
tidak mau makan, sehingga di pasang NGT dan juga terpasang nasal kanul dengan 3
Ipm. Selain itu, ketika diajak bicara anak Y hanya diam tidak menjawab dan sering
menangis.

5.4 Asuhan Keperawatan Difteri


5.4.1 Pengkajian

A. Identitas klien
- Nama : An. Y
- Usia : 7 tahun
- Jenis kelamin : laki-laki
B. Riwayat Penyakit
- Keluhan Utama : keluhan utama yang dirasakan klien
adanya sesak napas
- Riwayat penyakit sekarang : Anak Y sesak nafas dan tidak mau
makan. Sehingga anak L dipasang NGT dan juga terpasang nasal kanul.
Dari hasil EKG didapat takikardi.
- Riwayat penyakit dahulu :-
- Riwayat penyakit keluarga : -
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
- Penampilan umum : keadaan umum lemah
- Kesadaran : composmentis
- BB :16,7 Kg
- TB : 120 cm
2. B1 / Breathing (Respiratory System)
RR tak efektif (Sesak nafas) . RR : 33X/menit
3. B2 / Blood (Cardiovascular system)
Tachicardi
4. B3 / Brain (Nervous system)

41
Normal
5. B4 / Bladder (Genitourinary system)
Normal/ berkemih atau tidak ada masalah
6. B5 / Bowel (Gastrointestinal System)
Nyeri menelan
7. B6 / Bone (Bone-Muscle-Integument)
Terkadang tampak sianosis

5.4.2 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS: Obstruksi saluran Ketidakefektifan


pernapasan Pola Napas
-
DO:

- Sesak
- RR : 33x/menit
Menyumbat jalan
napas

Ketidakefektifan
pola napas

2. DS: Nekrosis toksik dan Kelebihan Volume


degenerasi hialin Cairan
- Mengeluh
tenggorokan sakit
DO:

42
- Palpasi dan inspeksi :
tenggorokan bengkak
Miokarditis jantung

Edema kongesti
infiltrasi sel
mononuclear pada
serat otot dan sistem
konduksi

Kelebihan volume
cairan

DS: Nekrosis toksik dan Penurunan Curah


degenerasi hialin Jantung
-
DO:

- Takikardi pada
pemeriksaan EKG
Miokarditis jantung

Edema kongesti
infiltrasi sel
mononuclear pada

43
serat otot dan sistem
konduksi

Perubahan
kontraktilitas jantung

Penurunan curah
jantung

DS: Kuman difteriae Risiko Infeksi

-
DO:

- Peradangan/inflamasi
Masuk melalui
mukosa dan kulit

Berkembang biak
pada mukosa bagian
atas

44
Memproduksi toksin

Resiko Infeksi

DS: Peradangan pada Gangguan Menelan


faring
- Mengeluh sakit saat
menelan
- Tidak mau makan
DO:

- Pemasangan NGT
Gangguan menelan

DS: Syaraf Hambatan


Komunikasi Verbal
-
DO:

- Ketika diajk bicara


diam Neuristiktoksik
dengan degenerasi
lemah pada selaput
myelin

45
Paralisis
dipalatumeole

Hambatan
komunikasi verbal

DS: Ketidakefektifan Ansietas


pola napas,
-
DO: gangguan menelan

- Sering menangis

Ansietas

5.4.3 Rencana Keeperawatan

No Diagnosis NOC NIC

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Bantuan ventilasi


Pola Napas b.d tindakan keperawatan
Aktivitas Keperawatan:
Obtruksi saluran selama 1x24 jam klien
pernapasan diharapkan: - Pertahankan
kepatenan jalan
napas

46
- Posisikan pasien
untuk mengurangi
Saluran pernafasan: dyspnea
- Kelola pemberian
kepatenan jalan nafas obat nyeri yang tepat
untuk mencegah
Kriteria hasil : hipoventilasi
- Ajarkan teknik
- Frekuensi pernapasan dengan
pernafasan normal mengurucutkan
- Irama pernapasan bibir, dengan tepat
normal
- Tidak ada ansietas
Manajemen jalan nafas

Aktivitas keperawatan:

- Buka jalan nafas


dengan teknik chin
lift atau jaw thrust
sebagaimana
mestinya
- Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
- Motivasi pasien
untuk bernafas pelan,
dalam
- Gunakan teknik
menyenangkan untuk
memotivasi bernafas
dalam kepada anak-
anak (misal: meniup
gelembung, meniup
kincir, peluit, dll)
- Kelola pengobatan
aerosol
- Kelola udara atau
oksigen yang
dilembabkan,
sebagaimana
mestinya

47
- Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
2. Kelebihan volume Setelah dilakukan Manajemen cairan
cairan b.d edema tindakan keperawatan
Aktivitas keperawatan:
selama 1x24 jam klien
diharapkan: - Timbanag berat
badan setiap hari dan
monitor status pasien
- Jaga intake/asupan
yang akurat dan catat
Keseimbangan cairan
output
- Monitor status
Kriteria hasil: hidrasi (misalnya,
membrane mukosa
- Keseimbangan lembab, denyut nadi
intake dan output adekuat, dan tekanan
dalam 24 jam tidak darah ortostatik
terganggu - Monitor indikasi
- Tidak ada edema kelebihan
- Denyut perifer cairan/retensi
tidak terganggu (misalnya, crackles,
elevasi CVP, atau
tekanan paru-paru
yang terganjal,
edema, distensi vena
leher dan asites)
- Monitor
makanan/cairan yang
dikonsumsi dan
hitung asupan kaori
harian
- Berikan cairan,
dengan tepat

Manajemen
hypervolemia

Aktivitas keperawatan:

48
- Monitor pola
pernafasan untuk
mengetahui adanya
gejala edema
pulmonary (misalnya
cemas, sesak nafas,
ortopnea, dyspnea,
takipnea, dan nafas
pendek)
- Monitor suara paru
abnormal
- Monitor edema
perifer
- Monitor adanya efek
pengobatan yang
berlebihan
(misalnyadehidrasi,
hipotensi, takikardi,
hypokalemia)
- Instruksikan pasien
dan keluarga
mengenai intervensi
yang direncanakan
untuk menangani
hiperviolemia
3. Penurunan curah Setelah dilakukan Manajemen syok:
jantung b.d edema tindakan keperawatan jantung
kongesti, perubahan selama 1x24 jam klien
Aktivitas keperawata:
kontraktilitas jantung diharapkan:
- Monitor tanda dan
gejala penurunan
curah jantung
Keefektifan pompa - Catat tanda dan
gejala penurunaan
jantung
curah jantung
- Monitor adany
Kriteria hasil: ketidakadekuatan
perfusi arteri coroner
- Teknan darah (perubahan ST
sistol normal dalam EKG,
- Tekanan darah peningkatan enzim
diastole mormal jantung, angina)
sesuai kebutuhan

49
- Tidak ada edema - Monitor dan evaluasi
perifer indikator hipoksia
- Tidak ada edema jaringan (saturasi
paru darah campuran
vena, saturasi
oksigen vena sentral,
nilai serum laktat,
kapnometri
sublingual)
- Berikan inotropic
positif/medikasi
untuk kontraktilitas,
sesuai kebutuhan
- Tingkatkan reduksi
afterload (misalnya
vasodilator, ACE,
atau balon intra aorta
4. Risiko Infeksi b.d Selama dilakukan Peningkatan kesehatan
proses tindakan keperawatan mulut
penyakit/inflamasi selama 2x24 jam klien
Aktivitas keperawatan:
diharapkan :
- Monitor kondisi
mulut pasien
Deteksi risiko (misalnya bibir,
lidah, membrane
mukosa, gigi, gusi
Kriteria hasil:
dan alat bantu gigi
dan kesesuaiannya
- Mengenali tanda - Berikan skrining
dan gejala yang kesehatan mulut dan
mengindikasikan pengkajian risiko
risiko secara - Bersihkan mulut
konsisten bayi menggunakan
- Mengidentifikasi kasa kering atau
kemungkinan wahslap
risiko kesehatan - Berikan pelumas
secara konsisten untuk melembabkan
- Selalu bibir dan mukosa
memperbarui oral, sesuai dengan
kesehatan diri kebutuhan
secara konsisten

50
- Memonitor status Pemullihan kesehatan
kesehatan secara
mulut
konsisten
Aktivitas keperawatan:

- Monitor kondisi
mulut pasien
(misalnya bibir,
lidah, membrane
mukosa, gigi, gusi,
tambalan gigi dan
kesesuaiannya)
termasuk karakter
dan abnormalitas
(misalnya ukuran,
warna dan lokasi
adanya lesi atau
inflamasi internal
dan eksternal dan
tanda dan gejala
infeksi lainnya)
- Monitor perubahan
dalam (pengecapan)
rasa, pembengkakan,
kualitas suarara
kenyamanan
- Berikan obat obatan
(misalnya, analgesik,
anestesi,
antimikroba, dan
agen anti inflamasi),
jika dibutuhkan
- Instruksikan pasien
untuk menghindari
produk pembersih
mulut yang
mengandung
gliserin, alcohol dan
produk lain yang
menyebabkan mulut
kering)
- Dorong pasien
menghindari
makanan yang pedas,

51
asin, asam, kering,
kasar dan keras)
5. Gangguan menelan Setelah dilakukan Terapi menelan
b.d abnormalitas tindakan keperawatan
Aktivitas keperawatan:
pada fase faring pada selama 3x24 jam klien
pemeriksaan diharapkan - Kolaborasikan
dengan anggota tim
menelan
kesehatan yang lain
(misalnya terapis
okupasional, ahli
Status menelan: fase
patologi wicara, ahli
faringeal diet) untuk
menyediakan
Kriteria hasil: rencana terappi yang
berlanjut bagi pasien
- Hilangkan distraksi
- Reflek menelan
dari lingkungan
yang sesuai
sekitar sebelum
waktunya tidak
bekerja dengan
terganggu
pasien dalam proses
- Jumlah makanan
belajar menelan
yang ditelan sesuai
- Sediakan privasi
dengan
bagi pasien jika
ukuran/tekstur
diinginkan atau ada
bolus
indikasi
- Penerimaan
- Jelaskan
makanan tidak
rasionallisasi latihan
terganggu
menelan pada
- Elevasi laring
pasien/keluarga
tidak terganggu
- Sediakan atau
- Meningkatnya
gunakan alat bantu,
usaha menelan
sesuai kebutuhan
tidak ada
- Hindari penggunaan
sedotan untukm
minum
- Bantu pasien untuk
duduk tegak (sebisa
mungkin mendekati
90 derajat) untuk
makan/latihan makan
- Instruksikan pasien
untuk membuka dan
menutup mulut

52
terkait dengan
persiapan
memanipulasi
makanan
- Ajari pasien untuk
mmengucapkan kata
“ash” untuk
meningkatkan
elevasi langit-langit
halus jika
memungkinkan
- Bantu pasien untuk
menempatkan
makanan ke mulut
bagian belakang dan
di bagian yang tidak
sakit

Pemberian makan
dengan tabung enteral

Aktivitas keperawatan:

- Jelaskan prosedur
kepada pasien
- Sisipkan selang
nasogastric,
nasoduodenal, atau
nasojejunal, sesuai
peraturan lembaga
- Monitor penempatan
selang yang tepat
dengan memeriksa
rongga mulut,
memriksa residu
lambung, atau
mendengarkan suara
saat udara
dimasukkan dan

53
ditarik, sesuai
prosedur
- Konsultasikan
dengan tim
kesehatan dalam
memilih jenis dan
persentase makanan
- Peluk dan bicara
dengan bayi selama
pemberian makan
untuk
mensimulasikan
kegiatan makan
biasa
- Gunakan teknik yang
bersih dalam
memberikan makan
lewat selang
- Monitor pasien jika
merasa kenyang,
mual dan muntah
6. Hambatan Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
komunikasi verbal tindakan keperawatan
Aktivitas keperawatan:
selama 3x24 jam klien
diharapkan: - gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
- pahami situasi krisis
yang terjadi dari
Komunikasi
perspektif klien
- berada disisi klien
Kriteria hasil: untuk
meningkatkanrasa
- menggunakan aman dan
bahasa lisan tidak mengurangi
terganggu ketakutan
- mengenali pesan - dorong keluarga
yang diterima untuk mendampingi
- pertukaran pesan klien dengan cara
yang akurat yang tepat
dengan orang lain - lakukan usapan pada
tidak terganggu punggung/leher

54
dengan cara yang
tept
- dorong aktivitas
yang tidak
kompetitif dengan
tepat
- dorong verbalisasi
perasaan, persepsi
dan ketakutan
- dukung penggunaan
mekanisme koping
yang tepat

Peningkatan sistem
dukungan

Aktivitas keperawatan:

- identifikasikan
respon psiologis
terhadap sistuasi dan
ketersediaan sistem
dukungan
- identifikasi tingkat
dukungan keluarga,
dukungan keuangan
dan sumber daya lain
- tentukan hambatan
terhadap sistem
dukungan yang tidak
terpakai dan kurang
dmanfaatkan
- monitor situasi
keluarga saat ini dan
jaringan dukungan
yang ada
- sediakan layanan
dengan sikap peduli
dan mendukung
- libatkan keluarga,
orang terdekat dan
teman-teman dalam

55
perawatan dan
perencanaan
7. Ansietas b.d Setelah dilakukan Teknik menenangkan
gangguan pola tindakan keperawatan
Aktivitas keperawatan:
pernapasan selama 1x24 jam klien
diharapkan: - pertahankan sikap
tenang dan hati-hati
- pertahankan kontak
mata
- kurangi stimuli yang
Tingkat kecemasan
menciptakan
perasaan takt
Kriteria hasil: maupun cemas
- keselamatan dan
- tidak ada keamanan klien
gangguan - peluk dan beri
beristirahat kenyamanan pada
- tidak ada distress bayi atau anak
- tidak ada perasaan - goyangkan bayi
gelisah dengan cara yang
- tidak ada masalah tepat
perilaku - bicara dengan
- tidak ada rasa takut lembut atau
yang disampaikan bernyanyi pada
secara lisan bayi/anak
- instruksikan kllien
untuk menggunakan
teknik menenangkan
pada bayi (misalnya,
bicara ada bayi,
memegang pinggang
bayi, mengekang
lengan, memeluk dan
menggoyang tubuh
bayi)

Peningkatan koping

Aktivitas keperawatan:

56
- dukung hubungan
(pasien) dengan
orang yang memiliki
ketertarikan dan
tujuan yang sama
- berikan penlaian
(kemampuan)
penyesuaian pasien
terhadap perubahan-
perubahan dalam
citra tubuh, sesuai
dengan indikasi
- dukung pasien untuk
mengidentifikasikan
deskripsi yang
realistic terhadap
adanya perubahan
dalam peran
- berikan penilaian
mengenai
pemahaman pasien
terhadap proses
penyakit
- berikan suasana
penerimaan
- sediakan pasien
mengenai pilihan-
pilihan yang realistic
mengenai aspek
perawatan
- dukung keterlibatan
keluarga dengan cara
yang tepat

57
BAB VI
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem respirasi adalah sistem yang sangat penting untuk kehidupan
manusia karena memiliki fungsi yang sangat penting yaitu proses masuknya O2 dari
luar tubuh kedalam tubuh untuk digunakan lebih lanjut sebagai bahan utama
metabolisme sel. Karena fungsinya yang sangat vital bagi tubuh sehingga sistem
respirasi harus dijaga supaya tidak terjadi gangguan.

Gangguan atau kelainan pada sistem respirasi meliputi kelainan kongenital


dan peradangan. Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan karena adanya
kelainan struktural atau fungsional pada jaringan ataupun organ sistem tubuh
manusia, termasuk gangguan metabolik yang ditemukan sejak lahir. Faktor yang
mempengaruhi kelainan kongenital yaitu faktor genetic, sosial-ekonomi-
demografi, lingkungan, infeksi, dan status gizi. Adapun penyakit akibat kelainan
kongenital adalah bronkomalasia.

Sedangkan peradangan adalah respon dari suatu organisme terhadap


patogen dan alterasi mekanisme dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang
terjadi pada jaringan yang mengalami cidera. Peradangan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, kimia dan biologis. Penyakit-penyakit yang disebabkan karena faktor
peradangan antara lain Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), pneumonia, difteri
dan lain-lain.

Sebagai upaya dalam mengatasi gangguan sistem pernapasan tersebut


diperlukan intervensi atau tindakan yang harus segera diberikan, tindakan yang
harus dilakukan antara lain nebulisi yaitu pemberian obat yang dilakukan secara
hirupan/inhalasi dalam bentuk aerosol ke dalam saluran napas, oksigenasi yaitu
pemberian oksigen tambahan seperti hipoventilasi atau hiperventilasi, dan

58
suctioning merupakan cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan
menggunakan suction kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut
ke dalam pharyng atau trachea.

4.2 Saran
Kami selaku penyusun makalah mengharapkan adanya saran dan koreksi dari
pembaca, serta semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat dan
menambah pengetahun bagi pembaca terkait gangguan dan suhan keperawatan
sistem respirasi.

59
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. N., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC NOC. Jogjakarta : Penerbit Mediaction.

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.

Byard, R. W. (2013). Journal of Forensic and Legal Medicine Diphtheria e “ The


strangling angel ” of children. Journal of Forensic and Legal Medicine, 20(2),
65–68. http://doi.org/10.1016/j.jflm.2012.04.006.

Hadfield-Law L. (2000). Head lice for A & E nurses. Accid Emerg, Nurs 8 (2):84–87.

Holmes, R. K. (2000). Biology and Molecular Epidemiology of Diphtheria Toxin and


the tox Gene. The Journal of Infectious Diseases, 156-167.

Ryan, K. J., & Ray, C. G. (2004). Sherris Medical Microbiology - An Introduction to


Infectious Diseases (4th ed.). The McGraw-Hill Companies.

Wahyuningsih, E. 2015. Asuhan Keperawatan pada An. B dengan Gangguan


Sistem Pernapasan : Pneumonia di Ruang Anggrek RSUD Surakarta. Surakarta
: Universitas Muhammadiyah Surakarta; Naskah Publikasi.

Zasada, A. A. (2015). Cornybacterium Diphtheriae Infections Currently And In The


Pas. 439–444.

60

Anda mungkin juga menyukai