Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pada By Ny S Dengan Diagnosa Post Operasi Colostomy, Atresia


Ani Di RSUD DR Doris Sylvanus Palngkaraya
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratorium Klinik

Disusun oleh :
Nama : VIRGO MANDALA PUTRA
NIM : 2019.C.11a.1033

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TA 2021/2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Virgo Mandala Putra
NIM : 2019.C.11a.1033
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada By Ny
S Dengan Diagnosa Post Operasi Colostomy, Atresia Ani Di
RSUD DR Doris Sylvanus Palngkaraya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Cristephanie, S.Kep., Ners Winnarti Triwijayanti,


SSiT

i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada By Ny S Dengan Diagnosa Post Operasi Colostomy, Atresia Ani Di RSUD
DR Doris Sylvanus Palngkaraya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
1. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Cristephanie, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
3. Ibu Winnarti Triwijayanti, SSiT selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan II.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua

Palngka Raya, 25 Oktober 2021

Virgo Mandala Putra

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETTUJUAN........................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Dasar Atresia Ani......................................................................4
2.2.1 Definisi...............................................................................................4
2.2.2 Anatomi Fisiologi...............................................................................4
2.2.3 Etiologi...............................................................................................7
2.2.4 Klasifikasi...........................................................................................8
2.2.5 Patofisiologi........................................................................................9
2.2.6 Manifestasi Klinis...............................................................................11
2.2.7 Komplikasi..........................................................................................11
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang......................................................................12
2.2.9 Penatalaksanaan..................................................................................12
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.........................................................13
1.2.1 Pengkajian..........................................................................................13
1.2.2 Diagnosa.............................................................................................15
1.2.3 Intervensi............................................................................................25
1.2.4 Implementasi......................................................................................20
1.2.5 Evaluasi..............................................................................................20
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................21
DAFTAR ISI...................................................................................................38

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam asuhan neonatus tidak sedikit di jumpai adanya kelainan cacat
konginetal pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi
saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat
lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum. (Kurniah, 2013)
Atresia ani merupakan kelainan konginetal yang tergolong rendah angka
kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian
di Amerika Serikat 600 anak lahir dengan atresia ani. Data yang dapatkan
kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup,
dengan jumlah penduduk indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,
maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia
ani. (Haryono, 2013)
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan
tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Penyakit ini merupakan
kelainan kongenital yang sering kita jumpai pada kasus bedah anak.
Diagnosis penyakit kongenital ini sangat mudah ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti sehingga hal ini harus diketahui oleh
tenaga kesehatan. (Lakonanta, 2016)
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rektal terjadi
gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Dengan
kata lain tidak adanya lubang pada anus atau buntunya saluran atau rongga
tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani memiliki nama
lain yaitu anus imperfota. Jika atresia terjadi maka hampir memerlukan
tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
(Haryono, 2013)

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimna cara memebrikan Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis
atresia ani

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan tentang bagaimana menerapkan Asuhan
Keperawatan dengan Diagnosa Atresia Ani
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melengkapi Asuhan Keperawatan Dengan
diagnosa Atresia Ani
2. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian Asuhan keperawatan
dengan diagnosa medis Atresia Ani
3. Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada Atresia Ani
4. Mahasiswa mampu menyusun Asuhan Keperawatan yang
mencangkup intervensi Asuhan Keperawatan dengnan doagnosa
medis Atresia Ani
5. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksaan tindakan
Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis Atresia Ani
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari Asuhan Keperawatan
dengan diagnosa Atresia Ani

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan denngan menerapkan proses keperawatan dan
memanfaatkanilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh
pendidikan di program Studi S1 Keperawatan STIKes Eka Harap
Palangka Raya
1.4.2 Bagi Institusi
1. Bagi institusi Pendidikan

2
Sebgai sumber bacaan dan referensi tentang Omphalocele dan
Asuhan Keperawatannya
2. Bagi institusi Rumah Sakit
Memeberikan gambaran pelaksaan Asuhan Keperawatan dan
meningkatkan mutu peayanan perawatan dirumah sakit kepada pasien
dengan diagnosa Bronkopnemonia Bilateral melalui Asuhan Keperawtan
yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagia sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat
yang dapat membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang
berguna bagi status kesembuhan klien .

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Atresia Ani


2.1.1 Definisi
Atresia Ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
yang normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebgai
anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz,2015) Atresia
ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2015). Atresia ani merupakan
kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna, 2016).
Atresia ani atau anus imperforasi adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rektum (Purwanto, 2016). Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani
adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feses.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Susunan sistem pencernaan :
a. Rongga mulut
Rongga mulut dibagian depan dibatasi oleh bibir, dibagian
belakang oleh dinding faring posterior, dibagian lateral selaput lender
bukalis dan tonsil, dibagian lateral selaput lender bukalis dan tonsil,
dibagain atas palatum durum dan palatum molle dan dibagian bawah
oleh dasar mulut. Didalam rongga mulut terdapat gigi, lidah dan
kelenjar pencernaan yaitu berupa kelenjae ludah. Gigi dan lidah
berguna untuk memecahkan makanan secara mekanik.Kelenjr ludah
menghasilkan enzim ptyalin yang mencerna hidrat arang. Rongga mulut
(mouth cavity) mempunyai panjang 15-20 cm dengan diameter 10 cm

4
Di dalam mulut sudah mulai terjadi proses penyerapan dengan
meekansime difusi pasif (transport pasif) dan transport konvelisif)
(pori). Dalam mulut terdapat enzim ptylin, maltase, dan musin. Sekresi
air ludah 500-1500 ml per hari pH 6,4.
b. Faring
Daerah faring merupakan persimpangan dari rongga mulut
ketenggorokan dan dari rongga hidung ke tenggorokan. Pada saat
menelan makanan, maka lubang ke saluran nafas ditutup oleh anak
tekak sehingga makanan akan mendorong ke tenggorokan
c. Esofagus
ESofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 2 cm dan diameter 2 cm. Esofagus terletak posteriorterhadap
jantung dan trakea, anterior terhadap vertebrata, setinggi c6 menembus
diafragma sampai torakal 11. Saluran pencernaan sesudah mulut adalah
kerongkongan (esophagus).Esofagus adalah saluran yang terdapat
dibelakang rongga mulut yang menghubungkan rongga mulut dengan
lambung.Dinding kerongkongan dibentuk oleh otot-otot melingkar yang
bergerak tanpa kita sadari.Gerakanya disebut peristaltic, yaitu gerakan
otot melingkar yang mengkerut-kerut, seperti meremas-remas sehingga
makanan dapat masuk kedalam lambung. Esofagus mempunyai Ph
cairanya 5-6, tidak terdapat enzim maupun absorbs. Getah lambung
dihasilkan oleh kelenjar yang terdapat pada dinding lambung, dimana
dinding lambung menghasilkan asam lambung berupa asam klorida,
pepsinogen, rennin lipase lambung, dan mucin.
d. Lambung
Lambung besar merupakan organ yang terletak didalam rongga
perut yaitu terletak disebelah kiri atas, dibawah sekat rongga dada
(Diafragma). Lambung merupakan sebuah kantong muskuler yang
letaknya antra esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen dan
dibagian depan pancreas dan limpa yang dibentuk oleh otot polos yang
tersususn secara memanjang. Lambung merupakan saluran yang dapat
menggembang karena adanya gerakan peristaltic, terutama didaerah

5
epigastar.Variasi dari bentuk lambung sesuai jumlah makanan yang
masuk, adanya gelombang peristaltic, terutama didaerah epigaster.
Variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan yang
masuk, adanya gelombang peristaltic tekanan organ lain dan postur
tubuh. Lambung disebut juga gaster yang panjangnya 20 cm dengan
diameter 15 cm dan PHnya 1-3,5. Cairan lambung yang disekresi
sekitar 2000-3000 ml/hari. Kapasitas lambung kira-kira 1,2 liter dn bila
kosong 100 liter.
e. Usus halus (Intestinum minor)
Usus halus merupakan bagian dari system pencerbaan makanan
yang berpangkal [ada pylorus dan berakhir pada sekum, panjangnya
sekitar 6 meter dan merupakan saluran pencernaan yang paling
panjang.Uus halus merupakan kelanjutan dari saluran pencernaan
setelah lambung.Bentuk dan susunanya berupa pipa kecil yang
berkelok-kelok didalam rongga perut diantara usus besar dan dibawah
lambung.Makanan dapat masuk karena adanya gerakan yang
memberikan permukaan yang lebih luas. Banyaknya otot-otot pad
tempat absorbs memperluas permukanya. Usus halus terdiri dari usus
dua belas jari (duodenum) panjangnya sekitar 25 cm dengan diameter 5
cm dan Phnya 6,5-7,6, usus kosong (jejunum) panjangnya 300 cm
diameter 5 cm de3ngan PH 6,3-7,3. Uuss halus sebagai system
pencernaan secara enzymatic menhasilkan enzim-enzim yang
diantranya erepsin, maltase, sukrosa, dan lactase.
f. Usus besar (Intestinum mayor) usus berpenampang
Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa luas atau
berdiameter besar dengan panjang 1,5- 1,7 meter dan panjang 5-6 cm.
Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun seperti
huruf U terbalik dan mengelilingi usus halus dari valvula ileoskalis
smapai keanus. Usus besar terdiri dari 3 bagian yaitu cecenum, colon,
dan rectum.Lapiasan-lapisan usus besar terbagi atas beberapa kolon
yaitu asendens, tranversum, desendens, dan sigmoid.
g. Rektum

6
Rektum teletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pullvis didepan
os Skrum dan os koksigis. Rektum panjangnya 15-19 cm, dimeter 2,5
cm dengan PH 7,5-8,0.
h. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan bagian luar atau sebagai tempatnya keluarnya feses,
Anonim (2013).

2.1.3 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya embriologi di daerah usus, rectum
bagian distal serta traktur urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4
sampai ke 6 usia kehamilan. (Nurarif & Kusuma, 2016)

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan
oleh:
1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
da otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter

7
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli
masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen
carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang
menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 %
dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom,
atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).
5) Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan
kongenital saat lahir, seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan
anomali pada gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectu
dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
5. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok
anatomi yaitu :
a. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet

8
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

2.1.5 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal
mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu
kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.

9
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

Pathway

Kelainan Kongengital

Gagal pertumbuhan, fusi dan


pembentukan anus

Atresia Ani

Intake Nutrisi Evakuasi Feses Tidak


Pembedahan
Lancar

Muntah Konstipasi Pre OP Post OP

Defisit Nutrisi Gangguan Pola Kurang Pembuatan


Eliminasi Pengetahuan Anus

Ansietas Cemas

Pemasangan Trauma
Gangguan Kolostomi Jaringan
Integritas Kulit

Nyeri Akut Perawatan Tidak


Adekuat

Resiko Infeksi

10
2.1.6 Manifestasi Klinis
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi. Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius
dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala
yang akan timbul:
1.) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
(Ngastiyah, 2015)

2.1.7 Komplikasi
1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
2) Obstruksi intestinal
3) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4) Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2015)

11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjan
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementaraatau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir.

12
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah pemeriksaan
distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan
rektum.Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel
rektovesika melibatkan seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan
operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang diseksi dimulai pada
peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah
distal.

c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak
padat.

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien post colostomy meliputi :
1. Biodata

13
a. Identitas Klien,meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, tindakan medis.
b. Identitas Penanggungjawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber
biaya.
2. Keluhan utama : klien dengan post colostomy ditemukan adanya keluhan
nyeri pada luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan
terasa lemas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan
pada saat pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama
b. Riwayat Kesehatan Dahulu, klien mengalami muntah-muntah setelah
24-28 jam pertama kelahiran
c. Riwayat kesehatan Keluarga Kaji apakah ada anggota keluarga yang
memiliki penyakit serupa dengan klien, penyakit turunan maupun
penyakit kronis
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada
chepalhematom.
b. Mata : Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ikterus, tidak nista
gamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
c. Telinga : Telinga memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang
kartilago berbentuk sempurna.
d. Hidung : Hidung simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret,
tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
e. Leher : Leher tidak ada webbed neck.
f. Dada : bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
shest, pernafasan normal.

14
g. Perut : Abdomen simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, biasanya
ditemukan distensi abdomen
h. Genetalia : Getalia terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada
penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
i. Anus : Anus tidak ada, nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus
tertahan oleh jaringan.Pada auskultasi terdengar peristaltik.

2.2.2 Diagnosa
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan(Muntah) (D.0019)
2. Inkontentenesia fekla berhubungan dengan gangguan pola eliminasi
(D.0041)
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (D.0080)
4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (D.0077)
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pemeasangan kolostomi
(D.0129)
6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan pasa operasi,
perawatan tidak adekuat (D.0142)

2.2.3 Intervensi
Diagnosa Luaran Intevensi
SDKI SLKI SIKI
Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Membaik (L.03030) (l.03199)
Observasi
1. Monitor asupan makanan
2. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Kolaborasi

15
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
Inkontenesa fekal Kontinesia Fekal Latihan Eliminasi Fekal
Membaik (L04035) (I.04150)
 Defekasi membaik Observasi
1. Monitor peristaltic usus
secara teratur
Terapeutik
1. Berikan privasi,
kenyamanan dan posisi
yang meningkatkan
proses defekasi
Edukasi
1. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tertentu, sesuai
program atau hasil
konsultasi
2. Anjurkan asupan cairan
yang adekuat sesuai
kebutuhan
Ansietas Tikngkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
Menurun (L.09093) Terapeutik
 Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana
akibat kondisi yang terapeutik untuk
dihadapi menurun menumbuhkan
 Perilaku gelisah kepercayan
menurun 2. Pahami situasi yang
membuat ansietas
dengarkan dengan penuh
perhatian
3. Gunakan pendekatan

16
dengan tenang dan
meyakinkan
4. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
Edukasi
1. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosi, pengobatan,
dan prognosis
Nyeri akut Tingkar Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
Menurun (L.08066) Observasi
 Gelisah menurun 1. Identifikasi lokasi,
 Kesulitan tidur karakteristik, durasi,
menurun frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri
non verbal
Terapeutik
1. Berikan teknin
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupuntur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol ruangan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,

17
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan stretegi
meredakan nyeri
3. Anjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
kulit Jaringan Meningkat (I.11353)
(L.14125) Observasi
 Kerusakan jaringan 1. Identifikasi penyebab
menurun gangguan integritas kulit
 Nyeri menurun (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan
statsu nutrisi, penurunan
kekebalan, suhu
lingkuhnga ekstrim,
penurunan mobilitas
Terapeutik
1. Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitive
Edukasi

18
1. Ajarkan minum air yang
cukup
2. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
3. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
Resiko infeksi Kontrol Resiko Pencegahan Infeksi
Meningkat (L14128) (I.14539)
 Pemantauan status Observasi
kesehatan 1. Monitor tanda dan gejala
meningkat infeksi local dan sistemik
Terapeutik
1. Batasi julah pengunjung
2. Berikan perawatan luka
pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan

19
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

2.2.4 Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana
keperawatan yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal, pelaksanaan adalah wujud dari tujuan
keperawatan pada tahap perencanaan (Bararah dan Jauhar, 2013).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap dimana tahap proses keperawatan
mmenyangkut pengumpulan data objektif dan subjektif yang dapat
menunjukkan masalah apa yang terselesaikan apa yang perlu dikaji dan
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah tujuan keperawatan telah
tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah baru (Bararah
dan Jauhar, 2013).

20
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com

FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS

I. IDENTITAS
Identitas Bayi Identitas Orang Tua
Nama bayi : By. Ny. S Nama Ayah : Tn. R
TTL : Palngka Raya, 19 Oktober 2021 Umur Ayah : 28 Tahun
Jam Kelahiran : 12.25 WIB Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Agama Ayah : Islam
Nama Ibu : Ny. S
Umur Ibu : 28 Tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama Ibu : Islam

II. RIWAYAT PERSALINAN


a.Awal Persalinan (hari/tgl/jam) : 19 Oktober 2021 pukul 00.25 WIB
b. Lama Persalinan : 12
jam
c.Komplikasi Persalinan :Tidak ada komplikasi dalam persalinan
d. Terapi yang diberikan :-
e.Cara melahirkan : Partus spontan
f. Tempat Melahirkan : PMB Eti Lulut H, S. Tr. Keb
g. Usia Kehamilan : 40
minggu
h. Riwayat Kesehatan ibu : G2 P2 A0, klien tidak memiliki
riwayat penyakit apapun

21
III. Pemeriksaan Fisik Neonatus
Keadaan Umum : Tampak terpasang OGT dan terpasang Inf us D10% 15
ml/jam
Nadi : 148x/menit
RR : 50x/menit
SPO2 : 98%
a.Antropometri
1. Berat Badan : 3525 gram
2. Panjang Badan : 53 cm
3. Lingkar Kepala : 33 cm
- Sirkumferensia froto-occipital :tidak diukur
- Sirkumferensia mento-occipitalis: tidak diukur
- Sirkumferensia suboccipito-bregmatika: tidak diukur
- Sirkumferensia submento-bregmatika: tidak diukur
4. Lingkar Dada : 29 cm
5. Lingkar lengan atas : 8 cm
b. Pernapasan dan peredaran darah (APGAR Score)
- Pernapasan/RR :50 x/menit, Tipe : Spontan
- APGAR Score :9
No Tanda Score
0 1 2
1 Frekuensi Jantung Tak ada < 100x/menit >100 x/menit
2 Usaha bernafas Tak ada Lambat,tdk teratur Gerakan aktif
3 Tonus otot lumpuh Ektremitas agak fleksi Gerakan aktif
4 Refleks Tak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
5 Warna kulit Biru/pucat Tubuh Seluruh tubuh
kemerahan,ektremitas kemerahan
biru

- Frekuensi denyut jantung: 148 x/menit


- Kelainan/keluhan lain: -
c.Suhu tubuh (rectal/axial) : 36,8 oC

22
d. Kepala/Leher

- Fontanel anterior : lunak, tidak terdapat benjolan, dan tidak terdapat


luka
- Sutura sagitalis : tepat, terletak di garis tengah
- Wajah : simetris
- Molding : tidak ada caput seccedaneum, tidak ada
cepalohematoma

e.Mata : mata tampak bersih,pupil bereaksi terhadap cahaya. Isokor dapat


bereaksi kiri-kanan
f. THT
- Telinga : normal, telinga semetris kanan dan kiri tidak ada
pengeluran cairan, dan tidak ada lesi
- Hidung : Normal. Tidak ada gangguan pada pernafasan.
- Palatum : normal, tereltak di antara rongga hidung dan rongga
mulut
g. Toraks (simetris/asimetris, klavikula normal/tidak, ada retraksi dinding
dada/tidak ada)
Jelaskan, simetris, retraksi tidak ada, jantung teratur, bising tidak ada
h. Abdomen
Lunak, Terdapat luka post operasi, Terdapat nyeri tekan
lingkar perut-
liver : -
i. Spina/tulang belakang (spina bifida)
Tidak mengalami kelainan tulang belakang(spina bifida)
j. Kulit
Warna kulit kemerahan
k. Keadaan dan kelengkapan tubuh dan ekstremitas
Akral hangat, turgor kulit <2 detik
l. Tali pusat
normal
m. Anus

23
Ada lubang anus/tidak: tidak terdapat lubang anus
n. Mekonium
-
o. Refleks: (moro, menggenggam, menghisap, berjalan)
Reflex moro baik, belum dapat menggengam dengan baik, menghisap asi
kuat
p. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Parameters Unit Refference Ranges
WBC 6.01 [10^3/uL] (4.50 – 11.00)
RBC 4.48 [10^6Ul] (4.00 – 600)
HGB 17.0 * [g/dL] (10.5 – 18.0)
HCT 46.3 [%] (37.0 – 48.0)
MCV 103.3 + [fl] (86.6 – 102.0)
MCH 37.9 * [pg] (25.6 – 30.7)
MCHC 36.7 * [g/dL] (28.2 – 31.5)
PLT 252 [10^3/uL] (150 – 400)
RDW-SD 57.5 + [fl] (38.0 – 50.0)
RDW-Cv 14.7 + [%] (11.2 – 13.7)
PDW 9.2 -[fL] (9.5 – 15.2)
MPV 9.1 - [fL] (9.2 – 12.1 )
P-LCR 18.0 - [%]
PCT 0.23 [%]
NEUT 4.94 [10^3/uL] (1.50 – 7.00)
LYMPH 0.52 * [10^3/uL] (1.00 – 3.70)
MONO 0.50 * [10^3/uL] (0.00 – 0.70)
EO 0.00 [10^3/uL] (0.00 – 0.40)
BASO 0.05 * [10^3/uL] (0.00 – 0.40)
IG 0.04 * [10^3/uL]
NEUT% 82.2 * [%] (37.0 -72.0)
LYMPH% 8.7 * [%] (20.0 – 50.0)
MONO% 8.3 * [%] (0.0 – 14.0)
EO% 0.0 [%] (0.0 – 6.0)
BASO% 0.8 * [%] (0.0 – 1.0)
IG% 0.7 * [%]

3) Terapi
Terapi Rute Indikasi
Inf D10% 15 ml/jam IV (Intra Vena) Larutan Nutrien
Yang Memberikan
200kkal/L, Terapi

24
Pengganti Cairan
Selama Dehidrasi
Cefotaxime 3x 170 mg IV (Intra Vena) Cefotaxime adalah
obat antibiotik yang
digunakan untuk
mengobati berbagai
macam infeksi
bakteri
OMZ 1x4 mg IV (Intra Vena) Pengobatan jangka
pendek untuk tukak
lambung dan tuka
doudenum

Palangka Raya, 25 Oktober 2021


Mahasiswa

Virgo Mandala Putra

25
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
DS : - Post OP Resiko Infeksi
DO :
 Tampak luka post OP Kerusakan integritas
 Tampak perdarahan kulit
pada luka
 Klien tampak Resiko infeksi
terpasang OGT
 Klien tampak
terpasang Infus D10%
15 cc/jam
 RR : 50 x/menit
 S: 36,8 °C
 N : 148 x/menit
 BB : 3525 gm
 PB : 53 cm
 LK : 33 cm
 LD : 29 cm
 LL : 8 cm
 APGAR Score: 9
DS : - Operasi Kolostomi Gangguan integritas
DO : kulit
 Tampak luka post OP Pemasangan kolostomi
 RR : 50 x/menit
 S: 36,8 °C Perlukaan

 N : 148 x/menit
Gangguan integritas
 BB : 3525 gm
kulit
 PB : 53 cm

26
 LK : 33 cm
 LD : 29 cm
 LL : 8 cm
 APGAR Score: 9

27
PRIORITAS MASALAH

1. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit


2. Gangguan integritas kulit b.d pemasangan kolostomi

28
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien : By. Ny. S
Ruang Rawat : Mawar

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539) 1. Untuk menegtahui tanda-
kerusakan integritas kulit keperawatan Kontrol Infeksi Observasi tanda dan gejala infeksi lokal
selama 2 x 24 jam, diharapakan 1. Monitor tanda-tanda dan gejala dan sistemik
infeksi tidak terjadi (terkontrol). infeksi lokal dan sistemik 2. Untuk mencegah
Kriteria hasil: Terapeutik komplikasi infeksi
a. Klien bebas dari tanda dan 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Untuk merawat kulit
gejala infeksi 3. Berikan perawatan kulit pada dan mencegah infeksi
b. Resiko Infeksi Berkurang daerah edema 4. Untuk mecegah
4. Pertahankan teknik aseptik pada infeksi
pasien berisiko tinggi 5. Untuk membentuk antibody
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
2. Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I.14564) 1. Untuk memantau keadaan
pemasangan kolostomi keperawatan selama 2 x 24 jam, Observasi luka

29
diharapakan pemulihan pasca 1. Monitor karakteristik luka 2. Untuk melakukan
bedah meningkat Terapeutik pembersihan luka
Kriteria hasil: 2. Lepaskan balutan dan plester 3. Membersihkan luka
1. Waktu penyembuhan secara perlahan menggunakan cairan khusus
meningkat 3. Bersihkan dengan cairan NaCl untuk mencegah infeksi dan
2. Area luka operasi membaik atau pembersih nontoksik, nyeri selama proses
sesuai kebutuhan pembersihan luka
4. Pasang balutan sesuai jenis luka 4. digunakan untuk menutup
5. Pertahankan teknik steril saat luka dan menyangga cedera
melakukan perawatan luka jaringan
Kolaborasi 5. Untuk mencegah infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik 6. Untuk mengobati berbagai
macam infeksi dan bakteri

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP Tanda Tangan dan
Nama Perawat
Senin, 25 oktober 2021 1. Memonitor tanda-tanda S :

30
09.00 WIB dan gejala infeksi lokal O :
DX 1 dan sistemik  Bag kolostomi tampak
DO : 2. Membatasi jumlah penuh
 Tampak luka post OP pengunjung  Luka tampak kemerahan VIRGO MANDALA
 Tampak perdarahan 3. Mencuci tangan sebelum  Klien tampak terpasang PUTRA
pada luka dan sesudah kontak OGT
 Klien tampak dengan bayi  Klien tampak terpasang
terpasang OGT 4. Rawat luka kolostomi Infus D10% 15 cc/jam
 Klien tampak dan ganti bag kolostomi  RR : 42 x/menit
terpasang Infus D10% 5. Mengganti OGT dan  S: 36,6 °C
15 cc/jam Infus tiap tiga hari sekali
 N : 132 x/menit
 RR : 50 x/menit  BB : 3525 gm
 S: 36,8 °C  PB : 53 cm
 N : 148 x/menit  LK : 33 cm
 BB : 3525 gm  LD : 29 cm
 PB : 53 cm  LL : 8 cm
 LK : 33 cm
 LD : 29 cm A : Masalah teratasi

31
 LL : 8 cm sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Senin, 25 oktober 2021 1. Monitor karakteristik S :
09.00 WIB luka O:
DX 2 2. Mencuci tangan sebelum  Keadaan luka tampak
DO : dan sesudah kontak kemerahan VIRGO MANDALA
 Tampak luka post OP dengan bayi  Keadaan jahitan normal PUTRA
 RR : 50 x/menit 3. Lepaskan balutan dan  Klien tampak terpasang

 S: 36,8 °C plester secara perlahan OGT


 N : 148 x/menit 4. Membersihkan luka  Klien tampak terpasang
dengan cairan NaCl Infus D10% 15 cc/jam
 BB : 3525 gm
5. memasang balutan diarea  RR : 42 x/menit
 PB : 53 cm
luka
 LK : 33 cm  S: 36,6 °C
6. Kolaborasi pemberian
 LD : 29 cm  N : 132 x/menit
antibiotik
LL : 8 cm  BB : 3525 gm
 PB : 53 cm
 LK : 33 cm
 LD : 29 cm
 LL : 8 cm

32
 Injeksi Cefotaxime 3x
170 mg
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

33
DAFTAR ISI

Betz, c. L. (2015). Buku Saku Keperawatan Pediatrik : Edisi Ke 3. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (2017). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2017). Standar Intervensi Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil. Jakarta: DPP PPNI.

34

Anda mungkin juga menyukai