Anda di halaman 1dari 6

Tugas MID

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


“HIPOSPADIA”

OLEH:

NAMA : NUR HALIKI


NIM : P201901015
KELAS : T.1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
Hipospadia

A. Konsep Medis
Hipospadia adalah suatu kelainan yang menyebabkan letak lubang kencing (uretra)
bayi laki-laki menjadi tidak normal. Kondisi ini merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Pada
kondisi normal, uretra terletak tepat di ujung penis. Akan tetapi, pada bayi dengan
hipospedia, uretra berada di bagian bawah penis.
Hipospedia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis
pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal
disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991).

B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimb angan hormone androgen (kurang/ tidak) yang mengatur
organogenesis kelamin (pria).
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen .
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi. Bahan teratogenik adalah
bahan-bahan yangdapat menimbulkan terjadinya kecacatan pada janin selama dalam
kehamilan ibu. Misalnya alcohol, asap rokok, polusi udara, dll.

C. Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang
ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga
akhirnya di perineum.
Manifestasi Klinik :
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringaj sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala Hipospadia antara lain :
1. Jika berkemih, anak harus duduk.
2. Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis.
3. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis.
4. Penis melengkung ke bawah.
5. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis.
6. Semprotan air seni yang keluar abnormal.

E. Type Hipospadia
Beberapa type hipospadia :
1. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar
(skrotum).
2. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah zakar
(skrotum).
3. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar (skrotum)
danbatang penis.
4. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal penis.
5. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari batang
penis.
6. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian ujung batang
penis.
7. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius
penis(cekungan kepala penis).
8. Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis hanya
letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.

F. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
 Inspeksi : genitalia menunjukkan letak abnormal uretra.
 Bayi atau anak laki-laki tidak dapat berkemih dengan penis berada pada posisi naik
yang normal.

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan faktor fisik, contoh : kerusakan kulit / jaringan (insisi)
ditandai dengan:
Do : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah, perubahan tanda vital.
Ds : Laporan nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma bedah di tandai dengan:
Do : Kerusakan permukaan kulit, gangguan penyembuhan.
Ds : Laporan luka masih belum sembuh.
3. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan bedah diversi, trauma jaringan
ditandai dengan:
Do : Perubahan jumlah, karekter urine.
Ds : Susah dalam buang air kecil.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kontaminasi kateter selama
pemasangan ditandai dengan:
Do : Warna keluaran berubah (agak keruh).
Ds : -
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan di
tandai dengan kurang terpajan / mengingat ditandai dengan:
Do : Tidak akurat mengikuti instruksi.
Ds : Meminta informasi, menyatakan masalah.

Tujuan : nyeri berkurang (DX I)


K/H :
- Menyatakan nyeri terkontrol.
- Menunjukkan nyeri hilang, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karekteristik, intensitas (skala 0-10).
2. Dorong pasien untuk menyatakan masalah.
3. Berikan tindakan kenyaman misal: ubah posisi.
4. Dorong penggunaan teknik relaksasi.
5. Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi mil: narkotik, analgen.
Implementasi
1. Mengkaji nyeri, mencatat lokasi nyeri, karekteristik, intensitas (skala 0-10).
2. Mendorong pasien untuk menyatakan masalah dimana, bagaimana nyeri
tersebut.
3. Memberikan tindakan kenyamanan, misalnya mengubah posisi pasien.
4. Mendorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya bimbingan imajinasi, dan
visualisasi.
5. Memberikan obat sesuai indikasi, misalnya narkotik, dan analgesik.
Rasional :
1. Membantu mengevaluasi: derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesik
atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi.
2. Menurunkan ansietas / takut dapat meningkatkan relaksasi / kenyamanan.
3. Mencegah ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkat
kemampuan koping.
4. Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali
perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan.

Tujuan : Kulit normal tidak terlihat rusak (DX II)


K/H : Menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu tanpa komplikasi.
- Sokong insisi bila mengubah posisi, batuk, napas dalam dan ambulasi.
- Observasi insisi secara periodik.
- Berikan perawatan insisi rutin.
Implementasi
1. Menyokong insisi bila mengubah posisi, batuk, napas dalam dan ambulasi.
2. Mengobservasi insisi secara periodik.
3. Memberikan perawatan insisi rutin.
Rasional :
1. Menurunkan kemungkinan jahitan terbuka.
2. Mempengaruhi pilihan intervensi.
3. Meningkatkan penyembuhan.

Tujuan : Eliminasi urine normal / menjadi seperti sebelum sakit (DX III).
K/H : Menunjukkan aliran urine terus menerus dengan haluaran urine adekuat untuk
situasi individu.
Intervensi
1. Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran urien tiba-tiba.
2. Observasi dan catat warna urine.
3. Tunjukkan teknik katerisasi sendiri.
4. Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akura.
5. Awasi tanda vital.
Implementasi
1. Mencatat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran urine tiba-tiba.
2. Mengobservasi dan catat warna urine.
3. Menunjukkan teknik katerisasi sendiri.
4. Mendorong peningkatan cairan.
5. Mengawasi tanda vital.
Rasional :
1. Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan abstuksi / disfungsi.
2. Urine dapat agak kemerahmudaan, yang seharusnya jernih sampai 2-3 hari.
3. Kateterisasi periodik mengosongkan wadah.
4. Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik.
5. Indikator keseimbangan cairan menunjukkan tingkat hidrasi dan ke efektifan
terapi penggantian cairan.
Evaluasi
1. Penilaian untuk perubahan yang dirasa / aktual.
2. Komplikasi dapat dicegah / minimal.
3. Prosedur/prognosis, program terapi, potensial komplikasi dipahami dan sumber
pendukung teridentifikasi.

Anda mungkin juga menyukai