OLEH
Mengetahui
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5
2.1 Konsep Penyakit............................................................................................5
2.1.1 Definisi...........................................................................................................5
2.1.2 Anatomi..........................................................................................................6
2.1.3 Etiologi...........................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi......................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi...................................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala).....................................................10
2.1.7 Komplikasi...................................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................11
2.1.9 Penatalaksaan Medis...................................................................................11
2.2. Konsep Dasar uretopalsy............................................................................12
2.3. Manajeman Asuhan Keperawatan.............................................................18
2.3.1 Pengkajian....................................................................................................18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................20
2.3.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................21
2.3.4 Implementasi Keperawatan........................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................28
3.1 Pengkajian.......................................................................................................28
3.2 Prioritas Masalah............................................................................................35
3.3 Rencana Keperawatan...................................................................................36
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan...................................................40
BAB IV PENUTUP..........................................................................................45
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................45
4.2 Saran................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................46
BAB 1
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah, yaitu Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa
medis Hipospadia
.1.3 Etiologi
Penyebab kelainan ini kemungkinan bermula dari proses kehamilan juga
karena maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature
dari sel interstitial testis. Didalam kehamilan terjadi penyatuan di garis tengah
lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral
penis. Perkembangan uretra in utero normalnya dimulai sekitar 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu (Nurarif & Kusuma, 2015).
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Beberapa etiologi dari hipospadia
menurut (Gatti, 2017) yaitu:
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi.
2. Faktor Gangguan dan Ketidakseimbangan Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen
tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Faktor Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
.2.4 Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
Faktor Gangguan dan Ketidakseimbangan Hormon :Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa
juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Penyempitan
lumen
Stricture penis
Gangguan
Resiko Infeksi Integritas Kulit
gangguan akibat ejakulasi
Kongenital
tidak normal. Anak
Anomali saluran kesulitan untuk belajar
kemih buang air kecil di kamar
kecil. Penis melengkung
Jaringan parut
tidak normal saat ereksi.
Penyempitan
lumen
Stricture penis
Pembedahan Pembedahan
Prosedur tindakan
pembedahan
Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas
jaringan lunak jaringan lunak
Kurang terpapar
informasi
MK : Risiko Strangulasi
Perdarahan
MK : Ansietas
Penekanan pada saraf
MK : Nyeri Akut
.2.6 Manifestasi Klinis
a. Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
b. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan
penis
c. Penis melengkung ke bawah
d. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di
dasar penis
e. Semprotan air seni yang keluar abnormal
f. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
g. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
h. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
i. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
j. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
k. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
l. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
m. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
.2.7 Komplikas
a. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
b. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK.
c. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
d. Infertility
e. Resiko hernia inguinalis
f. Gangguan psikososial
Terapi lain:
1. KA-EN 3B
Indikasi:
a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas
b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
d. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
2. Cefotaxime
Cefotaxime adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin
antibiotics. Cefotaxime bekerja dengan cara memperlemah dan memecah
dinding sel, membunuh bakteri. Cefotaxime digunakan untuk mengobati
berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang
mengancam nyawa.
Indikasi:
Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi bakteri sebelum,
selama atau setelah pembedahan tertentu.
Dosis:
1-2 gr melalui pembuluh darah (intra vascular), lakukan setiap 8-12 jam
Dosis maksimum: 12 gr/hari
Efek Samping:
a. Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy,
convulsion); Efek hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal
dan hati juga terjadi.
b. Perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated
partial thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan
atau tanpa pendarahan) dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan
rangkaian sisi NMTT yang mengandung cephalosporins.
3. Antrain
Cara kerja:
Metamizole Na adalah turunan methanesulphonate dari aminopyrine
dengan aktivitas analgesik. Mekanisme kerja adalah pusat dan perifer
menghambat transmisi nyeri.
Na Metamizole bertindak sebagai analgesik. Hal ini diserap dari saluran
pencernaan, dengan setengah-hidup 1-4 jam
Indikasi :
Untuk mengurangi rasa sakit, terutama di kolik dan pasca-operasi.
Kontra indikasi:
a. Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap Metamizole Na.
b. Hamil atau menyusui perempuan.
c. Pasien dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg.
d. Bayi di bawah 3 bulan atau berat <5 kg..
Peringatan :
a. ANTRAIN ® tidak boleh digunakan untuk sakit otot pada gejala flu,
rematik, sakit pinggang, nyeri punggung, radang kandung lendir,
sindrom bahu-lengan.
b. Perlakuan berkepanjangan atau menggunakan lanjutan dari
ANTRAIN ® tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
agranulositosis dan dapat berakibat fatal.
c. Perhatian harus diamati ketika menentukan untuk pasien dengan
riwayat gangguan pembentukan darah, hati atau penurunan fungsi
telah dihentikan.
Dosis :
Dewasa:
a. Tablet: 1 tablet bila nyeri terjadi, diikuti dengan 1 tablet tiap 6-8 jam,
maksimum 4 tablet sehari.
b. Injeksi: 500 mg bila nyeri terjadi, diikuti oleh 500 mg tiap 6-8 jam,
maksimum 3 kali sehari, IM atau IV administrasi.
2.1 Konsep Tindakan Uretroplasty
2.3.1Definisi
Urethoplasti adalah tehnik untuk membuat lurus penis agar dapat berdiri
tegak. Penis yang terjerat oleh chorde yang banyak dan lama dapat
mengakibatkan penis tetap menunduk meskipun chorde telah dilepaskan.
Untuk meluruskan perlu dibuat jahitan tambahan. Uretroplasti adalah
tindakan membuat saluran kencing sehingga lubang kencing berada di
ujung penis.
2.3.2 Tujuan
Tujuan tindakan ini adalah membuat saluran urethra baru dengan
ukuran yang adekuat sesuai umur pasien, dengan ujung distalnya hingga
glan penis, sehingga didapatkan hasil yang optimal untuk fungsi
berkemih, reproduksi dan kosmetis.
2.3.3 Indikasi
a. Pasien dengan hypospadia tipe anterior
b. Pasien dengan hypospadia tipe middle
c. Pasien dengan hypospadia tipe posterior
2.3.4 Klasifikai Urethroplasty
Urethroplasty dapat dibedakan menjadi empat jenis:
a. Urethroplasty anastomotik, yaitu bedah rekonstruksi uretra jika
terjadi penyempitan di uretra bulbar, yang ada di antara perineum
dan skrotum. Prosedur ini dilakukan jika panjang striktur tidak
melebihi 3 cm. Prosedur ini dilakukan dengan memutus uretra dari
kavernosum, memperlebar uretra, lalu menghubungkan kedua ujung
uretra.
b. Island flap atau cangkok penis, yaitu pembedahan yang melibatkan
skrotum dan penis yang sangat mirip dengan cangkok mukosa bukal.
Perbedaan utamanya adalah sumber cangkok. Pada prosedur ini,
cangkok kulit diambil dari penis dan/atau skrotum. Karena itu, teknik
ini sebaiknya dilakukan pada pasien yang belum disunat.
c. Urethroplasty Johansen adalah proses dua tahap yang ideal bagi
pasien yang menderita penyempitan uretra kompleks.
d. Cangkok onlay mukosa bukal, di mana dua prosedur dilakukan pada
saat yang bersamaan. Saat dokter bedah urologi memulai
urethroplasty, spesialis bedah mulut (misalnya dokter bedah
maksilofasial atau dokter bedah THT) akan mengambil suatu bagian
pipi untuk dicangkok. Cangkok ini dapat mengalihkan aliran urin
dari striktur, sehingga urin dapat mengalir dengan lancar. Cangkok
akan dijahit dan dilem untuk mencegah kebocoran.
b. Jangka panjang
1) Fistula: Fistula uretrokutan merupakan masala utama yang sering
muncul pada operasi hipospadia. Fistula jarang menutup spontan
dan dapat diperbaiki dengan penutupan berlapis dari flap
kulitlokal.
2) Stenosis meatus: Stenosis atau menyempitnya meatus uretra
dapat terjadi. Adanya aliran air seni yang mengecil dapat
menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis meatus.
3) Striktur: Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi
jangka panjang dari operasi hipospadia. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi,
eksisi atau reanastomosis.
4) Divertikula: Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai
dengan adanya pengembangan uretra saat berkemih. Striktur
pada distal dapat mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir
pada diverticula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun
tidak terdapat obstruksi pada bagian distal. Hal ini dapat terjadi
berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi
hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari
jaringan uretra asal.
.2.
4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 2015).
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 36
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swatsa
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. G.obos
Tgl MRS : 4 November 2021
Diagnosa Medis : Hipospadia
28
32
rawat inap. Dan akan dilakukan tindakan operasi uretronomi. Klien operasi pada
tanggal 4 November 2021 pukul 08.30 WIB di ruangan OK/IBS, kemudian klien
puasa 8 jam sebelum operasi dilakukan.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
-
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang sama dengan penyakit klien
Genogram Keluarga
Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. Istri Klien
4. Tinggal Serumah
3.1.3 Pemerikasaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Kesadaran compos menthis, klien tampak cemas, klien tampak gelisah,
klien tampak tegang, klien tampak terpasang infus nacl 20 tpm, klien tampak
meringis dan terpasang kateter.
3.1.3.2 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah/BP = 120/80 mmhg.
33
Genogram Keluarga
Keterangan :
5. Meninggal Dunia
6. Klien
7. Istri Klien
8. Tinggal Serumah
3.1.4 Pemerikasaan Fisik
3.1.4.1 Keadaan Umum :
Kesadaran compos menthis, klien tampak cemas, klien tampak gelisah,
klien tampak tegang, klien tampak terpasang infus nacl 20 tpm, klien tampak
meringis dan terpasang kateter.
3.1.4.2 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah/BP = 120/80 mmhg.
3.1.3.3 Pre Operatif :
34
Serah terima Tn. A umur 36 Tahun operasi dari ruangan Sakura pukul
08.00 WIB tanggal 4 November 2021, dengan diagnosa medis hipospadia dengan
tindakan Uretroplasty, TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah/BP = 140/90 mmhg. Klien mengatakan takut/cemas dengan
keadaanya, skala cemas 2, klien tampak cemas, klien tampak gelisah, klien
tampak tegang. Persiapan operasi klien puasa 8 jam sebelum operasi, di berikan
injeksi sedacum 5 mg.
Masalah Keperawatan : Ansietas
3.1.3.4 Intra Operatif :
Tempat operasi di OK/IBS, jenis operasi terbuka, klien terpasang infus
NaCi 20 tpm, mulai anestesi pukul 08.30 WIB jenis anastesi spinal klien diberikan
injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5 mg, ondansetron 2 mg. klien terpasang infus
NaCl 0,9% 20 tpm, Disiapkan satu kantung darah di BDRS, klien tidak ada asma,
Posisi klien saat dioperasi adalah litotomi, tindakan operasi pembedahan
Uretroplasty i, klien tampak dilakukan pembedahan di penis, perdarahan sebanyak
30 cc, mulai operasi pukul 08.30 WIB dan selesai pukul 09.30 WIB. Tingkat
kesadaran GCS : E2 V3 M2 (Somnolen), jalan napas paten tidak ada obstruksi
jalan napas. TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5 °C tempat pemeriksaan axilla,
nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit, tekanan darah/BP =
120/80 mmhg. Klien dipindahkan ke ruangan recovery room (RR) pukul 09.30
WIB
Gerakan dinding dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas teratur,
suara nafas vesikuler, Saturasi O2 99 %, RR : 22x/menit.
- Circulation
Td : 120/80 mmHg, N : 90x/menit, nadi teraba, irama regular, sianosis (-),
CRT < 2 detik, terpasang infus RL 20 tpm
- Dissability
- GCS : E2 V3 M2 (Somnolen)
- Exposure
- Suhu : 36,50C
- Serah terima pasien post operasi dari RR (IBS) ke ruangan perawatan
dahlia pukul 10.30 WIB
Aldrete Score : 7
No Kriteria Score Score
.
1. Warna Kulit
1) Kemerahan/normal 2
2) Pucat 1 1
3) Sianosisi 0
2. Aktifitas Mototrik
1) Gerak 4 anggota tubuh 2
2) Gerak 2 anggota tubuh 1 1
3) Tidak ada gerakan 0
3. Pernafasan
1) Nafas dalam, batuk dan 2 2
tangis kuat
2) Nafas dangkal dan 1
adekuat
3) Apnea atau nafas tidak 0
adekuat
4. Tekanan Darah
1) ± 20 mmHg dari pre 2 2
operasi
2) 20-50 mmHg dari pre 1
operasi
3) ± 50 mmHg dari pre 0
operasi
5. Kesadaran
1) Sadar penuh mudah 2
dipanggil
2) Bangun jika dipanggil 1 1
3) Tidak ada respon 0
36
Jumlah 7
sectriacon
Nama obat Rute Dosis Indikasi
Intra
bupivacaine 3 IV 1x3 ml Adalah salah satu obat anestesi lokal dari
ml golongan amida yang menghambat
pembentukan dan konduksi impuls saraf.
Penghambatan rangsangan nyeri yang
dikirimkan oleh saraf menuju otak inilah
yang digunakan untuk memberikan efek
bius ketika bupivakaine diinjeksikan
regivell 5 mg IV 1x5 mg Digunakan untuk mengatasi nyeri atau
sebagai anestesi (obat bius) selama
operasi, seperti pembedahan dan prosedur
melahirkan, pembedahan abdomen
bawah, bedah urologi, dan bedah kaki
bawah termasuk pinggang
ondansetron 2 IV 1x2 mg Adalah obat yang digunakan untuk
mg mencegah serta mengobati mual dan
500 mg muntah yang bisa disebabkan oleh efek
kalnex samping kemoterapi, radioterapi, atau
operasi
Nama obat Rute Dosis Indikasi
Post
ondansetron 2 IV 1x2 mg Adalah obat yang digunakan untuk
mg mencegah serta mengobati mual dan
muntah yang bisa disebabkan oleh efek
samping kemoterapi, radioterapi, atau
antibiotik 5 mg operasi
Untuk mencegah bakteri
injeksi IV 1x8 mg Digunakan setelah operasi atau prosedur
37
Igo Gunawan
ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH
DAN DATA PENYEBAB
OBYEKTIF
38
8. TD : 120/80mmHg
N : 90x/menit
RR : 22x/menit
S : 36,50C
9. Klien dipindahkan
ke ruangan
Recovery Room
(RR) pukul 09.30
WIB
Intra Operatif
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan ditandai
dengan klien diberikan injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5 mg, sedacum 5
mg, katerolac 10 mg, ondansetron 2 mg, posisi klien saat dioperasi adalah
litotomi, tindakan operasi uretieplasty, klien tampak dilakukan pembedahan
di penis, perdarahan sebanyak 30 cc, pembedahan dilakukan selama 1 jam,
tingkat kesadaran GCS : E2 V3 M2 (Somnolen), klien tampak terpasang
infus RL 20 tpm ditangan kiri, klien dipindahkan ke ruangan Recovery
Room (RR) pukul 09.30 WIB dan hasil TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 90
x/m, RR : 22 x/m, S : 36,5O C .
Post Operatif
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada area genitalia, muncul saat
Gerakan dan berkemih, seperti ditusuk-tusuk dan tertekan, pada aera
genitalia, skala nyeri 8, durasi ± 1-3 menit, klien tampak meringis menahan
nyeri, klien tampak gelisah, tampak luka post operasi pada genitalia tertutup
perban.
27
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1x1 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
dengan agen pencedera jam maka nyeri klien menurun, durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
fisik (prosedur operasi) dengan Kriteria Hasil : intensitas nyeri
2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat
ditandai dengan klien
- Keluhan Nyeri Menurun (5) memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
mengatakan nyeri pada - Klien tidak tampak meringis nyeri mempercepat proses kesembuhan.
area genitalia, muncul - Skala nyeri 0 (5) 3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
saat Gerakan dan - Airway normal memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
berkemih, seperti ditusuk- - Breathing normal meredakan nyeri
tusuk dan tertekan, pada - Circulation normal 4. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
aera genitalia, skala nyeri - Dissability normal 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Agar klien atau keluarga dapat
- Exposure normal untuk mengurangi rasa nyeri melakukan secara mandiri ketika
8, durasi ± 1-3 menit,
- Aldrete Score normal nyeri kambuh
klien tampak meringis 6. Kaloborasi dengan dokter 6. Bekerja sama dengan dokter
menahan nyeri, klien pemberian analgetik, jika perlu. dalam pemberian dosis obat
tampak gelisah, tampak
luka post operasi pada
genitalia tertutup perban.
- Circulation
Td : 120/80 mmHg, N :
88x/menit, nadi teraba, irama
regular, sianosis (-), CRT < 2
detik, terpasang infus RL 20 tpm
- Dissability
GCS : E2 V3 M2 (Somnolen)
- Exposure
Suhu : 36,0C
- Aldrete Score : 7
A : Masalah Nyeri Akut teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 2, 3, 4,
5
35
36
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapatkan bahwa, umur yang paling banyak baik pada hipospadia
tipe Proksimal maupun Hipospadia tipe distal adalah 10-14 tahun, dan rata-rata umur
Hipospadia tipe distal lebih tinggi dari Hipospadia tipe proksimal. 2. Pada penelitian ini
didapat bahwa rata-rata nilai HOPE Score Hipospadia tipe distal lebih tinggi dibandingkan
Hipospadia tipe proksimal, secara statistik perbandingan tersebut signifikan. 3. Hasil Uji
statistik Chi-Square diperoleh nilai P Value < 0,05 maka dapat dinyatakan secara statistik
bahwa terdapat Hubungan Tipe Hipospadia Dengan nilai HOPE Score, dimana Hipospadia
tipe distal mempunyai Nilai HOPE Score yang lebih baik.
. Tipe hipospadia dapat dijadikan sebagai salah satu faktor untuk memprediksi hasil
kosmetik post uretroplasty sehingga orang tua bisa mendapatkan informasi yang lebih
meyakinkan disaat preoperatif . 2. HOPE score dapat digunakan oleh operator untuk menilai
hasil kosmetik pada post uretroplasty yang memenuhi kriteria instrumen pengukuran yang
valid yaitu: objektif, reliabel, dan valid. Perbaikan hipospadia yang modern menunjukkan
tingkat komplikasi yang cukup rendah, saat ini operasi hipospadia harus fokus untuk
meningkatkan hasil kosmetik karena akan berpengaruh persepsi diri yang negatif, rasa malu
atau ejekan dari teman sebaya.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi klien secara
keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional
pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk
mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan
diperlukan .
37
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Brunner dan Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.
Lumen. Nicolaase, et al. Etiology of Urethral Stricture Disease in the 21st Century. The
journal of Uroogy. 2017; Vol 182, Issue 3, Pages 983-7
Riyadi, Mushab E. Hubungan anttara lama waktu terpasang kateter dengan tingkat
kecemasan pada klien yng terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap dewasa
kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2012.
Tijani KH, Adesnya AA, Ogo CN. The New pattern of Urethral Stricture Disease in Lagos,
Nigeria. Niger Postgrad Med J. 2011 Jun;16(2):162-5
Sugandi, Suwandi. Pola Penyakit Striktur Uretra dan Penanganannya di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. MKB2003;Vol.35 No.2
Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
1.2 Sasaran :
Pasien dan Keluarga
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x30 menit, pasien dan keluarga memahami dan
mampu menjelaskan tentang Nyeri.
1.3.2 Tujuan Instruksi Khusus:
1. Menyebutkan pengertian nyeri
2. Menyebutkan macam-macam manajemen nyeri
3. Memperagakan salah satu teknik untuk menghilangkan nyeri
1.4 Metode
1. Ceramah dan Tanya Jawab
1.5 Media
1. Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam bentuk
selembar mengenai informasi manajemen nyeri.
1.6 Waktu Pelaksanaan
1. Hari/tanggal : Kamis, 4 Oktober 2021
2. Pukul : 08:00 s/d 08.30 WIB
3. Alokasi : 30 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pendahuluan : 5 Menit Menjawab salam
Memberi salam dan Mendengarkan
memperkenalkan diri Menjawab
Menjelaskan maksud dan pertanyaan
tujuan penyuluhan
Melakukan evaluasi vadilasi
2 Penyajian : 15 Menit Mendengarkan
39
Keterangan :
: Kamera
: Moderator,Penyaji,Simulator, Fasilitator,
Dokumentatordan Notulen
: Pasien dan Keluarga
MANAJEMEN NYERI
A. Definisi
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ektensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2014).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyktif dan emosional yang tidak menyenangkan yang di dapat terkait dengan
42
Strategi penghilang nyeri tanpa obat yang sederhana, yaitu dengan menggosok kulit.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada
punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase m
44
45
\\
46
LEMBAR KONSULTASI
NIM : 2018.C.10a.0969
Tanda Tangan
Hari/Tangga
No Catatan Bimbingan
l Mahasiswa Pembimbing
47
LEMBAR KONSULTASI
50
NIM : 2018.C.10a.0969
Tanda Tangan
No Hari/Tanggal Catatan Bimbingan
Mahasiswa Pembimbing
1 Kamis, 04 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B
Time: Nov 4, 2021 05:00 AM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09
Meeting ID: 562 982 5849
Passcode: genxb2018
51