Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ADHD

DOSEN PENGAMPU : EKA ADITHIA PRATIWI., Ners., M.Kep

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4

1. APRIANTI PURNAMASARI (004STYC18)


2. DWI DARMAYANTI (012STYC18)
3. HIKMAH NURUL ASLAMIAH (025STYC18)
4. INDRAWAN PRAYUDA (031STYC18)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI JENJANG S1 KEPERAWATAN
MATARAM
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat dan
Karunia-Nya sehingga kita semua dapat menjalankan aktivitas kita sehari-hari,
khususnya kami yang dengan karunia-Nyalah, kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah dengan tema “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS ADHD”. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhamamd SAW, yang telah membawa kita dari alam yang
gelap gulita menuju alam yang terang benderang.Kami sangat menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan ketidak
sempurnaan kami, baik dari segi penulisan maupun ketajaman analisis permasalahan
didalamnya, Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan guna kesempurnaan dalam penulisan makalah pada masa yang akan datang.
Dan akhirnya kami mengucapkan terimakasih atas kesediaan bapa/ibu/saudara untuk
membaca makalah kami.Serta mohon maaf atas segala kekurangannya. Terdorong
oleh rasa ingintahu, kemauan, kerja sama dan kerja keras, kami serahkan seluruh
upaya demi mewujudkan keinginan ini.

Penulis menyadari pula, bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari
dukungan serta bantuan, baik berupa moral maupun material dari semua pihak
terkait.Oleh kerena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan
terimakasih banyak kepada Dosen dan rekan mahasiswa yang memberikan masukan
dan petunjuk serta saran-saran yang baik.

Mataram, 28 September 2020


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan masalah..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
2.1 Konsep Dasar Penyakit ADHD............................................................ 3
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi.............................................................. 3
2.1.2. Pengertian ADHD..................................................................... 6
2.1.3. Etiologi..................................................................................... 7
2.1.4. Tanda dan Gejala...................................................................... 9
2.1.5. Patofisiologi.............................................................................. 11
2.1.6. Penatalaksanaan Medis............................................................. 12
2.1.7. Komplikasi ............................................................................... 15
2.1.8. Pencegahan .............................................................................. 15
2.1.9. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 16
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ADHD........................................ 16
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 24
Kesimpulan.................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat
gangguan perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan dan gangguan ini dapat terjadi disekolag maupun di rumah
(Isaac, 2005). Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai
dengan masa dewasa (Townsend, 1998). ADHD adalah salah satu alas an dan
masalah kanak-kanak uyang paling umum mengapa anak-anak dibawa untuk
diperiksa oleh para professional kesehatan mental. Konsensus oendapat
professional menyatakan bahwa kira-kira 305% atau sekitar 2 juta anak-anak usia
sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998).
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah
sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat
hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan
bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang
berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
Dewasa ini, anak ADHD semakin banyak. Sekarang prevalensi anak ADHD
di Indonesia meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita
ADHD. Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun
pengaruh lingkungan yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan,
kekurangan omega 3, alergi terhadap suatu makanan, dan lain-lain (Verajanti,
2008).
Kenyataannya ADHD ini tidak selalu disertai dengan gangguan hiperaktif.
Oleh karena itu, makan istilah ADHD di Indonesia, lazimnya diterjemahkan
menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dengan atau tanpa Hiperaktif (GPP/H).
Anak yang mengalami ADHD kerap kali tumpang tindih dengan kondisi-kondisi

1
lainnya seperti disleksia, dispraksia, gangguan menentang dan melawan. (Baihaqi,
2008).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari sistem syaraf?
1.2.2. Apa pengertian dari ADHD?
1.2.3. Apa etiologi dari ADHD?
1.2.4.Apa tanda dan gejala dari ADHD?
1.2.5. Bagaimanakah patofisiologi dari ADHD?
1.2.6. Apa komplikasi dari ADHD ?
1.2.7. Apa pemeriksaan penunjang untuk ADHD ?
1.2.8. Bagaimana pencegahan dari ADHD ?
1.2.9. Bagaimana penatalaksanan medis dan perawatan pada anak dengan
ADHD?
1.2.10. Bagaimana asuhan keperawatan dengan anak ADHD ?

1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi Sistem Saraf.
1.3.2. Untuk mengetahui pengertian dari ADHD.
1.3.3. Untuk mengetahui etiologi dari ADHD.
1.3.4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ADHD.
1.3.5. Untuk mengetahui psikopatologi.
1.3.6. Untuk mengetahui komplikasi dari ADHD.
1.3.7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk ADHD.
1.3.8. Untuk mengetahui pencegahan dari ADHD.
1.3.9. Untuk mengetahui penatalaksanan medis dan perawatan pada anak dengan
ADHD.
1.3.10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan anak ADHD.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Penyakit ADHD
2.1.1. Anatomi Fisiologi
1. Jaringan saraf terdiri dari :
a. Neuron (sel saraf)
Merupakan unit anatomis dan fungsional sistem persarafan.
Bagian-bagian dari neuron yaitu:
1) Badan sel (inti sel terdapat didalamnya).
2) Dendrit : menghantarkan impuls menuju badan sel.
3) Akson : menghantarkan impuls keluar dari badan sel.

Klasifikasi neuron berdasarkan bentuk yaitu

1) Neuron unipolar Terdapat satu tonjolan yang bercabang dua dekat


dengan badan sel, satu cabang menuju perifer dan cabang lain
menuju SSP (neuron sensorik saraf spinal).
2) Neuron bipolar Mempunyai dua tonjolan, 1 akson dan 1 dendrit.
3) Neuron multipolar Terdapat beberapa dendrit dan 1 akson yang
dapat bercabangcabang banyak sekali.

Sebagian besar organela sel pada neuron terdapat pada sitoplasma


badan sel. Fungsi neuron : menghantarkan impuls saraf keseluruh
tubuh (somatik dan viseral). Impuls neuron bersifat listrik disepanjang
neuron dan bersifat kimia diantara neuron (celah sinap / cleft sinaptik)
Zat kimia yang disinteis neuron dan disimpan didalam vesikel ujung
akson disebut neurotransmiter yang dapat menyalurkan impuls.
Contoh neurotransmiter : asetilcolin, norefineprin, dopamin, serotonin,
gama aminobutirat (GABA).

b. Sel penyokong (Neuroglia pada SSP & sel schwann pada SST).

3
Ada 4 neuroglia yaitu
1) Mikroglia : berperan sebagai fagosit.
2) Ependima : berperan dalam produksi CSF
3) Astrosit : berperan menyediakan nutrisi neuron dan
mempertahankan potensial Biolelektrik.
4) Oligodendrosit : menghasilkan mielin pada SSP yang merupakan
selubung neuron.
c. Mielin
a. Komplek protein lemak berwarna putih yang menutupi tonjolan
saraf (neuron).
b. Menghalangi aliran ion Na & K melintasi membran neural.
c. Daerah yang tidak bermielin disebut nodus ranvier.

2. Mekanisme Penghantaran
Impuls Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat
berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi
sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis
dan neuron sistem saraf autonom (viseral). Otak dibagi menjadi
telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon.
Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang
memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke
bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal
dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin
oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna,
yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus

4
arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan
kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005,
Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran
semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui
membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat
(keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju
cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran
terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+
sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih besar daripada
aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan perbedaan
potensial tetap sekitar -80mV yang dapat diukur di sepanjang membran
plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar.
Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential). (Snell.
2007).
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan
ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma.
Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks
cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi,
besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya
berlangsung selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran
terhadap ion Na+ segera menghilang dan diikuti oleh peningkatan
permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari
sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial
istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls
saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu
potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang
tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi

5
diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl-
melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan
hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel. (Snell. 2007)

2.1.2. Pengertian ADHD


Attention Deficit Hyperactive Disorder atau ADHD adalah nama yang
diberikan untuk anak-anak, remaja dan beberapa orang dewasa, yang kurang
mampu memperhatikan, mudah dikacaukan, dengan over aktif dan juga
impulsif. Manual of Mental Disorder edisi ke-5 (DSM-5) mendefinisikan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan fungsi
perkembangan saraf dengan gejala berupa ketidakmampuan memusatkan
perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia
perkembangan.
Menurut Baihaqidan dugiarman (2006: 2) mendefinisikan secara
umum bahwa, ADHD adalah kondisi anak-anak yang memperlihatkan ciri-ciri
atau gejala kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagai besar aktivitas hidup mereka.
Pengertian ini didukung oleh Peters dan Douglas (dalam Rusmawati &
Dewi, 2011: 75) yang mendeskripsikan “attention deficit hyperactivity
disorder” (ADHD), sebagai gangguan yang menyebabkan individu memiliki
kecendrungan untuk mengalami masalah pemusatan perhatian, control diri,
dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.
Sedangkan menurut Barkley (2006 dalam Rusmawati & Dewi. 2011 :
75) ADHD adalah hambatan untuk megatur dan memeperhatikan perilaku
sesuai peraturan dan akibat dari perilaku itu sendiri. Gangguan tersebut
berdampak pada munculnya masalah untuk menghambat, mengawali, maupun
mempertahankan respon pada suatu situasi.
DSM-IV (APA 2000, dalam Lovecky, 2004 : 45) mengambarkan
ADHD sebagai gangguan yang dapat dideteksi sebelum anak usia 7 tahun,

6
namun dalam prakteknya banyak orang yang tidak mendiagnosis hal ini
sampai dengan bertambah ADHD dibagi menjadi 3 subtipe: tipe predominan
tidak adanya perhatian, tipe predominan hiperaktif/impulsive, dan tipe
kombinasi yang ditandai oleh adanya perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas
tingkat tinggi (APA, 2000 dalam Nevid, Rathus & Greene, 2005:160)
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat diavil kesimpulan
bahwa ADHD adalah salah satu gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif
serta impulsifitas yang dapat terdeteksi sejak usia dini.

2.1.3. Etiologi
Penilitian terhadap penyebab ADHD masih tetap berlangsung, laporan
mengenai ADHD semakin hari juga semakin banyak. Sudah sejak lama
didiskusikan sama seperti gangguan psikiatrik lainnya apakah ADHD
sebenarnya adalah gangguan yang berasal dari gangguan neurologis di otak,
atau disebabkan oleh faktor pengasuhan orang tua. Beberapa hal sebagai
faktor penyebab ADHD kini sudah semakin jelas, yaitu:
1. Faktor genetik (keturunan)
Dari penelitian faktor keturunan pada anak kembar dan anak adopsi,
tampak bahwa fakror keturunan membawa peran sekitar 80%. Dengan
kata lain bahwa sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang
mempunyai gejala ADHD di kehidupan bermasyarakat akan ditentukan
oleh faktor genetic. Anak dengan orang tua yang menyandang ADHD
mempunyai delapan kali kemungkinan mempunyai resiko mendapatkan
anak ADHD. Namun, diketahui gen mana yang menyebabkan ADHD
(Paternotte & Buitelaar, 2010:17).
2. Faktor fungsi otak
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa secara biologis ada dua
mekanisme di dalam otak yaitu pengaktifan sel-sel saraf (Eksitasi) dan
penghambat sel-sel saraf (inhibisi). Pada reaksi eksitasi sel-sel saraf

7
terhadap adanya rangsangan dari luar adalah melalui panca indra. Dengan
reaksi inkubasi sel-sel saraf akan mengatur bila terlalu banyak eksitasi.
Pada perkembangan seorang anak pada dasarnya mengaktifan sistem-
sistem ini adalah perkembangan terbanyak. Pada anak kecil, sistem
pengereman atau sistem hambatan berjumlah cukup berkembang setiap
balita bereaksi impulsive, sulit menahan diri, dan menganggap dirinya
pusat dari dunia. Umumnya sistem inkubasi akan mulai pada usia 2 tahu,
dan pada usia 4 tahun akan berkembang secara kuat. Tampaknya anak
ADHD perkembangan sistem ini lebih lembut, dan juga dengan kapasitas
yang lebih kecil. Sistem penghambat atau pengereman di otak bekerja
kurang kuat atau kurang mencukupi. Dan penelitian juga disebutkan
bahwa adanya neuro-anatomi dan neuro-kimiawi yang berbeda antara
anak yang menyandang ADHD dan tidak (Paternotte & Buitelaar,
2010:19).
3. Faktor lingkungan
Saat ini tidak lagi diperdebatkan apakah ADHD disebabkan oleh
lingkungan ataukah gen, namun sekarang lebih mengarah pada
bagaimana hubunga atau interaksi yang terjadi antara faktor genetic dan
lingkungan. Dengan kata lain, ADHD juga bergantung pada kondisi gen
tersebut dan efek negative lingkungan, bila hal ini terjadi secara
bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan penuh resiko.
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan secara luas, termasuk
lingkungan psikologis (relasi dengan orang lain, sebagai kejadian dan
penanganan yang telah diberikan), lingkungan fisik (makanan, obat-
obatan, menyinaran), lingkunga biologis (cedera otak, radang otak,
komplikasi saat melahirkan) (Paternotte & Buitelaar, 2010:18).
Sedangkan dalam Flanagen (2002 :3) disebutkan bahwa pada dasarnya
penyebab ADHD belum pasti, namun beberapa ilmuan yakin dasarnya ADHD

8
bukan disebabkan oleh kerusakan otak atau alergi makanan. Beberapa
hipotesis penelitian menyebutkan penyebab dari ADHD adalah :
1. Keturunan/ faktor ggenetik, banyak anak yang menderita ADHD
mempunyai kerabat dekat yang tampak memiliki gejala serupa.
2. Defisit neurotransmitter, dua neurotransmitter pada otak tampak berperan
dalam regulasi jumlah pembangkitan dan perhatian. Kedua
neurotransmitter tersebut noradrenaline dan dopamine. Konsumsi obat
mempengaruhi regulasi keduannya.
3. Kelambatan perkembangan sistem pembangkit otak, pengobatan
stimulant meningkatkan pembangkit ada beberapa indikasi bahwa
kemungkinan anak-anak ADHD menderita kelambatan pembangkitan
yang membuat mereka tidak sensitive terhadap rangsangan yang datang.
4. Perkembangan otak yang abnormal, tidak berfungsinya lobus frontal.
Lobus frontal adalah area pada otak yang mengumpulkan input auditori
dari visual yang berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa lobus ini
didomvardir dengan banyak informasi yang tidak tersaring dan tidak
sesuai.
Dari gambaran diatas terlihat ADHD tidak hanya disebabkan oleh satu faktor
saja melainkan multi faktor yang satu dengan yang lainnya saling
berhubungan.

2.1.4. Tanda dan Gejala


Menurut Diagnostic and Satatistical Manual of Mental Disorder (DSM),
terdapat 3 gejala utama ADHD, yaitu :
1. Inatensi
Yaitu anak ADHD menujukkan kesulitan memusatkan perhatian
dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis kelamin yang
sama. Masalah tersebut antara lain:

9
a. Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara
detail/rinci
b. Sering membuat kesalahan karena ceroboh
c. Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas-tugas atau aktivitas
bermain
d. Segera tidak mendengar sewaktu diajak bicara
e. Sering tidak mengikuti perintah/cenderung menentang dan tidak
memahami perintah
f. Sering tidak dapa mengorganisir / mengatur tugas-tugas / aktivitasnya
g. Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas-tugas
yang menuntut ketahanan mental
h. Sering kehilangan barang
i. Perhatiannya mudah beralih
j. Pelupa

2. Hiperaktif
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan
atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik
maupun verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan
hiperaktivitas:
a. Kaki dan tangan tidak dapat tenang
b. Berteriak-teriak di tempat duduknya
c. Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
d. Berlari kesana kemari
e. Sulit melakukan aktivitas/bermain dengan tenang
f. Ada saja hal yang dilakukan
g. Seringkali berbicara dengan suara yang keras

3. Impulsivitas atau Perilaku Impulsif

10
Anak yang menderita ADHD pada umumnya tidak mampu menghambat
tingkah lakunya pada waktu memberikan respon terhadap tuntutan
situasional dibandingkan dengan anak normal dengan umur dan jenis
kelamin yang sama. Berikut merupakan perilaku impulsif yang mencirikan
sebagai anak penderita ADHD:
a. Menjawab sebelum selesai pertanyaan
b. Sulit menunggu giliran
c. Sering menginterupsi atau mengintrusi orang lain (misal orang lain
sedang berbicara atau bermain)

2.1.5. Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa
area kortek frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal
kortek itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab
terhadap patofisiologi ADHD.5 Mekanisme inhibitor di kortek, sistem limbik,
serta sistem aktivasi reticular juga dipengaruhi. ADHD dapat mempengaruhi
satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil yang
berbeda dari ADHD.
Sebagaimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk
mengatur agar pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus,
membuat keputusan yang baik, membuat suatu rencana, belajar dan
mengingat apa yang telah kita pelajari,serta dapat menyesuaikan diri dengan
situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi untuk mencegah
agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol,serta marah
pada keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita
berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain.
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-
inhibitor disorder” seperti perilaku impulsif, quick temper, membuat

11
keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain.Sedangkan sistem limbik
mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem limbik teraktivasi
secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil, temperamen
yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun yang
ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang
normal mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal,
rutinitas tidur normal, dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem
limbik mengakibatkan terjadinya masalah pada hal tersebut.
Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek
prefrontal mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi.
Selama pemeriksaan juga terlihat hambatan respon motorik yang berasal dari
isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga menunjukkan aktivitas yang
melemah pada korteks prefrontal inferior kanan dan kaudatum kiri.
Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi lobus frontal adalah
katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat sebagai
fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan
hubungan sosial, serta mengontrol aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan
dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap
peranan norepinefrin dalam menimbulkan ADHD juga ditunjukkan dari hasil
penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar norepinefrin dengan
penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam
memperbaiki gejala dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah
penggunaan monoamine oxidaseinhibitor, yang mengurangi pemecahan
terhadap norepinefrin sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan
menyebabkan gejala ADHD berkurang

2.1.6. Penatalaksanaan Medis


1. Pengobatan

12
Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan
berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi
perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping
pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan
penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu (Delphie, 2006).
Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk
mengobati ADHD antara lain :
a. Metilfenidat (Ritalin) Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi.
Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau
kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap
dalam 2 hari.
b. Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall) Dosis 3-40
dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau
adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek
supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.
c. Pemolin (Cylert) Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi
keperawatan pantay peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu
makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang
lengkap.

2. Perawatan
Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan
orang tua terhadap anak yang menderita ADHD antara lain :
a. Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah
dan rumah.
b. Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang
merusak di rumah, mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri.

13
c. Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di
kelas, meningkatkan kemampuan akademik serta mengajarkan
perilaku pro sosial dan regulasi diri.
d. Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di
rumah dan keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan
perlakukan tambahan dan pokok dalam program terapi.
e. Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan
individu yang berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan
permasalahan suami istri.
f. Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan
orang tua anak ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman
mengenai permasalahan umum dan memberi dukungan moral.
g. Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak
dapat membahas permasalahan dan curahan hati pribadinya
Menurut Videbeck (2008) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
pada anak dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD)
antara lain :
a. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :
1) Hentikan perilaku yang tidak aman.
2) Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima
dan yang tidak dapat diterima.
3) Berikan pengawasan yang ketat.
b. Meningkatkan performa peran dengan cara :
1) Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan.
2) Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas
dari distraksi untuk menyelesaikan tugas).
c. Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :
1) Dapatkan perhatian penuh anak.
2) Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil.

14
3) Izinkan beristirahat.
d. Mengatur rutinitas sehari-hari
1) Tetapkan jadual sehari-hari.
2) Minimalkan perubahan.
e. Penyuluhan dan dukungan kepada klien atau keluarga dengan
mendengarkan perasaan dan frustasi orang tua.
f. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD.

2.1.7. Komplikasi
Komplikasi ADHD yaitu:
a. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas .
b. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika ( sering kali akibat abnormalitas konsentrasi ).
c. Hubungan dengan teman sebaya buruk ( sering kali perilaku agresif dan
kata-kata yang diungkapkan ).
d. IQ rendah / kesulitan belajar ( anak tidak duduk tenang dan belajar ).
e. Resiko kecelakaan ( karena impulsivitas ).
f. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya ( perilakunya
membuat anak-anak lainnya marah ).

2.1.8. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
a. Skrining DDTK pada ADHD.
b. Perawatan saat hamil ( hindari obat – obatan dan alkoholic ) untuk orang
tua.
c. Asupan nutrisi yang seimbang.
d. Berikan rutinitas yang terstruktur ( membantu anak untuk mematuhi
jadwal yang teratur).

15
e. Manajemen perilaku (dapat mendorong anak untuk fokus pada apa yang
mereka lakukan).

2.1.9. Pemeriksaan penunjang


Menurut Doenges, 2007 pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain :
1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau
hipotiroid yang memperberat masalah.
2. Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan
otak organic.
3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,
mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu
belajar dan mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa.

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ADHD


Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima tahap
yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.

2.2.1. Pengkajian

1. Anamesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, pendidikan. ADHD terjadi pada anak usia 3 th, laki – laki
cenderung memiliki kemungkinan 4x lebih besar dari perempuan untuk
menderita ADHD

16
b. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki atau tangannya
bergerak terus.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Orang tua atau pengasuh melihat tanda – tanda awal dari ADHD :
1) Anak tidak bisa duduk tenang.
2) Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah.
3) Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada keluarga apakah anak dulu pernah mengalami cedera
otak.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetic yang diduga
sebagai penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
f. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual :
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman dan membina
hubungan dengan teman sebaya nya karena hiperaktivitas dan
impulsivitas.
g. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Prenatal : Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan alcohol atau
obat-obatan selama kehamilan.
2) Natal : Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit selama
persalinan. lahir premature, berat badan lahir rendah (BBLR).
3) Postnatal : Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan
imunisasi apa tidak.
h. Riwayat Imunisasi
Tanyakan pada keluarga apakah anak mendapat imunisasi lengkap.
1) Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B.
2) Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio I.

17
3) Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan Polio 2.
4) Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II dan Polio 3.
5) Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan Polio 4.
6) Usia 9 bulan anak mendapat imunisasi campak.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Penampilan : -
2) Kesadaran : Composmentis
3) Vital Sign: -
b. Tinggi Badan : -
c. Berat Badan : -
d. Kepala dan Leher :
Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien
dapat menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada
pembengkakan kelenjar tyroid dan limfe.
e. Mata (Penglihatan)
Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis,
fungsi penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu,
tidak ada peradangan dan pendarahan.
f. Telinga (Pendengaran)
Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika
dipanggil langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan
pendarahan.
g. Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik tidak terdapat kotoran pada
hidung, tidak terdapat polip.
h. Mulut (Pengecapan)

18
Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi
pengecapan baik, mukosa bibir kering.
i. Dada (Pernafasan)
Bentuk dada simetris, tidak ada gangguan dalam bernafas, tidak ada
bunyi tambahan dalam bernafas, dengan frekuensi nafas.
j. Kulit
Terlihat kusam atau tidak, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit
baik (dapat kembali dalam 2 detik).
k. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang
melekat pada kulit.
l. Ekstremitas Atas dan Bawah
Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas
dan bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atau tidak.
m. Genetalia
Klien berjenis kelamin pasien laki-laki atau perempuan.

3. Activity daily living ( ADL ) :


a. Nutrisi : Anak nafsu makan nya berkurang (anaroxia).
b. Aktivitas : Anak sulit untuk diam dan terus bergerak tanpa tujuan.
c. Eliminasi Anak tidak mengalami ganguan dalam eliminasi.
d. Istirahat tidur Anak mengalami gangguan tidur.
e. Personal Hygiene Anak kurang memperhatikan kebersihan dirinya
sendiri dan sulit di atur.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas.


2. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan tidak adekuatnya tingkat
kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan koping.

19
3. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan perubahan proses pikir.

2.2.3. Intervensi

No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


DX Hasil
1. Setelah dilakukan 1. Bantu pasien dan 1. Untuk
tindakan keperawatan anggota keluarga meningkatkan
selama 2x24 jam, mengidentifikasi kesadaran pasien
pasien mampu situasi dan bahaya dan keluarga
melakukan aktivitas yang dapat tentang
yang tidak berbahaya. mengakibatkan kemungkinan
Kriteria Hasil : kecelakaan. bahaya.
Pasien dan anggota 2. Anjurkan pasien dan 2. Untuk mengurangi
keluarga keluarga untuk kemungkinan
mempraktikkan mengadakan cedera.
keamanan dan perbaikan dan
melakukan tindakan menghilangkan
kewaspadaan di rumah. kemungkinan
keamanan dari
bahaya. 3. Pengajaran yang
3. Beri dorongan dilakukan oleh
kepada orang orang tua dapat
dewasa untuk meningkatkan
mendiskusikan keamanan di rumah.
peraturan keamanan

20
terhadap anak. 4. Dapat mengubah
4. Rujuk pasien ke lingkungan dalam
sumber-sumber mencapai tingkat
komunitas yang keamanan yang
lebih tepat. optimal.
Setelah dilakukan 1. Dorong pasien untuk 1. Untuk membentuk
tindakan keperawatan menggunakan kembali
3x24 jam, pasien system pendukung keseimbangan
mampu ketika melakukan psikologis dan
mengomunikasikan koping. mencegah krisis.
perasaan tentang situasi 2. Identifikasi dan 2. Untuk menghindari
saat ini. turunkan stimulus beban sensori dan
Kriteria hasil : yang tidak perlu persepsi yang
Pasien menggunakan dalam lingkungan. berlebihan pada
system pendukung 3. Jelaskan kepada pasien.
yang tepat seperti orang tua semua 3. Untuk mengatasi
keluarga dan teman terapi dan prosedur rasa takut dan
untuk membantu dalam dan jawab memungkinkan
melakukan koping. pertanyaan pasien. pasien mendapatkan
kembali rasa
control.
4. Rujuk pasien untuk 4. Meningkatkan
melakukan konseling objektivitas dan
pada psikolog. mengembangkan
pendekatan
Setelah dilakukan 1. Anjurkan klien 1. Membangun
tindakan keperawatan dalam membangun hubungan dengan
3x24 jam diharapkan hubungan teman, teman dan keluarga
interaksi sosial berjalan keluarga. dapat memberikan

21
baik. stimulus pada anak
Kriteria Hasil: untuk berinteraksi.
Interaksi dengan teman, 2. Anjurkan 2. Aktivitas sosial dan
interaksi dengan beraktivitas sosial komunitas dapat
tetangga, interaksi dan komunitas membentuk
dengan keluargadapat perilaku anak yang
berjalan dengan baik positif. 
dan lancar. 3. Penggunaan
3. Anjurkan komunikasi verbal
penggunaan mengajarkan anak
komunikasi verbal untuk
berkomunikasi
dengan baik.
4. Tanggapan positif
4. Berikan tanggapan pada anak dapat
positif ketika klien menimbulkan rasa
bergaul dengan yang percaya diri anak
lain dalam bergaul
dengan orang lain. 
5. Kelompok kecil
5. Anjurkan dapat memberikan
merencanakan stimulus pada anak
kelompok kecil dalam berinteraksi
untuk aktivitas dengan baik
tertentu

2.2.4. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatf dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

22
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Beberapa pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan (kozier et al,. 1995) adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan respon klien


Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
b. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam
rencana intervensi keperawatan. Harus dapat menciptakan adaptasi
dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan pesan serta
untuk merawat diri sendiri (self care). Menekankan pada aspek
pencegahan dan upaya peningkatkan status kesehatan. Dapat menjaga
rasa aman, harga diri, dan melindungi klien. Memberi pendidikan,
dukungan dan bantuan. Bersifat holistic. Kerjasama dengan profesi lain.
Melakukan dokumentasi.

2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa data, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan
tersebut, dapat dicapai secara efektif.

23
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Manual of Mental Disorder edisi ke-5 (DSM-5) mendefinisikan Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan fungsi perkembangan
saraf dengan gejala berupa ketidakmampuan memusatkan perhatian,
hiperaktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia perkembangan.
ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk
peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian;
kesulitan mempertahankan kontrol impuls, overaktifitas motorik dan kegelisahan
motorik. Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Beberapa hal yang menjadi
faktor penyebab ADHD yakni faktor genetic, faktor fungsi otak dan faktor
lingkungan.
Menurut Isaac (2005) anak dengan ADHD atau attention Deficit
Hyperactivity Disorder mempunyai ciri-ciri anrtara lain: Sulit memberikan
perhatian pada hal-hal kecil. Melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan
sekolah. Sulit berkonsentrasi pada satu aktivitas. Berbicara terus, sekalipun pada
saat yang tidak tepat. Berlari-lari dengan cara yang disruptif ketika diminta untuk
duduk atau diam. Terus gelisah atau menggeliat. Sulit menunggu giliran.

24
DAFTAR PUSTAKA

Saputo, Dwidjo Dr. 2009. ADHD ( Attention Deficit Hyperactive Disorder ). Jakarta :
CV Sagung Seto.

Sugiarmin & Baihaqi. 2006. Memahami dan Membantu Anak ADHD. Jakarta : PT
Refika Aditama.

Taylor, Cynthia. 2013. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wilksinson, Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC

DSM IV. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders. 4th edition. American Psychiatric Association,
Washington DC. 1994. p. 78-85..

Suyanto, Bestari Nindya & Wimberti, Supra., 2019. Program Intervensi Musik
Terhadap Hiperaktivitas Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Gajah Mada Journal Of Profesional Psychology. Vol 5 Hal 15-25.

25

Anda mungkin juga menyukai