Anda di halaman 1dari 29

MODUL PRAKTIKUM KEPERAWATAN KLINIK PROFESI

NERS:
Pengkajian Sistem Perkemihan

Oleh :

Ns. WIJOYO MOHUNE, S.Kep

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2019
MODUL A. PENGKAJIAN FISIK SISTEM PERKEMIHAN

Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan dan
mendemostrasikan teknik pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan

Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan konsep dasar pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan
2. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik ginjal
3. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik kandung kemih
4. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik genitalia eksterna
5. Menjelaskan teknik pemeriksaan fisik rektum
6. Mendemonstrasikan prosedur pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan

A. Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini angka morbiditas dan mortalitas penyakit di pada
sistem perkemihan di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Perubahan gaya hidup
masyarakat dan pengetahuan masyarakat mengenai informasi penyakit-penyakit
sistem perkemihan diyakini sebagai salah satu penyebab tingginya penyakit tersebut.
Keluhan penyakit yang terkait dengan sistem ini banyak dijumpai di layanan kesehatan
primer. Sehingga kemampuan seorang tenaga kesehatan dalam mendeteksi dini
kelainan tersebut akan sangat membantu dalam menurunkan angka kesakitan,
kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Kemajuan penatalaksanaan penyakit sistem perkemihan mulai dari pengkajian
yang tepat, diagnostik, terapi medik, terapi bedah dan rehabilitasi menyebabkan jumlah
penderita penyakit sistem perkemihan yang ditangani semakin baik yang
meningkatkan harapan hidup penderita. Meskipun demikian, hal ini tidak
menyelesaikan masalah karena adakalanya, beberapa penyakit meninggalkan gejala
sisa bagi penderita sehingga mengurangi produktivitas kerja dan kualitas hidup. Selain
itu semuanya memerlukan biaya yang sangat besar, dan sumber daya manusia yang
terampil dalam penatalaksanaannya.
Tindakan pencegahan terhadap penyakit sistem perkemihan perlu ditingkatkan
karena selain murah dan mudah, dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan oleh
siapa saja, tetapi memerlukan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia terhadap
penyakit sistem perkemihan. Faktor risiko dari penyakit sistem perkemihan perlu
mendapat perhatian khusus, karena risiko hari ini merupakan penyakit di masa yang
akan datang. Selain memfokuskan perhatian pada mereka yang telah menderita
penyakit, kita juga perlu memusatkan perhatian pada mereka yang belum menderita
tetapi mempunyai resiko untuk menderita penyakit. Karena sesungguhnya jumlah
orang yang mempunyai risiko jatuh sakit jauh lebih banyak daripada mereka yang telah
menderita penyakit.
Penegakkan diagnosis kelainan-kelainan pada sistem perkemihan yang tepat
menjadi sangat penting dalam tata laksana pasien berikutnya. Seorang tenaga
kesehatan dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi
dengan seksama dan sistematik mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh
pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien, dan
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium
maupun pemeriksaan diagnostic lainnya.

B. Konsep dasar pemeriksaan Sistem Perkemihan


Pemeriksaan sistem perkemihan terhadap kelainan yang mungkin dialami oleh
klien dilakukan dengan melakukan anamnesis keluhan yang dialami oleh klien,
pemeriksaan fisik terhadap fungsi dari sistem perkemihan, dan kemudian
dibandingkan dengan hasil dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik
lainnya.

1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu wawancara kepada klien yang ditujukan untuk
mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien. Anamnesis
merupakan suatu proses pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang
sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien. Data dikumpulkan
dari klien (autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa), yaitu dari keluarga,
orang terdekat, masyarakat.
Data yang diperoleh dari proses anamnesis merupakan data subjektif. Data
Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan. Klien
mengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau nyeri. Data
subjektif adalah informasi yang diucapkan oleh klien kepada perawat selama
wawancara atau pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar oleh perawat.
Data subjektif biasa disebut ”gejala”. Data subjektif atau gejala adalah fenomena yang
dialami oleh klien dan mungkin suatu permulaan kebiasaan dari sensasi normal klien.
Contoh : saya merasa sakit dan perih ketika buang air kecil, perut saya terasa melilit,
badan saya sakit semua, dll.
Anamnesis yang sistematik mencakup : keluhan utama pasien, riwayat penyakit
saat ini yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemik yang merupakan penyulit
dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal,
atau demam akibat infeksi dan keluhan lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi
seksual, atau infertilitas. Selain itu perlu adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit
lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya. Beberapa
pertanyaan yang bias diajukan kepada klien adalah :
a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan
ada/tidaknya sedimen.
b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta
riwayat infeksi saluran kemih.
c) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait
dengan sistem perkemihan.

a. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia
dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut) atau
berupa referred pain (nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit).
Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri,
hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Maka dari
itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri, berbeda
dengan organ berongga sperti buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai kurang
nyaman/discomfort.
1.    Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini dapat terjadi
pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi saluran kemih
yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal.
2.    Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltik  yang
terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum lain. Nyeri ini sangat sakit,
namun hilang timbul  bergantung dari gerakan perilstaltik ureter. Nyeri tersebut
dapat dirasakan pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar
ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering
nyeri ini diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3.    Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat overdistensi
vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya inflamasi pada buli
buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada
saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri
sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4.    Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar
postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan, namun umunya
diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau nyeri rektum.
Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan
retensi urine.
5.   Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni berasal
dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal dari organ di
luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis atau torsio
apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut
pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat
nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering dianggap
disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan
varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
6.   Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya
merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau ueretra,
terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis dapat disebabkan
parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans penis. Sedangkan nyeri
yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh penyakit Peyronie atau
priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi glans).

b. Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi,
obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria,
nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi hesitansi, harus mengejan
saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan menetes serta masih terasa ada
sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary
tract syndrome.

1.      Gejala Iritasi


Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat
hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda
asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli-
buli nerogen. Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih
dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini
dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas
buli buli yang menurun. Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam hari.
Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal jantung
kongestif dan edema perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia
tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena
kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi  urine.
2.      Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin.
Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama
dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah  urine keluar,
seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki
pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar
lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa
ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine (terminal
dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, akan terasa
nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sakit
(urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urin yang
menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi
uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil,
deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3.      Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine
yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat beberapa
macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous (urine selalu
keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge
(ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli penuh).
4.      Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal
ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan
per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan
apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi
(hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga
keganasan.
5.      Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi karena
adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi
glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada pasien diabetes
mellitus.
6.      Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat, biasa
ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan
hematospermia berulang. Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan
pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak diketahui
penyebabnya dan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder dapat
disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikula seminalis atau
prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7.      Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya infeksi
saluran kemih.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat
obyektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fsik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-
teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan,
pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera
tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik
tersebut secara keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan harus
dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang
telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien
atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen
yang diperiksa.

Inspeksi :
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien dengan gangguan sistem
perkemihan adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan
merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Secara
formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat
pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu,
dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan.
Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk
mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan
dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan
mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan
obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis
dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli)
melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai
sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Inspeksi
pada sistem perkemihan meliputi :
1) Keadaan umum sistem perkemihan
2) Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat genitalia,
rectum, dll)
3) Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys catheter, silikon
kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
4) Dll

Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh
melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun
dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai
posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen
anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ
atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai
keadaan cairan pada ruang tubuh.
Palpasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pada awal selalu digunakan palpasi
ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat
mentoleransi. Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin
melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan
mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat
superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot.
Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam.
Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada
kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk
massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh
pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Sedangkan palpasi dalam digunakan
untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua
tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di
bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman
selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau
nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat dilakukan pada
ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien dengan memperhatikan prinsip
diatas untuk mendapatkan informasi tambahan terkait kondisi klien.

Gambar 1. A (teknik palpasi ringan); B (teknik palpasi dalam)

Perkusi
Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk
permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan
densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan
menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya.
Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang
dilewati oleh suara itu.
Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya
paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada
struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih
lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap
suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.
Ada dua metode perkusi langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter
untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan
digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari
gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang
disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa
peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang
mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi
metode pilihan sekarang. Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan
erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan
tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter
dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan
ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Lihat gambar 2.

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan
(Gambar 3). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang
dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung
kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil.
Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif,
diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan)
mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan
costovertebral angle (CVA) ginjal.
Pada pemeriksaan fungsi sistem perkemihan pada saat dilakukan perkusi
mungkin akan dirasakan nyeri pada lokasi yang sakit. Sehingga perlu diperhatikan
dalam melakukan tindakan perkusi agar dilakukan dengan hati-hati dengan
memperhatikan ekspresi klien.

Gambar 2. Teknik jari tidak langsung

Gambar 3. Perkusi kepalan tangan.


(A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral (CVA).
(B) Perkusi langsung pada CVA.

Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting
yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk
oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keras
lemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya.
Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara
Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4). Stetoskop regular tidak
mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat
(endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan
satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan
akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan
kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan
tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.

Gambar 4. Stetoskop

Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit


interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari
sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika
menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara
artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh,
tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan
mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat
berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus. Pada
pemeriksaan sistem perkemihan beberapa suara abnormal yang mungkin ditemukan
adalah suara bruit yang merupakan indikasi terjadinya stenosis arteri renal.

C. Pemeriksaan Fisik Ginjal


Ginjal terletak pada regio posterior, dilindungi oleh iga. Sudut costovertebral
adalah regio dimana kita menilai nyeri tekan dan nyeri ketok pada ginjal. Pada level
yang lebih bawah pada kwadran kanan atas, pool bawah ginjal kanan, kadang-kadang
dapat diraba. Vesica urinaria yang terisi penuh dan uterus hamil dapat diraba di atas
simpisis pubis. Beberapa hal penting yang diperhatikan sewaktu pemeriksaan adalah
cahaya ruangan cukup baik, klien harus rileks, pakaian harus terbuka dari processus
xyphoideus sampai sympisis pubis. Kondisi rileks dari klien dapat diperoleh dengan
cara :
1. Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu
2. Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada posisi
fleksi (bila diperlukan)
3. Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila tangan diatas kepala akan
menarik dan menegangkan otot perut
4. Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, sdan kuku harus pendek.
Dengan jalan menggesek gesekan tangan akan membuat telapak tangan jadi
hangat.
5. Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan yang cepat dan tak
diinginkan
6. Jika perlu ajak klien berbicara sehingga pasien akan lebih relak
7. Jika klien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan klien
sendiri dibawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan lahan tangan
pemeriksa menggantikan tangan klien
8. Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut muka dan emosi
klien

Gambar 5. Gambaran ginjal dari posterior

Inspeksi
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien membuka bajunya. Perhatikan
sekitar abdomen klien. Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di
abdominal atas, massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi
perinefritis.

Palpasi
a. Palpasi Ginjal Kanan
1. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada costa ke-12,
dengan ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah
mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
2. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, di
sebelah lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominis
dekstra)
3. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi,
tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah
arcus costa, dan cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
4. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-pelan,
lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal akan
kembali ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang
teraba), tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.
Gambar 6. Teknik palpasi bimanual pada ginjal kanan

b. Palpasi Ginjal Kiri


Untuk meraba ginjal kiri, pindahlah ke sebelah kiri penderita. Gunakan tangan kanan
Anda untuk menyanggga dan mengangkat dari belakang, dan tangan kiri untuk meraba
pada kuadran kiri atas. Lakukan pemeriksaan seperti ginjal kanan. Ginjal kiri yang
normal jarang dapat teraba.

C. Palpasi Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis tengah, dan
rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah memperkirakan
lebar aorta dengan menekan kedua tangan pada kedua sisi .

Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal. Nyeri tekan ginjal
mungkin ditemui saat palpasi abdomen, tetapi juga dapat dilakukan pada sudut
costovertebrae. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut cukup
membuat nyeri, tetapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk menumbuhkan
nyeri ketok ginjal (ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan kanan dengan
beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). Letakkan satu tangan pada sudut
kostovertebra, dan pukullah dengan sisi ulner kepalan tangan Anda.

Gambar 7. Teknik nyeri ketok ginjal


Prosedur Pemeriksaan Ginjal

PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

PROSEDUR NO NO REVISI HALAMAN


TETAP DOKUME
N
TANGGAL DITETAPKAN OLEH
TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya kelainan
pada ginjal yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan
perkusi

2 TUJUAN Pemeriksaan fisik ginjal untuk mengetahui adanya kelainan


pada ginjal
3 INDIKASI -
4 KONTRA INDIKASI -
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau
keluarganya tindakan yg dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien : duduk, tidur
6 PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan
2. Stetoskop
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga

Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan
sesuatu sebelum kegiatan dilakukan
2. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat penyakit
dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat penyakit
keluarga
3. Jaga privacy klien
4. Memulai dengan cara yang baik
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan klien
terlentang
7. Berdiri disisi kanan klien
8. Minta klien membuka pakaian atas,bantu jika perlu
9. Buat klien dalam kondisi relaks dengan menekukkan lutut,
mengajak bicara
10. Persiapan sebelum melakukan palpasi (mengesekkan
kedua telapak tangan untuk menghangatkan)
Palpasi Ginjal Kanan
11. Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita (dinding
posterior), paralel pada costa ke-12, dengan ujung jari anda
menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah
mendorong ginjal kanan ke depan (anterior).
12. Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran
kanan atas, di sebelah lateral dan sejajar terhadap otot
rektus (muskulus rektus abdominis dekstra)
13. Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu
puncak inspirasi, tekanlah tangan kanan anda dalam-dalam
ke kuadran kanan atas, di bawah arcus costa, dan cobalah
untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
14. Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan
napas. Pelan-pelan, lepaskan tekanan tangan kanan anda,
dan rasakan bagaimana ginjal akan kembali ke posisi pada
waktu ekspirasi.
15. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang teraba), tentukan
ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.

Palpasi Ginjal Kiri


16. Pindahlah ke sebelah kiri pasien.
17. Gunakan tangan kanan untuk mendorong dan mengangkat
dari bawah
18. Kemudian gunakan tangan kiri menekan di kwadrant kiri
atas lateral, sejajar dengan M. Rectus Abdominis sinistra.
19. Lakukan seperti sebelumnya. Secara serentak kedua
tangan tersebut melakukan palpasi seperti pada palpasi
ginjal kanan

Perkusi Ginjal (nyeri tekan dan nyeri ketok ginjal)


Nyeri tekan:
20. Pada sudut costovertebrae dilakukan penekanan dengan
ujung ibu jari, lihat reaksi pasien apakah ada nyeri.
Nyeri Ketok :
21. Pada sudut costovertebrae dilakukan dengan meninju
menggunakan permukaan ulnar kepalan tangan kanan
dengan beralaskan volar tangan kiri ( fish percussion). lihat
reaksi pasien apakah ada nyeri

22. Tulislah hasil pemeriksaan pada pada lembar kerja.


23. Posisikan klien dalam posisi yang nyaman
24. Lepas sarung tangan dan buang ke tempat sampah
25. Cuci tangan
8 HASIL 1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk
kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan
baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam
catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

C. Pemeriksaan Fisik Genitalia Eksterna

1. Pemeriksaan fisik genetalia Pria


Pemeriksaan fisik genitalia dengan inspeksi dan palpasi termasuk prosedur
rutin yang harus dikerjakan pada penderita dengan indikasi kelainan genitalia pria dan
traktus urinarius segmen distal. Organ genitalia pria terdiri dari penis, scrotum, testis,
epididimis, vesika seminalis dan kelenjar prostat. Uretra merupakan saluran berben tuk
pipa yang berfungsi saluran pengeluaran urine yang telah ditampung di dalam vesica
urinaria (kandung kencing) ke luar badan (dunia luar) dan saluran semen. Saluran
tersebut dimulai dari orificium urethra internum dan masuk lewat di dalam prostat,
berlanjut berjalan di dalam corpus cavernosum urethrae dan berakhir pada lubang luar
pada ujung penis (orificium uretra eksternum). Dengan demikian uretra laki-laki
menurut tempat yang dilewati dapat dibedakan menjadi tiga bagian berurutan, yaitu
pars prostatica, pars membranosa clan pars spongiosa urethrae.
Penis terdiri atas dua buah corpora cavernosa penis, satu buah corpus
cavernosum urethrae (corpus spongiosum penis) dan satu buah corpus cavernosum
glandis sebagai lanjutannya. Saluran uretra melewati corpus spongiosum. Penis
mempunyai 2 permukaan yaitu permukaan ventral dan dorsal, dan terdiri atas akar,
batang dan glans.
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang
berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri
dari serat-serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis,
dimana bagian kiri lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri
funiculus spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh median raphe yang
memanjang dari bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke
anus. Dibagian dalam, kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari tunica dartos.
Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis dan funiculus spermaticus. Kulit
skrotum hiperpigmentasi dan mengandung banyak folikel sebasea yang dapat
menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos menentukan ukuran skrotum;
paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum mengecil, sebaliknya
sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran skrotum.

Gambar 8. Organ genetalia pria

Hal yang harus diperiksa/dilihat pada saat melakukan pemeriksaan genitalia eksternal
pria adalah:
a. inspeksi kulit dan rambut disekitar genitalia: bertujuan untuk melihat
perubahan warna, bercak kemerahan dan sebagainya
b. inspeksi penis dan skrotum:
- pasien telah sirkumsisi atau belum
- ukuran penis dan skrotum (bandingkan kiri dan kanan)
- adanya lesi
- bentuk penis (phimosis)
c. inspeksi meatus eksternal uretra
- letak muara eksternal (normalnya terletak ditengah gland penis)
- adanya cairan abnormal yang keluar dari muara (discharge)
d. Skrotum
- adanya lesi/perubahan warna
- pembengkakan
- memeriksa bagian posterior skrotum

Keadaan anatomis berikut ini sebaiknya diingat sebelum melakukan tindakan


procedural seperti memasukkan kateter atau alat lain kedalam uretra pria:
1. orifisium eksternus glans penis merupakan bagian uretra yang paling sempit.
2. didalam glans, uretra melebar membentuk fossa terminalis
3. dekat ujung posterior fossa, dari atapnya terdapat lipatan mukosa yang
menonjol ke
4. lumen
5. uretra pars membranosa sempit dan terfiksasi
6. uretra pars prostatika paling luas dan paling lebar
7. dengan memegang penis ke atas, bentuk uretra yang seperti S berubah menjadi
bentuk huruf J

2. Pemeriksaan fisik genetalia Wanita


Genitalia eksternal wanita atau vulva (gambar 9 ) terdiri dari: mons veneris,
labia majora, labia minora, vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya, introitus vaginal,
meatus urethra and clitoris. Saluran uretra wanita panjangnya sekitar 3,8 cm. Uretra
bermuara sekitar 2,5 cm dibawah klitoris dan terletak tepat didepan vagina.

Gambar 9. Organ gentelia wanita


Bagian-bagian organ genetalia wanita :
1. Mons veneris adalah tonjolan bulat dari jaringan lemak diatas simfisis pubis.
2. Labia mayora adalah dua buah lipatan kulit lebar yang membentuk batas lateral
vulva. Kedua labia mayora bertemu dibagian anterior di mons veneris untuk
membentuk komisura anterior. Labia mayor dan mons veneneris mempunyai
folikel rambut dan kelenjar sebasea.
3. Labia minora sesuai dengan skrotum pada pria. Labia minora adalah lipatan
kulit yang sempit dan berpigmen yang antara labia mayora dan menutupi
vestibulum, yang merupakan daerah diantara kedua labia minora. Diantara
anterior, kedua labia minora membentuk prepusium klitoris.
4. Klitoris, yang analog dengan penis, terdiri dari jaringan erektil dan banyak
mengandung ujung saraf, klitoris mempunyai satu glans dan dua korpora
kavernosa. Meatus uretra eksternal terletak dibagian anterior vestibulum
dibawah kritoris.
5. Kelenjar parauretra, atau kelenjar Skene, adalah kelenjar –kelenjar kecil yang
bermuara di lateral uretra. Sekresi kelenjar sebasea di daerah ini melindungi
jaringan yang rentan terhadap urin.
6. Kelenjer Bartholin terdiri dari struktur kecil,ukuran diameter sekitar 0,5 sampai
1 cm, merupakan kelenjer vestibular mayor, terdapat pada batas sisi luar
orifisium vagina kearah fourchette.

Ketika melakukan pemeriksaan fisik, usahakan untuk menyentuh pasien dengan


punggung tangan sambil mengatakan bahwa akan dilakukan pemeriksaan genitalia. Ini
diperlukan agar pasien merasa nyaman.

Prosedur Pemeriksaan Genetalia Pria

PEMERIKSAAN GENETALIA EKSTERNA PRIA

PROSEDUR NO NO REVISI HALAMAN


TETAP DOKUME
N
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada organ genetalia eketerna untuk
mengetahui adanya kelainan pada organ tersebut yang
dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi

2 TUJUAN Mengetahui adanya kelainan organ genetalia eketerna pria


3 INDIKASI -
4 KONTRA INDIKASI -
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau
keluarganya tindakan yg dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien : tidur
6 PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan steril
2. Wadah specimen urine
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga

Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan
sesuatu sebelum kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat penyakit
dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat penyakit
keluarga
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
8. Usahakan untuk menyentuh pasien dengan punggung
tangan sambil mengatakan bahwa akan dilakukan
pemeriksaan genitalia
9. Gunakan sarung tangan steril
10. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan klien
terlentang
11. Berdiri disisi kanan klien
12. Minta klien membuka pakaian atas, bantu jika perlu dan
pasang selimut mandi
13. Buat klien dalam kondisi relaks dengan menekukkan lutut,
mengajak bicara
Pemeriksaan penis
14. Lakukan inspeksi penis, perhatikan adanya kelainan :
- Edema, biasanya terjadi pada pasien dengan edema
anasarka karena berbagai sebab. Inflamasi atau
obstruksi vena-vena sekitar penis dapat menyebabkan
edema lokal.
- Kontusio
- Fraktur corpus : Fraktur dan kontusio memberikan
tanda pembengkakan, namun sulit dibedakan bila
tidak dilakukan pembedahan.
- Ulkus penis : dapat berupa syphilitic chancre,
chancroid, lymphogranuloma venereum, herpes
progenitalis, dan behcet syndrome
15. Mintalah penderita membuka preputium, perhatikan
apakah terdapat phimosis, paraphimosis, hipospadia,
epispadia.
16. Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral,
sepanjang corpus spongiosum dari penoskrotal junction
menuju meatus, pada bagian middorsal, diatas septum
interkorporeal, pada bagian lateral, diatas kedua korpus
kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak.
17. Tekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu jari
dan telunjuk untuk membuka dan memeriksa urethra
terminal.
18. Tampunglah menggunakan wadah specimen apabila
terdapat discharge yang keluar dari urethra untuk
pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Skrotum
19. Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai
dinding skrotum
20. Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema,
kista, hematoma, laserasi, dan ulkus.
21. Lakukan transiluminasi untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya hernia skrotalis, dan untuk menilai
isi skrotum.
22. Bandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi
keduanya menggunakan ibu jari dan telunjuk. Bedakan
ukuran, bentuk, konsistensi dan sensitivitas terhadap
tekanan.
23. Lokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara
perlahan, temukan bagian bergerigi dan nodul lembut
dimulai dari pole atas testis menerus ke pole bawah,
umumnya epididimis berada dibelakang testis. Bandingkan
kedua epididimis berdasarkan komponen kepala, badan
dan ekornya. Nilailah apakah terdapat tumor dan nyeri
tekan.
24. Bandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan
dengan palpasi pada leher skrotum. Vas deferens normal
teraba seperti tali cambuk yang keras dan dapat dibedakan
dengan struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan serat
m.kremaster. Nilailah apakah funikulus positif, adakah
massa dan nyeri tekan.
25. Untuk semua kasus, lakukanlah pemeriksaan limfonodi
inguinal dan femoral untuk menilai pembesaran nnll.
26. Setelah pemeriksaan selesai, lepas handscoen, bantu
pasien mengembalikan posisinya yang nyaman.
27. Cuci tangan
28. Dokumentasi hasil pemeriksaan
8 HASIL 1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di
dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

Prosedur Pemeriksaan Genetalia Wanita

PEMERIKSAAN GENETALIA EKSTERNA WANITA

PSIK
UNIVERSITAS
MUHAMMADIY
AH
GORONTALO
PROSEDUR NO NO REVISI HALAMAN
TETAP DOKUME
N
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada organ genetalia eketerna untuk
mengetahui adanya kelainan pada organ tersebut yang
dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi

2 TUJUAN Mengetahui adanya kelainan organ genetalia eketerna


wanita
3 INDIKASI -
4 KONTRA INDIKASI -
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau
keluarganya tindakan yg dilakukan
4. Jaga privacy klien
5. Posisi klien : tidur
6 PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan steril
2. Wadah specimen urine
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga

Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan
sesuatu sebelum kegiatan dilakukan.
5. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat penyakit
dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat penyakit
keluarga
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
8. Usahakan untuk menyentuh pasien dengan punggung
tangan sambil mengatakan bahwa akan dilakukan
pemeriksaan genitalia
9. Gunakan sarung tangan steril
10. Atur posisi yang nyaman bagi klien, posisikan klien
litotomi
11. Berdiri disisi di depan klien
12. Minta klien membuka pakaian bawah, bantu jika perlu
dan pasang selimut mandi
13. Buat klien dalam kondisi relaks dengan mengajak bicara
Pemeriksaan genetelia eketerna dan pubis
14. Lakukan inspeksi genetelia eksterna dan pubis,
perhatikan adanya kelainan :
- Lihat adanya lesi atau pembengkakan pada mons
veneris.
- Kaji rambut pubis untuk melihat pola dan kutu pubis.
- Kaji kulit vulva untuk melihat adanya kemerahan,
ekskoriasi, massa, leukoplakia dan pigmentasi. Jika
menemukan kelainan harus dilanjutkan dengan
palpasi.

15. Lakukan pemeriksan pada labia


- Saat pemeriksan labia ini, sampaikan pada pasien
bahwa anda akan membuka labia.
- Dengan tangan kanan, labia mayor dan minor dibuka
di buka terpisah oleh ibu jari dan jari telunjuk tangan
kanan.
- Lihat apakah ada pus atau peradangan pada meatus
eksternal uretra
16. Setelah pemeriksaan selesai, lepas handscoen, bantu
pasien mengembalikan posisinya yang nyaman.
17. Cuci tangan
18. Dokumentasi hasil pemeriksaan
8 HASIL 1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement
positif
3. Lakukan kontrak untuk
kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan
dengan baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di
dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

D. Pemeriksaan Rectal Touche


Pemeriksaan rectal touche dilakukan pada penderita dengan kelainan dan
keluhan di daerah rectum, anus dan pemeriksaan prostate pada laki-laki. Pada
pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
1. Left lateral prone position Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan
palpasi anal kanal dan rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk
pemeriksaan peritoneum.
2. Litothomy position : Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin
yang tidak memerlukan pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam
pemeriksaan prostate dan vesika seminalis karena memudahkan akses pada
cavum peritoneal.
3. Knee-chest position : Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi
pasien.
4. Standing elbow-knee position Posisi ini jarang digunakan.

Prosedur Pemeriksaan Rectal Touche

PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHE

PSIK
UNIVERSITAS
MUHAMMADIY
AH
GORONTALO
PROSEDUR NO NO REVISI HALAMAN
TETAP DOKUME
N
TANGGA DITETAPKAN OLEH
L TERBIT
1 PENGERTIAN Pemeriksaan fisik pada daerah anus untuk mengetahui
adanya untuk mengetahui adanya kelainan dan keluhan di
daerah rectum, anus dan pemeriksaan prostate pada laki-laki
dengan menggunakan teknik palpasi
2 TUJUAN Mengetahui adanya kelainan dan keluhan di daerah rectum,
anus dan pemeriksaan prostate pada laki-laki
3 INDIKASI -
4 KONTRA INDIKASI -
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Pastikan identitas klien
2. Kaji kondisi klien (lakukan anamnesis)
3. Beritahu dan jelaskan pada klien atau
keluarganya tindakan yg dilakukan, jelaskan terkait rasa
tidak nyaman
4. Inform consent
5. Jaga privacy klien
6. Posisi klien sesuai kondisi
6 PERSIAPAN ALAT 1. Sarung tangan steril
2. Wadah specimen urine
3. Bengkok/ tempat sampah
4. Pelumas
5. Sabun dan air bersih
6. Handuk bersih dan kering
7. Larutan antiseptik
8. Senter
9. Lembar hasil periksa dan alat tulis
7 CARA BEKERJA Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
(kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga

Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan
sesuatu sebelum kegiatan dilakukan, minta klien
mengosongkan kandung kemih.
5. Menanyakan keluhan utama klien, kaji riwayat penyakit
dan riwayat penyakit dahulu serta riwayat penyakit
keluarga
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
8. Gunakan sarung tangan steril
9. Atur posisi yang nyaman bagi klien, pilih posisi sesuai
kondisi
10. Berdiri disisi di depan klien
11. Minta klien membuka pakaian bawah, hingga regio analis
terlihat jelas bantu jika perlu dan pasang selimut mandi
12. Buat klien dalam kondisi relaks denganmengajak bicara
Pemeriksaan genetelia eketerna dan pubis
13. Gunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
14. Inspeksi regio analis, perhatikan apakah ada kelainan
15. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari
telunjuk kanan pada anal orificium dan tekanlah dengan
lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian fleksikan
ujung jari dan masukkan jari perlahan-lahan sampai
sebagian besar jari berada di dalam canalis analis.
16. Palpasi daerah canalis analis, nilailah adakah kelainan
Note :
17. Pada laki-laki : gunakan prostat di sebelah ventral
sebagai titik acuan.
18. Pada wanita : gunakan serviks uteri di sebelah ventral
sebagai titik acuan.
19. Menilai tonus sfingter ani.
20. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam.
21. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
22. Pemeriksaan khusus
- Prostat : Nilailah ketiga lobus prostate, fisura
mediana, permukaan prostate (halus atau bernodul),
konsistensi (elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk
(bulat, datar), ukuran (normal, hyperplasia, atropi),
sensitivitas dan mobilitas.
- Vesikula seminalis : Normalnya tidak teraba, apabila
terdapat kelainan akan teraba pada superior
prostate di sekitar garis tengah. Nilailah distensi,
sensitivitas, ukuran, konsistensi, indurasi dan nodul.
- Uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum
Douglas pada forniks posterior vagina.

23. Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari rectum,


perhatikan apakah pada sarung tangan terdapat bekas
feses, darah, dan lendir.
24. Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan
air mengalir
25. Buka sarung tangan dan buang di tempat sampah
26. Bersihkan pasien dengan larutan antiseptik di sekitar
regio analis.
27. Beritahukan pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai
dan persilahkan pasien untuk duduk di tempat yang
sudah disediakan.
28. Dokumentasi hasil pemeriksaan

8 HASIL 1. Evaluasi respon klien


2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
9 DOKUMENTASI 1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di
dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

MODUL B. PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA SISTEM PERKEMIHAN

Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan
teknik pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan foto polos abdomen (BNO)
2. Menjelaskan pemeriksaan IVP dan uretrocystography
 Menjelaskan persiapan penderita
 Menjelaskan Indikasi dan kontra indikasi
 Menjelaskan fungsi, anatomi dan kelainan traktus urinarius (Ginjal, ureter,
vesika urinaria, uretra, prostat)
3. Mendeskripsikan dan menilai IVP
 IVP menit ke 5, 15, 30, 45 , dst
 penilaian terhadap kelainan pada :
a) Ren : letak, posisi, jumlah ren, hidronefrosis, infeksi, nefrolithiasis,
tumor/massa
b) Ureter : hidroureter, ureterolithiasis, infeksi, massa, sumbatan/obstruksi
c) Vesica urinaria : massa/tumor, vesicolithiasis, infeksi, pembesaran
prostat
 Mendeskripsikan dan menilai uretrocystography
a) strictura, obstruksi
b) uretrolithiasis
c) infeksi
d) pembesaran prostate

A. BNO
Dalam bidang foto rontgen, terdapat beberapa jenis foto yang digunakan. Dan dalam
bidang uroradiologi dengan rontgen, ada beberapa jenis foto yang familier, yaitu BNO.
BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB (Kidney Ureter Bladder). Sebelumnya mari
kita bedakan dulu antara foto polos abdomen dan foto BNO. Foto polos abdomen tidak
dilakukan persiapan atau urus-urus. Pasien dateng ke radiologi, langsung saja difoto.
Sedangkan foto BNO, pasien diminta untuk melakukan urus-urus misalnya dengan
memakan obat pencahar, meminimalisasi bicara dan merokok, dan puasa tidak makan
pada malam sebelum foto dilakukan, agar udara usus dan fekalitnya minimal.
Persamaannya, yaitu baik foto polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan
kontras.
Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO :
1) Preperitoneal fat line, tampak atau tidak
2) Psoas line dan renal out line, tampak atau tidak
3) Distribusi udara usus, distensi usus, banyak atau sedikit
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada tidaknya semilunar sign (udara di atas
hepar)
5) Bayangan opasitas : batu, massa intra abdomen, deskripsikan letak, ukuran
batu, jumlah batu, bentuk batu
6) Sistema tulang : fraktur, spondilosis, metastase
Gambar 10. Contoh hasil pemeriksaan BNO

Keterangan :
 Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
 Psoas linenya juga nampak.
 Distribusi udara ususnya minimal.
 Tidak ada tanda-tanda pneumoperitoneum
 Tidak ada bayangan opasitas abnormal
 Sistema tulang intak

B. INTRAVENA PIELOGRAPHY (IVP)

Definisi
IVP adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras secara intravena
untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius (ginjal, ureter, vesica urinaria).
Intravena di sini berarti bahan kontras diinjeksikan melalui vena. (Boleh vena mana
saja, contoh : vena mediana cubiti atau vena renalis). Pada saat media kontras
diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti
peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary, sehingga ginjal dan
tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan
mengetahui anatomy serta fungsi ginjal, ureter dan blass. Biasanya IVP didahului dulu
dengan BNO. Sebelum pasien disuntik dengan kontras, pada malam sebelumnya pasien
diminta untuk melakukan urus-urus juga sama seperti pada BNO. Kemudian, pasien
dites alergi dulu, karena kontras yang digunakan dapat menimbulkan reaksi alergi.

Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1. Pemeriksaan IVP membantu mengetahui adanya kelainan pada sistem urinary,
dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
2. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing darah
(hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3. Mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari : batu ginjal,
pembesaran prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.

Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan fungsi
dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang meliputi
 Kelainan kongenital
 Radang atau infeksi
 Massa atau tumor
 Trauma
Diantaranya adalah :
1. Renal agenesis
2. Polyuria
3. BPH (benign prostatic hyperplasia)
4. Congenital anomali : Duplication of ureter n renal pelvis, Ectopia kidney,
Horseshoe kidney, Malroration
5. Hydroneprosis
6. Pyelonepritis
7. Renal hypertention

Kontra indikasi
1. Alergi terhadap media kontras
2. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni :


1. Tidak memiliki riwayat alergi
2. Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur
kadar BUN atau kreatininnya. Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan
dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan
sangat berbahaya bagi pasien.

PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Persiapan Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan
BNO/IVPdilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1 gelas
air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus puasa.
d. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara guna
meminimalisir udara dalam usus.
e. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan, dan
sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk
mengosongkan blass.
f. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan dan penandatanganan informed consent.

2. Persiapan Media Kontras


Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya
disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

Persiapan Alat dan Bahan


a. Peralatan Steril
1) Wings needle No. 21 G (1 buah)
2) Spuit 20 cc (2 buah)
3) Kapas alcohol atau wipes
4) Tourniquet
b. Peralatan Non Steril
1) Plester
2) Marker R/L dan marker waktu
3) Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
4) Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
5) Baju pasien

PROSEDUR PEMERIKSAAN BNO-IVP


1) Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
2) Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc
saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
3) Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat
compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
4) Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi
media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem,
terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.
5) Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran
film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
6) Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30
mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
7) Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi
penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40
8) Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya
dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut
usia).
9) Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect
dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada
kasus pos hematuri.

Gambar 11. Prosedur IVP


Gambar 12. Hasil pemeriksaan IVP

KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi nefrogram dan
sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang
terisi kontras. Warnanya semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja.
Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:
 Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri. Letak
keduanya yaitu setinggi V.T12 – V.L3
 Ukuran ren
 SPC. Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila terjadi
hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat
hidronefrosisnya.
 Ada 4 grade hidronefrosis :
a) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
b) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
c) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
d) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias menggembung.
 Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya yaitu ada
filling defek.
 Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit
yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis,
massa/tumor renal, dll.

Gambar 13. Gambaran IVP menit ke-5


2. Foto 15 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.
3. Foto 30 menit post injeksi (full blass) : Tampak blass terisi penuh oleh kontras
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika
urinaria. Tapi kita fokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada ureter,
yang diamati yaitu :
1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, padahal pasien tidak merasakan
keluhan apa-apa, dan tidak ada pembesaran di proksimal. Berarti ureternya tetep
normal.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter : diameternya, ukurannya normal atau tidak (pembesaran).
4) Dinding ureter : Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler.
5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi
6) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque. Kemudian nyatakan bentuk, jumlah,
ukuran, dan letak batu.

Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis,


ureteritis, cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll.

4. Foto Post Miksi : Tampak blass yang telah kosong.

Gambar 14. Gambaran IVP menit ke-15 s/d 30

Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pemeriksaan BNO-IVP ini.

Kelebihan IVP
1. Bersifat invasif.
2. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat
mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu
ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
3. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat
dilakukan.
4. Radiasi relative rendah
5. Relative aman

Kekurangan IVP
1. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang
diperoleh.
2. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata radiasi yang
diterima dari alam dalam satu tahun.
3. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi pada
pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan lanjut.
4. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.
2. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
3. Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja Siregar.
EGC 1996
4. De Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta Lynn. S. Bickley; Bates Guide
to Physical Examination and History taking, 8 th Edition, Lippincott 2003.
5. Simadibrata MK, 2006. Pemeriksaan abdomen, urogenital dan anorektal. Dalam:
6. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. S, Setiati S, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, hal:51-55.
7. Zubir N. Pemeriksaan abdomen. Dalam: Acang N, Zubir N, Najirman,
Yuliwansyah R, Eds. Buku Ajar Diagnosis Fisik. Penerbit Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. 2008

Anda mungkin juga menyukai