Anda di halaman 1dari 84

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN DIARE DAN


MALNUTRISI

Fasilitator:

Iqlima Dwi Kurnia S.Kep., Ns. M.Kep

Disusun Oleh:

Tya Wahyun Kurniawati 131711133007

Rosita Agustin 131711133052

Mega Kurniawati Dewi 131711133053

Enggar Quráini Ayu 131711133091

Yulia Mariska 131711133127

Advi Astika 131711133128

Utari Suciati 131711133129

Audy Savira Y 131711133144

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya kami
dari saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Anak II dengan
materi Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Diare dan Malnutrisi dalam
bentuk makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh
ibu

Terima kasih kepada ibu Iqlima Dwi Kurnia S.Kep., Ns. M.Kep sebagai dosen
pengampu yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Terlepas dari
semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Penulis menyadari adanya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan makalah ini

Semoga makalah ini, dapat bermanfaat dan menjadi sumber pengetahuan bagi
pembaca. Dan apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan kiranya
pembaca dapat memakluminya. Sekian dan terima kasih.

Surabaya,18 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 3

2.1 Anatomi Fisiologis ....................................................................................... 3

2.2 Gizi Pada Anak ..................................................................................... 18

2.3 Diare Kronis .......................................................................................... 24

2.4 Malnutrisi .............................................................................................. 40

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 51

3.1 Asuhan Keperawatan Teori Diare Kronis ......................................... 51

3.2 Asuhan Keperawatan Teori Malnutrisi ............................................. 59

3.3 Studi Kasus ........................................................................................... 63

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 73

4.1. Kesimpulan ........................................................................................... 78

4.2. Saran ...................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya kesehatan anak telah menunjukkan hasil yang baik terlihat dari angka
kematian anak dari tahun ke tahun yang menunjukkan penurunan. Hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan Angka
Kematian Neonatal (AKN) sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian
Bayi (AKB) 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita (AKABA)
32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita telah mencapai Target
Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) 2030 yaitu sebesar 25/1.000 kelahiran
hidup dan diharapkan AKN juga dapat mencapai target yaitu 12/1.000 kelahiran
hidup (Kemenkes, 2018)

Mayoritas dari semua kematian neonatal (75%) terjadi selama minggu


pertama kehidupan, dan sekitar 1 juta bayi baru lahir meninggal dalam 24 jam
pertama. Kelahiran prematur, komplikasi terkait intrapartum (asfiksia kelahiran
atau kurang bernapas saat lahir), infeksi dan cacat lahir menyebabkan sebagian
besar kematian neonatal pada 2016. Dari akhir periode neonatal dan selama 5 tahun
pertama kehidupan, penyebab utama kematian adalah pneumonia, diare, cacat lahir
dan malaria. Malnutrisi adalah faktor penyebab utama, membuat anak-anak lebih
rentan terhadap penyakit parah (WHO, 2018)

. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut-


turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018. Prevalensi stunting
dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1% turun
menjadi 10,2%.Selain itu, menurut Riskesdas 2018 hal lainnya yang perlu
diperhatikan adalah proporsi konsumsi buah dan sayur kurang pada penduduk 5
tahun, masih sangat bermasalah yaitu sebesar 95,5%. (Riskesdas, 2018)

Diare merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita,


disamping penyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi. Menurut data
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab

1
kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi
dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang
mengakibatkan kematian. Pada tahun 2013 prevalensi diare masih berada di angka
7%, namun pada tahun 2018 prevalensi diare meningkat menjadi 8%
(Riskesdas,2018)

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem pencernaan pada anak ?
2. Bagaimana diare kronis pada anak ?
3. Bagaimana malnutrisi pada anak ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis diare kronis pada anak?
5. Bagaimana asuhan keperawatan teorotis malnutrisi pada anak ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan kasus diare kronis pada anak?
7. Bagaimana asuhan keperawatan kasus malnutrisi pada anak ?

1.3. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan sistem pencernaan pada anak
2. Mahasiswa dapat menjelaskan diare kronis pada anak
3. Mahasiswa dapat menjelaskan malnutrisi pada anak
4. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan teoritis diare kronis
pada anak
5. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan teorotis malnutrisi
pada anak
6. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan kasus diare kronis
pada anak
7. Mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan kasus malnutrisi pada
anak

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologis


2.1. 1. Anatomi Sistem Pencernaan

2.1. 2. Mulut

3
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di dalam permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,
asin, asam, dan pahit.
Mulut adalah rongga yang diikat secara eksternal oleh bibir dan pipi dan
mengarah ke dalam faring.Bagian atasnya dibentuk oleh palatum durum dan mole
dan dua pertiga bagian anterior lidah mengisi dasar mulut. Batas bawahnya
menggantung seperti tirai diantara mulut dan faring suatu prosesus konis kecil, yang
disebut uvula. Mulut merupakan tempat untuk mengunyah yaitu memecah partikel
makanan besar menjadi kecil. Makan dipotong-potong oleh gigi belakang (molar
dan geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

2.1. 3. Lidah dan Kelenjar Ludah

Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan


tersebut dengan enzim-enzim pencernan dan mulai mencernanya. Ludah
merupakan organ muscular yang melekat pada tulang hyoid dan mandibular. Ludah
terdiri dari radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah) dan apeks
lingua (ujung lidah).Pada pangkal lidah terdapat epiglottis yang menutup pada saat

4
menelan makanan. Di punggung lidah terdapat puting-puting pengecap atau ujung
saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada
bagian kira-kira di tengah,jika lidah digerakkan ke atas makan akan terlihat selaput
lendir.Pada pertengahan flika sublingual terdapat saluran dari glandula parotis,
submaksilaris dan glandula sublingualis. Fungsi lidah, yaitu:
a. Untuk membersihkan gigi serta rongga mulut antara pipi dan gigi
b. Mencampur makanan dengan ludah
c. Untuk menolak makanan dan minuman kebelakang
d. Untuk berbicara
e. Untuk mengecap manis, asin dan pahit
f. Untuk merasakan dingin dan panas.
Kelenjar ludah (saliva) merupakan gabungan dari duktus – duktus (wartoni dan
stensoni). Kelenjar ludah terdiri dari :
a. Kelenjar ludah parotis
Kelenjar ini terdapat di bawah depan telinga diantara prosesus mastoid kiri
dan kanan os mandibular, duktus stensoni. Duktus ini keluar dari glandula
parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator).
b. Kelenjar ludah submandibularis
Kelenjar ini terletak di bawah rongga mulut bagian belakang,duktus wartoni,
bermuara di rongga mulut dekat dengan frenulum lingua.
c. Kelenjar ludah sublingualis
Kelenjar ini terletak di bawah selaput lendir dasar rongga mulut.

2.1. 4. Faring
Faring menghubungkan mulut dan esofagus yang di dalamnya terdapat tonsil
(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi serta terletak bersimpanagn antara jalan
napas dan jalan makanan yang letaknya di belakang rongga mulut dan rongga
hidung, di depan ruas tulang belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus
fausium.

5
Faring terdiri dari:
a. Bagian superior atau nasofaring
Pada nasofaring bermuaara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga.
b. Bagian media atau orofaring
Bagian ini terbatas ke depan sampai di akar lidah bagian inferior.
c. Bagian inferior atau laringofaring.
Bagian ini menghubungkan oofaring dengan laring.

Dinding faring tersusun atas 3 lapisan, yaitu lapisan mukosa, submukosa


(menghasilkan mucus), muskularis dan serosa.

2.1. 5. Esofagus
Esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Esofagus juga merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ±25 cm, mulai dari faring sampai masuk cardiac di
bawah lambung. Lapisan otot memungkinkan untuk terjadinya kontraksi
yang dapat mendorong makanan ke lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Menurut
histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)

6
2.1.6 Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kacang kedelai. Bagian lambung terdiri dari:
a. Fundus Ventrikuli adalah bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri
osteum kardium dan biasaya berisi gas.
b. Korpus Ventrikuli adalah suatu lekukan pada bagian bawah kurbatura
minor.
c. Antrum pylorus adalah bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk sfingter pylorus.
d. Kurvatura minor ,lambung ini terdapat di sebelah kanan
lambung,terbentang dari osteum kardiakm sampai ke pylorus.
e. Kurvatura mayor, Lambung ini terbentang dari sisi kiri osteum kardiak
melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limpa.
f. Osteum Kardiak merupakan tempat esofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Lapisan selaput lendir apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini akan
berlipat-lipat yang disebut rugae. Lapisan otot melingkar disebut dengan muskulus
aurikularis. Lapisan otot miring disebut muskulus obliqus. Lapisan otot panjang
disebut dengan muskulus longitudinal. Lapisan jaringan ikat/serosa disebut dengan
peritoneum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk
cincin (sfingter) yang dapat membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghaalgi masuknya kemabli isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung

7
berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim.

2.1.7 Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antaar lambung dan usus besar. Dinding usus melepaskan lendir dan air
yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna. Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak.
Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus ini memiliki panjang sekitar 25 cm,berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian
kanan duodenum terdapat selpaut lendir yang membukit di sebut papila
vateri.. pada papila vateri bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan
saluran pakreas (duktus wirsungi/ duktus pankreatikus).
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua

8
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum
berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

c. Usus Penyerapan (Ileum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Usus halus juga mempunyai 4 lapisan yaitu serosa, muscular,
submukosa, dan membrane mukosa.

9
2.1.8 Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon merupakan bagian usus yang berada di antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini ialah menyerap air dari feses. Usus besar
terdiri dari:
a. Kolon Ascenden (Hepatica)
Panjangnya sekitar 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan,
membujur keatas dari dari ileum ke bawah hati.
b. Kolon Transversum
Panjangnya sekitar 38 cm,membujur dari kolon desendens berada
dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri
terdapat fleksura lienalis.
c. Kolon Descenden
Panjangnya sekitar 25 cm ,terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum
kiri bersambung dengan kolon sigmoid.
d. Kolon Sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens, terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri,bentuknya menyerupai huruf S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rectum.

Bagian akhir dari kolon adalah rectum yang terdapat otot sirkuler yang
membentuk spinkter anus.

10
2.1.9 Usus Buntu (Sekum)

Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.

2.1.10 Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau appendix merupakan organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut appendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Operasi membuang
umbai cacing disebut sebagai appendektomi.

11
2.1.10 Hepar

Hepar merupakan organ terbesar di dalam badan manusia. Organ ini


mempunyai peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh. Hati juga memproduksi bile yang sangat penting dalam pencernaan. Hepar
berada di bagian kanan atas rongga abdomen. Hepar terdiri dari dua lobus (lobus
kanan dan lobus kiri) yang dipisahkan oleh fissure longitudinal. Pembuluh darah di
hati ialah arteri hepatica dan vena portal ; vena hepatica dan saluran empedu. Vena
portal terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah. Hepar melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah
darah diperkaya dengan zat-zat gizi dan kemudian darah dialirkan ke dalam
sirkulasi umum. Hati menampilkan 7 fungsi pokok yaitu:
1) Menghasilkan garam empedu, yang digunakan oleh usus halus untuk
mengemulsikan dan menyerap lipid.
2) Menghasilkan antikoagulan heparin dan protein plasma seperti
protrombin, fibrinogen, dan albumin.
3) Sel-sel retikuloendotelial hati, memfagosit (memangsa) sel-sel darah
yang telah rusak, juga bakteri.

12
4) Menghasilkan enzim yang memecah racun atau mengubahnya menjadi
struktur yang tak berbahaya. Sebagai contoh, ketika asam amino hasil
pemecahan protein dipecah lagi menjadi energy, dihasilkan sampah-
sampah nitrogen beracun (misalnya ammonia) yang akan diubah menjadi
urea. Selanjutnya urea dibuang melalui ginjal dan kelenjar keringat.
5) Nutrient yang baru diserap akan dikumpulkan di hati. Tergantung
kebutuhan tubuh, kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen atau
lipid untuk disimpan. Sebaliknya hati juga dapat mengubah glikogen dan
lipid menjadi glukosa kembali jika dibutuhkan.
6) Hati menyimpan glikogen, tembaga, besi, vitamin A, B12, D, E, dan K.
Juga menyimpan racun yang tak dapat dipecah dan dibuang (misalnya
DDT).
7) Hati dan ginjal berperan dalam aktivasi vitamin D.

2.1.11 Kandung Empedu


Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan
sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Organ ini
terhubung dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu. Bagian-
bagian kandung empedu, antara lain:
1) Fundus vesika felea merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir
setelah korpus vesika felea.
2) Korpus Vesika Felea merupakan bagian dari kandung yang di dalamnya
berisi getah empedu.
3) Leher Kandung Kemih merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran
pertama masuknya getah empedu ke kandung empedu.
4) Duktus sistikus memiliki panjang sekitar 33/4 cm berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus ,membentuk saluran
empedu ke duodenum.
5) Duktus Hepatikus merupakan saluran yang keluar dari leher.
6) Duktus koledokus merupakan saluran yang membawa empedu ke
duodenum.

13
Empedu terdiri dari air, garam, empedu dan pigmen empedu. Pigmen empedu
dapat membuat feses berwarna normal (sterkobilin). Pigmen empedu juga terdapat
dalam darah dan memberi warna pada urin (urobilin). Empedu mempunyai dua
fungsi penting, yaitu:
a. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b. Berperan dalam pemnbuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin(Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

2.1. 12. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua


fungsiutama, yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas merupakan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan
mencerna protein, arobohidrat, dan lemak. Enzi ini hanya akan aktif jika telah
mencapai saluran pencernaan,
Bagian- bagian pancreas, antara lain:
 Kepala pankreas
 Badan pankreas
 Ekor pankreas

14
Pankreas juga merupakan kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran.
Saluran dari masing-masing kelenjar bersatu menjadi ductus (r= ±3 mm) yang
disebut dengan ductus pankreatikus.Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
a. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
b. Pulau pankreas, menghasilkan hormone

2.1. 13.Kelenjar Asesoris


a. kelenjar saliva
- Melunakkan makanan (enzim)
- Amilase membantu mencerna karbohidrat dan lipase mencerna lemak
b. Pankreas
- Melepaskan enzim pencernaan
- Melepaskan larutan bikarbonat (HCO3-)
- Fungsi endokrin = insulin dan glucagon

2.1. 14.Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid0 dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya, rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3
sfingter, antara lain:
a) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menuruti kehendak.
b) Sfingter levator ani , bekerja juga tidak menuruti kehendak
c) Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah), bekerja menuruti kehendak.

15
2.1. 15.Fisiologi Sistem Pencernaan
a) Aktivitas saluran pencernaan
1. Ingesti, yaitu memasukkan makanan ke dalam saluran cerna,
2. Propulsion, yaitu menelan dan peristaltic.
3. Digesti mekanik, ialah mengunyah, mencampur dan mengaduk makanan.
4. Digesti kimia, ialah memecah katabolik makanan.
5. Absorbsi, yakni pergerakan nutrient dari saluran pencernaan ke pembuluh
darah atau limfe.
6. Defekasi, yakni eliminasi makanan yang tidak tercerna (sampah).

b) Reaksi pada saat membau makanan


1. Kelenjar saliva melepaskan cairan serous dan mucus yaitu enzim amylase dan
lipase
2. Lambung mulai berkontraksi dan melepaskan enzim dan asam.
3. Pankreas dan kandung empedu teraktivasi.
4. Reaksi ini dikendalikan oleh CNS secara ekstrinsik nervous system.

c) Reaksi pada saat merasakan makanan


1. Kelenjar saliva melepaskan cairan serous dan mucus; enzim amylase dan lipase.
2. Mastikasi (mengunyah) dan mencampur makanan dengan lidah.
3. Lambung berkontraksi dan melepaskan enzim dan asam. Pankreas dan kandung
empedu bersekresi.

d) Reaksi pada saat menelan makanan


1. Lidah membantu menggerakkan makanan (bolus) ke oropharing.
2. Otot skeletal di oropharing menggerakkan makanan ke esofagus (peristaltic),
makanan dibasahi oleh kelenjar.

e) Reaksi pada saat makanan di lambung


1. Lambung berfungsi untuk:

16
a. Menyimpan makanan
b. Mencapur makanan melalui mekanisme kontraksi otot
c. Mengeluarkan h+ dan cl- dan menurunkan ph (membunuh bakteri
d. Degradasi makanan (chime)
2. Sel melepaskan pepsinogen (protein  pepsin)
3. Proses digesti selanjutnya melalui pepsin, asam, amylase dan lipase
f) Reaksi pada saat makanan di usus halus
1) Cairan asam mengalir ke usus halus
a. Pankreas menambahkan enzim pencernaan dan bikarbonat (HCO3-
)
b. Hati mengeluarkan empedu untuk absorbsi lemak
c. Air ditambahkan kemudian diresorbsi
2) Proses digesti diakselerasi dan pH dikembalikan normal pH  7
3) Absorbsi dari building blocks melalui enterosit ke hati melalui
pembuluh darah portal
4) Material yang tidak tercerna tetap utuh

g) Reaksi pada saat makanan di usus besar


1. Dehidrasi dari makanan yang tidak terdigesti
2. Pemadatan dari makanan yang tidak terdigesti
3. Eliminasi dari makanan yang tidak terdigesti

h) Reaksi pada saat makanan di rektum


Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan
tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi
dan pengerasan feses akan terjadi.

17
i) Reaksi pada saat makanan di anus
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagiannya lagi dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar) , yang merupakan fungsi utama anus.

2.2 Gizi Pada Anak

Nutrisi atau gizi adalah keseluruhan berbagai proses dalam tubuh makhluk
hidup untuk menerima bahan – bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan
bahan – bahan tersebut agar menghasilkan berbagai aktivitas dalam tubuhnya
sendiri. Bahan – bahan tersebut dikenal dengan istilah nutrient (unsur gizi, yaitu :
air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) (Mary E. Back, 2000).
1. Kebutuhan Gizi Bayi
Bayi memerlukan zat gizi pada makanan dengan kebutuhan yang berbeda-beda
sesuai dengan umurnya. Misalnya, pada bayi yang berumur kurang dari 4 bulan,
kebutuhannya akan zat-zat gizi berbeda dengan bayi yang berumur di atas 4 bulan.
Tabel di bawah ini menggambarkan keperluan akan energy dan protein bagi bayi
menurut golongan umurnya (Sjahmien Moehji , BSc , 1988)
Umur Bulan Berat Badan Kebutuhan Kalori Kebutuhan Protein
Rata- Rata (Kg) Per Hari Per Hari

0-3 4,1 492 kal 10 gr


4-6 6,4 735 kal 15 gr
7-9 7,7 850 kal 18gr
10-12 9,2 970 kal 19 gr
Pemberian makanan tambahan sebagai makanan pendamping ASI harus
disesuaikan dengan umur bayi karena itu pemenuhan gizi bayi pun disesuaikan
dengan umur bayi.

a. Gizi Bayi Usia 0 – 6 bulan.

18
Dalam usia bayi 0-6 bulan, makanan yang paling tepat untuk bayi adalah
air susu ibu atau ASI, karena memang komposisi zat gizi yang ada pada ASI
paling tepat untuk bayi pada usia ini. ASI eklusif menurut World Health
Organization (WHO), (2016) adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan
lain baik susu formula, air putih, air jeruk, ataupun makanan tambahan lain.
Sebelum mencapai usia 6 bulan sistem pencernaan bayi belum mampu
berfungsi dengan sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan
selain ASI. Anjuran pemberian ASI eksklusif 6 bulan ini dikeluarkan juga oleh
The American Dietetic Assosiation pada bulan oktober 2001 bersamaan dengan
diterbitkannya panduan berjudul “ Exclusive Breastfeeding for 6 month and
Breastfeeding with Complementary Foods for at Least 12 months is the ideal
feeding pattern for infants “.
Minuman yang terbuat dari susu hewan terutama susu sapi, dapat
diberikan kepada bayi sebagai pelengkap atau pengganti ASI dalam kondisi-
kondisi antara lain :
a. Air susu ibu (ASI) tidak keluar ;
b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau waktu bayi masih
memerlukan ASI;
c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan bayi;
d. ASI keluar tetapi ibu tidak dapat terus menerus menyusui bayinya.

b. Gizi Bayi Usia 6-9 Bulan


Kebutuhan nutrisi pada anak usia ini adalah tetap diteruskan kebutuhan
nutrisi dari ASI kemudian ditambah dengan bubur susu, bubur tim saring,
dan buah, penambahan bentuk kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan ukuran
kebutuhan nutrisi pada usia anak, makanan lembut padat dari usia
sebelumnya mengingat perkembangan gigi sudah mulai dan pada usia ini
bayi mulai mengunyah apa saja dan memasukkan semua makanan ke dalam
mulut, untuk itu perlu pengawasan dalam setiap aktivitas.

c. Gizi Bayi Usia 9 – 12 Bulan,

19
Bayi usia 9 bulan merupakan usia peralihan kedua dalam pengaturan
makanan bayi. Makanan bayi yang tadinya bertumpu pada ASI sebagai
pemberi zat gizi utama, setelah usia 9 bulan akan beralih ke makanan
sapihan sebagai pemberi zat gizi utama, sedangkan ASI hanya berperan
sebagai pelengkap. Pada usia 9 bulan kebutuhan kalori bayi adalah 350 kal
(dari 500 ml ASI). Sehingga diperlukan tambahan makanan sebesar 450-
500 kalori per hari. Apabila di suatu daerah sukar diperoleh bahan makanan
sumber protein hewani, baik karena terbatasnya jenis makanan yang ada
ataupun karena harganya yang tidak terjangkau, jalan keluar yang paling
dianjurkan adalah menggabungkan makanan pokok (beras, jagung, umbi-
umbian, atau sagu) dengan kacang-kacangan atau hasil olahannya (tempe,
tahu) dan bila mungkin dilengkapi dengan bahan makanan sumber protein
hewani. Makanan terdiri dari campuran : bahan makanan pokok sumber
kalori, bahan makanan sumber protein nabati yaitu kacang-kacangan atau
hasil olahannya (tahu, tempe) dan bahan makanan sumber protein hewani
sebagai penambah, serta sayuran hijau sebagai sumber mineral dan vitamin.
Dalam memilih jenis bahan makanan yang akan digunakan perlu
memperhatikan hal-hal berikut.
1. Bahan Makanan Pokok Sumber Kalori.
Bahan makanan pokok yang dipilih sebaiknya yang mutu gizinya
cukup baik, terutama dilihat dari mutu gizinya cukup baik, terutama
dilihat dari kadar proteinnya, yakni beras. Beras merupakan pilihan
utama karena kadar kalori proteinnya cukup tinggi. Selain itu asam
amino pada beras lebih mudah diserap dibandingkan.
2. Bahan Makanan Sumber Protein Nabati.
Dari berbagai jenis bahan makanan nabati yang paling memiliki
tinggi kadar protein dan mutu proteinnya cukup baik, adalah bahan
makanan jenis kacang-kacangan (leguminosa). Untuk itu dapat
dipilih dari jenis kacang hijau, kacang tolo, kacang merah atau
kacang kedelai. Dapat juga digunakan hasil olahan dari berbagai
jenis kacang-kacangan tersebut seperti tempe dan tahu.
3. Bahan Makanan Sumber Protein Hewani.

20
Tubuh mempunyai daya serap terhadap protein nabati yang terbatas
sehingga menyebabkan terhalangnya pembentukan protein tubuh.
Berbagai jenis bahan makanan sumber protein hewani seperti ikan,
telur, daging, susu atau dari jenis lainnya dapat digunakan untuk
makanan bayi dan anak.
4. Bahan Makanan Sumber Vitamin dan Mineral.
Berbagai jenis sayuran daun yang berwarna hijau tua merupakan
sumber vitamin dan mineral yang sangat baik untuk bayi. Dalam
membuat makanan sapihan, bukan saja macam campuran bahan
makanan yang perlu diperhatikan, tetapi jumlah masingmasing
bahan makanan juga harus proporsional.

2. Kebutuhan Gizi pada Usia Toddler dan Pra Sekolah


Gizi merupakan faktor penting dalam pola tumbuh kembang balita.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dan
berdampak pada aspek fisik. Sedangkan perkembangan (development) adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi perbedaan dewasa
dengan balita dalam hal kebutuhan gizi adalah gula & garam. Walaupun anak sudah
berusia di atas 1 tahun, batasi gula dan garam. Konsumsi garam untuk balita tidak
lebih dari 1/6 jumlah maksimum orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram.
Porsi makan anak juga berbeda dengan orang dewasa. Mereka membutuhkan
makanan sumber energi yang lengkap gizi dalam jumlah lebih kecil namun sering.
Selanjutnya yaitu Kebutuhan Energi & Nutrisi seperti karbohidrat,protein, lemak
serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari. Terakhir adalah
Susu Pertumbuhan – Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting
dikonsumsi balita. Sedikitnya balita butuh 350 ml/12 oz per hari.
Kebutuhan gizi balita meliputi asupan makanan sehari untuk anak harus
mengandung 10-15% kalori, 20-35% lemak, dan sisanya karbohidrat. Setiap kg

21
berat badan anak memerlukan asupan energi sebanyak 100 kkal. Asupan lemak juga
perlu ditingkatkan karena struktur utama pembentuk otak adalah lemak. Lemak
tersebut dapat diperoleh antara lain dari minyak dan margarin.

3. Kebutuhan Gizi Usia Sekolah


Kebutuhan gizi (nutrient requirement) adalah banyaknya energi dan zat gizi
minimal yang diperlukan oleh anak sekolah untuk membantu dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Semakin meningkat usia anak maka
kebutuhan juga semakin meningkat. Beberapa karakteristik yang terkait dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu diperhatikan pada anak usia sekolah
adalah sebagai berikut.
a. Anak dapat mengatur pola makannya.
b. Pola makan anak dapat dipengaruhi oleh jajanan yang ada di
lingkungan sekolah maupun di lingkungan luar rumah, pengaruh
teman serta iklan dari berbagai media.
c. Kebiasaan menyukai satu makanan tertentu berangsur-angsur harus
diarahkan ke pola makan makanan beragam.
d. Adanya pengaruh aktivitas lain yang lebih menarik daripada makan,
perlu kesabaran orang tua dan kreativitas orang tua agar anak cukup
makan dengan gizi seimbang.
Kecukupan Energi dalam Sehari Menurut Umur

Kebutuhan Air dalam Sehari Menurut Umur

22
Kebutuhan Kalsium dalam Sehari Menurut Umur

4. Kebutuhan Gizi Usia Remaja


Pada masa remaja kebutuhan kalori semakin meningkat karena perubahan
menjadi pubertas dan aktifitas. Pada masa remaja sangat menyadari akan
gambaran diri sehingga perlu pemantauan diit dalam makanan, seperti takut
akan obesitas dan takut timbulnya akne atau jerawat akibat makanan. Pada masa
ini terjadi pertumbuhan yang cepat baik tinggi maupun berat badan sehingga
kebutuhan gizipun meningkat (Behrman, RE dkk, 1996).
Kecukupan Gizi pada Remaja (13–18 Tahun) per Orang per Hari (Kep.
Menkes RI, 2005)

Kebutuhan lemak pada remaja dihitung sekitar 75% dari asupan energy total
remaja baik laki-laki maupun perempuan. Asupan kalsium yang dianjurkan sebesar

23
800 mg (praremaja) sampai 1.200 mg (remaja). Kebutuhan kalsium paralel dengan
pertumbuhan skeletal yang meningkat dari 800 mg/ hari menjadi 1.200 mg/hari
pada kedua jenis kelamin pada umur 11–19 tahun.
Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam
proses pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial, maka sangat diperlukan
kebutuhan zat gizi yang tinggi, salah satunya yaitu zat besi. Remaja adalah salah
satu kelompok yang paling berisiko untuk mengalami kekurangan zat besi. Fe lebih
baik dikonsumsi bersama dengan Vitamin C karena akan lebih mudah terabsorbsi.
Kebutuhan zat besi remaja remaja laki-laki 11 mg zat besi setiap hari
dan remaja perempuan yaitu 15 mg zat besi setiap hari. Menurut the American
Dietetic Association (ADA), tips sederhana tentang konsumsi zat besi yang
dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut.
a. Konsumsi daging merah yang tidak berlemak dalam porsi kecil, tiga sampai
empat kali seminggu.
b. Konsumsi sereal atau roti yang diperkuat dengan zat besi
c. Konsumsi sayuran hijau setiap hari
d. Tambahkan buah-buahan dalam pola makan setiap hari.
Kekurangan Fe/zat besi dalam makanan sehari-hari dapat menimbulkan
kekurangan darah yang disebut anemia gizi besi (AGB) dan juga gangguan belajar
dan perilaku dari remaja tersebut.

2.3 Diare Kronis


2.3.1. Definisi
- Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang
lebih dari biasa yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat
disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering
dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan,
dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat.

2.3.2. Klasifikasi

24
a) Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare dibagi menjadi :
1) Diare akut terjadi sewaktu-waktu dan berlansung selama 14 hari
dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai
lendir atau darah.
2) Diare kronik/ biasanya disebut juga dengan diare persisten
berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu atau
lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara
signifikan dan malasah nutrisi.
3) Diare yang disertai darah atau lendir terjadi karena infeksi usus yang
biasa disebut Disentri
b) Klasifikasi diare berdasarkan mekanisme patofisiologik meliputi :
1. Sekretoris
Pada diare sekretoris terjadi peningkatan sekresi CI- secara akif dari
sel kripta akibat mediator intraseluler seperti cAMP, cGMP, dan Ca2+.
Mediator tersebut juga mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl-
pada sel vili usus. Hal ini berakibat cairan tidak dapat diserap dan terjadi
pengeluaran cairan secara massif ke lumen usus. Diare pada mekanisme ini
memiliki tanda khas yaitu volume tinja yang banyak (>200ml/24 jam),
konsistensi tinja yang sangat cair, konsistensi Na+ dan Cl-> 70 mEq, dan
tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare
sekretoris adalah Rotavirus dmana bakteri mengeluarkan toksin yang
mengaktivasi cAMP (Sutadi, 2003).
2. Osmotik
Diare dengan mekanisme osmotic bermanifestasi ketika terjadi
kegagalan proses pencernaan atau penyerapan nutrien dalam usus halus
sehingga zat tersebut akan langsung memasuki colon. Hal ini
mengakibatkan peningkatan tekanan osmotic di lumen usus sehingga
menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorbs usus tidak hanya tergantung
pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan waktu yang
diperlukan dalam proses pencernaan kontak dengan epitel. Perubahan waktu
transit usus, terutama bila disertai dengan penurunan waktu transit usus
yang menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorbs nutrient. Contoh

25
dari diare ini adalah diare akibat intoleraansi laktosa. Absennya enzim
lactase karena berbagai sebab infeksi maupun non infeksi yang didapat
(sekunder) maupun bawaan, menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar
dalam keadaan tidak terserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini
kemungkinan akan difermentasi oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat
dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala yang khas yaitu
pH<5, bereaksi positif terhadap substansi reduktif, dan berhenti dengan
penghentian konsumsi makanan yang memicu diare.
3. Mutasi protein transport
Congenital Chlorida Diarrhea (CLD) mutasi protein ini yang
mengatur pertukaran ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical ussus ileo-
colon berdampak pada gangguan absorbs Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak
dapat terekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolic dan pengasaman
isi usus yang kemudian mengganggu proses absorbs Na+/ kadar Cl- dan Na+
yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan konsekuensi
polihidramnion, kelahiran premature dan gangguan tumbuh kembang.
Kadar klorida serum rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi.
4. Pengurangan luas permukaan anatomi usus
Diare yang disebabkan karena berbagai gangguan pada usus, pada
kondisi-kondisi tertentu seperti volvulus, atresia intestinal, penyakit chron
dan lain-lain diperlukan pembedahan bahkan pemotongan bagian usus yang
kemudian menyebabkan short bowel syndrome. Diare dengan pathogenesis
ini ditandai dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang massif serta
malabsorbsi makro dan mikronutrien.
5. Perubahan pada pergerakan usus
Diare yang terjadi akibat berbagai kondisi seperti malnutrisi,
sklerodermia, obstruksi usus dan diabetes mellitus mengakibatkan
pertumbuhan bakteri berlebih di usus. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan
menyebabkan dekonjugasi garam empedu yang berdampak
meningkatkannya jumlah cAMP intraseluler, seperti pada mekanisme diare
sekretorik. Perubahan gerakan usus pada diabetes mellitus terjadi akibat
neuropati saraf otonom, misalnya saraf adrenergic, yang pada kondisi

26
normal berperan sebagai antisekretori dan atau proabsorbtif cairan usus
sehingga gangguan pada fungsi saraf memicu terjadinya diare

2.3.3. Etiologi
Penyebab diare dibagi menjadi 2 yaitu infeksi dan non infeksi. Diare infeksi
biasanya disebabkan olek bakteri, parasite, protozoa, cacaing dan virus,
contohnya diare sekretorik. Sedangkan diare non infeksi dapat menimbulkan
diare pada anak seperti disebabkan: malabsorbsi laktosa, gangguan motilitas
usus, alergi, defisiensi imun, defisiensi disakarida, contohnya diare osmotic
(Gunawan, 2016).
Secara umum Penyebab diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau
lebih penyebab yaitu :
a. Sindrom malabsorbsi. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi
laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa
dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare terpenting
pada bayi dan anak. Disamping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan
protein
b. Defek anantomis
c. Reaksi alergik
d. Respon inflamasi
e. Imunodefisiensi
f. Gangguan endokrin
g. Parasite
Adapun faktor predisposisi diare antara lain usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, air yang terkontaminasi, sanitasi atau hygiene buruk,
pengolahan dan penyimpan makanan yang tidak tepat.

2.3.4. Manifestasi Klinis

27
Pada diare kronis sering ditunjukkan dengan tanda dan gejala sebagai
berikut :
1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
2) Muntah
3) Penurunan BB dan nafsu makan
4) Demam yang diindikasikan sebagai infeksi
5) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
6) Gelisah
7) Suhu badan meningkat
8) Eritematum pada anus dan sekitarnya
9) Ubun-ubun besar cekung pada bayi
10) Tonus otot dan turgor kulit berkurang
11) Selaput lendir mulut dan bibir tampak kering

2.3.5. Patogenesis
Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat
kompleks. Menghasilkan suatu konsep pathogenesis diare kronis yang
menjelaskan bahwa paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun
non infeksi akan menyebabkan rangkaian proses yang pada akhirnya memicu
kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan diare kronis. Dimana seringkali
diare kronis dan persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga disebutkan
terjadinya kedua diare ini karena infeksi.

2.3.6. Patofisiologi
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare diantaranya karena
faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Berikutnya terjadi perubahan
dalam kapasistas usus sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam
mengabsorbsi (penyerapan) cairan dan elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri
maka akan menyebabkan gangguan sistem transport aktif dalam usus akibatnya

28
sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit
meningkat.
Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbs
yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi pergeseran
cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan rongga usus
sehingga terjadi diare. Pada faktor makanan dapat terjadi apabila toksin yang
tidak diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan dan penurunan
peristaltic yang mengakibatkan penurunan penyerapan makanan yang
kemudian terjadi diare.

2.3.7. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)
adalah :
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat
lain yang dikandungnya. ASI memberikan perlindungan terhadap diare pada
bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan
susu formula. Pada bayi yang tidak diberikan ASI secara penuh pada 6 bulan
pertama kehidupan risiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar.
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Pemberian MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan lebih dapat meningkatkan
resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain bahkan kematian. Terdapat
beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian MP-ASI yang
lebih baik yaitu :
a) Memperkenalkan makanan lunak ketika anak berusia 6 bulan dan tetap
disertai ASI serta memberikan makanan yang beragam untuk memenuhi
kebutuhan gizi yang seimbang
b) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa
makanan pada tempat yang dingin serta emanaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak
3. Menggunakan air bersih yang cukup

29
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah :
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia
b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 0 meter dari sumber yang
digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber
untuk menjauhkan air hujan dari sumber
c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih, dan gunakan
gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air
d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus didihkan
4. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam peularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun terutama setelah buang air besa, setelah membuang tinja anak,
sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
5. Menggunakan jamban
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga
b) Bersihkan jamban secara teratur
c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang
air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan
setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari
sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki
6. Membuang tinja bayi yang benar
Hal-hal yang harus diperhatikan :
a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun
atau kertas Koran dan kuburkan atau buang di kakus
b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas
wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan
seperti kertas Koran dan daun besar dan buang ke dalam kakus

30
c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar
7. Pemberiaan imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare oleh kkarena itu beri anak imunisasi
campak segera setelah berumur 9 bulan.

2.3.8. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang


1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : pemeriksaan awal terhadap diare kronik.
Lekosit pada feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur
Bacteria dan pemeriksaan parasite diindikasikan untuk menentukan adanya
infeksi.
2. Volume feses : feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output
harian. Sekali diare harus dicatat, kemudian perlu juga ditentukan apakah
terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses
> 300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500
gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbstif.
4. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare
osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus
diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290 mosm.
5. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.
6. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat
diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison
Syndrome) calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s
disease)
7. Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negative belum
menyingirkan giardiasis
8. Lemak dan tinja : cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja
dengan Sudan blacj kemudian diperiksa di bawah mikroskop

31
9. Endoskopi, aspirasi duodenum dan biopsy : untuk menyingkirkan penyakit
seliaka dan giardias

2.3.9. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai komplikasi sebagai berikut :
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2) Rinjatan hipovolemik
3) Hipokalemia (dengan gejala miteorismus, hipotoni otot, lemak,
bradikardia, perubahan elektrokardiagram).
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktasi.
6) Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik
7) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

2.3.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diare pada anak terbagi dalam 4 pilar penting diantaranya :

Pilar I : Terapi Rehidrasi

a) Rencana terapi A (tanpa dehidrasi)

Hal-hal yang harus diperhatikan :

- Berikan cairan rehidrasi oral sesuai anjuran WHO


- Berikan cairan lebih dari biasanya untuk mencegaah dehidrasi
- Terusskan pemberian makanan pada anak sesuai tumbuh kembang
untuk mencegah malnutrisi
- Ukur intake dan output
- Ajarkan orangtua kpan harus membawa anaknya kembali ke
pelayanan kesehatan (tanda-tanda dehidrasi, keluar tinja cair amat
sering, muntah berulang, rasa haus meningkat, tidak dapat
makan/minum seperti biasanya)

32
b) Rencana terapi B (dehidrasi ringan – sedang)
Hal-hal yang harus diperhatikan :
- Ukur intake dan output
- Jumlah cairan rehidrasi oral (CRO) yang harus diberikan
- Cara pemberian CRO
- Pemantauan kemajuan terapi rehidrasi oral
- Penghentian terapi CRO
- Penilaian rehidrasi oral dianggap gagal
- Penilaian pemberian makanan
c) Rencana terapi C (dehidrasi berat)
Hal-hal yang harus diperhatikan :
- Pemantauan intra vena line pada terapi intravena (phlebitis, tetesan
infus)
- Catat intake dan output
- Evaluasi penilaian dehidrasi setelah terapi intravena
Kebutuhan cairan pada anak :
- BB < 10 Kg : 100 cc/Kg BB/hari
- BB < 20 Kg : 1000 cc + 50 (BB-10)
- BB < 30 Kg : 1500 cc + 20 (BB-20)

Pilar II : Terapi Nutrisi

- ASI tetap diberikan


- Diare tanpa dehidrasi : susu formula tidak perlu diganti
- Diare dengan gejala klinis intoleransi laktosa : susu formula bebas laktosa
- Berikan makan porsi sedikit dengan frekuensi sering
- Berikan makanan satu kali lebih banyak setiap hari selama satu minggu

Pilar III : Terapi Medikamentosa

- Kolaborasi pemberian probiotik. Probiotik bekerja dengan cara mengganti


bakteri “baik” yang hilang dari dalam tubuh dan menyeimbangkan jumlah
bakteri “baik” dan “jahat” yang hidup dalam funsi pencernaan supaya
tubuh berfungsi normal. Jenis probiotik :

33
a) Lactobacillus. Probiotik yang paling sering ditemukan. Biasanya
terdapat pada yogurt dan produk makanan yang difermentasikan.
Bakteri ini membantu mengatasi diare dan gangguan penyerapan
laktosa
b) Saccharomyces boulardii : menangani diare dan gangguan pencernaan
c) Bifidobacterium : meredakan gangguan pencernaan jangka panjang
- Kolaborasi pemberin preparat Zn
Pemberian zinc selama diare mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.
Dosis pemberian zinc pada balita :
 Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare (Agtini, 2008).
Pilar IV : Edukasi
- Cara merawat anak diare di rumah
- Kapan harus membawa anak kembali ke pelayanan kesehatan
- Cara pencegahan diare seperti cuci tangan

Adapun penatalaksanaan diare menurut WHO (2008)

1. Pemberian cairan
Klasifikasi tingkat dehidrasi Menurut WHO (2008) tingkatan diare terdiri
dari :

34
Klasifikasi Tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda Beri cairan untuk diare
di bawah ini : berat yang disesuaikan
- Letargi/tidak sadar pada umur dan BB
- Tidak bisa minum
atau malas minum
- Cubitan kulit perut
kembali sangat
lambat (>2 detik)
Dehidrasi Terdapat 2 atau lebih tanda- Dehidrasi ringan
ringan atau tanda di bawah ini : - 1 jam pertama : 25
sedang - Rewel/gelisah – 50 ml / kg BB per
- Mata cekung oral
- Minum dengan - selanjutnya : 125
lahap, haus ml / kg BB / hari
- Cubitan kulit Dehidrasi sedang
kembali lambat - 1 jam pertama : 50
– 100 ml / kg BB
per oral (sonde)
- selanjutnya 125 ml
/ kg BB / hari

Tanpa Tidak terdapat cukup tanda- Per oral sebanyak anak


dehidrasi tanda untuk diklasifikasikan mau minum / 1 gelas
sebagai dehidrasi ringan atau tiap defekasi
berat
- Diare dengan dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara cepat
dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera
setelah anak membaik.
- Tatalaksana
Anak-anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara
cepat yang diikuti dengan rehidrasi oral (Yuliastati, 2016).

35
 Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan beri
larutan oralit jika anak bisa minum. Larutan intravena terbaik adalah
larutan ringer laktat. Jika tidak tersedia berikan larutan garam normal
(NaCL 0,9%)
 Beri 100 ml/kgBB larutan yang dipilih dan dibagi sesuai tabel berikut
Usia Pertama, berikan 30 Selanjutnya, berikan 70
ml/kg dalam ml/kg dalam
< 12 bulan 1 jam 5 jam
≥ 12 bulan 30 menit 2,5 jam

2. Dietetik (cara pemberian makanan)


Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang
dari 7 kg jenis makanan :
- Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
- Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila
anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu
dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang
/ tidak sejuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui
tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
- Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
- Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin,
ekstrak beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi
diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal,
tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak
diberikan lagi.

36
- Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas bila penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB
/ hari.
Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA,
faringitis, bronkitis / bronkopneumonia.

37
2.3.11 WOC Infeksi Toksik bakteri Faktor Faktor
malabsorbsi makanan

Masuk saluran gg. sistem


pencernaan transport aktif Gagal Toksin tidak
dalam usus malabsorbsi dapat diserap
Masuk saluran
Berkembang di pencernaan
usus Infeksi saluran Tekanan Hiperperistaltik
mukosa osmotic
meningkat
Merusak Sel
Sekresi cairan Penurunan
mukosa usus
dan elektrolit Pergeseran cairan dan penyerapan
meningkat elektrolit ke dalam makanan
gg. absorbsi usus
cairan dan
elektrolit

Diare MK: Diare (Domain 3.Kelas 2.Kode Diagnosis 00013)

Frekuensi BAB Distensi abdomen


meningkat

38
Mengiritasi area
fisura anus
Mual muntah

MK: Kerusakan Integritas Kulit (Domain


11.Kelas 2. Kode Diagnosis 00046) Nafsu makan manurun

Frekuensi BAB Berat badan menurun


meningkat

MK : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang


Hilangnya cairan dan dari kebutuhan tubuh (Domain 2.Kelas 1.
elektrolit berlebih Kode Diagnosis 00002)

Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit

Dehidrasi Hipotensi takikardi

MK : Defisien MK: Risiko MK: Risiko


Volume Cairan Ketidakseimbang Penurunan
(Domain 2.Kelas 5. an Elektrolit perfusi jaringan
Kode Diagnosis (Domain 2.Kelas jantung (Domain
00027) 5. Kode Diagnosis 4.kelas 4. Kode 39
00195) Diagnosis 00200)
2.4 Malnutrisi
2.4.1. Definisi Malnutrisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak
seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk
mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam
tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik
(Oxford medical dictionary 2007: 524 ).
Malnutrisi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan ketidakseimbangan
antara asupan dan keluaran energi, baik karena kekurangan atau kelebihan asupan
makanan maupun akibat kebutuhan yang meningkat. Pada pembahasan selanjutnya
yang dimaksud dengan malnutrisi adalah keadaan klinis sebagai akibat kekurangan
asupan makanan ataupun kebutuhan nutrisi yang meningkat ditandai dengan adanya
gejala klinis, antropometris, laboratoris dan data analisis diet. (Depkes RI, 2007)

2.4.2. Etiologi Malnutrisi


1) Faktor Sosial Ekonomi
Etiologi malnutrisi bersifat multifaktorial, tidak hanya mencakup penyebab
klinis tetapi juga status sosio-ekonomi. Secara mendasar, terdapat keterkaitan
erat antara penyakit malnutrisi dengan kondisi sosial-ekonomi.
UNICEF menyatakan bahwa malnutrisi merupakan kondisi akut yang terjadi
akibat berbagai penyebab. Penyebab dasar adalah masalah sosiokultur,
ekonomi, dan politik negara yang menyebabkan tidak adekuatnya pendapatan
per kapita negara. Hal ini menyebabkan ketersediaan pangan, pekerjaan,
pendidikan juga menjadi terbatas. Selain itu, diet dan pola makan rumah tangga
juga menjadi tidak adekuat disertai dengan masalah sanitasi. Bila terjadi terus-
menerus, hal ini akan menyebabkan asupan nutrisi yang tidak adekuat pada
anggota rumah tangga dan berujung pada malnutrisi.
2) Penyebab Malnutrisi secara Klinis
Ditinjau dari segi klinis, Saunders et al berpendapat bahwa penyakit malnutrisi
pada dasarnya dapat terjadi akibat keempat faktor risiko berikut:

40
a. Penurunan Asupan Nutrisi
Kurangnya asupan nutrisi sering kali terjadi akibat diet yang tidak
seimbang. Selain itu, kurangnya asupan nutrisi juga dapat terjadi pada
penyakit kronik. Hal ini terjadi melalui penurunan nafsu makan akibat
proses inflamasi yang terjadi.
b. Penurunan Absorpsi Makronutrien maupun Mikronutrien
Pada pasien yang mengalami gangguan pencernaan maupun pasien
pasca pembedahan regio abdomen, malabsorpsi dapat terjadi dan
menjadi faktor risiko utama untuk penurunan berat badan dan
malnutrisi.
c. Peningkatan Kehilangan (Loss) Nutrisi atau Kebutuhan Nutrisi
Pada kondisi tertentu seperti pasien luka bakar, pasien dengan fistula
enterokutan, diare kronis akibat buruknya sanitasi, malnutrisi sangat
rentan terjadi akibat hilangnya makronutrien maupun mikronutrien
tertentu.
d. Peningkatan Total Energy Expenditure (TEE)
Total energy expenditure merupakan jumlah kalori yang dibakar dalam
sehari. Hal ini dapat meningkat pada kondisi penyakit tertentu, misalnya
pada pasien luka bakar atau trauma berat.
3) Penyebab Lain Malnutrisi
Selain akibat asupan nutrisi yang inadekuat, malnutrisi juga dapat disebabkan
oleh penyakit kronik maupun iatrogenik, yaitu malnutrisi yang berkaitan dengan
tindakan pengobatan, misalnya radiasi, kemoterapi, maupun pemberian
antibiotik jangka panjang. Gangguan makan seperti anorexia nervosa
atau orthorexia nervosa juga dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi.
4) Kepadata jumlah penduduk di suatu populasi
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa kepadatan jumlah
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan bahan
makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Ms.
Lorent memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak
jika suatu daerah terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang buruk.(Iskandar,
2002)

2.4.3. Manifestasi Klinis


41
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
 Kelelahan dan kekurangan energy
 Pusing
 Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
 Kulit yang kering dan bersisik
 Gusi bengkak dan berdarah
 Gigi yang membusuk
 Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
 Berat badan kurang
 Pertumbuhan yang lambat
 Kelemahan pada otot
 Perut kembung
 Tulang yang mudah patah
 Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

2.4.4. Klasifikasi Malnutrisi


Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan tipe
marasmik-kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda
klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

1) Marasmus

42
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering
ditemui pada balita penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang
sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa
neonatus serta kesehatan lingkungan. Marasmus sering dijumpai pada anak
berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran sbb:

 berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya

 suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang

 dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar hingga hanya tampak


bagai tulang terbungkus kulit

 tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol

 anak menjadi berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face)

 Otot-otot melemah, atropi

 bentuk kulit berkeriput bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan,

 perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah
buang air kecil.

2) Kwasiorkhor

Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein yang disebabkan oleh


defisiensi protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi.
(Dorland, 1998)

43
Gejala umum dari kwashiorkor adalah :
 Hipoalbuminemia
 Edema
 penurunan imunitas
 dermatitis
 anemia
 apatis
 terjadi penipisan rambut.
Dibandingkan marasmus, kwashiorkor memiliki tingkat morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dengan penanganan yang lebih sulit karena
penderita kwashiorkor lebih rentan terkena infeksi. Kadar serum albumin dipilih
sebagai indikator dalam menentukan kondisi kwashiorkor didasarkan bahwa
albumin adalah plasma protein yang paling banyak ada di darah manusia (60%).

3) Marasmus-Kwasiorkor
Kondisi dimana terjadi defisiensi baik kalori maupun protein, dengan
penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya
dehidrasi. Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus.
Gejala Marasmus-Kwasiorkor diantaranya :
 Campuran dari beberapa gejala klinik marasmus (sangat kurus) dan
kwashiorkor (disertai edema yang tidak mencolok pada kedua punggung
kaki)

2.4.5. Patofisiologi Malnutrisi


Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host),
agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan)
memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mem-
pergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan

44
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan
lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini
berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Pada Malnutrisi, di dalam tubuh
sudah tidak ada lagi cadangan makanan untuk digunakan sebagai sumber energi.
Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi yang sangat berlebihan dan akan
mengakibatkan kematian

2.4.6. Pencegahan Malnutrisi


Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI
yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein,
lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas.
Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter
4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah
sakit.
5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori
yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk
proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat
mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin
penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada
kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala

45
kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di
kemudian hari.

2.4.7. Penatalaksanaan Malnutrisi


Pada pasien dengan malnutrisi, penatalaksanaan yang adekuat diperlukan melalui
kolaborasi berbagai pihak yaitu oleh dokter dan tenaga medis, ahli nutrisi, dan keluarga
dari pasien tersebut. Pada anak dengan edema akibat malnutrisi, status nutrisi harus
dinilai dengan hati-hati karena dapat menyebabkan bias pada pengukuran berat badan.
Anak dengan malnutrisi kronis membutuhkan asupan kalori 120-150 kkal/kg/hari untuk
mencapai berat badan sesuai
1) Tata Laksana Malnutrisi Akut Berat pada Anak
Pada kondisi yang malnutrisi akut berat, perawatan di rumah sakit bisa jadi
diperlukan oleh pasien anak yang memerlukan intervensi medis.
Penatalaksanaan malnutrisi akut berat atau gizi buruk dilakukan melalui dua
tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi. Terdapat 10 langkah
penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang diterapkan di Indonesia, yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5. Atasi/cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
7. Memulai pemberian makan
8. Mengupayakan tumbuh-kejar
9. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pascaperbaikan
Prinsip penatalaksanaan penyakit malnutrisi adalah dilakukan secara
bertahap agar tidak terjadi refeeding syndrome.
2) Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko menderita hipoglikemia (kadar gula
darah sewaktu <54mg/dl), dan kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada 2
hari pertama perawatan. Bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia, pemberian
makan setiap 2-3 jam sangat penting untuk mencegah terjadinya hipoglikemia
berkepanjangan. Dalam kondisi hipoglikemia, bila anak dalam keadaan sadar

46
dapat diberikan 50 ml larutan glukosa 10% atau sukrosa 10% (1 sendok teh
penuh gula dilarutkan dalam 50 ml air) baik peroral maupun NGT. Kemudian
mulai pemberian F75 (formula nutrisi dengan kalori 75 kkal/100mL) tiap 2 jam,
dan untuk 2 jam pertama berikan seperempat dosis tiap 30 menit.
Pertimbangkan pula pemberian antibiotik jika terbukti terdapat infeksi pada
pasien. Bila anak dalam keadaan tidak sadar, dapat diberikan bolus glukosa 10%
intravena diikuti dengan 50 ml glukosa 10% lewat pipa NGT dan dilanjutkan
pemberian F75 dengan metode serupa. Evaluasi kadar gula darah setelah 2 jam
tatalaksana.
3) Dehidrasi dan Keseimbangan Elektrolit
Tidak mudah menilai dehidrasi pada anak dengan gizi buruk karena tanda dan
gejala dehidrasi sering didapati pada gizi buruk meskipun tidak dehidrasi. Oleh
karena itu, diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah melalui pemeriksaan berat
jenis urin >1.030, disertai dengan gejala klinis khas seperti kehausan dan kulit
kering. Rehidrasi pada gizi buruk menggunakan larutan khusus yaitu ReSoMal
(Rehydration Solution for Malnutrition) yang mengandung natrium dan kalium
dalam jumlah sesuai. Seluruh anak dengan malnutrisi berat mengalami
kelebihan natrium walaupun kadar Na darah rendah. Defisiensi kalium dan
magnesium juga terjadi dan membutuhkan waktu minimal 2 minggu untuk
melakukan koreksi. Edema yang muncul pada pasien malnutrisi berat dapat
disebabkan ketidak-seimbangan elektrolit sehingga pemberian diuretik untuk
mengatasi edema tidak dianjurkan.
4) Pemberian Makanan dan Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Pemberian makanan pada fase stabilisasi memerlukan pendekatan yang hati-
hati karena kondisi fisiologis anak dengan malnutrisi akut berat sangat rapuh.
Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin dengan porsi kecil
namun sering menggunakan makanan dengan osmolaritas rendah dan rendah
laktosa seperti F75. Pemberian makan sebaiknya melalui oral atau bantuan pipa
nasogastrik, dan bila anak masih minum ASI, lanjutkan pemberian ASI namun
setelah formula makanan dihabiskan. Berikut ini jadwal yang
direkomendasikan pada fase stabilisasi:
 1-2 hari : frekuensi tiap 2 jam, 11 cc/kgBB/pemberian, volume 130
ml/kg/hari

47
 3-5 hari: frekuensi tiap 3 jam, 16 cc/kgBB/pemberian, volume 130
ml/kg/hari
 6-7+ hari: frekuensi tiap 4 jam, 22 cc/kgBB/pemberian, volume 130
ml/kg/hari
Selanjutnya, pada fase transisi dan rehabilitasi, bila anak dirasa mampu, jenis
formula makanan dapat dinaikkan menjadi F100 (formula nutrisi dengan kalori
100 kkal/100mL) yang memiliki kalori lebih tinggi untuk mempersiapkan anak
mencapai berat badan yang ditargetkan.
Koreksi defisiensi mikronutrien juga perlu diberikan, namun pemberian
preparat besi tidak boleh diberikan hingga minggu kedua atau pada fase
rehabilitasi. Pada hari pertama perawatan dapat diberikan Vitamin A peroral
(dosis >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI, untuk 0-5 bulan
50.000 SI), ditunda bila kondisi klinis buruk. Dapat pula diberikan asam folat
5 mg peroral. Di Indonesia, terdapat larutan yang mengandung elektrolit dan
mineral yang dibutuhkan yaitu zinc, tembaga (Cu), kalium dan magnesium.
Larutan ini dikenal sebagai Mineral Mix.

2.4.8. Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total,
elektrolit serum, biakan darah
b. Profil lipid (lipid total, trigliserida, kolesterol, LDL, HDL)
2) Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3) Uji faal hati
4) EKG
5) X foto paru
6) Pemeriksaan radiologis: usia tulang, osteoporosis / osteomalsia
7) Pemeriksaan antropometris: BB, TB, BB/TB, LLA, LK

48
2.4.9. Komplikasi
Bahaya komplikasi pada pasien malnutrisi, diantaranya :
1) sangat mudah terkena infeksi karena daya tahann tubuh rendah, terutama sistem
kekebalan tubuh. Infeksi yang paling sering adalah bronkopneumonia dan
tuberculosis.
2) adanya atrofivili usus, menyebabkan penyerapan terganggu mengakibatkan
pasien sering diare.
Melihat komplikasi tersebut sukar untuk dicegah, yang perlu diperhatikan adalah
kebersihan mulut, kulit, diare dan hipotermia.

49
2.4.10. WOC

50
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Teori Diare Kronis


A. Pengkajian

1. Anamnesis

a. Identifikasi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur di bawah lima tahun, baik
berjenis kelamin laki laki maupun perempuan.
b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama berupa kejadian diare lebih dari dua minggu/15 hari.

2) Riwayat penyakit sekarang

Adanya keluhan yaitu diare lebih dari dua minggu,demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, penurunan nafsu makan, muntah,
demam, adanya lendir dalam tinja, dan gejala-gejala flu.

3) Riwayat Keseehatan Keluarga

Merupakan manifestasi penyakit genetic spesifik,seperti defisiensi


diskaridase,fibrosis kistik,atau penyakit yang dimediasi imun
(berhrgman,2010)

4) Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penularan diare karena infeksi melalui transmisi fecal oral langsung dari
penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi
bakteri pathogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahkan
muntahan penderita dan juga dapat melalui udara( Amin Huda,2016).

51
5) Pengkajian Psikososial

Adanya kecemasan orang tua dengan kondisi sakit dan keperluan


pemenuhan informasi tentang pola hidup bersih.

2. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
1) Suhu : Terjadi Peningkatan suhu tubuh
2) Nadi : Cepat dan lemah
3) RR : Cepat
4) TD : Cenderung menurun

b. Pengkajian Per Sistem


1) B1 (Breathing)
Sistem pernapasan akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan
akut terhadap kondisi elektrolit. Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan
tampak pucat,pernafasan cepat dan dalam (kusmaul).
2) B2 (Blood)
Respon akut akibat kehilangan cairan tubuh akan memengaruhi volume
darah. Akibat turunnya volume darah,maka curah jantung pun menurun
sehingga tekanan darah menurun,denyut nadi cepat dan lemah,serta pasien
mempunyai risiko timbulnya tanda dan gejala syok.
3) B3 (Brain)
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi
serebral dengan manifestasi sakit kepala,perasaan lesu,gangguan mental
seperti dehidrasi dan delirium.
4) B4 (Bladder)
Pada kondisi dehidrasi berat didapatkan penurunan urine output. Semakin
berat kondisi dehidrasi,maka akan di dapatkan kondisi oliguria sampai
anuria dan pasien mempunyai risiko untuk mengalami gagal ginjal akut.

52
5) B5 (Bowel)
Pemeriksaan system gastrointestinal yang didapatkanberhubungan dengan
berbagai faktor seperti penyebab,onset,kondisi hidrasi dan tingkat toleransi
individu(usia,malnurisi,penyakit kronis dan penurunan imunitas). Secara
lazim pada pemeriksaan gastrointestinal akan didapatkan :
 Inspeksi : pada pasien dehidrasi berat akan terlihat
lemas,sering BAB.
 Auskultasi : didapatkan peningkatan bising usus lebih dari
25kali/menit yang berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus dari peradangan pada saluran gastrointestinal.
 Perkusi : didapatkan suara timpani abdomen pada pasien
yang mengalami kembung.
 Palpasi : apakah didapatkan supel(elastisitas dinding
abdomen optimal)dan apakah didapatkan adanya nyeri
tekan(tenderness) pada area abdomen.
Pemeriksaan anus dan sekitarnya,lecet karena
seringnya BAB dan feses menjadi lebih asam akibat
banyaknya asam laktat. Pada pemeriksaan feses,di dapatkan
feses :
 Konsistensi cair berhubungan dengan kondisi lazim
gastroenteritis.
 Feses bercampur lender dan darah yang berhubungan dengan
ulserasi usus.
 Feses seperti air tajin (air beras) pada pasien kolera.
 Feses berwarna menjadi gelap dan kehijau-hijauan berhubungan
dengan kondisi malabsorpsi atau bercampur garam empedu.
6) B6 (Bone)
Respon dehidrasi dan penurunan volume cairan tubuh akut akan
menyebabkan kelemahan fisik umum. Pada kondisi diare kronis dengan
deplesi nutrisi dan elektrolit akan didapatkan kram otot dan ekstremitas.
Integument.
Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala dehidrasi,meliputi :

53
 Turgor kulit menurun <3 detik
 Pada anak-anak,ubun-ubun dan mata cekung,membrane mukosa
kering dan disertai penurunan BB akut.
 Keringat dingin.
 Diaphoresis.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan proses infeksi,inflamasi usus.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.

4. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Diare (00013) NOC NIC
Defenisi: pasase feses yang lunak  Eliminasi usus Manajemen diare
dan tidak berbentuk  Kontinensi usus - Evaluasi efek
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil : samping
 Nyeri abdomen  Feses berbentuk pengobatan
sedikitnya 3 kali per  BAB se- kali terhadap
hari sehari sampai 3 gastrointestinal
 Kram - Ajarkan pasien
kali
 Bising usus hiperaktiv  Menjaga daerah untuk

 Ada dorongan sekitar rektal dari menggunakan obat

Factor yang berhubungan: iritasi anti diare


- Instruksikan pasien
 Psikologis Tidak mengalami
diare atau keluarga untuk
- Ansietas
mencatat
- Tingkat stress  Menjelasakan
warna,jumlah,
tinggi penyebab diare dan
frekuensi dan
 Situasional rasional tindakan
konsistensi dari
 Mempertahankan
- Efek samping

54
obat turgor kulit feses.
- Penyalahguna - Evaluasi intake
an alcohol makanan yang
- Kontaminan masuk

- Penyalahguna - Identifikasi

an laksatif factor penyebab

- Radiasi , toksin dari diare

- Selang makan - Observasi turgor


kulit secara rutin
 Fisiologis
- Ukur
- Proses infeksi
diare/keluaran
dan parasite
BAB
- Inflmasi dan
- Hubungi dokter jika
iritasi
ada kenaikan bising
- Malabsorbsi
usus
- Instruksikan pasien
untuk makan
rendah serat tinggi
protein dan tinggi
kalori jika
memungkinkan
- Monitor
persiapan
makanan yang
aman
2 Kekurangan volume cairan NOC NIC
(00027) Definisi : penurunan  Keseimbangan cairan Manajemen cairan
cairan  Hidrasi - Timbang popok
intravascular,interstisial,dan  Status nutrisi : jika diperlukan
atau intraseluler. Ini mengacu volume makanan - Pertahankan
pada dehidrasi,kehilangan dan cairan catatan intake dan
cairan tanpa perubahan natrium Kriteria Hasil : output yang akurat

55
Batasan karakteristik  Mempertahankan - Monitor status
 Perubahan status mental urine output sesusi hidrasi(kelembaban

 Penurunan TD dengan usia dan membrane

 Penurunan tekanan nadi BB,BJ urine mukosa,nadi


normal adekuat,tekanan
 Penurunan volume nadi
 Tekanan darah,nadi darah ortostatik)
 Penurunan turgor kulit
dan suhu tubuh - Monitor vital sign
 Penurunan luaran urin
dalam batas normal - Monitor
 Membran mukosa kering
 Tidak ada tanda- masukan
 Peningkatan hematocrit
tanda makanan/cairan
 Peningkatan suhu tubuh
dehidrasi,elastisitas dan hitung
 Peningkatan frekwensi turgor kulit intake kalori
nadi baik,membrane harian
 Peningkatan mukosa - Kolaborasi
konsentrasi urine lembab,tidak ada pemberian cairan
 Penurunan berat badan rasa haus yang IV
 Haus berlebihan. - Berikan cairan IV
 Kelemahan pada suhu ruangan
- Dorong masukan oral
- Dorong masukan oral
- Kolaborasi
dengan dokter
- Atur
kemungkinan
transfusi
Manajemen hipovolemi
- Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
- Pelihara IV line

56
- Monitor tingkat HB
dan hematocrit
- Minitor vital sign
- Monitor respon
pasien terhadap
penambahan
cairan
- Monitor BB
- Dorong pasien
untuk menambah
intake oral
- Dalam pemberian
cairan IV, monitor
adanya tanda dan
gejala kelebihan
volume cairan
- Monitor adanya
tanda gagal ginjal
3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan tubuh  Status nutrisi  Manajemen nutrisi
berhubungan dengan intake  Status - Berikan informasi
yang kurang (00002) Definisi : nutrisi:masukan tentang kebutuhan
Asupan Nutrisi tidak cukup untuk cairan dan nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolic. makanan - Kaji adanya
Batasan Karakteristik :  Status alergi makanan
- Berat badan 20%atau lebih nutrisi:masukan - Berikan makanan
di bawah rentang berat nutrisi yang terpilih(sudah
badan ideal  Kontrol berat badan dikonsultasikan
- Bising usus hiperaktif Kriteria hasil: dengan ahli gizi)
- Diare  Adanya peningkatan - Monitor jumlah
- Gangguan sensasi rasa berat badan sesuai nutrisi dan

57
- Kehilangan rambut dengan tujuan kandungan kalori
berlebihan  Berat badan ideal - Anjurkan pasien

- Kurang minat pada makanan sesuai dengan tinggi untuk

- Nyeri abdomen badan meningkatkan


 Mampu intake fe
mengidentifikasi - Anjurkan pasien
kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
 Tidak ada tanda- protein dan vitamin C
tanda malnutrisi - Kolaborasi dengan
 Tidak terjadi ahli gizi untuk
penurunan berat menentukan jumlah
badan yang berarti kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien
- Monitor nutrisi
- Monitor mual, muntah

58
3.2 Asuhan Keperawatan Teori Malnutrisi
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin dan alamat. Pada pasien anak akan di
cantumkan identitas penanggung jawab yang meliputi nama, umur, alamat
dan hubungan dengan pasien. Diperlukan juga data tanggal masuk ruah
sakit, nomer rekam medis pasien serta diagnose medis yang telah diberikan
oleh dokter.

2. Keluhan utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak semakin lama semakin turun,
bengkak pada tungkai, peningkatan suhu tubuh, penurunan nafsu makan dan
diare

3. Riwayat penyakit
Penderita malnutrisi biasanya memiliki riwayat prematur maka dari itu
penting untuk mengkaji riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi
dan pembedahan yang pernah dialami pasien. Alergi, pola kebiasaan,
tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk),
psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu
dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak
(riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).

4. Riwayat kesehatan keluarga


Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

59
5. Pemeriksaan fisik
. Pengkajian fisik secara umum dilakukan dengan metode head to too
yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas
dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
 Penurunan ukuran antropometri
 Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut)
 Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema
palpebra, konjungtifa anemis. Pasien terpasang sonde untuk memenuhi
intake nutrisi da terdapat sekret, Pada bibir pasien terdapat lesi dan
mukosa bibir kering
 Leher pasien mengalami kaku kuduk
 Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi
otot intercostal)
 Terdapan tarikan dinding dada, wheezing, ronchi pada thorax
 Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat
bila terjadi diare.
 Pada ekstremitas atas pasien lingkar lengan atas standart normal dan akral
hangan. Sedangkan pada ekstremitas bawah biasanya terdapat edema
tungkai
 Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong,
fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi albumin, creatine, elektrolit,
hemoglobin, dan hematokrit untuk mengetahui apakah pasien mengalami
anemia. Hal ini di karenakan adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hypoplasia kronis sum-sum tulang di karenakan kurangnya asupan gizi zat

60
besi, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Pemeriksaan radiologis juga
dilakukan untuk menentukan adanya kelainan pada paru.

B. Diagnosa
1. Deficit Nutrisi (D. 0019) b.d ketidakmampuan mengabsobsi nutrient d.d
nafsu makan menurun, membrane mukosa pucat
2. Gangguan pertumbuhan (D. 0106) b.d defisiensi stimulus d.b pertumbuhan
fisik terganggu, nafsu makan menurun, lesu
3. Risiko infeksi (D. 0142) d.d malnutrisi

C. Diagnosa, kriteria hasil dan intervensi


Diagnosa Tujuan Intervensi
Deficit Nutrisi (D. Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
0019) b.d asuhan keperawatan (1.03119)
ketidakmampuan selama 1x24 jam
mengabsobsi diharapkan status  Identifikasi status
nutrient d.d nafsu nutrisi membaik nutrisi
makan menurun,  Identifikasi
Status Nutrisi:
membrane mukosa kebutuhan kalori
pucat  Berat badan dan jenis nutrient
membaik (5)  Monitor asupan
Definisi:  Indeks massa makanan
Asupan nutrisi tidak tubuh (IMT)  Monitor berat
cukup untuk membaik (5) badan
memenuhi kebutuhan  Frekuensi makan  Berikan makanan
metabolisme. membaik (5) tinggi kalori dan
 Nafsu makan tinggi protein
membaik (5)  mengaajarkan diet
yang
diprogramkan
pada keluarga
pasien

61
 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient yang
dibutuhkan
Gangguan Setelah dilakukan Perawatan
pertumbuhan (D. asuhan keperawatan perkembangan
0106) b.d defisiensi selama 1x24 jam (1.10339)
stimulus d.b diharapkan berat
pertumbuhan fisik badan membaik  Identifikasi
terganggu, nafsu pencapaian
Berat badan:
makan menurun, tugas
lesu  Berat badan perkembangan
Definisi: membaik(5) anak
Kondisi individu  Tebal lipatan  Pertahankan
mengalami gangguan kulit membaik lingkungan yang
kemampuan (5) mendukung
bertumbuh dan  Indeks masa perkembangan
berkembang sesuai tubuh optimal
dengan kelompok membaik (5)  Jelaskan orang
usia. tua dan/atau
pengasuh
tentang
milestone
perkembangan
anak dan
perilaku anak
 Rujukan untuk
konseling
Risiko infeksi (D. Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
0142) d.d malnutrisi asuhan keperawatan (1.12471)

62
Definisi: selama 1x24 jam  Monitor tanda
Berisiko tmengalami diharapkan tingkat dan gejala
peningkatan terserang infeksi menurun infeksi local dan
organisme patogenik sistemik
Tingkat Infeksi:
 Pertahankan
 Nafsu makan teknik aseptic
meningkat (5) pada pasien
 Demam berisiko tinggi
menurun (5)  Anjurkan
keluarga untuk
meningkatkan
asupan nutrisi
 Kolaborasi
pemberian
imunisasi

3.3 Studi Kasus


Contoh Kasus

An. K usia 3 tahun pada hari Selasa 20 September 2016 jam 22.30 wib diantar oleh
keluarga datang ke RS Dr. Soetomo dengan keluhan BAB cair lebih dari 15 hari,dan
demam metetap tidak turun-turun dengan suhu 38,5 °C sejak 2 hari yang lalu, sudah
2 minggu anak sulit makan,makanan yang diberi selalu tidak habis, mual dan
muntah. Hari ini anak muntah 4kali. Anak telah dibawa ke puskesmas tetapi diare
masih ada walau frekuensi berkurang dari 7-8 kali sehari menjadi 6 kali sehari
dengan konsistensi cair berwarna kuning kehijauan bercampur lendir. An. K
mengalami dehidrasi sedang, BB sebelum sakit 13 Kg dan BB saat pengkajian 9
Kg, TD 90/50 mmHg, HR: 120 x/m, temp: 38,5°C.
a. Pengkajian
1. Anamnesis

Identitas Pasien dan Penanggungjawab Pasien

Nama : An K

63
Tanggal lahir : 08 Agustus 2013/ 03 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 20 September 2016
Alamat : Surabaya
No. RM : 1322xxxxx
Dx. Medis : Diare Berkepanjangan

Identitas penanggung jawab

a. Ayah

Nama : Tn C

Umur : 33 tahun

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Surabaya

b. Ibu

Nama : Ny S

Umur : 28 tahun

Pekerjaan :Ibu rumah tangga

Alamat : Surabaya

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama

BAB cair lebih dari 15 hari sehari 7-8 kali perhari,demam sejak 2 hari yang lalu,
lemas, sudah 2 minggu anak sulit makan, mual dan muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang

Klien kiriman UGD masuk ke ruang rawat inap anak pada hari selasa 20 September
2016 jam 22.30 wib diantar oleh keluarga dengan keluhan anak BAB cair lebih dari
15hari,demam metetap tidak turun-turun dengan suhu 38,5 oC, sudah 5 minggu
anak sulit makan,makanan yang diberi selalu tidak habis, mual dan muntah. Hari

64
ini anak muntah 4kali. Keluarga mengatakan bahwa mereka telah membawa
anaknya ke puskesmas tetapi diare masih ada walau frekuensi berkurang dari 7-8
kali sehari menjadi 6 kali sehari dan panas tidak turun-turun,kemudian oleh
keluarga pasien dibawa ke RS Dr. Soetomo untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Observasi selama pengkajian klien terlihat lemah, badan klien terasa panas, mukosa
bibir kering, mulut kering,perut kembung,turgor kulit menurun >3 detik dan BB
menurun. Ibu klien juga mengatakan klien sebelum sakit 13 kg dan setelah sakit
turun menjadi 9 kg.

c. Riwayat kehamilan dan kelahiran


 Prenatal

Ibu klien mengatakan saat hamil klien, ibu klien mengatakan tidak mengalami
kelainan atau masalah serius selama kehamilan. Ibu klien juga tidak mengalami
mual, muntah dan mengidam makanan tertentu.
 Intranatal

Klien lahir dalam keadaan normal dan tidak ada kelainan bawaan, ditolong oleh
bidan dengan usia kehamilan 9 bulan. Klien dilahirkan secara spontan dengan BB
2800 gram dan PB 43 cm.
 Postnatal

Klien disusui oleh ibu klien selama 3 bulan saja karena ASI tidak keluar lagi, setelah
lahir klien tidak pernah mengalami kelainan atau penyakit serius tertentu dan
imunisasi klien lengkap

d. Riwayat kesehatan dahulu

Demam (+), kejang (-), pasien tidak pernah menjalani operasi, pasien memiliki
alergi terhadap telur dan tidak memiliki alergi terhadap obat-obat tertentu. Pasien
sudah mendapatkan imunisasi lengkap.

e. Riwayat kesehatan keluarga

65
Saat ini keluarga tidak sedang menderita penyakit apapun, lingkungan rumah
kurang bersih, keluarga membeli air galon isi ulang dan langsung diminum tanpa
dimasak terlebih dahulu.

2. Pemeriksaan Fisik
a. KU pasien : Lemah

Kesadaran : Apatis ( GCS : 123)

Tanda – tanda vital :


Suhu : 38,5 oC

RR : 36 x/m

HR : 130 x/m

BB : 9kg

b. Kepala : Simetris ki/ka, rambut berwarna kemerahan, pendek dan kering,


ubun- ubun cekung
c. Mata : Simetris ki/ka, sklera tidak ikterik, konjungtiva merah, palpebra cekung,
pupil bereaksi terhadap cahaya
d. Hidung : Simetris ki/ka, tidak terdapat secret pada hidung, bernafas
menggunakan cuping hidung.
e. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah
f. Telinga : Simetris ki/ka, tidak terdapat serumen.
g. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi
vena jugularis
h. Thoraks :
I: Simetris ki/ka, pergerakan dinding dada abnormal
P: Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
P: Sonor pada kedua area paru
A: Bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing
i. Abdomen :
I: Simetris ki/ka, permukaan perut datar,tidak ada lesi,tidak ada

66
hipo/hiper pigmentasi
P: Nyeri pada epigastrium dan perut kanan atas
P: Perut kembung
A: Peristaltik usus 26x/menit, Bising usus (+)
j. Integumen : Integritas kulit menurun, turgor kulit jelek, tidak ada dekubitus
k. Genitalia :

Inspeksi : Lecet pada anus,tampak kemerahan

l. Ekstremitas :

Inspeksi

a) Pada ekstremitas atas bagian dextra terpasang IVFD RL 12 tetes per menit,
teraba nadi 130 x/menit pada arteri radialis
b) Pada ekstremitas bawah tidak ada sianosis,edema maupun benjolan
3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium :

Laboratorium :

Kimia Klinik,
Darah lengkap

 WBC (Leukosit) : 13.8 106/mm3 (normal pada anak 4.5-13.5


106/mm3)

 RBC (Eritrosit) : 3.9 106/mm3 (normal pada anak 4.5-13.5


106/mm3)

 HB (Hemoglobin) : 9 g/dl (22 – 13 g/dl)

 HCT (Hematokrit) : 45% (normal pada anak 36-40%)

 PLT (Trombosit) :458.000/mm3 (normal pada anak 140.000-


450.000/mm3)

 LED (laju endapan darah) : 8 (normal pada anak 0-10 mm/jam)

67
5. Penatalaksanaan
Terapi diare dehidrasi ringan atau sdang

1. Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan


yaitu

Jumlah oralit yang diberikan =

75 ml x berat badan anak

2. Pemberian obat zinc sesuai anjuran dokter


3. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan. Pemberian dilakukan
sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
4. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam
5. Menentukan kembali terapi yang akan diberikan. Apabila tidak ada
dehidrasi maka ganti ke rencana terapi diare tanpa dehidrasi. Bila pasien
menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi terapi diare dengan
dehidrasi ringan atau sedang. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat,
ganti dengan terapi rencana diare dengan dehidrasi berat

b. Diagnosa Keperawatan
Analisa data
Dat Etiologi Problem
a Senjang
DS : Faktor Makanan Diare
Keluarga mengatakan “anak ↓
BAB cair lebih dari
Toksin tidak dapat diserap
15 hari sehari 7-8 kali

perhari. Telah dibawa
ke puskesmas tetapi Hiperperistaltik
diare masih ada walau ↓
frekuensi berkurang
Penurunan penyerapan
dari 7-8 kali sehari
makanan
menjadi 6 kali sehari

dan panas tidak turun-
turun. Diare

68
DO :
a. Suhu 38,5
b. HR : 130 x/menit
c. Pasien tampak lemah
d. Badan pasien teraba
panas.
e. Pasien terpasang
infus IVFD RL 10
tetes/menit.
DS : Etiologi Kekurangan volume cairan
 Keluarga mengatakan ↓
“anak BAB cair lebih
Diare
dari 15 hari sehari 7-8

kali perhari. Telah
dibawa ke puskesmas Frekuensi BAB
tetapi diare masih ada meningkat
walau frekuensi ↓
berkurang dari
Hilangnya cairan
7-8 kali sehari menjadi 6
dan elektrolit berlebih
kali sehari dan

panas tidak turun-
turun. Gangguan
ketidakseimbangan cairan
 Keluarga pasien dan elektrolit
mengatakan hari ini ↓
anak muntah 4kali
Dehidrasi
DO :

a. Suhu 38,5
Kekurangan volume
b. HR : 130 x/menit
cairan
c. Pasien tampak lemas.
d. Mukosa bibir kering,

69
mulut
e. Dehidrasi sedang

DS : Etiologi Resiko ketidakseimbangan


 Keluarga mengatakan ↓ elektrolit
“anak BAB cair lebih
Diare
dari 15 hari sehari 7-8

kali perhari. Telah
dibawa ke puskesmas Frekuensi BAB
tetapi diare masih ada meningkat
walau frekuensi ↓
berkurang dari
Hilangnya cairan
7-8 kali sehari menjadi 6
dan elektrolit berlebih
kali sehari dan

panas tidak turun-
turun. Gangguan
ketidakseimbangan cairan
 Keluarga pasien dan elektrolit
mengatakan hari ini ↓
anak muntah 4kali
Dehidrasi
DO :

 Suhu 38,5

 HR : 130 x/menit
 Pasien tampak lemas.

70
 Mukosa bibir kering, Resiko
mulut ketidakseimbangan
 Dehidrasi sedang elektrolit

DS : Etiologi Ketidakseimbangan nutrisi


Sudah 2 minggu anak sulit ↓ kurang dari kebutuhan
makan,makanan tubuh
Diare
yang diberi selalu

tidak habis
Distensi
abdomen
DO : ↓
 BB kurang = 9kg
Mual muntah
 Pasien nampak lemas

 Konjungtiva anemis
Nafsu makan
 Hb : 9 g/dl
menurun

Berat badan
menurun

Ketidakseimb
angan nutrisi kurang
dari kebutuhan

71
tubuh

Berdasarkan analisa data di atas, maka diagnosa keperawatan yang mungkin


muncul pada pasien adalah sebagai berikut :
1) Diare berhubungan dengan proses infeksi,inflamasi usus.
2) Defisiensi volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake makanan.
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
elektrolit berlebih

72
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Diare b.d proses infeksi Setelah dilakukan Manajemen diare
dan inflasi usus tindakan keperawatan - Evaluasi efek samping
(Domain 3.Kelas 2.Kode selama 1x24 jam, pengobatan terhadap
Diagnosis 00013) diharapkan masalah klien gastrointestinal
teratasi dengan kriteria - Ajarkan pasien untuk
Defenisi: pasase feses hasil : menggunakan obat anti
yang lunak dan tidak diare
 Eliminasi usus
berbentuk - Instruksikan pasien atau
 Kontinensi usus
keluarga untuk mencatat
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik: warna,jumlah, frekuensi
 Feses berbentuk
 Nyeri abdomen dan konsistensi dari feses.
 BAB se- kali
sedikitnya 3 kali per - Evaluasi intake makanan
sehari sampai 3 kali
hari yang masuk
 Menjaga daerah
 Kram - Identifikasi factor penyebab
sekitar rektal dari
 Bising usus hiperaktiv dari diare
iritasi
 Ada dorongan - Observasi turgor kulit
 Tidak mengalami
secara rutin
Factor yang berhubungan:
diare
- Ukur diare/keluaran BAB
 Psikologis
 Menjelasakan - Hubungi dokter jika ada
- Ansietas penyebab diare dan kenaikan bising usus
- Tingkat stress tinggi rasional tindakan - Instruksikan pasien untuk
 Situasional  Mempertahankan makan rendah serat tinggi
- Efek samping obat turgor kulit protein dan tinggi kalori jika
- Penyalahgunaan alcohol memungkinkan
- Kontaminan - Monitor persiapan makanan
- Penyalahgunaan laksatif yang aman
- Radiasi , toksin
- Selang makan
 Fisiologis

73
- Proses infeksi
dan parasite
- Inflmasi dan
iritasi
- Malabsorbsi
Defisien Volume Cairan b.d Setelah dilakukan Manajemen cairan
kehilangan cairan aktif tindakan keperawatan - Timbang popok jika
(Domain 2.Kelas 5. Kode selama 1x24 jam, diperlukan
Diagnosis 00027) diharapkan masalah klien - Pertahankan catatan intake
teratasi dengan kriteria dan output yang akurat
Definisi : penurunan cairan hasil : - Monitor status
intravascular, interstisial, hidrasi(kelembaban
 Keseimbangan cairan
dan atau intraseluler. Ini membrane mukosa,nadi
 Hidrasi
mengacu pada dehidrasi, adekuat,tekanan darah
 Status nutrisi :
kehilangan cairan tanpa ortostatik)
volume makanan dan
perubahan natrium - Monitor vital sign
cairan
- Monitor masukan
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik makanan/cairan dan hitung
- Mempertahankan
- Perubahan status mental intake kalori harian
urine output sesusi
- Penurunan TD - Kolaborasi pemberian
dengan usia dan
- Penurunan tekanan nadi cairan IV
BB,BJ urine normal
- Penurunan volume nadi - Berikan cairan IV pada suhu
- Tekanan darah,nadi
- Penurunan turgor kulit ruangan
dan suhu tubuh
- Penurunan luaran urin - Dorong masukan oral
dalam batas normal
- Membran mukosa kering - Dorong masukan oral
- Tidak ada tanda-
- Peningkatan hematocrit - Kolaborasi dengan dokter
tanda
- Atur kemungkinan
- Peningkatan suhu tubuh dehidrasi,elastisitas
transfusi
- Peningkatan frekwensi nadi turgor kulit baik,
Manajemen hipovolemi
- Peningkatan membrane mukosa
lembab, tidak ada - Monitor status cairan
konsentrasi urine
rasa haus yang termasuk intake dan output
- Penurunan berat badan

74
- Haus berlebihan. cairan

- Kelemahan - Pelihara IV line


- Monitor tingkat HB dan
hematocrit
- Minitor vital sign
- Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
- Monitor BB
- Dorong pasien untuk
menambah intake oral
- Dalam pemberian cairan IV,
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
- Monitor adanya tanda gagal
ginjal
Ketidakseimbangan Nutrisi: Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
Kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan - Berikan informasi tentang
tubuh b.d penurunan intake selama 2x24 jam, kebutuhan nutrisi
makanan diharapkan masalah klien - Kaji adanya alergi
teratasi dengan kriteria makanan
(Domain 2.Kelas 1. Kode
hasil : - Berikan makanan yang
Diagnosis 00002)
terpilih(sudah
 Status nutrisi
Definisi : dikonsultasikan dengan ahli
 Status nutrisi :
Asupan Nutrisi tidak cukup gizi)
masukan cairan
untuk memenuhi kebutuhan - Monitor jumlah nutrisi dan
dan makanan
metabolic. kandungan kalori
 Status nutrisi :
- Anjurkan pasien untuk
masukan nutrisi
Batasan Karakteristik : meningkatkan intake fe
 Kontrol berat badan
- Berat badan 20%atau lebih - Anjurkan pasien untuk
di bawah rentang berat Kriteria hasil:
meningkatkan protein dan
badan ideal - Adanya peningkatan

75
- Bising usus hiperaktif berat badan sesuai vitamin C
- Diare dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Gangguan sensasi rasa - Berat badan ideal untuk menentukan jumlah

- Kehilangan rambut sesuai dengan kalori dan nutrisi yang

berlebihan tinggi badan dibutuhkan pasien


- Mampu - Monitor nutrisi
- Kurang minat pada makanan
mengidentifikasi - Monitor mual, muntah
- Nyeri abdomen
kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
- Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Pemantauan (monitor)
Elektrolit b.d kehilangan tindakan keperawatan elektrolit
elektrlit berlebih selama 2x24 jam, - Monitor serum elektrolit
diharapkan masalah klien - Monitor
(Domain 2. Kelas 5. Kode
teratasi dengan kriteria ketidakseimbangan
Diagnosis 00195)
hasil : asam basa
Definisi : rentan mengelami
 Keseimbangan - Monitor kadar
perubahan kadar elektrolit
elektrolit osmolalitas serum dan
serum yang mengganggu
 Hidrasi urin
kesehatan.
 Kontrol risiko - Catat kekuatan otot
Faktor risiko : - Monitor adanya mual,
Kriteria hasil :
muntah dan diare
- Diare
- Turgor kulit normal - Berikan suplemen
- Kekurangan volume
- Membran mukosa elektrolit sesuai resep,
cairan
lembab jika diperlukan
- Muntah
- Tidak merasa - Berikan diet yang tepat
kehausan yang kepada pasien dengan
berlebihan ketidakseimbangan

76
- Tidak kehilangan elektrolit (makanan kaya
berat badan secara kalium dan diet rendah
berlebihan natrium)
- Memonitor adanya
faktor risiko secara
konsisten
- Menghindari
paparan adanya
ancaman kesehatan

77
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu


penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah
atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita,
terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-
3 episode diare berat. Jika Diare kronis tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan dehidrasi, rinjatan hipovolemik,hipokalemia,hipoglikemia,
intoleransi sekunder, Kejang-kejang pada dehidrasi hipertonik,dan Malnutrisi
energi protein.

Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang
cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidak
seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk
mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit
ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi
dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan
metabolik (Oxford medical dictionary 2007: 524 ). Malnutrisi jika tidak ditangani
dengan baik akan mengakibatkan anak sangat mudah terkena infeksi karena daya
tahan tubuh rendah, terutama sistem kekebalan tubuh. Infeksi yang paling sering
adalah bronkopneumonia dan tuberculosis. Selain itu,adanya atrofivili usus,
menyebabkan penyerapan terganggu mengakibatkan pasien sering diare.

78
4.2.Saran

Pada kasus keperawatan anak yang berhubungan dengan Diare Kronik dan
Malnutrisi diperlukan pengkajian yang komprehensif serta penegakan diagnosis
yang tepat sehingga intervensi keperawatan yang diberikan juga sesuai dengan
kebutuhan klien demi tercapainya outcome yang baik. Selain itu diperlukan
kerjasama antar tenaga kesehatan dalam penatalaksanaan pengobatan klien anak
dengan gangguan diare kronik dan malnutrisi.

79
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, A. (2016). Diare Kronis pada Anak . Kepaniteeran Klinik Ilmu


Kesehatan Anak RSUD Tarakan .

Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama RISKESDAS 2018. Diakes pada tanggal 17
September 2019 pukul 20.00 WIB. Dapat diakses di
http://www.depkes.go.id/

Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Diakes pada tanggal 17
September 2019 pukul 20.00 WIB. Dapat diakses di
http://www.depkes.go.id/

Mardalena,Ida,dan Eko Suyani.2016. Ilmu Gizi Keperawatan. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.2014. Buku Ajar Kesehatan Ibu
dan Anak. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Sutadi, S. M. (2003). Diare Kronik . Fakultas Kedokteran Bagian Penyakit Dalam


Universitas Sumatera Utara .

Syaifuddin, Haji. 2017. ANATOMI FISIOLOGI Kurikulum Berbasis Kompetensi


untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO. 2018. Newborns: Reducing Mortality. Diakes pada tanggal 17 September


2019 pukul 20.00 WIB. Dapat diakses di https://www.who.int/en/news-
room/fact-sheets/detail/newborns-reducing-mortality

80
Yuliastati, N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Anak . Kementerian
Kesehatan Republik Inodonesia .

81

Anda mungkin juga menyukai