Disusun Oleh :
Adella Putri
NIM : 2019.C.11a.0996
NIM : 2019.C.11a.0996
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An dengan diagnosa medis
i
Diare di PKM Kayon Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprilianti., S. Kep., Ners selaku Koordinator PPK II.
4. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
5. Ibu Sri Wulandari T, S.Kep.,Ners selaku Pembimbing Lahan di Puskesmas
Kayon.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat
mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Adella Putri
DAFTAR ISI
Gambar Kerongkongan
4) Lambung
Lambung berawal dari esophagus dan berakhir pada duodenum usus halus.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Kardia di sekitar sfingter esophageal bawah
2. Fundus pada bagian puncak
3. Antrum di bagian bawah
Gambar Lambung
5) Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus
halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan
otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
- Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian
usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk
ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan.
- Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus
dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
- Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 24 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garamgaram empedu.
6) Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat
gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.
7) Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar
8) Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Umbai cacing
terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun
lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
9) Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih
tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar)
yang merupakan fungsi utama anus.
10) Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama
yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar
yaitu asini yang berfungsi menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan pulau
pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim
yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak.
Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh
tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah
mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan
asam lambung.
11) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini berperan penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding
usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini
mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar
dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi
menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk
diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
12) Kandung empedu
Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan
sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada
manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 710 cm dan berwarna hijau
gelap (bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu
yang dikandungnya). Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas
jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu membantu
pencernaan dan penyerapan lemak serta bererperan dalam pembuangan limbah
tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolesterol. (Syarifuddin, 2015).
3. Etiologi Diare
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013)
ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu sebagai berikut.
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh
- Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella,
salmonella, golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B.
Cereus, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang
disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan (misalnya keracunan
makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis
(ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan
sebagainya.
- Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan
jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:
- Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan
mineral, kurang kalori protein, dan bayi berat badan lahir rendah dan
bayi baru lahir. Sedangkan menurut Ngastiyah dalam (Wijayaningsih,
2013), penyebab dari diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1) Faktor infeksi
a. Infeksi enternal merupakan penyebab utama diare pada anak,
yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus,
poliomyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dan lain-lain, dan infeksi parasite: cacing (ascaris,
trichuris, oxyuris, strongxloides), protozoa (Entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas humonis), jamur
(canida albicous).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis atau
Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur di bawah dua tahun.
2) Faktor malabsorbsi
a. Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa) dan monosakarida (intoleransi glukkosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada anak serta bayi yang paling berbahaya adalah
intoleransi laktosa.
b. Protein.
c. Lemak.
3) Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi terjadinya peristaltik
usus sehingga mempengaruhi proses penyerapan makanan.
Penyebab diare yang paling sering ditemukan di lapangan atau
secara klinis karena infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011).
4. Klasifikasi Diare
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas Airlangga
dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5
hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu
kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya
multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat
mengakibatkan diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan
maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih
terarah.
Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Diare akut
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut
didefenisikan sebagai peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering
disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI).
Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi
saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang
dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak
terjadi.
b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan
air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare
kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit
inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare
nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang
tidak memadai.
c. Diare persisten
Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah berlanjut
sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat
diklasifikasikan sebagai berat atau kronik. Diare persisten menyebabkan
kehilangan berat badan karena pengeluaran volume faces dalam jumlah banyak
dan berisiko mengalami diare (Sodikin, 2011). Diare persisten dibagi menjadi dua
yaitu diare persisten berat dan diare persisten tidak berat atau ringan. Diare
persisten berat merupakan diare yang berlangsung selama ≥ 14 hari, dengan tanda
dehidrasi, sehingga anak memerlukan perawatan di rumah sakit. Sedangkan diare
persisten tidak berat atau ringan merupakan diare yang berlangsung selama 14
hari atau lebih yang tidak menunjukkan tanda dehidrasi (Ariani, 2016).
d. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia
minggu pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya
mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau
membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling sering adalah diare
infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
e. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang
berusia 6 hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan
partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu.
Anakanak yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal
dan tidak terdapat gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak
tampak infeksi enteric.
5. Patofisiologi Diare
Menurut Vivian (2010), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya
diare adalah sebagai berikut : gangguan osmotik merupakan akibat terdapatnya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkan sehingga timbul diare. Gangguan sekresi akibat rangsangan
tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus atau terjadi peningkatan sekresi air
dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus. Gangguan motilitas usus hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan selanjutnya timbul diare pula.
Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Cairan, sodium, potassium,dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi dan dapat terjadi
asidosis metabolic. diare yang terjadi merupakan proses Dari: transport aktif
akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus. sel
dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan
elektolit. mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal
sehingga menurun kearea permukaan intestinal dan terjadi gangguan absorsi
cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorsi cairan dan elektolit dan bahan makanan, ini terjadi pada sindrom
malabsorsi meningkatnya motilitas intesti.
WOC Diare
Diare sekresi : Diare Osmotik
Infeksi virus, infeksi bakteri pathogen dan apatogen seperti Faktor malasorbsi makanan, karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan
(shigella, salmonella, golongan vib-rio, E.coli, clostridium mineral kurang, faktor infeksi enternal (infeksi bakteri dan virus seperti
perfarings, B. Cereus, Stanylococcus, defisiensi imun SIGA enteovirus, poliomyelitis, virus echo coxsackie), adenovirus, rotavirus,
(secretory imunolbulin, A) atrovirus dll), Infeksi parenteral, dan faktor psikologis
Gangguan absorbsi makanan, makanan tdk dpt diserap, tekanan osmotic dlm rongga usus meningkat, peningkatan sekresi air atau cairan & elektrolit dlm rongga usus
Hiperperistaltik
MK :
Risiko Gangguan
Integritas
Kulit/Jaringan
Kehilangan cairan
Sesak napas (napas cepat dan dangkal)
Laju Dehidrasi MK : Defisit
Suhu tubuh ↑ Nutrisi
MK : metabolisme ↑
Pola Napas Tidak Efektif
MK :
MK :
Hipovolemia
Hipertermia
6. Manifestasi Klinis ( Tanda dan Gejala )
Menurut Vivian (2010) tanda dan gejala diare terdapat pembagian yaitu:
a. Cengeng dan gelisah
b. Suhu meningkat
c. Nafsu makan menurun
d. Tinja cair kadang disertai lender dan darah
e. Tinja lama kelamaan menjadi asam (karena banyaknya asam laktat yang
keluar).
f. Akhirnya nampak dehidrasi, berat badan menurun
g. Turgor kulit menurun
h. Selaput lendir dan mulut juga kulit kerig
i. Dehidrasi berat maka volume darah akan berkurang
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami
gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit
kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa bibir
kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi
berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat dilakukan penilaian
sebagai berikut:
Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi
Tanpa Dehidrasi
No Penilaian Dehidrasi Berat
Dehidrasi Ringan/Sedang
1 Lihat:
Keadaan Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
Umum tidak
Sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Air Mata Ada Tidak Ada Tidak ada
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun besar,
urine, nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.
Respon Tubuh
a. Sistem Integumen
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor kulit
biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan
elektrolit pada jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi
berkurang.
b. Sistem Respirasi
Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun karena akumulasi asam
non-volatil. Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan pCO 2 menyebabkan
pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan kusmaul).
c. Sistem Pencernaan
Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang disebabkan
oleh kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat menyerap makanan. Anak
akan tampak lesu, malas makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap
mengakibatkan anak bisa mengalami gangguan gizi yang bisa menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
proses penyembuhan akan lama.
d. Sistem Muskoloskletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang diare dapat
menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak jantung sangat lambat.
e. Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi darah menyebabkan
nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat, akral dingin yang
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
f. Sistem Otak
Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke otak
berkurang. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan bila
tidak segera ditolong dapat mengakibatkan kematian.
g. Sistem Eliminasi
Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah kehijauan karena
bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi dan tinja yang makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
7. Komplikasi
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di tangani
dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain: perdarahan
otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai koma.
Komplikasi tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan bahkan
kematian pada bayi (Surasmi, 2013).
- Dehidrasi meliputi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Dehidrasi ringan
terdapat tanda atau lebih dari keadaan umumnya baik, mata terlihat normal,
rasa hausnya normal, minum biasa dan turgor kulit kembali cepat. Dehidrasi
sedang keadaan umumnya terlihat gelisah dan rewel, mata terlihat cekung,
haus dan merasa ingin minum banyak dan turgor kulitnya kembali lambat.
Sedangkan dehidrasi berat keadaan umumnya terlihat lesu, lunglai atau
tidak sadar, mata terlihat cekung, dan turgor kulitnya kembali sangat lambat
2 detik.
- Hipernatremia biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah, menurut
penelitian jurmalis, Sayoeti, dan Dewi tahun (2008) , menemukanbahwa
10,3% anak yang menderita diare akut dengan dehidrasi berat mengalami
hipernatremia.
- Hiponatremia terjadi pada anak yang hanya minum air putih saja atau hanya
mengandung sedikit garam, ini sering terjadi pada anak yang mengalami
infeksi shigella dan malnutrisi berat dengan edema (Sayoeti & Dewi tahun
2008).
- Hipokalemia terjadi karena kurangnya kalium (K) selama rehidrasi yang
menyebakan terjadinya hipokalemia ditandai dengan kelemahan otot,
peristaltik usus berkurang, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia (Ngastiyah,
2005 dalam penelitian Andri 2015).
- Demam sering ditemui pada kasus diare. Biasanya demam timbul jika
penyebab diare berinvansi ke dalam sel epitel usus (Grace & Jerald, 2010).
Bakteri yang masuk ke dalam tubuh dianggap sebagai antigen oleh tubuh.
Bakteri tersebut mengeluarkan toksin lipopolisakarida dan membran sel. Sel
yang bertugas menghancurkan zat-zat toksik atau infeksi tersebut adalah
neutrofil dan makrofag dengan cara fagosistosis. Sekresi fagosik
menginduksi timbulnya demam (Ariani, 2016).
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien diare adalah:
1) Pemeriksaan tinja (Makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula dalam
tinja dengan kertas lakmus dan tablet cilinictest bila terdapat toleransi
glukosa,bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi).
2) Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan PH
dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas
darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan)
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4) Pemeriksaan elektronik terutama kadar natrium, kalium dan fosfat dalam
serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuatitatif, terutama pada penderita diare kronik.
9. Penatalaksanaan Medis
1) Penggantian cairan dan elektrolit
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, yang harus dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak
dapat minum atau diare hebat membahayakan jiwa yang memerlukan
hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram
natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan
20 gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial
dalam paket yang mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan
secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat
dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan
2-4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk
diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena
diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal
atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah.
2) Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. 2 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala
dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa.
3) Obat anti-diare
1) Kelompok anti-sekresi selektif
Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sebagai penghambat enzim
enkephalinase, sehingga enkephalin dapat bekerja normal kembali.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi elektrolit, sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai generasi
pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih
aman pada anak.
2) Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid hcl, serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah
15-60 mg 3x sehari, loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok
obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan, sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekuensi diare. Bila diberikan dengan benar cukup aman dan dapat
mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak dianjurkan
pada diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri.
3) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap
bahan infeksius atau toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus
terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang
sekresi elektrolit. (Amin, 2015).
Tabel Terapi Antibiotik Empiris
Organisme Antibiotik Pilihan Antibiotik Pilihan
Kedua
Pertama
Campylobacter Ciprofloxacin 500mg 2 kali Azithromycin 500mg
sehari, 3-5 hari oral 2 kali sehari
Erytromycin 500mg oral 2
kali sehari, 5 hari
Shigella atau Ciprofloxacin 500mg 2 kali Ceftriaxone 1gram
Salmonela spp. sehari, 3-5 hari IM/IV sehari
TMP-SMX DS oral 2
kali
sehari, 3 hari
Vibrio Cholera Tetracycline 500mg oral 4 Resisten tetracycline
kali sehari, 3 hari Ciprofloxacin 1gram
Doxycycline 300mg oral, oral 1 kali
dosis tunggai Erythromycin 250mg
oral
4 kali sehari, 3 hari
e. Kemampuan bicara dan berbahasa pada masa bayi 0-12 bulan sbb:
Usia Kemampuan Bicara dan Bahasa
prabicara,
0-3 bulan meniru suara-suara,
mengenali berbagai suara.
mencari sumber suara,
3-6 bulan
menirukan kata-kata..
menyebutkan nama gambar di buku majalah,
6-9 bulan
menunjuk dan menyebutkan nama gambar-gambar.
menirukan kata-kata
9-12
berbicara dengan boneka
bulan
bersenandung dan bernyanyi.
f. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian pada masa bayi 0-12 bulan sbb:
b. Kemampuan bicara dan bahasa pada anak pra sekolah 1-3 tahun sebagai berikut :
Usia Kemampuan Bicara dan Bahasa
Membuat suara dari dari barang2 yang dipilihnya,
12-15 bulan
Menyebut nama bagian tubuh,
Melakukan pembicaraan.,
Bercerita tentang gambar di buku/majalah,
15-18 bulan Permainan telepon-teleponan,
Menyebut berbagai nama barang.
Melihat acara televisi,
18-24 bulan Mengerjakan perintah sederhana,
Bercerita tentang apa yang dilihatnya.
Menyebut nama lengkap anak,
Bercerita tentang diri anak,
24-36 bulan
Menyebut berbagi jenis pakaian.
Menyatakan keadaan suatu benda.
a. Kemampuan motorik yang dimiliki anak pra sekolah 3-6 tahun sebagai berikut ;
b. Kemampuan bicara dan bahasa pada anak pra sekolah 3-6 tahun sebagai berikut :
Usia Kemampuan Bicara dan Bahasa
Berbicara dengan anak,
Bercerita mengenai dirinya,
36-48 bulan Bercerita melalui album foto,
Mengenal huruf besar menurut alfabet di
koran/majalah.
Belajar mengingat-ingat,
Mengenal huruf dan simbol,
Mengenal angka,
Membaca majalah,
Mengenal musim,
48-60 bulan
Mengumpulkan foto kegiatan keluarga,
Mengenal dan mencintai buku,
Melengkapi dan menyelesaikan kalimat,
Menceritakan masa kecil anak,
Membantu pekerjaan di dapur.
Kemampuan Keterangan
bermain bola dengan teman sebayanya
Gerak kasar
naik sepeda, bermain sepatu roda.
Gerak halus mengerti urutan kegiatan,
berlatih mengingat-ingat,
membuat sesuatu dari tanah liat/lilin,
bermain "berjualan",
belajar bertukang, memakai pali, gergaji dan paku,
mengumpulkan benda-benda,
belajar memasak,
mengenal kalender
mengenal waktu,
menggambar dari berbagai sudut pandang,
belajar mengukur.
mengenal benda yang serupa dan berbeda,
bermain tebak-tebakan,
berlatih mengingat-ingat,
Bicara dan
menjawab pertanyaan "mengapa ?"
Bahasa
menganal rambut/tanda lalu lintas,
mengenal uang logam,
mengamati/meneliti keadaan sekitar.
Bersosialisasi Berkomunikasi dengan anak,
dan Berteman dan bergaul,
kemandirian. Mematuhi peraturan keluarga
Pemeriksaan Diagnostik
1) Poemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
b. Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).
c. Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.
d. Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit
dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan
akumulasi asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).
e. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dandicurigai infeksi sistemik
( Betz, 2009)
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah.
Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum.
Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
b. Radiologi
CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas
c. Pemeriksaan lanjutan
Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas nafas (SDKI D.0005,
halaman 26)
Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi
(SDKI D.0023, halaman 64)
Hipertermia b.d dehidrasi, peningkatan laju metabolisme. (SDKI D.0130,
halaman 284)
Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (SDKI D.0019, halaman 56)
Risiko Syok b.d kekurangan volume cairan dan elektrolit (SDKI D.0039,
halaman 92)
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (sering BAB) (SDKI D.0077,
halaman 172).
Risiko Gangguan integritas kulit/jaringan b.d. ekskresi atau sering BAB,
perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor,
penurunan imunologis. (SDKI D.0129, halaman 282)
Ansietas b.d kurang terpapar informasi tentang perubahan kondisi (SDKI
D.0080, halaman 180)
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan Diare menurut (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018) meliputi :
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan Intervensi 3x7 Jam
Manajemen Jalan Napas (SIKI I.01011 Hal.186)
hambatan upaya nafas nafas maka pola nafas klien membaik, Observasi :
(SDKI D.0005, halaman 26) dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas ( Frekuensi, kedalaman, usaha napas)
(SLKI L.01004 Hal.95) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
1.Ventilasi semenit meningkat (5) ronkhi kering)
2.Dispnea Menurun (5) 3. Monitor sputum ( Jumlah, warna, aroma )
3.Penggunaan otot bantu napas Terapeutik :
menurun (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
4.Ortopnea menurun (5) (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5.Pernapasan pursed-lip menurun (5)2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
6.Pernapasan cuping hidup menurun 3. Berikan minum hangat
(5) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7.Frekuensi Nafas Membaik (5)\ 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
8.Kedalaman Napas Membaik (5) 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoral, mukolitik, jika
perlu
2. Hipovolemia b.d kehilangan Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipovolemia (SIKI I.03116 Hal.184 )
cairan aktif, kegagalan keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
mekanisme regulasi. (SDKI diharapkan status cairan membaik. 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
D.0023, halaman 64) Kriteria hasil : SLKI (L.03028 meningkat, madi teraba lemah, TD menurun, tekanan nadi
Hal.107) meningkat, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
1. Kekuatan nadi meningkat (5) volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2. Turgor kulit meningkat (5) 2. Monitor intake dan ouput cairan
3. Output urine meningkat (5) Terapeutik :
4. Ortopnea menurun (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
5. Dispnea menurun (5) 2. Berikan posisi modified tredelenburg
6. Distensi vena jugularis menurun 3. Berikan asupan cairan oral
(5) Edukasi :
7. Keluhan haus menurun (5) 1. Anjurkan perbanyak asupan cairan oral.
8. Konsentrasi urine menurun (5) 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
9. Frekuensi nadi membaik (5) Kolaborasi :
10. Kadar HB membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (mis. NaCl, RL)
11. Kadar Ht membaik (5) 2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
12. Intake cairan membaik (5) 0,4%)
13. Status mental membaik (5) 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmanate)
Suhu tubuh membaik (5) 4. Kolaborasi pemberian produk darah
3. Hipertermia b.d dehidrasi, Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipertermia (SIKI I.15506 Hal.181)
peningkatan laju keperawatan selama 3x7 jam Observasi
metabolisme (SDKI diharapkan termoregulasi/pengaturan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
D.0130, halaman 284) suhu tubuh pasien membaik. 2. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : SLKI (L.14134 3. Monitor kadar elektrolit
Hal.129) 4. Monitor haluaran urine
1. Mengigil menurun (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Kulit merah menurun (5) Terapeutik
3. Pucat menurun (5) 1. Sediakan lingkungan dingin
4. Takikardi menurun (5) 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
5. Takipnea menurun (5) 3. Basahi dan kipas permukaan tubuh
6. Dasar kuku sianotik menurun (5) 4. Berikan cairan oral
7. Hipoksia menurun (5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
8. Suhu tubuh membaik (5) hiperhidrosis (keringat berlebih)
9. Suhu kulit membaik (5) 6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
10. Pengisian kapiler membaik (5) 7. Berikan oksigen, jika perlu
Tekanan darah membaik (5) Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.
4. Defisit nutrisi b.d Setelah diberikan asuhan Manajemen Nutrisi (SIKI I.03119 Hal. 200 )
ketidakmampuan mencerna keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
makanan, ketidakmampuan diharapkan status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
mengabsrobsi nutrien Kriteria hasil : SLKI (L.03030 Hal. 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
(SDKI D.0019, halaman 56) 121) 3. Identifikasi makanan yang disukai
1. Kekuatan otot mengunyah (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
2. Kekuatan otot menelan (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
3. Verbalisasi keinginan untuk 6. Monitor asupan makanan
meningkatkan nutrisi meningkat 7. Monitor berat badan
(5) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Pengetahuan tentang pilihan Terapeutik :
makanan yang sehat meningkat 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
(5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
5. Sikap terhadap makanan dan 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
minuman sesuai dengan tujuan 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
kesehatan meningkat (5) 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Perasaan cepat kenyang 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
menurun(5) 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
7. Sariawan menurun (5) oral dapat ditoleransi
8. Berat badan membaik (5) Edukasi :
9. IMT membaik (5) 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
10. Nafsu makan membaik (5) 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
11. Bising usus membaik (5) Kolaborasi :
Membran mukosa membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
5. Risiko syok b.d kekurangan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok (SIKI I.02068 Hal 285)
volume cairan dan elektrolit keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
(SDKI D.0039, halaman 92) diharapkan tingkat syok menurun. 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
Kriteria hasil : SLKI (L.03032 Hal frekuensi napas, TD, MAP)
148) 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
1. Kekuatan nadi meningkat.(5) 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
2. Output urine meningkat (5) 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
3. Saturasi oksigen meningkat (5) 5. periksa riwayat alergi
4. Tingkat kesadaran meningkat. (5) Terapeutik :
5. Akral dingin menurun (5) 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
6. Haus menurun (5) 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
7. Asidosis metabolik menurun (5) 3. Pasang jalur IV, jika perlu
8. Pucat menurun (5) 4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
9. Haus menurun (5) 5. lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
10. Konfusi menurun (5) Edukasi :
11. Mean Arterial Pressure membaik 1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
(5) 2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
12. Pengisian kapiler membaik (5) 3. Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan gejala
awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
5. Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
6. Nyeri akut b.d agen Setelah diberikan asuhan Manajamen Nyeri (SIKI I.08238 Hal 201)
pencedera fisiologis (sering keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
BAB) (SDKI D.0077, diharapkan tingkat nyeri menurun. 1. Identitifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
halaman 172) Kriteria hasil : SLKI (L.08066 Hal intesitas nyeri
145) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) 3. Respond nyeri non verbal
2. Meringis menurun (5) 4. Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Sikap protektif menurun (5) 5. Pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
4. Gelisah menurun (5) 6. Peengaruh budaya terhadap respon nyeri
5. Kesulitan tidur menurun (5) 7. Pengaruh nyeri pada kualitaas hidup
6. Menarik diri menurun (5) 8. Monitor Keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
7. Perasaan depresi menurun (5) 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
8. Perasaan takut mengalami cedera Terapeutik :
berulang menurun (5) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
9. Frekuensi nadi membaik (5) (mis. Tens, hipnosis, akupresur, terpi musik, biofeedback, terapi
10. Tekanan darah membaik (5) pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
11. Pola tidur membaik (5) hangat/dingin, terapi bermain.)
2. Kontorl lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan,)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, perriode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetic.
7. Risiko gangguan integritas Setelah diberikan asuhan Perawatan Integritas Kulit (SIKI I.11353 Hal.316)
kulit/jaringan b.d ekskresi keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
atau sering BAB, diharapkan integritas kulit/jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
perubahan status cairan, membaik dengan Kriteria hasil : sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
perubahan pigmentasi, SLKI (L.14125 Hal. 33) lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
perubahan turgor, 1. Elastisitas meningkat (5) Terapeutik :
penurunan imunologis. 2. Kerusakan jaringan menurun (5) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
(SDKI D.0129, halaman 3. Kerusakan lapisan kulit menurun 2. Lakukan pemijitan pada area penonjolan tulang, jika perlu.
282) (5) 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
4. Nyeri menurun (5) diare
5. Perdarahan menurun (5) 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
6. Kemerahan menurun (5) kering.
7. Pigmentasi abnormal menurun 5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
(5) sensitif
8. Jaringan parut menurun (5) 6. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
9. Nekrosis menurun (5) Edukasi :
10. Suhu kulit membaik (5) 1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis.lotion, serum)
11. Tekstur membaik (5) 2. Anjurkan minum air yang cukup
3. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di
luar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
8. Ansietas b.d kurang Setelah diberikan asuhan Reduksi Ansietas (SIKI I.09314 Hal 387)
terpapar informasi tentang keperawatan selama 3x7 jam Observasi
perubahan kondisi (SDKI diharapkan tingkat ansietas menurun. 1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi,
D.0080, halaman 180) Kriteria hasil : SLKI (L.09093 Hal. waktu, stressor)
132) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
1. Verbalisasi kebingungan 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
menurun (5)
2. Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik
kondisi yang dihadapi menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
(5) 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
3. Perilaku gelisah menurun (5) memungkinkan
4. Perilaku tegang menurun (5) 3. Pahami situasi yang membuat anxietas
5. Keluhan pusing menurun (5) 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
6. Perilaku sesuai anjuran 5. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
meningkat (5) 6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7. Verbalisasi minat dalam belajar 7. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
meningkat (5) dating.
8. Pertanyaan tentang masalah yang Edukasi
dihadapi menurun (5) 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
9. Persepsi yang keliru terhadap dialami
masalah menurun (5) 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997,
dalam Haryanto, 2017). Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori
serangkaian perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga,
dan anggota tim kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien
yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan
dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat
dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaan telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperwatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian
perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap
intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai
secara efektif. (Nursalam, 2018)
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com
Nim : 2019.C.11a.0996
2.1 Pengkajian
2.1.1 Amnanesa
2.1.1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An. A
Umur : 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Jl. Paus XII No. -
Diagnosa Medis : Diare
2.1.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
TTL : Palangka Raya, 12 mei 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Banjar / Indonesia
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Paus XII No.-
Hubungan Keluarga : Ayah
2.1.1.3 Keluhan Utama
Ayah klien mengatakan bahwa anaknya mencret atau sudah BAB ± 5
kali sehari dengan konsistensi feses encer bewarna kuning, tidak bercampur
darah dan sedikit ampas.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
1) Riwayat Kesehatan sekarang
Seorang anak laki-laki An .A berusia 4 bulan, dibawa orang tuanya ke
Poli Anak Puskesmas Kayon dengan keluhan Ayah klien mengatakan bahwa
anaknya sejak 2 hari ini sudah BAB ± 5 kali sehari dengan konsistensi feses
encer bewarna kuning, tidak bercampur darah dengan sedikit ampas, hari ini
hanya 1 kali BAK, dan kondisi nya tampak lemas. Ayah pasien mengatakan
anak nya tidak minum ASI sejak lahir hanya minum susu formula SGM. Pada
saat dilakukan pengkajian, didapatkan data klien tampak lemas, mukosa bibir
merah, kulit kering, mata sedikit cekung, bising usus hiperaktif : 28x/menit,
kontak mata terbatas/negatif, anak tidak pernah tersenyum ketika melihat
mainan yang lucu, Hasil Pemeriksan TTV didapatkan Suhu: 37,3°C, N:
80x/menit, RR: 32 x/menit. BB 6,6 kg, PB 60 cm, Sesuai advice dokter pasien
langsung diberikan penanganan terapi obat yaitu Zink syr 1x1 sdk, Oralit 5
sachet setiap mencret dan Paracetamol syr 3x1 sdk.
2) Riwayat Kesehatan lalu
Ayah Klien mengatakan tidak ada riwayat kesehatan masalalu.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita sama seperti
anaknya. dan juga tidak pernah menderita penyakit seperti Diabetes Melitus,
Hipertensi, Cardiovaskuler, Hepatitis dan penyakit lainnya.
4) Susunan Genogram
Tanda-tanda Vital
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,30C
Respirasi : 32 x/menit
3.1.2.2 Kepala dan Wajah
Bentuk kepala normal, bulat dan rambut berwarna hitam.
3.1.2.3 Leher dan Tenggorokan
Tidak ada pembesaran kelenjar keadaan tenggorokan baik
3.1.2.4 Mulut dan Faring
Bibir klien berwarna merah.
3.1.2.5 Dada
Bentuk dada normal, tidak ada kelainan, jenis pernafasan normal, irama nafas
teratur, pasien tidak menggunakan alat bantu pernafasan, pada saat diperkusi
tidak ada cairan dan tidak terdapat masa, semuanya normal.
3.1.2.6 Abdomen
Inspeksi pada abdomen nampak datar, tidak membuncit/membusung, tidak
nampak bekas luka.
Bising usus hiperaktif : 28x/menit.
3.1.2.7 Eliminasi
BAB ± 5 kali sehari dengan konsistensi feses encer bewarna kuning, tidak
bercampur darah dan sedikit ampas.
BAK hari ini hanya 1 kali.
3.1.2.8.Ekstremitas
Tangan berbetuk normal tidak ada edema, kaki berbentuk normal tidak ada
edema atau pun nyeri
3.1.2.9 Genetalia
Tidak mengalami gatal-gatal, tidak ada iritasi, tidak ada kemerahan
2.1.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
BB : 6,6 kg
BB/U : Normal
PB : 60 cm
PB/U : Normal
2.1.3.1 Gizi Selera makan
b. BAK
Frekuensi 3x/ hari Hari ini hanya 1 kali
menggunakan popok BAK
Konsistensi bening, jernih
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam ± 2-3 jam 2-3 Jam
b. Malam/ jam 7-9 Jam 7-9 jam
4 Personal hygiene
a. Mandi 3X sehari Dilap dengan tissue
b. Oral hygiene 3X sehari basah 1 x sehari
Adella Putri
ANALISIS DATA
Mencret terus-menerus
↓
Diare
DS :
- Ayah klien mengatakan Hipertermia
Ketidakseimbangn cairan
kondisi anaknya demam sejak dan elektrolit
2 hari.
Dehidrasi
Laju metabolisme
DO :
meningkat
- Klien tampak lemas
Suhu tubuh dan demam
- Kuli kering dan hangat
meningkat
- Mata cekung
Hipertermia
- TTV
TD : - mmHg
N : 80 x/menit
S : 37,3 0C
RR : 32 x/menit
DS :
- Ayah klien mengatakan Diare Resiko
anaknya hari ini BAK hanya 1
↓ ketidakseimba
kali sehari warna kuning pekat
yang di alami, khas bau Kehilangan cairan aktif ngan Elektrolit
amoniak.
↓
- Ayah Klien mengatakan
anaknya lemas dan jarang mau Dehidrasi
minum.
↓
Resiko ketidakseimbangan
DO :
Elektrolit
- Klien tampak lemas
- Bibir merah
- Kulit kering
- Mata cekung
- TTV
TD : - mmHg
N : 80 x/menit
S : 37,3 0C
RR : 32 x/menit
PRIORITAS MASALAH
1. Diare berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan BAB ± 5 kali sehari dengan
konsistensi feses encer bewarna kuning, tidak bercampur darah dengan sedikit ampas,
tampak pasien lemas, mukosa bibir merah dan kulit kering mata sedikit cekung, anak
tidak pernah tersenyum ketika melihat mainan yang lucu, saat di auskultasi bising usus
hiperaktif.: 28 x/menit. Hasil pemeriksaan TTV = TD : - mmHg, N : 80 x/menit, S : 37,3
0
C, RR : 32 x/menit.
2. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme ditandai
dengan demam sejak 2 hari yang lalu, tampak lemas, mukosa bibir merah dan kulit
kering mata sedikit cekung, anak tidak pernah tersenyum ketika melihat mainan yang
lucu, saat di auskultasi bising usus hiperaktif.: 28 x/menit. Hasil pemeriksaan TTV = TD
: - mmHg, N : 80 x/menit, S : 37,3 0C, RR : 33 x/menit.
3. Resiko Ketidakseimbangan Elekrolit berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan BAK hanya 1 kali dalam sehari, kulit kering dan mata sedikit cekung.
Hasil pemeriksaan TTV = TD : - mmHg, N : 80 x/menit, S : 37,3 0C, RR : 32 x/menit.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.A
Ruang Rawat : Poli Anak Puskesmas Kayon
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Diare berhubungan dengan proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x Manajemen Diare (halaman 164, I.03101)
infeksi ditandai dengan BAB ± 5 kali kunjungan, diharapkan eliminasi fekal, fungsi 1. Identifikasi penyebab diare (mis.inflamasi
sehari dengan konsistensi feses encer gastrointestinal, dan status cairan membaik. dan iritasi gastrointestinal, proses infeksi, 1. Mengetahui kondisi umum pasien dan
Kriteria hasil : malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat- penyebab diare yang terjadi.
bewarna kuning, tidak ada darahnya,
1. Kontrol pengeluaran feses meningkat (5) obatan, pemberian botol susu). 2. Mengetahui warna, volume, frekuensi dan
dengan sedikit ampas. tampak pasien 2. Konsistensi feses membaik (5) 2. Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja agar mempercepat proses
lemas, mukosa bibir merah dan kulit 3. Frekuensi defekasi membaik (5) konsistensi tinja. penyembuhan penyebab diare
kering, mata sedikit cekung, anak 4. Frekuensi BAB membaik (5) 3. Monitor tanda dan gejala hipovolemia (mis. 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala
tidak pernah tersenyum ketika 5. Asupan cairan meningkat (5) Takikardia, nadi terasa lemah, tekanan hipovolemia yang dapat timbul
melihat mainan yang lucu, saat di 6. Asupan makanan meningkat (5) darah, turgor kulit menurun, mukosa mulut 4. Untuk mengetahui jumlah pengeluaran BAB
auskultasi bising usus hiperaktif.: 28 7. Membran mukosa membaik (5) kering, CRT melambat, BB menurun) dan BAK yang keluar
8. Mata cekung membaik (5) 4. Monitor jumlah pengeluaran diare 5. Oralit untuk mempertahankan rehidrasi cairan
x/menit. Hasil pemeriksaan TTV =
9. Turgor kulit membaik (5) 5. Berikan asupan cairan oral (mis. larutan dan elektrolit dalam tubuh agar terpenuhi
TD : - mmHg, N : 80 x/menit, S : garam gula,oralit, ) sehingga tidak terjadi dehidrasi.
37,3 0C, RR : 33 x/menit. 6. Berikan cairan intravena (mis. ringer asetat, 6. Memberikan hidrasi cairan tubuh secara
ringer laktat) parenteral
7. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering 7. Asupan nutrisi tetap dipaksa untuk diberikan
secara bertahap pada anak saat diare walaupun anak menolak
8. Kolaborasi pemberian obat untuk mempercepat proses kesembuhan.
8. Bekerja sama dengan dokter dalam pemberian
dosis obat dan tindakan dependen perawat,
dimana obat diare berfungsi untuk
menggantikan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
2. Hipertermia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x Manajemen Hipertermia (halaman 181, I.15506) 1. Mengetahui indikasi adanya penyebab
dehidrasi, peningkatan laju kunjungan, diharapkan termoregulasi/pengaturan 1. Identifikasi penyebab hipertermia terjadi hipertermia.
metabolisme ditandai dengan demam suhu tubuh pasien membaik. 2. Monitor suhu tubuh 2. Mempertahakan suhu tubuh agar tetap
sejak 2 hari yang lalu, tampak lemas, Kriteria hasil : 3. Monitor haluaran urine pada rentang normal
bibir merah dan kulit kering. Hasil 1. Suhu tubuh membaik (5) 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia 3. Untuk mengetahui dan mengukur asupan
pemeriksaan TTV = TD : - mmHg, 2. Turgor kulit membaik (5) 5. Sediakan lingkungan dingin cairan dan haluaran urine
N : 80 x/menit, S : 37,3 0C, RR : 32 3. Membran mukosa membaik 6. Longgarkan atau lepaskan pakaian 4. Untuk mengetahui terjadinya komplikasi
x/menit. 7. Basahi dan kipas permukaan tubuh penyakit lainnya.
8. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 5. Membantu klien merasa nyaman dan
9. Anjurkan tirah baring sesuai dengan keinginnan klien
10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit 6. Pakaian yang tipis membantu penguapan
intravena suhu.
7. Membasahi dan mengkipas permukaan
tubuh dapat membantu tubuh atasi udara
dan suhu yang panas.
8. Pemberian antipiretik atau aspirin, kecuali
dalam keadaan demam tinggi dan sesuai
resep dan anjuran dokter, karena dapat
menimbulkan reaksi alergi pada kulit dan
menyebakan gangguan pada liver jika
digunakan jangka panjang
9. Istirahat menurunkan mobilitas usus juga
menurunkan laju metabolisme dan infeksi.
10. Bekerja sama dalam membantu
pemenuhan cairan dan elektrolit klien agar
terpenuhi sangat penting bagi pasien
dengan suhu tinggi.
3. Resiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x Manajemen cairan elektrolit :
Elektrolit
kunjungan, diharapkan masalah resiko 1. Identifikasi tanda dan gejala 1. Mengetahui ketidakseimbangan kadar
ketidakseimbangan elektrolit dapat kembali normal. ketidakseimbangan kadar elektrolit elektrolit dalam tubuh
Kriteria hasil : 2. Monitor status hidrasi 2. Untuk mengetahui kekurangan cairan dalam
1. Keseimbangann elektrolit dapat kembali normal 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan Klien tubuh
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas 4. Berikan cairan intavena yang berisi 3. Untuk mengetahui status hidrasi
turgor kulit baik, dan membran mukosa lembab. elektrolit 4. Memberikan dan memantau cairan intravena
5. Identifikasi kehilangan elektrolit 5. Untuk mengetahui kekurangan elektrolit
6. Kolaborasi dengan dokter tentang 6. Membantu proses penyembuhan
pemberian suplemen elektrolit
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
DIARE
Oleh :
Adella Putri
NIM : 2019.C.11a.0996
Tingkat III A/ Semester V
7. Tugas Perorganisasian
1) Moderator : Adella Putri
a. Membuka acara penyuluhan
b. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
c. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
d. Mengatur jalannya acara.
2) Penyaji : Adella Putri
1 Menyampaikan materi penyuluhan
2 Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3 Mengucapkan salam penutup
3) Simulator : Adella Putri
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
4) Fasilitator : Adella Putri
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan mengedarkan absen peserta penyuluhan
5) Dokumentasi : Adella Putri
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen
pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.
6) Notulen : Adella Putri
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan, seminar,
diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis oleh
seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal penting.Dan mencatat
segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan penyuluhan
8. SETTING TEMPAT
Keterangan :
: Kamera
9. Rencana Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
Tempat dan alat sesuai rencana.
Peran dan tugas sesuai rencana.
Setting tempat sesuai dengan rencana.
2) Evaluasi Proses
Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan.
Selama kegiatan semua peserta aktif.
Bagaimana berlangsungnya proses penyuluhan, ada hambatan atau tidak ada
hambatan, keaktifan keluarga Pasien dalam proses pembelajaran, tanya
jawab bisa hidup atau tidak.
3) Evaluasi Hasil
Orang tua klien mampu mengerti tentang diare, penyebab diare, tanda gejala
diare dan cara pencegahan diare.
1. Pengertian Diare
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air
besar >3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai atau
tanpa disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari terjadinya proses
implamasi pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2014).
Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air
besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air
berlebihan. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga
seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan
makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi
virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu
yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat
mengancam-jiwa bila tanpa perawatan (Wijayaningsih, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa diare
merupakan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air besar >3
kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai atau tanpa
disertai dengan darah atau lender, yang disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi
juga seringkali akibat dari racun bakteria. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari,
sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
2. Penyebab Diare
Diare atau bahasa awam yaitu muntaber dapat disebabkan oleh adanya
peradangan pada usus yang disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit seperti protozoa,
cacing dan jamur. Muntaber juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi saluran nafas
atau radang tenggorokan, infeksi saluran kemih (kencing) dan penyakit tifus. Akan
tetapi, yang paling sering menyebabkan muntaber adalah bakteri Eschericia coli
(E.coli) yang menyerang usus. Biasanya muntaber terjadi karena seseorang
mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar dengan bakteri E.coli dan saat itu daya
tahan tubuhnya sedang turun (tidak fit). Penyakit bisa mewabah akibat lingkungan
hidup kurang bersih dan makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Selain itu
muntaber bisa juga disebabkan oleh suatu virus yang dinamakan norovirus dan rotavirus
(Vibrio parahaemolyticus). Rotavirus sering
4
kali menginfeksi bayi dan anak-anak. Ini
terkait dengan kebiasaan anak-anak yang gemar memasukkan tangan atau benda yang
bisa saja sudah terkontaminasi ke dalam mulut. Norovirus adalah keracunan makanan
yang selanjutnya bisa menyebabkan terjadinya gastroenteritis umumnya disebabkan
karena virus yang satu ini.
Menurut Hidayat, 2009: 1022 Terjadinya muntaber dapat di sebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Faktor Infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosaintestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga
terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengangkibatkan
gangguan fungsi intestinal dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri
juga akan menyebabkan sistem transfor menjadi aktif dalam usus, sehinnga ssel mukosa
mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
2) Faktor Malabsorpsi
Faktor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi
diare.
3) Faktor Makanan
Faktor makanan dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan.
4) Faktor Psikologis
Faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan.
3. Tanda dan Gejala Diare
Menurut Vivian (2010) tanda dan gejala diare terdapat pembagian yaitu:
a. Cengeng dan gelisah
b. Suhu meningkat
c. Nafsu makan menurun
d. Tinja cair kadang disertai lender dan darah
e. Tinja lama kelamaan menjadi asam (karena banyaknya asam laktat yang
keluar).
f. Akhirnya nampak dehidrasi, berat badan menurun
g. Turgor kulit menurun
h. Selaput lendir dan mulut juga kulit kerig
i. Dehidrasi berat maka volume darah akan berkurang
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami
gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia,
hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit
kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa bibir kering
4. Penularan Diare
Cara penularan diare adalah melalui infeksi kuman penyebab, terjadi bila
mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja atau muntahan
penderita muntaber. Tinja atau muntahan tersebut dikeluarkan oleh penderita atau
pembawa kuman (carrier) yang buang air besar atau muntah di sembarang tempat.
Tinja dan muntahan tadi kemudian mencemari lingkungan misalnya tanah, sungai dan
air sumur (melalui 4F = finger, flies, fluid, field). Orang sehat yang menggunakan air
sumur atau air sungai yang sudah tercemari kemudian dapat menderita muntaber.
Penularan langsung juga dapat terjadi apabila tangan kotor atau tercemar kuman
dipergunakan untuk menyuap makanan.
Diare lebih sering menyerang anak-anak karena cara makan dan minum mereka
yang umumnya belum dapat menjaga kebersihan. Mereka mengonsumsi makanan atau
minuman tanpa memperhatikan kebersihan makanan yang dikonsumsi. Mengonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri, merangsang asam lambung yang
akhirnya menimbulkan diare. Oleh karena itu, perhatian orang tua sangat diperlukan
untuk mencegah timbulnya penyakit muntaber pada anak-anak.
Setelah terkontaminasi makanan yang mengandung bakteri, perut penderita terasa
perih, nyeri, mual-mual hingga muntah, dan tak lama kemudian menderita muntaber.
Nyeri di perut biasanya timbul pada perut bagian bawah, diikuti kekejangan otot yang
serupa. Suhu badan penderita biasanya menaik tajam dan kurang nafsu makan. Setelah
beberapa hari mengalami muntah-muntah dan diare, penderita akhirnya mengalami
kekurangan cairan tubuh atau lazim disebut dehidrasi. Kondisi penderita melemah
sehingga akhirnya perlu dirawat di Rumah Sakit. Sering kali puluhan botol cairan infus
perlu dihabiskan untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang.
Kehilangan cairan tubuh yang cukup banyak sangat berbahaya, sebab semua
reaksi kehidupan di dalam tubuh memerlukan cairan. Jika cairan tubuh berkurang, maka
reaksi-reaksi kehidupan tersebut terancam terhenti. Ini yang menyebabkan mengapa
penderita muntaber jika tidak segera ditolong dapat meninggal dunia. Bahaya kematian
karena kekurangan cairan tubuh lebih tinggi risikonya terutama pada bayi dan balita.
Memberikan larutan oralit atau larutan gula-garam adalah pertolongan pertama yang
dapat diberikan apabila anak terlihat mengalami gejala muntaber. Kebiasaan buang air
besar di kali, pantai, sawah atau di sembarang tempat, memudahkan penularan kuman
penyakit ini. Oleh sebab itu, orang tua sebaiknya membiasakan anak-anaknya untuk
buang air besar di wc rumah, mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air
besar, serta minum air dan makan makanan yang sudah dimasak dengan benar.
5. Pencegahan Diare
Ada banyak cara untuk mencegah muntaber, antara lain:
1) Mencuci tangan
Mencuci tangan adalah upaya untuk membersihkan kedua tangan dari kotoran,
kuman dan bakteri dengan langkah yang tepat seperti membersihkan telapak tangan,
punggug tangan, sela-sela jari, jari-jari saling mengunci, menggosok memutar ibu jari,
membersihkan kuku jari menggunakan sabun dengan air mengalir sehingga dapat
terhindar dari berbagai penyakit yang dapat ditularkan melalui tangan.
Gambar Enam Langkah Cuci Tangan Yang Baik dan Benar
Dalam pemilihan jajanan juga terdapat beberapa cara untuk memilih jajanan yang
sehat, diantaranya adalah:
a) Menghindari jajanan yang dijual di tempat terbuka, kotor dan tercemar, tanpa
penutup dan tanpa kemasan,
b) Memilih dan membeli hanya jajanan pangan yang dijual di tempat bersih dan
terlindung dari matahari, debu, hujan, angin dan asap kendaraan bermotor,
c) Memilih tempat yang bebas dari serangga dan sampah,
d) Menghindari pangan yang dibungkus dengan kertas bekas atau koran,
e) Membeli pangan yang dikemas dengan kertas, plastik atau kemasan lain yang
bersih dan aman.
f) Menghindari pangan yang mengandung bahan pangan sintetis berlebihan atau
bahan tambahan pangan terlarang dan berbahaya (zein, 2010).
Contoh jajanan tidak sehat :
a) Permen.
b) Minuman yang berasa.
c) Gorengan memakai minyak goreng bekas.
d) Warna makanan terlalu mencolok
e) Disimpan di tempat terbuka, berdebu atau banyak lalat.
f) Dibungkus dengan kertas bekas atau koran.
Gambar Jajanan Tidak Sehat