Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN

NAMA : HENGKY SUTOMO

NIM : 023STYC18

KELAS : A1. KEPERAWATAN

PRODI : S1. KEPERAWATAN 18

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM


STUDY ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Salawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi
besar muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan
menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan seperti saat sekarang
ini.
Makalh ini penulis susun berdasarkan beberapa sumber yang telah diperoleh.
penulis berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah


memberikan sumbang dan sarannya untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan,
hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini diwaktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Mataram, 13 November 2019


Penyusun

Hengky Sutomo
BAB 1

PENDAHULUN

1.1 Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di pada
sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan gaya
hidup masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-
penyakit sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit
tersebut. Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di layanan
kesehatan primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga kesehatan dalam mendeteksi
dini kelainan tersebut akan sangat membantu dalam menurunkan angka kesakitan,
kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari pengkajian
yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi menyebabkan
jumlah penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani semakin baik yang
meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit meninggalkan gejala
sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup.
Selain itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber daya manusia
yang terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terhadap
penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari penyakit sistem perkemihan perlu
mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan penyakit di masa yang
akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka yang telah menderita
penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang belum menderita
tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena sesungguhnya jumlah
orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak daripada mereka yang
telah menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang tepat
menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya. Seorang tenaga
kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi
dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh
pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien, dan
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar pemeriksaan Sistem Perkemihan


Pemeriksaan sistem perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami oleh
klien dilakukan dengan melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh klien,
pemeriksaan fisik terhadap fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian
dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
diagnostik lainnya.

A. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang ditujukan untuk
mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien.
Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi yang sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien.
Data dikumpulkan dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain
(alloanamnesa), yaitu dari keluarga, orang terdekat, masyarakat.
Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data
Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Klien mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau
nyeri. Data subjektif adalah informasi yang diucapkan oleh klien kepada perawat
selama wawancara atau pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar
oleh perawat. Data subjektif biasa disebut ”gejala”. Data subjektif atau gejala
adalah fenomena yang dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan
kebiasaan dari sensasi normal klien. Contoh : saya merasa sakit dan perih ketika
buang air kecil, perut saya terasa melilit, badan saya sakit semua, dll.
Anamnesis yang sistematik mencakup : keluhan utama pasien, riwayat penyakit
saat ini yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemik yang merupakan
penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan
gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi dan keluhan lokal, seperti nyeri,
keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas. Selain itu perlu adanya
pengkajian terhadap riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun
pernah diderita keluarganya. Beberapa pertanyaan yang bias diajukan kepada
klien adalah :
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan
dan ada/tidaknya sedimen.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria,
serta riwayat infeksi saluran kemih.
c) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait
dengan sistem perkemihan.

1. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut) atau
berupa referred pain (nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit).
Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan sangat
nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ
tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut
dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau
uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.
1.) Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini
dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada
obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada
tumor ginjal.
2.) Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan
peristaltik  yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum
lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul  bergantung dari gerakan
perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah
sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke
regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan
pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3.) Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat
overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya
inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan
nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan
dimana pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada
akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4.) Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan,
namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal,
lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan
miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5.)  Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni
berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal
dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso
testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada
testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan
pada kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah
abdomen, sehingga sering dianggap disebabkan kelainan organ abdominal.
Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel, hidrokel, maupun
tumor testis.
6.) Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi)
biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau
ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis
dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans
penis. Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan
oleh penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti
ereksi glans).

2. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi,
obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria,
nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi hesitansi, harus
mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan menetes serta masih
terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai
lower urinary tract syndrome.

1.) Gejala Iritasi


Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat
hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda
asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli-
buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih
dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini
dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas
buli buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam
hari. Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal
jantung kongestif dan edema perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada
pasien usia tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat
karena kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi  urine.

2.) Gejala Obstruksi


Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin.
Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama
dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah  urine keluar,
seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki
pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar
lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa
ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine (terminal
dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, akan terasa
nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sakit
(urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urin yang
menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi
uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil,
deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3.) Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat
beberapa macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous
(urine selalu keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat),
inkontinensia urge (ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa
(Buli-buli penuh).
4.) Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal
ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan
per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan
apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi
(hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga
keganasan.
5.) Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi karena
adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi
glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada pasien diabetes
mellitus.
6.) Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat, biasa
ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan
hematospermia berulang. Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan
pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak
diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder
dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikula seminalis
atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7.) Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya infeksi
saluran kemih.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat
obyektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fsik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera
penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan
semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren.
Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan
harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data
yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia
pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika
abdomen yang diperiksa.

1. Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan sistem
perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan
merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Secara
formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat
pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu,
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan
dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan
obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan
diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-
tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif
mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien.
Inspeksi pada sistem perkemihan meliputi :
a. Keadaan umum sistem perkemihan
b. Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat genitalia,
rectum, dll)
c. Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys catheter, silikon
kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
d. Dll

2. Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan
informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan
komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas
misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif
untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan
a. palpasi ringan
dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat
mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda
mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan
dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada
pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk
menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien
relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan
palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit
pasien, gerakkan jari secara memutar.
b. Palpasi medium
untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri
tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke
dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar.
Sedangkan
c. palpasi dalam
digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua
tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke
bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman
selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak
nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.

Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat dilakukan pada


ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien dengan memperhatikan prinsip
diatas untuk mendapatkan informasi tambahan terkait kondisi klien.

Gambar 1. A (teknik palpasi ringan); B (teknik palpasi dalam)

3. Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk
permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan
densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan
menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di
bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat
struktur yang dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang
daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara
yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan
menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat
pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu
karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil
(biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini
merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa
repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan
bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai
plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang. Kini, jari pasif
(plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari
lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya
suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas
interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat,
agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan
tangan (Gambar 3). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan
yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi
langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak
berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang
pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan)
mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan
costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi
mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit. Sehingga perlu diperhatikan
dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati dengan
memperhatikan ekspresi klien.
Gambar 2. Teknik jari tidak langsung

Gambar 3. Perkusi kepalan tangan.


(A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral (CVA).
(B) Perkusi langsung pada CVA.

4. Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting
yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk
oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras
lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara
Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4). Stetoskop regular tidak
mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat
(endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan
satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan
akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan
kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan
tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.

Gambar 4. Stetoskop

Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit


interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari
sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika
menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara
artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh,
tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan
mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat
berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus.
Pada pemeriksaan sistem perkemihan beberapa suara abnormal yang mungkin
ditemukan adalah suara bruit yang merupakan indikasi terjadinya stenosis arteri renal.

2.2 Pemeriksaan Fisik Ginjal


Ginjal terletak pada regio posterior, dilindungi oleh iga. Sudut
costovertebral adalah regio dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok pada
ginjal. Pada level yang lebih bawah pada kwadran kanan atas, pool bawah ginjal
kanan, kadang-kadang dapat diraba. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus
hamil dapat diraba di atas simpisis pubis. Beberapa hal penting yang diperhatikan
sewaktu pemeriksaan adalah cahaya ruangan cukup baik, klien harus rileks,
pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai sympisis pubis. Kondisi
rileks dari klien dapat diperoleh dengan cara :
a. Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu
b. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala
dan lutut pada posisi fleksi (bila diperlukan)
c. Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila
tangan diatas kepala akan menarik dan menegangkan
otot perut
d. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, sdan
kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek gesekan
tangan akan membuat telapak tangan jadi hangat.
e. Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan
yang cepat dan tak diinginkan
f. Jika perlu ajak klien berbicara sehingga pasien akan
lebih relak
g. Jika klien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi
dengan tangan klien sendiri dibawah tangan pemeriksa
kemudian secara perlahan lahan tangan pemeriksa
menggantikan tangan klien
h. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan
rawut muka dan emosi klien
Gambar 5. Gambaran ginjal dari posterior

A. Inspeksi
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien membuka
bajunya. Perhatikan sekitar abdomen klien. Lakukan inspeksi pada
abdominal jika terdapat massa di abdominal atas, massa keras dan
padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi perinefritis.

B. Palpasi
1. Palpasi Ginjal Kanan
a. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada
costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh sudut
kostovertebral. Angkat, dan cobalah mendorong ginjal kanan
ke depan (anterior).
b. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran
kanan atas, di sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus
(muskulus rektus abdominis dekstra)
c. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak
inspirasi, tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran
kanan atas, di bawah arcus costa, dan cobalah untuk
“menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
d. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan
napas. Pelan-pelan, lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan
rasakan bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada waktu
ekspirasi. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang teraba),
tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.
Gambar 6. Teknik palpasi bimanual pada ginjal kanan

2. Palpasi Ginjal Kiri


Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri penderita.
Gunakan tangan kanan Anda untuk menyanggga dan mengangkat
dari belakang, dan tangan kiri untuk meraba pada kuadran kiri atas.
Lakukan pemeriksaan seperti ginjal kanan. Ginjal kiri yang normal
jarang dapat teraba.

3. Palpasi Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis
tengah, dan rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50
tahun, cobalah memperkirakan lebar aorta dengan menekan kedua
tangan pada kedua sisi.

C. Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal.
Nyeri tekan ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga
dapat dilakukan pada sudut costovertebrae. Kadang-kadang penekanan
pada ujung jari pada tempat tersebut cukup membuat nyeri, tetapi
seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk menumbuhkan nyeri
ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan
dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu
tangan pada sudut kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner kepalan
tangan Anda.
Gambar 7. Teknik nyeri ketok ginjal

Prosedur Pemeriksaan Ginjal

PSIK PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

UNIVERSIT
AS
JEMBER
PROSEDUR NO NO REVISI HALAMAN
TETAP DOKUME
N
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya
kelainan pada ginjal yang dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi dan perkusi

2 TUJUAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya


kelainan pada ginjal
3 INDIKASI -
4 KONTRA INDIKASI -
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien (lakukan
anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien
atau keluarganya tindakan yg dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien : duduk, tidur
6 PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan
2. Stetoskop
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien/keluarga

Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan klien bertanya atau
melakukan sesuatu sebelum kegiatan dilakukan
2. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat
penyakit dan riwayat penyakit dahulu serta
riwayat penyakit keluarga
3. Jaga privacy klien
4. Memulai dengan cara yang baik
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan
klien terlentang
7. Berdiri disisi kanan klien
8. Minta klien membuka pakaian atas,bantu jika
perlu
9. Buat klien dalam kondisi relaks dengan
menekukkan lutut, mengajak bicara
10. Persiapan sebelum melakukan palpasi
(mengesekkan kedua telapak tangan untuk
menghangatkan)
Palpasi Ginjal Kanan
11. Letakkan tangan kiri anda di belakang
penderita (dinding posterior), paralel pada
costa ke-12, dengan ujung jari anda menyentuh
sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah
mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
12. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut
pada kuadran kanan atas, di sebelah lateral dan
sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus
abdominis dekstra)
13. Mintalah penderita untuk bernapas dalam.
Pada waktu puncak inspirasi, tekanlah tangan
kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan
atas, di bawah arcus costa, dan cobalah untuk
“menangkap” ginjal diantara kedua tangan
anda.
14. Mintalah penderita untuk membuang napas
dan menahan napas. Pelan-pelan, lepaskan
tekanan tangan kanan anda, dan rasakan
bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada
waktu ekspirasi.
15. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang
teraba), tentukan ukurannya, contour, dan
ada/tidaknya nyeri tekan.

Palpasi Ginjal Kiri


16. Pindahlah ke sebelah kiri pasien.
17. Gunakan tangan kanan untuk mendorong dan
mengangkat dari bawah
18. Kemudian gunakan tangan kiri menekan di
kwadrant kiri atas lateral, sejajar dengan M.
Rectus Abdominis sinistra.
19. Lakukan seperti sebelumnya. Secara serentak
kedua tangan tersebut melakukan palpasi
seperti pada palpasi ginjal kanan

Perkusi Ginjal (nyeri tekan dan nyeri ketok


ginjal)
Nyeri tekan:
20. Pada sudut costovertebrae dilakukan
penekanan dengan ujung ibu jari, lihat reaksi
pasien apakah ada nyeri.
Nyeri Ketok :
21. Pada sudut costovertebrae dilakukan dengan
meninju menggunakan permukaan ulnar
kepalan tangan kanan dengan beralaskan volar
tangan kiri ( fish percussion). lihat reaksi
pasien apakah ada nyeri

22. Tulislah hasil pemeriksaan pada pada lembar


kerja.
23. Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
24. Lepas sarung tangan dan buang ke tempat
sampah
25. Cuci tangan
8 HASIL 1. Evaluasi respon klien
2. Berikan
reinforcement positif
3. Lakukan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan
dengan baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal
dan jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan
objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

Anda mungkin juga menyukai