Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN.A DENGAN DIAGNOSA HIPOSPADIA DENGAN TINDAKAN


URETROPLASTY DI RUANG DI RUANG IBS

OLEH

NAMA : IGO GUNAWAN


NIM : 2018.C.10A.0969

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Igo Gunawan


Nim : 2018.C.10a.0969
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Tn. A
Dengan Diagnosa hipospadia dengan tindakan uretroplasty Di
Ruang IBS

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya:

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Hazelel Poni, S.Kep.,Ners

Mengetahui

Ketua Prodi Sarja Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Dengan Diagnosa Medis Diagnosa hipospadia Di Keperawatan Perioperatif”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK IV).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Hazelel Poni, S.Kep. selaku pembimbing lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 4 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................5
2.1 Konsep Penyakit............................................................................................5
2.1.1 Definisi...........................................................................................................5
2.1.2 Anatomi..........................................................................................................6
2.1.3 Etiologi...........................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi......................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi...................................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala).....................................................10
2.1.7 Komplikasi...................................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................11
2.1.9 Penatalaksaan Medis...................................................................................11
2.2. Konsep Dasar uretopalsy............................................................................12
2.3. Manajeman Asuhan Keperawatan.............................................................18
2.3.1 Pengkajian....................................................................................................18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................20
2.3.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................21
2.3.4 Implementasi Keperawatan........................................................................27
2.3.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................28
3.1 Pengkajian.......................................................................................................28
3.2 Prioritas Masalah............................................................................................35
3.3 Rencana Keperawatan...................................................................................36
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan...................................................40
BAB IV PENUTUP..........................................................................................45
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................45
4.2 Saran................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................46
BAB 1
PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang

Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di


sebelah ventral dan sebelah proksimal ujung penis. Pada hipospadia tidak
didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan
(dorsal hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral).
Kadang-kadang didapatkan stenosis meatus uretra, dan anomaly bawaan berupa
testis maldesensus atau hernia inguinalis. Letak meatus uretra bisa terletak pada
glandular hingga perineal. Pravalensi hipospadia secara umum sangat bervariasi
dari 0,37 sampai 41/10000 bayi. Kejadian hipospadia telah dilaporkan di
beberapa negara seperti Inggris, Wales, Swedia, Norwegia, Denmark,
Finlandia, Spanyol, New Zealand, Australia dan Cekoslavika. Penelitian di
Amerika melaporkan kejadian yang lebih tinggi pada kulit putih daripada kulit
hitam, sedangkan di Finlandia kejadiannya lebih rendah yaitu 5/10000
dibandingkan dengan negara-negara Skandinavia lainnya yaitu 14/10000 bayi-
bayi (Vos, 2013).

Kejadian seluruh hipospadia yang bersamaan dengan kriporkismus adalah


9%, tetapi pada hipospadia posterior sebesar 32% (Schwartz, 2008). Jumlah
pasien di RSUD Dr. Soetomo per 2013 sekitar 50 pasien. Penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa belum bisa dijelaskan secara pasti
penyebabnya, namun penelitian lain menyebutkan bahwa kasus hipospadia
disebabkan oleh multifaktorial dan beberapa kasus ditemukan sebagai hasil
mutasi gen tunggal ataupun gangguan ekspresi gen. Penelitian lain menemukan
bahwa dari segi familial, ayah dari 7% pasien dengan hipospadia diketahui
menderita hipospadia dan saudara dari 14% pasien 2 diketahui menderita
hipospadia serta pola penurunannya cenderung bersifat poligenik (Sunarno,
2009) Kasus hipospadia dilaporkan juga sebanyak 20-25% ada hubungan
dengan genetis. Beberapa penyebab yang lain dihubungkan dengan endokrin
dan faktor lingkungan. Pada kehamilan kembar laki-laki lebih sering terjadi
hipospadia, hal ini diduga akibat kekurangan hormon korionik gonadotropin
yang diproduksi oleh satu plasenta yang dibutuhkan oleh dua fetus. Bila ayah
menderita hipospadia, maka 8% anak akan menderita hipospadia juga.
Kelebihan estrogen dapat juga sebagai pemicu terjadi hipospadia, hal ini
terbukti pada hewan coba. Kelebihan estrogen dapat terjadi akibat makan buah-
buahan dan sayuran yang diberi pestisida, minum susu sapi yang diambil dari
sapi yang sedang hamil (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2011)

Penelitian lain menyatakan bahwa hipospadia adalah malforasi kongenital


yang umum terjadi pada anak-anak, dan pada stadium dewasa memiliki jumlah
sperma yang subnormal. Kemudian peneliti lain mengatakan bahwa kualitas
semen yang buruk, kanker testis, undescended testis dan hipospadia adalah
gejala yang mendasari adanya peningkatan kejadian Testicular Dysgenesis
Syndrome (TDS) (Sunarno, 2011). Tidak ada masalah fisik yang berhubungan
dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun
pada orang dewasa nanti, chordee akan menghalangi hubungan seksual,
infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal, dapat timbul
stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin dan sering
terjadi kriptorkidisme (Price, 2005) Infeksi pada era modern ini jarang terjadi,
karena penggunaan antibiotika profilaksis yang diberikan preoperative dan
dilanjutkan pasca operasi sampai stent atau kateter dilepas (Pedoman
Penggunaan Antibiotik, 3 2011).

Komplikasi lanjut adalah fistula uretrokutan, komplikasi ini cukup sering


terjadi. Secara umum fistula terjadi kurang dari 10%, namun resiko fistula pada
hipospadia yang berat kurang lebih 40%. Fistula jarang sekali menutup secara
spontan dan terapi yang tepat adalah dilakukan flap lokal kulit. Dianjurkan
untuk melakukan teknik pembedahan yang baik, pemilihan benang serta
penutupan kulit yang baik. Bila fistulanya kecil dapat dilakukan eksisi dan
dijahit. Bila besar dapat dilakukan onlay flap. Stenosis muara uretra, biasanya
terjadi karena tidak kuatnya suplai darah pada daerah distal uretra, hal ini lebih
mudah dicegah daripada melakukan terapi sesudah terjadi (Gatti, 2006). Terapi
yang digunakan yaitu dengan cara dilakukan pembedahan. Tujuan pembedahan
adalah agar penis menjadi lurus dengan cara melakukan eksisi korde
(orthoplasty), memindahkan muara uretra pada ujung penis (urehtroplasty), dan
membentuk glans penis seanatomis mungkin (glanulosplasty) (Pedoman
Diagnosis dan Terapi, 2010). Pembedahan orthoplasty, urehtroplasty, dan
glanuloplasty merupakan jenis pembedahan bersih terkontaminasi Pembedahan
bersih terkontaminasi adalah pembedahan yang membuka traktus digestivus,
traktus bilier, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai orofaring, traktus
reproduksi kecuali ovarium ataupun operasi yang tanpa pencemaran nyata.
Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah edema lokal dan perdarahan.
Perdarahan pasca operasi dini dapat diatasi dengan kompresi hingga perdarahan
akan berhenti dengan sendirinya. Berdasarkan Pedoman Penggunaan
Antibiotik, fungsi penggunaan antibiotika profilaksis digunakan pada penderita
yang belum terkena infeksi atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan
dampak buruk bagi penderita dan diperlukan protokol tersendiri tatacara
penggunaannya. Profilaksis bedah merupakan pemberian antibiotika sebelum
adanya tanda-tanda dan gejala suatu infeksi. 4 Pemberian antibiotika terapetik
dilakukan atas dasar penggunaannya secara empirik atau terarah pada kuman
penyebab yang ditemukannya. Penggunaan antibiotika secara empirik adalah
pemberian antibiotika pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya
(Pedoman Penggunaan Antibiotik, 2014)

.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah, yaitu Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa
medis Hipospadia

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis mampu memahami konsep Hipospadia dan mempelajari Asuhan


Keperawatan pada pasien yang mengalami Diabetes Melitus serta memberi
pemahaman pada penulis agar dapat belajar dengan lebih baik lagi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun Tujuan Khusus penulisan Laporan Pendahuluan ini yaitu penulis


mampu :
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit Hipospadia
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada
pasien Hipospadia
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien keluarga dengan
diagnosa medis Hipospadia
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada keluarga dengan diagnosa
medis Hipospadia
1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada keluarga dengan diagnosa
medis Hipospadia
1.3.2.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada keluarga dengan diagnosa
medis Hipospadia
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada keluarga dengan diagnosa
medis Hipospadia
1.3.2.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada keluarga dengan diagnosa
medis Hipospadia
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk Mahasiswa

Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan agar dapat mengetahui


dan memahami konsep Penyakit hiperglikemiadan agar dapat melakukan
pencegahan untuk diri sendiri dan orang disekitar agar tidak mengalami
hiperglikemia

1.3.2 Untuk Klien dan Keluarga


Manfaat penulisan bagi klien dan keluarga yaitu agar klien dan keluarga
dapat mengetahui gambaran umum dari Hipospadia beserta tanda gejala serta
perawatan yang benar bagi klien agar penderita mendapat perawatan yang tepat
dalam lingkungan keluarganya.

1.3.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)


Manfaat penulisan bagi Pendidikan yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang \
Manfaat penulisan bagi Rumah Sakit yaitu agar dapat digunakan sebagai
acuan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan keluarga bagi pasien
khusunya Hipospadia

1.3.4 Untuk IPTEK


Mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan di
bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien dengan
Hipospadia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Hipospadia


2.2.1 Definisi Hipospadia
Hipospadia merupakan kongenital anomali yang mana uretra bermuara
pada sisi bawah penis atau perineum. Hipospadia adalah kelainan kongenital
berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral.
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior
dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis
proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada
skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan
semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang
disebut “chordee”. 
Pravalensi hipospadia secara umum sangat bervariasi dari 0,37 sampai
41/10000 bayi. Kejadian hipospadia telah dilaporkan di beberapa negara
seperti Inggris, Wales, Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia, Spanyol, New
Zealand, Australia dan Cekoslavika. Penelitian di Amerika melaporkan
kejadian yang lebih tinggi pada kulit putih daripada kulit hitam, sedangkan di
Finlandia kejadiannya lebih rendah yaitu 5/10000 dibandingkan dengan
negara-negara

.2.2 Anatomi Fisiologi


Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra
eksternum yaitu sebagai berikut :
a. Tipe Sederhana / Tipe Anterior
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis,
kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe Penil / Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian
ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih.
Tipe Penoskrotal dan Tipe Perineal / Tipe Posterior
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.

.1.3 Etiologi 
Penyebab kelainan ini kemungkinan bermula dari proses kehamilan juga
karena maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature
dari sel interstitial testis. Didalam kehamilan terjadi penyatuan di garis tengah
lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral
penis. Perkembangan uretra in utero normalnya dimulai sekitar 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu (Nurarif & Kusuma, 2015).
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Beberapa etiologi dari hipospadia
menurut (Gatti, 2017) yaitu:
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi.
2. Faktor Gangguan dan Ketidakseimbangan Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen
tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Faktor Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
.2.4 Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior


Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
c. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
.2.5 Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus
uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus
ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang
penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.
Penyebab pasti cacat diperkirakan terkait dengan pengaruh lingkungan dan hormonal
genetik (Sugar, 1995). Perpindahan dari meatus uretra biasanya tidak mengganggu
kontinensia kemih. Namun, stenosis pembukaan dapat terjadi, yang akan
menimbulkan obstruksi parsial outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK
atau hidronefrosis (Kumor, 1992). Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan
urethral bisa mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi
(Jean Weiler Ashwill, 1997)
Faktor Genetik :Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi

Faktor Gangguan dan Ketidakseimbangan Hormon :Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa
juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada.

Lubang penis tidak pada


tempatnya

Penyempitan
lumen

Stricture penis

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bledder) B5 (Bowel) B6 (Bone)


pengemban
Pembedahan Penekanan akibat Jaringan parut Tidak Ada Pembedahan
Tidak Ada jaringan parut Masalah Urin keluar tidak keluar
Masalah
Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas
pengembangan
jaringan lunak Strangulasi tidak lengkap uretra jaringan lunak Inkontinensia
dalam rahim

Perdarahan meningkat Penekanan Destruksi Area penis nyeri


Inkontinensia
pertahanan
Risiko
Nyeri Akut Resiko terjadi
Perdarahan Masuknya
Gangguan Eleminasi lecet
Urin mikroorganisme

Gangguan
Resiko Infeksi Integritas Kulit
gangguan akibat ejakulasi
Kongenital
tidak normal. Anak
Anomali saluran kesulitan untuk belajar
kemih buang air kecil di kamar
kecil. Penis melengkung
Jaringan parut
tidak normal saat ereksi.

Penyempitan
lumen

Stricture penis

Pre Operatif Intra Operatif Post Operatif

Pembedahan Pembedahan
Prosedur tindakan
pembedahan
Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas
jaringan lunak jaringan lunak
Kurang terpapar
informasi
MK : Risiko Strangulasi
Perdarahan
MK : Ansietas
Penekanan pada saraf

MK : Nyeri Akut
.2.6 Manifestasi Klinis
a. Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
b. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan
penis
c. Penis melengkung ke bawah
d. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di
dasar penis
e. Semprotan air seni yang keluar abnormal
f. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
g. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
h. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
i. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
j. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
k. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
l. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
m. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).

.2.7 Komplikas
a. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
b. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK.
c. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
d. Infertility
e. Resiko hernia inguinalis
f. Gangguan psikososial

Komplikasi pasca operasi yang terjadi :


1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau
bayi. Karena kelainan dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan
yang menyeluruh termasuk pemeriksaan kromosom.
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin
c. BNO-IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
d. Kultur urin
.2.9 Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan
dengan prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk
merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang
normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan
besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia
semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.
Persiapan Operasi :
Evaluasi preoperatif yang diperlukan termasuk ultrasonografi (untuk
meyakinkan sistem urinari atas normal) dan standar prosedur pemeriksaan
darah dan urin lengkap. Sebelum dilakukan operasi pasien diberikan
antibiotik profilaksis. Sebelum dioperasi dilakukan uretroskopi untuk
memastikan tidak ada anomali urinary tract seperti veromontanum, valve
uretra atau striktur uretra. Jahitan traksi diletakkan di dorsal glans sehingga
tekanan yang konstan ditempatkan pada penis sehingga mengurangi
perdarahan
Langkah – Langkah Pada Operasi Hipospadia
1. Koreksi meatus
2. Koreksi chordee bila ada
3. Rekonstruksi uretra
4. Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral
5. Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi
Teknik Operasi Secara Garis Besar
1. Perbaikan multi tahap
Perbaikan dua tahap
 Tahap I : Chordectomy, Chordectomy dgn memotong uretra plat
distal, meluruskan penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal
 Tahap II: Urethroplasty, Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan
dengan memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi
bagian ventral dalam tahap uretroplasti
Contoh : Browne (1953), Byars (1955), dan Smith (1981)

2. Perbaikan Satu Tahap


Akhir tahun 1950, pelepasan korde kendala utama, tetapi dapat
dihilangkan sejak ditemukan teknik ereksi buatan).
Contoh : Broadbent (1961), McCormack (1954), Devine & Horton
(1961), Teknik Y-V modifikasi Mathieu, Teknik Lateral Based (LB)Flap
a. Teknik Y-V Modifikasi Mathieu
b. Teknik Lateral Based (LB) Flap

Perawatan Pasca Operasi


Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan
kompres post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi oedema dan
untuk mencegah  pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera
dihentikan bila terlihat keadaan sudah membiru disekitar daerah tersebut, dan
bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap kelebihan tekanan yang
terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh karena  efek
tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan
harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter
dari kateter yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang memburuk
sebagai akibat edema pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya
dikompres dengan mempergunakan bantalan saline steril yang hangat. Diversi
urine terus dilanjutkan  sampai daerah yang luka itu sembuh. Bila jaringan
tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam operasi yang
kedua  6 – 12 bulan yang akan datang.

Terapi lain:
1. KA-EN 3B
Indikasi:
a. Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas
b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
d. Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
2. Cefotaxime
Cefotaxime adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin
antibiotics. Cefotaxime bekerja dengan cara memperlemah dan memecah
dinding sel, membunuh bakteri. Cefotaxime digunakan untuk mengobati
berbagai jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang
mengancam nyawa.
Indikasi:
Untuk mengobati infeksi bakteri atau mencegah infeksi bakteri sebelum,
selama atau setelah pembedahan tertentu.
Dosis:
1-2 gr melalui pembuluh darah (intra vascular), lakukan setiap 8-12 jam
Dosis maksimum: 12 gr/hari
Efek Samping:
a. Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy,
convulsion); Efek hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal
dan hati juga terjadi.
b. Perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated
partial thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan
atau tanpa pendarahan) dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan
rangkaian sisi NMTT yang mengandung cephalosporins.
3. Antrain
Cara kerja:
Metamizole Na adalah turunan methanesulphonate dari aminopyrine
dengan aktivitas analgesik. Mekanisme kerja adalah pusat dan perifer
menghambat transmisi nyeri.
Na Metamizole bertindak sebagai analgesik. Hal ini diserap dari saluran
pencernaan, dengan setengah-hidup 1-4 jam
Indikasi :
Untuk mengurangi rasa sakit, terutama di kolik dan pasca-operasi.
Kontra indikasi:
a. Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap Metamizole Na.
b. Hamil atau menyusui perempuan.
c. Pasien dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg.
d. Bayi di bawah 3 bulan atau berat <5 kg..
Peringatan :
a. ANTRAIN ® tidak boleh digunakan untuk sakit otot pada gejala flu,
rematik, sakit pinggang, nyeri punggung, radang kandung lendir,
sindrom bahu-lengan.
b. Perlakuan berkepanjangan atau menggunakan lanjutan dari
ANTRAIN ® tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
agranulositosis dan dapat berakibat fatal.
c. Perhatian harus diamati ketika menentukan untuk pasien dengan
riwayat gangguan pembentukan darah, hati atau penurunan fungsi
telah dihentikan.
Dosis :
Dewasa:
a. Tablet: 1 tablet bila nyeri terjadi, diikuti dengan 1 tablet tiap 6-8 jam,
maksimum 4 tablet sehari.
b. Injeksi: 500 mg bila nyeri terjadi, diikuti oleh 500 mg tiap 6-8 jam,
maksimum 3 kali sehari, IM atau IV administrasi.
2.1 Konsep Tindakan Uretroplasty
2.3.1Definisi
Urethoplasti adalah tehnik untuk membuat lurus penis agar dapat  berdiri
tegak. Penis yang terjerat oleh chorde yang banyak dan lama dapat
mengakibatkan penis tetap menunduk meskipun chorde telah dilepaskan.
Untuk meluruskan perlu dibuat jahitan tambahan. Uretroplasti adalah
tindakan membuat saluran kencing sehingga lubang kencing berada di
ujung penis.

2.3.2 Tujuan
Tujuan tindakan ini adalah  membuat saluran urethra baru dengan
ukuran yang adekuat sesuai umur pasien, dengan ujung distalnya hingga
glan penis, sehingga didapatkan hasil yang optimal untuk fungsi
berkemih, reproduksi dan kosmetis.

2.3.3 Indikasi
a. Pasien dengan hypospadia tipe anterior
b. Pasien dengan hypospadia tipe middle
c. Pasien dengan hypospadia tipe posterior
2.3.4 Klasifikai Urethroplasty
Urethroplasty dapat dibedakan menjadi empat jenis:
a. Urethroplasty anastomotik, yaitu bedah rekonstruksi uretra jika
terjadi penyempitan di uretra bulbar, yang ada di antara perineum
dan skrotum. Prosedur ini dilakukan jika panjang striktur tidak
melebihi 3 cm. Prosedur ini dilakukan dengan memutus uretra dari
kavernosum, memperlebar uretra, lalu menghubungkan kedua ujung
uretra.
b. Island flap atau cangkok penis, yaitu pembedahan yang melibatkan
skrotum dan penis yang sangat mirip dengan cangkok mukosa bukal.
Perbedaan utamanya adalah sumber cangkok. Pada prosedur ini,
cangkok kulit diambil dari penis dan/atau skrotum. Karena itu, teknik
ini sebaiknya dilakukan pada pasien yang belum disunat.
c. Urethroplasty Johansen adalah proses dua tahap yang ideal bagi
pasien yang menderita penyempitan uretra kompleks.
d. Cangkok onlay mukosa bukal, di mana dua prosedur dilakukan pada
saat yang bersamaan. Saat dokter bedah urologi memulai
urethroplasty, spesialis bedah mulut (misalnya dokter bedah
maksilofasial atau dokter bedah THT) akan mengambil suatu bagian
pipi untuk dicangkok. Cangkok ini dapat mengalihkan aliran urin
dari striktur, sehingga urin dapat mengalir dengan lancar. Cangkok
akan dijahit dan dilem untuk mencegah kebocoran.

Bedah rekonstruksi uretra merupakan operasi besar yang membutuhkan


3-4 jam. Pasien akan diberi bius total dan dibaringkan di punggungnya
dengan kaki diletakkan di pijakan kaki. Dokter bedah akan membuat
sayatan untuk mengakses uretra, lalu bagian yang menyempit dan
jaringan yang terluka akan diangkat. Kemudian, kateter akan dipasang.
Setelah 3 minggu – 1 bulan, kateter dapat dilepas.

2.3.5Tehnik yang Digunakan untuk Uretroplasty


teknik MAGPI yang cukup umum digunakan. MAGPI (Meatal
Advancement and Glanuloplasty Incorporated) :
a. Teknik MAGPI ini dapat digunakan untuk pasien dengan hipospadia
glanular distal.  Setelah penis terlihat lurus pada tesereksi artifisial,
insisi sirkumsis dilakukan. Skin hook diletakkan pada tepi ujung dari
saluran uretra glanular lalu kemudian ditarik ke arah lateral. 
Gerakan ini dapat meningkatkan transverse band dari mukosa yang
nantinya akan diinsisi longitudinal pada garis tengah.
b. Insisi pada dinding dorsal glanular uretra  ini nantinya akan ditutup
dengan jahitan transversal dengan chromic catgut 6-0.  Skin hook
ditempatkan pada tepi kulit dari korona pada garis tengah ventral.
c. Dengan traksi distal, ujung glans ditarik ke depan dan dijahitkan
pada garis tengah dengan jahitan subkutikuler.  Epitel glans ditutup
dengan jahitan interrupted.  Kelebihan kulit dari prepusium dorsal
dapat dijahitkan untuk penutupan kulit.

2.3.5 Prosedur Tindakan Uretroplasti


a. Tim Medis
1) Tindakan urethroplasty dilakukan oleh tim yang terdiri dari
dokter spesialis urologi yang melakukan tindakan dan dokter
spesialis anestesi yang melakukan pembiusan.
2) Dokter spesialis urologi melakukan penilaian letak ostium
urethra eksternum dan chordae.
3) Dokter spesialis anestesi sebelumnya melakukan pembiusan
umum.
b. Alat:
1) Set operasi urethroplasty
2) Lampu operasi yang memadai
3) NaCl 0,9%
4) Povidon iodin 10%
5) Draping steril
6) Benang vicryl 4/0
7) Cilastic stent
8) Cystofix set
c. Cara :
1) Pasien dilakukan anestesi umum.
2) Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik didaerah operasi dan
sekitarnya.
3) Identifikasi OUE, pasang Cilastic stent.
4) Dilakukan insisi melingkar, + 1 cm dibawah sulcus
coronarius.Kemudian dilakukan degloving hingga pangkal penis.
5) Chordae dieksisi hingga bebas dari jaringan fibrosis
6) Dilakukan penilaian letak OUE sehingga dapat menentukan
tehnik urethroplasty yang akan digunakan.
7) Bila letak OUE berada pada mid shaft penis dapat dilakukan
dengan Tubularized Incision Plate (TIP), Onlay Island Flap.
8) Dilakukan prosedur diversi urine dengan cystostomi.

2.2.6 KOMPLIKASI OPERASI


a. Jangka pendek
1) Edema local dan bintik – bintk perdarahan dapat terjadi segera
setelah operasi dan biasanya tidak menimbulkan masalah yang
berarti.
2) Perdarahan post operasi jarang terjadi dan biasanya dapat
dikontrol dengna balut tekan.  Tidak jarang hal ini membutuhkan
eksplorasi ulang untuk mengeluarkan hematoma dan untuk
mengidentifikasi dan mengatasi sumber perdarahan.
3) Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari
hipospadia.  Dengan persiapan kulit dan pemberian antibiotika
perioperative hal ini dapat dicegah.

b. Jangka panjang
1) Fistula: Fistula uretrokutan merupakan masala utama yang sering
muncul pada operasi hipospadia.  Fistula jarang menutup spontan
dan dapat diperbaiki dengan penutupan berlapis dari flap
kulitlokal.
2) Stenosis meatus:  Stenosis atau menyempitnya meatus uretra
dapat terjadi.  Adanya aliran air seni yang mengecil dapat
menimbulkan kewaspadaan atas adanya stenosis meatus.
3) Striktur: Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi
jangka panjang dari operasi hipospadia.  Keadaan ini dapat
diatasi dengan pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi,
eksisi atau reanastomosis.
4) Divertikula:  Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai
dengan adanya pengembangan uretra saat berkemih.  Striktur
pada distal dapat mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir
pada diverticula uretra. Divertikula dapat terbentuk walaupun
tidak terdapat obstruksi pada bagian distal.  Hal ini dapat terjadi
berhubungan dengan adanya graft atau flap pada operasi
hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari
jaringan uretra asal.

2.3.7 Penatalaksanaan Post Urethroplasty


a. Antibiotik intra vena diberikan mulai satu jam pre operasi sampai tiga
hari pasca operasi, dilanjutkan antibiotik oral selama lima hari.
b. Cilastic stent dipertahankan 5 hari dan cystostomy dipertahankan 10 hari
c. Perawatan terbuka dengan pemberian antibiotika topikal dimulai pada
hari ke 5
d. Hari ke-3 pasca operasi splint dilepas sambil dilakukan rawat luka
e. Pertahankan kateter urine ± 10-14 hari pasca operasi.
f. Setelah operasi pasien diberi kompres dingin pada area operasi selama 2
hari pertama.  Cara ini dapat mengurangi edema dan nyeri serta menjaga
daerah operasi tetap bersih.  Pasien yang menggunakan kateter
suprapubik, dapat juga memerlukan sten uretra yang kecil dan dapat
dicabut pada hari ke lima postoperasi.  Pada pasien yang menggunakan
graft tube atau flap prepusium, proses miksi dilakukan melalui kateter
suprapubik perkutan.  Tergantung dari proses penyembuhan luka, kateter
ini ditutup pada hari ke 10 untuk percobaan miksi.  Bila terdapat
kesulitan metode ini diulang 3-4 hari kemudian Bila hingga 3 minggu
fistula tetap ada, proses miksi diteruskan seperti biasanya kemudian
pasien disarankkan untuk memperbaiki hasil operasi 6 bulan kemudian
bila proses inflamasi sudah menghilang.  Biasanya fistula yang kecil
dapat menutup dengan spontan. Setelah percobaan miksi, pasien dapat
mandi seperti biasanya.  Balutan dapat lepas dengan spontan.  Setelah
pelepasan dari sten, orang tua diminta untuk menjaga meatus tetap
terbuka dengan menggunakan tutup tabung salep mata Neosporin
sehingga krusta pada meatus tidak mengakibatkan obstruksi distal yang
berkembang menjadi fistula.

2.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
screaning untuk pemeriksaan kelainan – kelainan urologi
b. Pyelografi Intravena (PIV) atau Intra Venous Pyelografi (IVP) atau
dikenal dengan Intravenous Urografi melalui bahan – bahan kontras radio
opak.
c. USG Sistem Kemih Kelamin, Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah
menangkap gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ – organ
yang berbeda kepadatannya, ultrasonografi banyak dipakai untuk
mencari kelainan – kelainan pada ginjal, buli – buli, prostat, testis dan
pemeriksaan pada kasus keganasan.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian perioperatif terdiri dari 3 bagian pengkajian yaitu :
2.3.1.1 Pengkajian Pre Operasi
a. Pengkajian fokus :
Palpasi :
1. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya
ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan,
turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid.
Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
2. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada
saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang
kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada
haemorhoid.
Inspeksi :
1. Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
2. Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent
(nanah)
3. Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan
4. Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis,
scrotom, labia dan orifisium Vagina.
5. Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan
pada saat akan mixi.
b. Pengkajian psikososial :
1. Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri,
cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
2. Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan
kemampuan seks menurun dan takut akan kematian. Riwayat psikososial
terdiri dari :
1. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul
kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang
prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku
klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
2. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam
masyarakat.
3. Pengkajian diagnostik
Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel,
eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein.
c. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah nyeri, frekuensi ,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis
miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi
retensio urine.
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya
ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di
derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya
riwayat penyakit DM dan hipertensi.
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma,
atau hipertensi.
g. Pola Fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan
dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi
makanan yang adekuat).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang
mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola
ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
h. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, jumlah
kecil dan tidak lancar menetes – netes, kekuatan system perkemihan. Klien juga
ditanya apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari
p[enyempitan urethra kedalam rectum.
i. Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya
mengatasi kesulitan tidur.
j. Pola Aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan
selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami
gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
k. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien
lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien
dapat berperan sebagai mana seharusnya.
l. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan
klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara
operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya.
Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa
tidak berdaya.
m. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari
klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan
waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
n. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya,
pengetahuannya tantang seksualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang
terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan,
ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual
o. Pola Mekanisme Koping
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya
dilakukan klien bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor
positif atau negatif.
2.3.1.1.1 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan
darah, suhu tubuh, nadi.
b. Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi,
bagaimana keadaan rambut dan kuku klien
c. Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau
trauma pada kepala.
d. Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya,
begitu pula bagaimana otot mukanya.
e. Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak ikterus
atau tidak.
f. Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana bentuknya,
apa ada gangguan pendengaran.
g. Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip,
apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus.
Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.
i. Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
j. Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
k. Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan
bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi ,
wheezing atau egofoni.
l. Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau
getarannya.
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi umumnya ada
penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya
bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien,
ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau meningkat.
n. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat
rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter,
Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
o. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada
infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi
seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
2.3.1.2 Pengkajian intra Operasi
1) Pernapasan (B1: Breath)
Pada pembiusan dengan general anestesi, pernapasan pasien dengan pentilator
dan pemberian oksigen. Pada pembiusan dengan SAB, pasien bisa napas
sepontan.
2) Cardiovaskuler (B2 : Blood)
Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bisa terjadi karena proses
pembedahan (nyeri), resiko terjadi perdarahan. Observasi vital sign setiap 15
menit.
3) Persarafan (B3 : Brain)
Pasien dalam keadaan tidak sadar jika dilakukan general anestesi, sadar jika
pembiusan dengan SAB. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin
lama cenderung meninggi.
4) Per kemihan - eliminasi (B4 : Bladder)
Urine lewat.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
BAB normal
6) Tulang – otot – integumen (B6 : Bone)
Pada saat intra operatif kekuatan tulang, otot dan integument 0 (nol), tidak
jarang pasien dapt menggerakkan anggota tubuh pada saat intra operasi
karena efek dari obat anestesi berkurang.
2.3.1.3 Pengkajian pasca operasi
1) Pernapasan (B1: Breath)
Pernapasan perlahan sepontan, terjadi penyumbatan jalan nafas dngan secret
atau lendir
2) Cardiovaskuler (B2 : Blood)
Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi bisa terjadi karena proses
pembedahan (nyeri). Observasi vital sign setiap 15 menit di ruang pemulihan.
3) Persarafan (B3 : Brain)
Pada pasca operasi pasien perlahan disadarkan oleh petugas anestesi hingga
sadar penuh. Pada mulanya timbul demam ringan, yang semakin lama
cenderung meninggi.
4) Per kemihan - eliminasi (B4 : Bladder)
Buang air kecil mungkin masih terasa nyeri tetapi urine dapat keluar dengan
lebih baik.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Tidak terjadi mual, muntah.
6) Tulang – otot – integumen (B6 : Bone)
Kekuatan otot perlahan akan kembali normal
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pre Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan Kurang terpapar informasi (D.0080) Hal
180
Diagnosa Intra Operatif
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan (SDKI
D.0012) Hal 42
Diagnosa Post Operatif
3. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (SDKI D.0077) Hal
172
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi Pre Operatif

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi


1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (SIKI I.09314 Hal. 387)
dengan Kurang keperawatan selama 1 × 30 Observasi :
terpapar informasi Menit diharapkan Ansietas 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu, stresor)
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
klien dapat menurun. Kondisi
3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
klien membaik dengan kriteria Terapeutik :
hasil : 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
- Klien tidak tampak cemas 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
- Klien tidak tampak gelisah 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
- Klien tidak tampak tegang 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan umelakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika peru.
Intervensi Intra Operatif

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi


1. Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan (SIKI I.02067 Hal. 283)
berhubungan dengan keperawatan selama 1 × 1 Observasi :
Tindakan pembedahan Jam diharapkan Perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
klien menurun. Kondisi klien
darah
membaik dengan kriteria hasil : 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
4. Monitor koagulasi (mis. prothrombin time (PT), partial thromboplastin
- Tekanan darah membaik (5)
time (PTT), fibrinogen degradasi fibrin dan/atau platelet.
- Denyut nadi membaik (5) Terapeutik :
- Suhu tubuh membaik (5) 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasif, jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah dekubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghidari konstipasi
2. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
3. Anjurkan menghindari aspirin dan antikoagulan
4. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
Intervensi Post Operatif
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal. 201)
berhubungan dengan keperawatan selama 1 × 1 Observasi :
Agen pencedera fisik Jam diharapkan Nyeri klien 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(prosedur operasi) nyeri
dapat teratasi. Kondisi klien
2. Identifikasi skala nyeri
membaik dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Keluhan Nyeri Menurun (5)
5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Skala nyeri
6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Klien tidak meringis lagi
7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik, terapi pijat, aroma terapi, kompres
hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

.2.
4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 2015).

2.2.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
2012 ).
31

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Igo Gunawan
NIM : 2018.C.10a.0969
Ruang Praktek : OK IBS
Tanggal Praktek : 4-6 November 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 4 November 2021 & 08.00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 36
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swatsa
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. G.obos
Tgl MRS : 4 November 2021
Diagnosa Medis : Hipospadia

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Klien mengatakan nyeri pada area penis, muncul saat klien berkemih, seperti
ditusuk-tusuk dan di tekan, pada daerah penis, skala nyeri 8, durasi ± 1-3 menit.

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :


Klien masuk Rumah Sakit pada tanggal 3 November 2021 pukul 09.00
WIB dengan keluhan nyeri pada area Penis saat berkemih yang dirasakan kurang
lebih 1 minggu yang lalu dengan diagnosa medis Hipospadia dan disarankan

28
32

rawat inap. Dan akan dilakukan tindakan operasi uretronomi. Klien operasi pada
tanggal 4 November 2021 pukul 08.30 WIB di ruangan OK/IBS, kemudian klien
puasa 8 jam sebelum operasi dilakukan.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
-
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang sama dengan penyakit klien

Genogram Keluarga

Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. Istri Klien
4. Tinggal Serumah
3.1.3 Pemerikasaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Kesadaran compos menthis, klien tampak cemas, klien tampak gelisah,
klien tampak tegang, klien tampak terpasang infus nacl 20 tpm, klien tampak
meringis dan terpasang kateter.
3.1.3.2 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah/BP = 120/80 mmhg.
33

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan sebelumnya pernah mengidap penyakit ini sebelumnya
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang sama dengan penyakit klien

Genogram Keluarga

Keterangan :
5. Meninggal Dunia
6. Klien
7. Istri Klien
8. Tinggal Serumah
3.1.4 Pemerikasaan Fisik
3.1.4.1 Keadaan Umum :
Kesadaran compos menthis, klien tampak cemas, klien tampak gelisah,
klien tampak tegang, klien tampak terpasang infus nacl 20 tpm, klien tampak
meringis dan terpasang kateter.
3.1.4.2 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah/BP = 120/80 mmhg.
3.1.3.3 Pre Operatif :
34

Serah terima Tn. A umur 36 Tahun operasi dari ruangan Sakura pukul
08.00 WIB tanggal 4 November 2021, dengan diagnosa medis hipospadia dengan
tindakan Uretroplasty, TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5°C tempat
pemeriksaan axilla, nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit,
tekanan darah/BP = 140/90 mmhg. Klien mengatakan takut/cemas dengan
keadaanya, skala cemas 2, klien tampak cemas, klien tampak gelisah, klien
tampak tegang. Persiapan operasi klien puasa 8 jam sebelum operasi, di berikan
injeksi sedacum 5 mg.
Masalah Keperawatan : Ansietas
3.1.3.4 Intra Operatif :
Tempat operasi di OK/IBS, jenis operasi terbuka, klien terpasang infus
NaCi 20 tpm, mulai anestesi pukul 08.30 WIB jenis anastesi spinal klien diberikan
injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5 mg, ondansetron 2 mg. klien terpasang infus
NaCl 0,9% 20 tpm, Disiapkan satu kantung darah di BDRS, klien tidak ada asma,
Posisi klien saat dioperasi adalah litotomi, tindakan operasi pembedahan
Uretroplasty i, klien tampak dilakukan pembedahan di penis, perdarahan sebanyak
30 cc, mulai operasi pukul 08.30 WIB dan selesai pukul 09.30 WIB. Tingkat
kesadaran GCS : E2 V3 M2 (Somnolen), jalan napas paten tidak ada obstruksi
jalan napas. TTV klien, suhu tubuh klien/ S = 36,5 °C tempat pemeriksaan axilla,
nadi/HR = 90 x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit, tekanan darah/BP =
120/80 mmhg. Klien dipindahkan ke ruangan recovery room (RR) pukul 09.30
WIB

Masalah Keperawatan : Resiko Perdarahan


1.1.3.5 Post Operatif :
Klien mengatakan nyeri pada area penis`, muncul saat adanya gerakan,
seperti ditusuk-tusuk dan tertekan, pada area penis, skala nyeri 6, durasi ± 1-3
menit. tampak meringis menahan nyeri, klien tampak gelisah, tampak luka post
operasi pada Penis tertutup perban, diberikan injeksi Ketorolac 10 mg,
ondansetron 2 mg dan klien tampak terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm, terpasang
kateter.
Observasi Recovery Room
- Airway
Jalan nafas paten tidak obstruksi jalan nafas
- Breathing
35

Gerakan dinding dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas teratur,
suara nafas vesikuler, Saturasi O2 99 %, RR : 22x/menit.
- Circulation
Td : 120/80 mmHg, N : 90x/menit, nadi teraba, irama regular, sianosis (-),
CRT < 2 detik, terpasang infus RL 20 tpm
- Dissability
- GCS : E2 V3 M2 (Somnolen)
- Exposure
- Suhu : 36,50C
- Serah terima pasien post operasi dari RR (IBS) ke ruangan perawatan
dahlia pukul 10.30 WIB

Aldrete Score : 7
No Kriteria Score Score
.
1. Warna Kulit
1) Kemerahan/normal 2
2) Pucat 1 1
3) Sianosisi 0
2. Aktifitas Mototrik
1) Gerak 4 anggota tubuh 2
2) Gerak 2 anggota tubuh 1 1
3) Tidak ada gerakan 0
3. Pernafasan
1) Nafas dalam, batuk dan 2 2
tangis kuat
2) Nafas dangkal dan 1
adekuat
3) Apnea atau nafas tidak 0
adekuat
4. Tekanan Darah
1) ± 20 mmHg dari pre 2 2
operasi
2) 20-50 mmHg dari pre 1
operasi
3) ± 50 mmHg dari pre 0
operasi
5. Kesadaran
1) Sadar penuh mudah 2
dipanggil
2) Bangun jika dipanggil 1 1
3) Tidak ada respon 0
36

Jumlah 7

1.1.3.6 Penatalaksanaan Medis


Nama obat Rute Dosis Indikasi
Pre
injeksi IV 1x5 mg Adalah obat golongan benzodiazepin
sedacum 5 mg yang diberikan sebelum operasi, untuk
mengatasi rasa cemas, membuat pikiran
dan tubuh menjadi rileks, serta
menimbulkan rasa kantuk dan tidak
2 gr sadarkan diri.

sectriacon
Nama obat Rute Dosis Indikasi
Intra
bupivacaine 3 IV 1x3 ml Adalah salah satu obat anestesi lokal dari
ml golongan amida yang menghambat
pembentukan dan konduksi impuls saraf.
Penghambatan rangsangan nyeri yang
dikirimkan oleh saraf menuju otak inilah
yang digunakan untuk memberikan efek
bius ketika bupivakaine diinjeksikan
regivell 5 mg IV 1x5 mg Digunakan untuk mengatasi nyeri atau
sebagai anestesi (obat bius) selama
operasi, seperti pembedahan dan prosedur
melahirkan, pembedahan abdomen
bawah, bedah urologi, dan bedah kaki
bawah termasuk pinggang
ondansetron 2 IV 1x2 mg Adalah obat yang digunakan untuk
mg mencegah serta mengobati mual dan
500 mg muntah yang bisa disebabkan oleh efek
kalnex samping kemoterapi, radioterapi, atau
operasi
Nama obat Rute Dosis Indikasi
Post
ondansetron 2 IV 1x2 mg Adalah obat yang digunakan untuk
mg mencegah serta mengobati mual dan
muntah yang bisa disebabkan oleh efek
samping kemoterapi, radioterapi, atau
antibiotik 5 mg operasi
Untuk mencegah bakteri
injeksi IV 1x8 mg Digunakan setelah operasi atau prosedur
37

katerolac 10 medis yang bisa menyebabkan nyeri.


mg menimbulkan rasa kantuk dan tidak
sadarkan diri.

3.1.3.7 Data Penunjang (Radiologis, Laboraturium, Penunjang Lainnya)


A. Laboratorium
Nama Pemeriksaan Nilai Normal Hasil Satuan
• Tgl : 3 -11-2021.
WBC 4.0 – 10.0 6.7X103 /UL
RBC 3.50 – 5.50 4X106 /UL
HGB 11.0 – 70.0 14.5 /DL.
HCT 37.0 – 50.0 43.3 %.
MCH 27 – 31 28.3 PL
PLT 100 – 300 173X103 /’Dl
RDW 35.0 – 56.0 44.9 /UL
PDW 15.0 – 17.0 15.5 %
• Glukosa Random 91
• SCOT 37% 141
• SGPT 37% 82
• Oreum 16,8
• Creatinin 0,77
• Hasil swab pcr negatif

Palangka Raya, 4 November 2021


Mahasiswa

Igo Gunawan

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH
DAN DATA PENYEBAB
OBYEKTIF
38

Pre Operatif Prosedur tindakan Ansietas


pembedahan
1. Ds :
Klien mengatakan Kurang terpaparnya
merasa takut/cemas informasi
dengan keadaannya
Do :
1. Klien tampak
cemas
2. Klien tampak
gelisah
3. Klien tampak
tegang
4. Persiapan operasi
klien puasa 8 jam
sebelum operasi
5. TTV :
6. TD : 120/80mmHg
7. N : 90x/menit
8. RR : 22x/menit
9. S : 36,50C

Intra Operatif Pembedahan Resiko Perdarahan


1. Ds : -
Terputusnya kontinuitas
Do : jaringan lunak
1. Klien diberikan
injeksi bupivacaine
3 ml, regivell 5 mg,
sedacum 5 mg,
katerolac 8 mg,
ondansetron 2mg.
2. Posisi klien saat
dioperasi adalah
litotomi
3. Tindakan operasi
Uretroplasty
4. Klien tampak
dilakukan
pembedahan di
penis
5. Pembedahan
dilakukan selama 1
jam
6. Tingkat kesadaran
GCS : E2 V3 M2
(Somnolen)
7. TTV :
39

8. TD : 120/80mmHg
N : 90x/menit
RR : 22x/menit
S : 36,50C
9. Klien dipindahkan
ke ruangan
Recovery Room
(RR) pukul 09.30
WIB

Post Operatif Pembedahan Nyeri Akut


2. Ds :
Terputusnya kontinuitas
Klien mengatakan jaringan lunak
nyeri pada area penis
muncul saat ada Strangulasi
Gerakan dan ingin
berkemih, seperti Penekanan pada saraf
ditusuk-tusuk dan
tertekan
pada area penis
durasi ± 1-3 menit
Do :
1. Klien tampak
meringis menahan
nyeri
2. Skala nyeri 6
3. Terpasang Kateter
4. Klien tampak
gelisah
5. Tampak luka post
operasi pada area
penis yang tertutup
perban
6. Airway
7. Jalan nafas paten
tidak ada obstruksi
jalan nafas
8. Breathing
9. Gerakan dinding
dada simetris, irama
nafas teratur, pola
nafas teratur, suara
nafas vesikuler,
Saturasi O2 99 %,
RR : 22x/menit.
10. Circulation
40

11. Td : 120/80 mmHg,


N : 90x/menit, nadi
teraba, irama
regular, sianosis (-),
CRT < 2 detik,
terpasang infus RL
20 tpm
12. Dissability
GCS : E2 V3 M2
(Somnolen)
13. Exposure
Suhu : 36,50C
Serah terima pasien post
opsi dari RR (IBS) ke rn pera
10.30 WIB
14. Aldrete Score : 7

3.2 Prioritas Masalah


Pre Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan Kurang terpapar informasi ditandai dengan
klien mengatakan takut/cemas dengan keadaannya, klien tampak cemas,
klien tampak gelisah, klien tampak tegang, persiapan operasi klien puasa 8
jam sebelum operasi. TTV : TD 120/80 mmHg, N : 90x/menit, RR :
22x/menit, S : 36,50C.
41

Intra Operatif
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan Tindakan pembedahan ditandai
dengan klien diberikan injeksi bupivacaine 3 ml, regivell 5 mg, sedacum 5
mg, katerolac 10 mg, ondansetron 2 mg, posisi klien saat dioperasi adalah
litotomi, tindakan operasi uretieplasty, klien tampak dilakukan pembedahan
di penis, perdarahan sebanyak 30 cc, pembedahan dilakukan selama 1 jam,
tingkat kesadaran GCS : E2 V3 M2 (Somnolen), klien tampak terpasang
infus RL 20 tpm ditangan kiri, klien dipindahkan ke ruangan Recovery
Room (RR) pukul 09.30 WIB dan hasil TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 90
x/m, RR : 22 x/m, S : 36,5O C .
Post Operatif
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada area genitalia, muncul saat
Gerakan dan berkemih, seperti ditusuk-tusuk dan tertekan, pada aera
genitalia, skala nyeri 8, durasi ± 1-3 menit, klien tampak meringis menahan
nyeri, klien tampak gelisah, tampak luka post operasi pada genitalia tertutup
perban.
27

3.3 Rencana Keperawatan


Nama Pasien : Tn. A
Ruang Rawat : Keperawatan Perioperatif

Intervensi Pre Operatif


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Supaya dapat mengetahui tanda-
(verbal dan nonverbal) tanda ansietas
dengan Kurang terpapar keperawatan selama 1 × 30
Menit diharapkan Ansietas klien 2. Ciptakan suasana terapeutik 2. Supaya perilaku tegang klien
informasi ditandai untuk menumbuhkan menurun.
dapat menurun. Kondisi klien
kepercayaan
dengan klien membaik dengan kriteria hasil :
3. Motivasi mengidentifikasi 3. Supaya klien tidak cemas
mengatakan takut/cemas situasi yang memicu kecemasan
- Klien tidak tampak cemas
4. Diskusikan perencanaan 4. Agar dapat mengetahui tentang
dengan keadaannya, - Klien tidak tampak gelisah
realistis tentang peristiwa yang penyakitnya
- Klien tidak tampak tegang
klien tampak cemas, akan datang
- Klien sudah puasa sebelum
5. Jelaskan prosedur, termasuk 5. Agar dapat mengetahui tentang
klien tampak gelisah, operasi
sensasi yang mungkin dialami penyakitnya
klien tampak tegang, 6. Latih teknik relaksasi 6. Agar klien dapat rileks
persiapan operasi klien
puasa 12 jam sebelum
operasi. TTV : TD
120/80 mmHg, N :
90x/menit, RR :
22x/menit, S : 36,50C.
28

Intervensi Intra Operatif


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui gejala
perdarahan perdarahan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 × 1 Jam
diharapkan Kondisi klien 2. Monitor nilai 2. Untuk memhetahui nilai
Tindakan pembedahan hematokrit/hemoglobin sebelum hematokrit/hemoglobin sebelum
membaik dengan kriteria hasil :
dan setelah kehilangan darah dan setelah kehilangan darah
ditandai dengan klien
- Klien diberikan injeksi 3. Batasi tindakan invasf 3. Agar tidak banyak kehilangan
diberikan injeksi darah
bupivacaine 3 ml, regivell 5
4. Kolaborasi pemberian obat 4. Berkerja sama dengan dokter
bupivacaine 3 ml, mg, sedacum 5 mg, katerolac pengontrol perdarahan, jika dalam pemberian obat
regivell 5 mg, sedacum 8 mg, ondansetron 2mg perlu
- Tingkat kesadaran membaik
5 mg, katerolac 8 mg,
(5)
ondansetron 2 mg, posisi - Tekanan darah membaik (5)
klien saat dioperasi - Denyut nadi membaik (5)
- Suhu tubuh membaik (5)
adalah litotomi, tindakan
operasi uretrotomi, klien
tampak dilakukan
pembedahan di genitalia,
perdarahan sebanyak 30
cc, pembedahan
29

dilakukan selama 1 jam,


tingkat kesadaran GCS :
E2 V3 M2 (Somnolen),
klien tampak terpasang
infus RL 20 tpm
ditangan kiri, klien
dipindahkan ke ruangan
Recovery Room (RR)
pukul 09.30 WIB dan
hasil TTV : TD : 120/80
mmHg, N : 90 x/m, RR :
22 x/m, S : 36,5O C .

Intervensi Post Operatif


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
30

1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1x1 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
dengan agen pencedera jam maka nyeri klien menurun, durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
fisik (prosedur operasi) dengan Kriteria Hasil : intensitas nyeri
2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat
ditandai dengan klien
- Keluhan Nyeri Menurun (5) memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
mengatakan nyeri pada - Klien tidak tampak meringis nyeri mempercepat proses kesembuhan.
area genitalia, muncul - Skala nyeri 0 (5) 3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
saat Gerakan dan - Airway normal memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
berkemih, seperti ditusuk- - Breathing normal meredakan nyeri
tusuk dan tertekan, pada - Circulation normal 4. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
aera genitalia, skala nyeri - Dissability normal 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Agar klien atau keluarga dapat
- Exposure normal untuk mengurangi rasa nyeri melakukan secara mandiri ketika
8, durasi ± 1-3 menit,
- Aldrete Score normal nyeri kambuh
klien tampak meringis 6. Kaloborasi dengan dokter 6. Bekerja sama dengan dokter
menahan nyeri, klien pemberian analgetik, jika perlu. dalam pemberian dosis obat
tampak gelisah, tampak
luka post operasi pada
genitalia tertutup perban.

Nama Pasien : Tn. D


31

Ruang Rawat : Keperawatan Perioperatif

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan


Nama Perawat
1. Pre Operatif Diagnosa 1 S : Klien mengatakan sudah
1. Memonitor tanda-tanda ansietas mengetahui tentang penyakitnya
Kamis, 04 November (verbal dan nonverbal) O:
2021 2. Menciptakan suasana terapeutik - Klien tidak tampak cemas lagi
untuk menumbuhkan kepercayaan - Klien tidak tampak gelisah lagi
Pukul : 08.00 WIB 3. Memotivasi mengidentifikasi - Klien tidak tampak tegang lagi
situasi yang memicu kecemasan - sebelum operasi Igo Gunawan
4. Mendiskusikan perencanaan - TD: 120/80 mmHg,
realistis tentang peristiwa yang N: 90 x/m,
akan datang S: 36,50C,
5. Menjelaskan prosedur, termasuk RR: 22 x/m
sensasi yang mungkin dialami A : Masalah Ansietas teratasi.
6. Melatih teknik relaksasi P : Hentikan intervensi

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan


Nama Perawat
32

2. Intra Operatif Diagnosa 2 S:-


1. Memonitor tanda dan gejala O :
Kamis, 04 perdarahan - Posisi klien saat dioperasi adalah
November 2021 2. Memonitor nilai litotomi
hematokrit/hemoglobin sebelum
Pukul : 08.30 WIB - Tindakan operasi uretrotomi
dan setelah kehilangan darah - Klien tampak dilakukan
3. Membatasi tindakan invasf pembedahan di penis
- Pembedahan dilakukan selama 1
4. Berkolaborasi pemberian obat jam
pengontrol perdarahan, tidak perlu - Jumlah perdarahan 30cc
k - Tingkat kesadaran GCS : E2 V3
M2 (Somnolen)
- Klien tampak terpasang infus RL Igo Gunawan
20 tpm ditangan kiri.
- Tekanan darah membaik
TD : 120/80 mmHg
- Denyut nadi membaik
N : 88 x/menit
- Suhu tubuh membaik
- S : 36 0C
- Klien dipindahkan ke ruangan
Recovery Room (RR) pukul 09.30
WIB
A : Masalah Risiko Perdarahan teratasi
P : Hentikan intervensi
33

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan


Nama Perawat
3. Post Operatif Diagnosa 3 S : Klien mengatakan nyerinya
1. Mengidentifikasi lokasi, berkurang Igo Gunawan
Kamis, 04 November
karakteristik, durasi, frekuensi, O :
2021 kualitas, intensitas nyeri - Klien masih meringis
2. Mengidentifikasi faktor yang - Klien tampak masih gelisah
Pukul : 09.30 WIB
memperberat dan memperingan - Nampak terpasang kateter
nyeri - Tampak luka post operasi pada
3. Mengontrol lingkungan yang genitalia tertutup perban
memperberat rasa nyeri. - Skala nyeri 5
4. Memberikan teknik - Airway
nonfarmakologis Jalan nafas paten tidak ada
5. Mengajarkan teknik obstruksi jalan nafas
nonfarmakologis untuk mengurangi - Breathing
rasa nyeri Gerakan dinding dada simetris,
6. Melakukan kolaborasi dalam irama nafas teratur, pola nafas
pemberian injeksi katerolac (1 amp) teratur, suara nafas vesikuler,
8 mg (IV) Saturasi O2 99 %, RR :
22x/menit.
34

- Circulation
Td : 120/80 mmHg, N :
88x/menit, nadi teraba, irama
regular, sianosis (-), CRT < 2
detik, terpasang infus RL 20 tpm
- Dissability
GCS : E2 V3 M2 (Somnolen)
- Exposure
Suhu : 36,0C
- Aldrete Score : 7
A : Masalah Nyeri Akut teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi No. 1, 2, 3, 4,
5
35
36

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapatkan bahwa, umur yang paling banyak baik pada hipospadia
tipe Proksimal maupun Hipospadia tipe distal adalah 10-14 tahun, dan rata-rata umur
Hipospadia tipe distal lebih tinggi dari Hipospadia tipe proksimal. 2. Pada penelitian ini
didapat bahwa rata-rata nilai HOPE Score Hipospadia tipe distal lebih tinggi dibandingkan
Hipospadia tipe proksimal, secara statistik perbandingan tersebut signifikan. 3. Hasil Uji
statistik Chi-Square diperoleh nilai P Value < 0,05 maka dapat dinyatakan secara statistik
bahwa terdapat Hubungan Tipe Hipospadia Dengan nilai HOPE Score, dimana Hipospadia
tipe distal mempunyai Nilai HOPE Score yang lebih baik.
. Tipe hipospadia dapat dijadikan sebagai salah satu faktor untuk memprediksi hasil
kosmetik post uretroplasty sehingga orang tua bisa mendapatkan informasi yang lebih
meyakinkan disaat preoperatif . 2. HOPE score dapat digunakan oleh operator untuk menilai
hasil kosmetik pada post uretroplasty yang memenuhi kriteria instrumen pengukuran yang
valid yaitu: objektif, reliabel, dan valid. Perbaikan hipospadia yang modern menunjukkan
tingkat komplikasi yang cukup rendah, saat ini operasi hipospadia harus fokus untuk
meningkatkan hasil kosmetik karena akan berpengaruh persepsi diri yang negatif, rasa malu
atau ejekan dari teman sebaya.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi klien secara
keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional
pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk
mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan
diperlukan .
37

DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Brunner dan Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.

Lumen. Nicolaase, et al. Etiology of Urethral Stricture Disease in the 21st Century. The
journal of Uroogy. 2017; Vol 182, Issue 3, Pages 983-7

Riyadi, Mushab E. Hubungan anttara lama waktu terpasang kateter dengan tingkat
kecemasan pada klien yng terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap dewasa
kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2012.

Mundy, Anthony R. And Andrich, Daniela E. Urethral Strictures. BJU International.


2011;107,6-26

Tijani KH, Adesnya AA, Ogo CN. The New pattern of Urethral Stricture Disease in Lagos,
Nigeria. Niger Postgrad Med J. 2011 Jun;16(2):162-5

Sugandi, Suwandi. Pola Penyakit Striktur Uretra dan Penanganannya di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. MKB2003;Vol.35 No.2

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.

Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC

NANDA International . 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC
Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta: EGC.
37
38

SATUAN ACARA PENYULUHAN


1.1 Topik
Pendidikan Kesehatan Pada Tn. A Dengan Diagnosa Tumor Hipospadia dengan
tindakan Urethroplasty di Keperawatan Perioperatif.

1.2 Sasaran :
Pasien dan Keluarga
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x30 menit, pasien dan keluarga memahami dan
mampu menjelaskan tentang Nyeri.
1.3.2 Tujuan Instruksi Khusus:
1. Menyebutkan pengertian nyeri
2. Menyebutkan macam-macam manajemen nyeri
3. Memperagakan salah satu teknik untuk menghilangkan nyeri
1.4 Metode
1. Ceramah dan Tanya Jawab
1.5 Media
1. Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam bentuk
selembar mengenai informasi manajemen nyeri.
1.6 Waktu Pelaksanaan
1. Hari/tanggal : Kamis, 4 Oktober 2021
2. Pukul : 08:00 s/d 08.30 WIB
3. Alokasi : 30 Menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pendahuluan : 5 Menit  Menjawab salam
 Memberi salam dan  Mendengarkan
memperkenalkan diri  Menjawab
 Menjelaskan maksud dan pertanyaan
tujuan penyuluhan
 Melakukan evaluasi vadilasi
2 Penyajian : 15 Menit  Mendengarkan
39

 Pengertian nyeri dengan seksama


 Macam-macam manajemen  Mengajukan
nyeri pertanyaan
 Memperagakan salah satu
teknik untuk menghilangkan
nyeri
3 Evaluasi : 5 Menit  Menjawab
 Memberikan pertanyaan akhir  mendemontrasi
dan evaluasi
4 Terminasi : 5 Menit  mendengarkan
 Menyimpulkan bersama-sama  menjawab salam
hasil kegiatan penyuluhan
 Menutup penyuluhan dan
mengucapkan salam

1.7 Tugas Pengorganisasian


1) Moderator : Igo Gunawan
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin sidang
(rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau pendiskusi
masalah
Tugas:
a. Membuka acara penyuluhan.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.
d. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
e. Mengatur jalan diskusi
2) Penyaji : Igo Gunawan
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan memberitahukan
kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan selanjutnya kepada
peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
3. Mengucapkan salam penutup.
40

3) Fasilitator : Igo Gunawan


Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai
tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir.
4) Simulator : Igo Gunawan
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu peralatan
kepada audience.
Tugas :
1. Memperagakan macam-macam gerakan.
5) Dokumentator : Igo Gunawan
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen
pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.
6) Notulen : Igo Gunawan
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan, seminar,
diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis oleh
seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal penting. Dan mencatat
segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
1.8 Setting Tempat
41

Keterangan :

: Kamera

: Moderator,Penyaji,Simulator, Fasilitator,
Dokumentatordan Notulen
: Pasien dan Keluarga

MANAJEMEN NYERI

A. Definisi
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ektensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2014).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyktif dan emosional yang tidak menyenangkan yang di dapat terkait dengan
42

kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi


terjadinya kerusakan.
B. Penyebab
1. Trauma
a. Mekanik, nyeri yang timbul karena akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan, contoh akibat benturan, gesekan, dan luka
b. Thermis, nyeri yang timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, contoh karena api atau air
c. Khemis, nyeri yang timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau basa yang kuat
d. Elektrik, nyeri yang timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
2. Neoplasma
a. Jinak
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri yang terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan, misalnya abses/bengkak
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
C. Sifat nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energy
2. Nyeri bersifat subjektif dan individual
3. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Nyeri merupakan mekanisme pertahan fisiologis
5. Nyeri merupakan tanda kerusakan jaringan
6. Nyeri mengawali ketidakmampuan
7. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan pasien
8. Hanya klien yang tahu kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
9. Persepsi yang salah mengenai nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal
D. Tujuan manajemen nyeri
43

1. Menangani nyeri akut atau kronis


2. Memberikan rasa nyaman
3. Mengurangi ketergantungan pasin dengan obat anti nyeri atau analgesik
E. Manajemen nyeri
1. Distraksi (Pengalihan pada hal-hal lain sehingga lupa terhadap nyeri yang
sedang dirasakan)
Contoh :
a. Membayangkan hal-hal yang indah
b. Membaca buku, Koran sesuai yang di sukai
c. Mendengarkan musik, radio, dan lain-lain
2. Relaksasi
Tiga hal penting dalam relaksasi adalah :
a. Posisi yang tepat
b. Pikiran tenang
c. Lingkungan tenang
Teknik relaksasi:

a. Menarik nafas dalam


b. Keluarkan perlahan-lahan dan rasakan
c. Nafas beberapa kali dengan irama yang normal
d. Ulangi nafas dalam dengan konsentrasi pikiran
e. Setelah rileks, nafas pelan
3. Stimulasi Kulit

Strategi penghilang nyeri tanpa obat yang sederhana, yaitu dengan menggosok kulit.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada
punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase m
44
45

\\
46

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Igo Gunawan

NIM : 2018.C.10a.0969

Tingkat / Prodi : IV B / S1 Keperawatan

Pembimbing : Rimba Aprianti, S. Kep., Ners

Tanda Tangan
Hari/Tangga
No Catatan Bimbingan
l Mahasiswa Pembimbing
47

1 Kamis, 04 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is


November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.

Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B


Time: Nov 4, 2021 09:00 AM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/5629825849
?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09

Meeting ID: 562 982 5849


Passcode: genxb2018
48

2 Jumat, 05 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is


November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.

Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B


Time: Nov 5, 2021 10:00 AM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/5629825849
?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09

Meeting ID: 562 982 5849


Passcode: genxb2018
49

3. Sabtu, 06 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is


November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.

Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B


Time: Nov 6, 2021 09:00 AM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/5629825849
?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09
Meeting ID: 562 982 5849
Passcode: genxb2018

LEMBAR KONSULTASI
50

Nama Mahasiswa : Igo Gunawan

NIM : 2018.C.10a.0969

Tingkat / Prodi : IV B / S1 Keperawatan

Pembimbing : Rimba Aprianti, S. Kep., Ners

Tanda Tangan
No Hari/Tanggal Catatan Bimbingan
Mahasiswa Pembimbing
1 Kamis, 04 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom

2021 meeting.
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B
Time: Nov 4, 2021 05:00 AM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09
Meeting ID: 562 982 5849
Passcode: genxb2018
51

Sarjana Keperawatan 4B Gen X is


inviting you to a scheduled Zoom
meeting.
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B
Time: Nov 5, 2021 02:00 AM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09
Meeting ID: 562 982 5849
Passcode: genxb2018

Sarjana Keperawatan 4B Gen X is


inviting you to a scheduled Zoom
meeting.
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B
Time: Nov 6, 2021 06:00 AM Jakarta
52

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/562982584
9?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY3
pTWnZtQT09
Meeting ID: 562 982 5849
Passcode: genxb2018
53
54
55

Anda mungkin juga menyukai