Kep
Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II
KELOMPOK III:
Ayu Devayanti (P202102008)
KasmaWati (P201901020)
Irma Lestari (P201901016)
Novika Andriani (P201901028)
Nofiatri Ilyas (P202102007)
Siti Badriah Ruslin.L (P201901033)
Yamin (P201901014)
Wa Ode Sudarti (P201801067)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan Asuhan Keperawatan berjudul Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT). Penulisan Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu tugas dalam Mata Kuliah
Keperawatan Kesehatan Jiwa II di Universitas Mandala Waluya Kendari.
Dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini masih banyak kekurangan, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
menyempurnakan pembuatan Asuhan Keperawatan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak
yang membantu dalam proses pembuatan Asuhan Keperawatan. Diharapkan tugas ini dapat
menjadi penambah wawasan kita dan bermanfaat untuk pembaca.
Penyusun
2
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap perempuan
maupun anak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosonal dan seksual pada
anakanak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan terhadap suami atau istri
dan penganiayaan lansia. Perilaku penganiyaan dan prilaku kekerasan yang tidak akan dapat
diterima bila dilakukan oanng yang tidak dikenal sering kali di tolerannsi selama bertahun-
tahun dalam keluarga. Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan
tempat yang aman dan anggotanya merasa dicintai dan terlindung, dapat menjadi tempat
palinng berbahaya bagi korban.
B. Rentang Respon Marah
Tindakan kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun ornag lain. Sering disebut
juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor
dengan gerkan motorik yang tidak dikontrol.
- Asertif : Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.
- Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.
- Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami.
- Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
- Amuk : Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.
C. Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga
1. Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang
orang lain datanng kerumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang
3
terjadi. Anak dan wanita yang mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh
penganiaya bahwa mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut.
Anak-anak mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan
mereka kan dibunuh jika oranng diluar keluarga mengetahui penganiayaan tersebut.
Mereka ditakuti agar mereka menyimpan rahasia atau mencegah orang lain mencampuri
“ urusan keluarga yang pribadi
2. Kekuasaan dan kontrol
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam
posisi berkuasa daan memilki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak,
pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap
korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-
satunya anggota keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan
untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan
penganiayaan emosional dengan meremehkan atau menyalahkan korban dan sering
mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga,
baik yang nyata atau dibayangkan, biasanya menyebabkan peningkatan prilaku
kekerasan (singer at al, 1995).
3. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
yang lain Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan
kekerasan dalam keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-alkohol tidak
menyebabkan individu menjadi penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung
menggunakan alkohol atau obat-obatan lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya
dalam rumah tangga juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang
mengalami penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol mencapai
50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa alkohol dapat menguurangi inhibisi dan
membuat perilaku kekerasan lebiih intens atau sering (denham, 1995).
Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap
pasangan kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s division of
violence prevention melaporkan bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alkohol atau
obat yang berlebiihan yang dikaitkan dengan penganiayaan seksual.
4. Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial (humphreeys, 1997;tyra, 1996).
Transmisi antargenerasi menunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan
suatu pola yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam
keluarga akan belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara
menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi
4
tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi penganiayaa atau
pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan
prilku kekerasan yang terus ada.
D. Faktor Presdiposisi
Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua,
insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini
berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi
hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya
peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan
bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa
contoh dari pengalaman tersebut :
- Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan secara
efektif.
- Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak, atau
seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust) dan
harga diri.
- Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau
koping.
Faktor Sosial Budaya
Social Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat
di pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan
makan semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap
keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya.
Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh internal; orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan
mereka yang tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak boleh
beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak mendapatkan apa yang dia inginkan.
5
Contoh eksternal; seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang
dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara
asertif.
Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata
menimbulkan perilaku agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,
mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah serotonin,
dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang
mendukung :
- Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.
- Sering mengalami kegagalan.
- Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
- Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
teramcam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan
adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam,
mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh
karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan
secara psikis, kehilangan hubungan yang di anggap bermakna dan adanya kritikan dari
orang lain. Sedangkan stressor dari internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintainya, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku
kekerasan terbagi dua, yaitu :
- Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
- Lingkungan : Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga, konflik interaksi social
E. Etiologi
6
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise
yang tidak terpenuhi.
Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika
ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
Hilangnya harga diri; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan
merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
F. Tanda dan Gejala
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan,
tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan
yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:
- Perubahan fisiologi Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat,
pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-
kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
- Perubahan Emosional Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak
tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
- Perubahan Perilaku Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.
- Menyerang atau menghindar (fight of flight) Pada keadaan ini respon fisiologis timbul
karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi
HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
- Menyatakan Secara Asertif (Assertiveness) Perilaku yang sering ditampilkan individu
dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu
dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
- Memberontak (acting out) Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik
perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
7
- Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan
G. Lingkup Rumah Tangga
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
1. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan
perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan);
dan/atau.
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
(Pekerja Rumah Tangga)
H. Bentuk-Bentuk KDRT
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat (Pasal 6).
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7)
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): a. Pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b.
Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada
di bawah kendali orang tersebut (pasal 9)
I. Siklus Penganiayaan Dan Kekerasan
8
Alasan lain yanng sering diajukan menngapa wanita sulit meninggalkan hubungan
yanng abusive ialah siklus kekerasan atau penganiayaan.
J. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri.(Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33). Kemarahan merupakan ekspresi
dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi
formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
K. Psikopatologi
9
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian
kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yan g menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap
marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa
perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit
fisik.
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata
yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan
lega, menu runkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000).
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan
individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah
bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan
tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain
maupun lingkungan.
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa
tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya
sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa
bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang
ditujukan kepada diri sendiri (Depkes, 2000).
10
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ny. T, umur 36 tahun sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga(KDRT) yang
dilakukan oleh suaminya. Sudah 2 tahun terakhir semenjak suami Ny. T tidak bekerja sikapnya
berubah sering kasar, marah-marah, memukulinya. Menurut kakak Ny. T, Ny. T belum dikarunia
anak dan Ny.T bekerja sebagai karyawan di bank swasta. Suami Ny.T sering bertengkar karena Ny.
T terlambat pulang karena rapat. Ny.T sudah menjelaskan tentang alasan keterlambatan pulangnya,
tetapi suaminya tidak percaya, karena marah Ny.T didorong hingga jatuh dan pipinya terbentur
dimeja. Suami Ny. T pun juga sering marah apabila istri tidak memenuhi kebutuhan suami dan
terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam hubungan seksual. Menurut kakaknya Ny.
T, saat ini kondisinya sering melamun, merasa takut dan terancam, pandangan kosong, lebih sering
menyendiri, tidak mau berbicara sehingga Ny. T tidak bekerja lagi, tidak ada kontak mata. Karena
khawatir dengan kondisi adiknya, maka kakaknya membawanya konsultasi ke rumah sakit jiwa.
Hasil pengkajian diperoleh terdapat luka lebam/memar disekujur tubuh dan tampak memar pada
pipi kiri,. Saat ditanya tentang suaminya dia hanya diam dan meneteskan air mata.
11
PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
PRODI S1 KEPERAWATAN
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. T Tanggal Pengkajian : 12 November 2021
Umur : 36 tahun RM. No. : 042346
Informan : Pasien & keluarga pasien
12
Klien mengalami KDRT sejak dua tahun yang lalu, klien hingga saat ini belum memiliki
anak. Klien sering dipukuli suaminya apabila klien sering terlambat pulang kerja. Klien
merasa takut dan terancam. Klien mengatakan sakit dibagian tubuhnya
Masalah Keperawatan : Ansietas
IV. FISIK
1. Tanda Vital : TD: 120/80 mmHg N: 80x/menit S: 37oC P: 20x/menit
2. Ukur : TB: 156 cm BB: 50 kg
3. Keluhan fisik : Ya Tidak
Penjelasan : Terdapat luka dibagian sekujur tubuh klien, luka memar lebam, akibat pukulan dari
suaminya.
Masalah Keperawatan: Kerusakan integritas kulit
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
X X X X
? ? ? ?
?
?
? 3 ?
6
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Pasien
? : Tidak diketahui
: Hubungan sedarah
: Hubungan perkawinan
X : Meninggal dunia
13
Masalah Keperawatan: Tidak ada
2. Konsep diri:
a. Gambaran diri : Klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya
b. Identitas : Klien mengatakan bahwa dia seorang perempuan dan pekerjaan
sebagai karyawan bank namun sejak sakit dia berhenti kerja dan
sering melamun serta menyendiri
c. Peran : Klien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
d. Ideal diri : Klien ingin suaminya tidak memukulinya lagi
e. Harga diri : Klien merasa takut kepada suaminya, merasa malu dengan
kondisi rumah tangganya.
Masalah Keperawatan: Ansietas
3. Hubungan sosial:
a. Orang berarti : Klien mengatakan tidak ada orang yang berarti di hidupnya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: klien tidak lagi mengikuti kegiatan
kelompok di masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Klien mengatakan malu dan malas
untuk bergabung, berinteraksi dengan orang lain pasien nampak
menyendiri dan melamun.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
4. Spiritual:
a. Nilai dan keyakinan: Klien mengatakan beragama Islam
b. Kegiatan ibadah: Semenjak klien merasa terancam dan takut klien jarang sholat
Masalah Keperawatan : Koping individu tidak efektif
VI. STATUS METAL
1. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak
tidak sesuai seperti biasanya
Penjelasan : Klien nampak terlihat tidak rapikarena pasien tidak merawat dirinya
Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren Tidak mampu memulai
pembicaraan
Apatis Lambat Membisu Logorrhea Ekolalia
14
Penjelasan : Klien tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu pada lawan bicara.
Klien menjawab pertanyaan seperlunya saja, dank lien berbicara dengan
lambat
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial
3. Aktivitas Motorik
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
TIK Grimasen Tremor Kompulsif
Penjelasan: klien tampak ketakutan apabila didekati, klien nampak tegang dan
menunjukkan gerakan tremor
Masalah Keperawatan: Isolasi sosial
4. Alam Perasaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira berlebihan
Penjelasan : klien nampak sering melamun, sedih, ketakutan dan merasa khawatir.
Masalah Keperawatan : Ansietas
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Penjelasan : Selama wawancara atau interaksi afek dari klien tumpul karena disaat
diberikan stimulus yang keras dan pasien tersebut baru akan mengerti
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
Kontak mata kurang Defensif Curiga
Penjelasan : Pada saat wawancara atau interaksi kontak mata klien kurang dan mudah
beralih pandangan
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Penjelasan : klien tidak mengalami gangguan persepsi
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
8. Proses Pikir
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan asosiasi
Fligt of ideas Blocking Pengulangan pembicaraan/
Neologisme perseverasi
Penjelasan : Klien sering tiba- tiba diam dalam menjawab pertanyaan maupun interaksi
berusaha memikirkan apa yang akan ia jawab
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
9. Isi Pikir
15
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Penjelasan : klien memiliki perasaan yang asing terhadap diri sendiri, orang atau
lingkungannya yang membuatnya sulit untuk berinteraksi.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir
Penjelasan : klien tidak mengalami gangguan waham
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
10. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi
Waktu Tempat Orang
Penjelasan : tidak ada keluhan mengenai tingkat kesadaran klien
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi
Penjelasan : tidak ada keluhan mengenai memori klien
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih Tidak mampu berkonsentrasi Tidak mampu berhitung
sederhana
Penjelasan : tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan Gangguan bermakna
Penjelasan : tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantuan total
Penjelasan : pasien sama sekali tidak dibantu untuk makan dan BAB serta BAK pasien
dapat melakukannya sendiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
16
Bantuan minimal Bantuan total
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik: klien hanya mendapat dukungan dari
saudaranya
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: klien takut dengan suaminya serta
kondisi dirumahnya
Masalah dengan pendidikan, spesifik: tidak ada masalah
Masalah dengan perumahan, spesifik: klien mempunyai masalah dengan suaminya. Klien
merasa takut dengan suaminya akibat KDRT yang
sering dilakukan
Masalah ekonomi, spesifik: tidak ada masalah
Masalah Keperawatan: ansietas
DO :
Pasien nampak Stress dan cemas
menyendiri dan
melamun.
Perasaan terancam
Klien tidak pernah
memulai
Kemarahan
pembicaraan terlebih
dahulu pada lawan
bicara. Mekanisme koping tidak
Klien berbicara adekuat
dengan lambat
18
Interaksi kontak
mata klien kurang Hubungan tidak seimbang
dan mudah beralih Antara suami dan istri
pandangan
Pandangan bahwa suami lebih
berkuasa daripada istri
Isolasi sosial
2 DS : Faktor penyebab KDRT Ansietas
Klien mengatakan
merasa takut kepada
suaminya Keadaan ekonomi rendah,
Klien mengatakan ketergantungan ekonomi istri
sering dipukuli
apabila tidak terhadap suami
memuaskan dan
melayani nafsu
suaminya Pergeseran fungsi keluarga
Klien mengatakan
suami sering
menampar pipi Stress dan cemas
pasien, memaki-maki
pasien, dan
memukuli pasien
DO : Perasaan terancam
Terdapat luka
lebam/memar Kemarahan
disekujur tubuh dan
tampak memar pada
Mekanisme koping tidak
pipi
adekuat
Klien tampak
ketakutan apabila
Hubungan tidak seimbang
didekati
Antara suami dan istri
Klien nampak tegang
dan menunjukkan
19
gerakan tremor Pandangan bahwa suami lebih
berkuasa daripada istri
Ansietas
3 DS : Gangguan
Klien mengatakan Perilaku kekerasan terhadap Integritas Kulit
suami sering
istri
menampar pipi
pasien, memaki-maki
pasien, dan
Lebam
memukuli pasien
Klien mengatakan
sakit diseluruh Gangguan integritas kulit
bagian tubuhnya
DO :
Terdapat luka
lebam/memar
disekujur tubuh dan
tampak memar pada
pipi
XV. INTERVENSI
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1. Isolasi sosial Setelah dilakukan intervensi Promosi sosialisasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
kecemasan dan diharapkan kemampuan untuk 1. identifikasi kemampuan
depresi membina hubungan yang erat, melakukan interaksi
hangat,terbuka dan independen dengan orang lain.
dengan orang lain dapat teratasi 2. identifikasi hambatan
dengan kriteria hasil: melakukan interaksi
1. Minat interaksi meningkat (5) dengan orang lain.
20
2. verbalisasi isolasi menurun (5)
3. verbalisasi ketidakamanan
ditempat umum menurun (5) Terapeutik:
4. perilaku menarik diri menurun 1. motivasi meningkatkan
(5) keterlibatan dalam suatu
5. kontak mata membaik (5) hubungan.
2. motivasi berpartisipasi
dalam aktivitas baru dan
kegiatan kelompok.
3. berikan umpan balik
positif dalam perewatan
diri.
Edukasi:
1. anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
2. anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain.
3. Latih bermain peran
untuk meningkatkan
keterampilan
komunikasi.
2. Ansietas Setelah dilakukan intervensi Reduksi ansietas
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
koping individu diharapkan tingkat ansietas dapat 1. identifikasi saat tingkat
tidak efektif teratasi dengan kriteria hasil: ansietas berubah(misal
1. verbalisasi kebingungan kondisi,waktu,stressor)
menurun (5) 2. identifikasi kemampuan
2. verbalisasi khawatir akibat mengambil keputusan.
kondisi yang dihadapi menurun 3. monitor tanda-tanda
(5) ansietas (verbal dan non
3. perilaku gelisah menurun (5) verbal)
4. perilaku tegang (5) Terapeutik:
5. konsentrasi membaik (5) 1. ciptakan suasan
6. pola tidur membaik (5) terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan.
2. temani pasien untuk
mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan.
3. pahami situasi yang
membuat ansietas
dengarkan dengan penuh
perhatian.
4. motivasi
mengindentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan.
Edukasi:
1. jelaskan
prosedur,termasuk
sensasi yang mungkin
dialami.
2. informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,pengobatan,
dan prognosis.
21
3. anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
4. latih teknik relaksasi.
Kolaborasi:
pemberian obat antlansietas,
jika perlu.
Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
berhubungan dengan diharapkan integritas kulit dan 1. identifikasi penyebab
factor mekanis jaringan dapat teratasi dengan gangguan integritas kulit
kriteria hasil: (mis. Perubahan
Integritas kulit dan jaringan sirkulasi, perubahan
1. kerusakan jaringan menurun status nutrisi, penurunan
(5) kelembaban, suhu
2. kerusakan lapisan kulit lingkungan ekstrem,
menurun (5) penurunan mobilitas)
3. nyeri menurun (5) Terapeutik:
4. kemerahan menurun (5) 1. gunakan produk
5.pigmentasi abnormal (5) berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitif
2. hindari produk dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi:
1. anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion,
serum)
2. anjurkan minum air
yang cukup.
3. anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.
22
1. Isolasi sosial berhubungan Mengikutsertakan dan
dengan kecemasan dan memotivasi pasien mengikuti
depresi TAK: sosialisasi sesi 1 S : pasien
mengatakan “selamat
pagi, nama saya ibu
T, hobi saya
memasak”
O : pasien
mengangguk ketika
diminta ikut TAK
sesi 1, pasien
kooperatif, pasien
mengikuti TAK sesi
1hingga selesai.
A : pasien dapat
melaksanakan
hubungan social
secara bertahap
dengan pasien lain
dan kelompok.
P : bina hubungan
saling percaya, ikut
sertakan sera
motivasi pasien
mengikuti semua
sesi TAK.
1. Membina hubungan saling S : pasien
percaya dengan ; menyebutkan
a. Memberi salam setiap kegiatan sehari-
interaksi harinya “bangun
b. Memperkenalkan nama tidur, merapikan
dan tujuan perawat tempat tidur, mandi,
berkenalan makan pagi, tidur
c. Menanyakan dan panggil siang, makan siang,
nama kesukaan pasien tidur, mandi, makan
d. Menunjukkan sikap jujur malam”, pasien
dan menepati janji mengatakan suka
e. Menayakan perasaan tidur.
pasien dan masalah yang O : pasien mau
dihadapi pasien duduk
f. Membuat kontrak berdampingan,
interaksi yang jelas pasien terlihat
2. Mendengarkan dengan gelisah, pasien
penuh perhatian ekspresi menjawab
perasaan pasien. pertanyaan
seperlunya saja
sambil tersenyum,
pasien tidak mau
bercerita
A : pasien
menunjukkan sedikit
tanda-tanda percaya
kepada perawat,
pasien belum
bersedia
mengungkapkan
masalahnya
P : dengarkan
23
dengan penuh
perhatian perasaan
pasien.
1. Tanyakan pada pasien S : pasien
tentang : mengatakan lebih
a. Orang yang tinggal banyak tiduran di
seumah atau teman kamar, pasien
sekamar pasien mengatakan tidak
b. Orang yang paling dekat suka berkumpul dan
dengan pasien di rumah mengobrol, lebih
atau di ruang perawatan. suka tiduran dan
c. Apa yang membuat menyendiri di tempat
pasien dekat dengan tidur
dengan orang tersebut O : pasien jarang
d. Orang yang tidak dekat berkomunikasi
dengan pasien di rumah dengan perawat dan
atau di ruang perawatan pasien lain, pasien
e. Apa yang mebuat pasien tidak banyak bicara,
tidak dekat dengan orang pasien harus banyak
tersebut ditanya agar bicara,
f. Upaya yang sudah pasien terlihat
dilakukan agar dekat sungkan untuk
dengan orang lain bicara, pasien terlihat
2. Diskusikan dengan pasien bingung dan
penyebab menarik diri ketakutan ketika
3. Beri pujian terhadap ditanya mengenai
kemampuan pasien kehidupan dirumah
A : pasien dapat
menyebutkan
penyebab menarik
diri
P : ajak pasien untuk
berkenalan dengan
yang lain.
2. Ansietas berhubungan Membina hubungan saling S : pasien membalas
dengan koping individu percaya : sapaan perawat.
tidak efektif a. Memberi salam setiap Pasien mengatakan
interaksi bahwa dirinya
b. Memperkenalkan nama bernama ibu T,
dan tujuan perawat suasana hati pasien
berkenalan saat ini sedang
c. Menanyakan dan panggil khawatir dan takut
nama kesukaan pasien akan sesuatu, pasien
d. Menunjukkan sikap jujur bersedia untuk dikaji
dan menepati janji dan melakukan
e. Menayakan perasaan kontrak waktu
pasien dan masalah yang berikutnya
dihadapi pasien P : pasien mau
f. Membuat kontrak membalas dan
interaksi yang jelas berjabat tangan,
pasien duduk
berdampingan
dengan perawat,
kontak mata bagus,
pasien mau
mengutarakan
24
masalah, ekspresi
wajah pasien gelisah,
sesekali tersenyum
kepada perawat dan
pasien mau
menjawab semua
pertanyaan perawat
A : TUK 1
(membina hubungan
saling percaya)
tercapai
P : lanjutkan TUK 2
(pasien mengenal
ansietasnya)
Pasien dapat mengenal S : : pasien
ansietasnya: membalas sapaan
a. Menyapa pasien dan perawat. Pasien
menanyakan bagaimana dapat menceritakan
perasaannya saat ini keadaannya saat ini.
b. Menanyakan apa Pasien dapat
penyebab dari menceritakan
kecemasan yang dialami kecemasannya dan
c. Menjelaskan informasi apa yang
apabila kecemasan tidak menyebabkan
dapat diatasi oleh pasien dirinya cemas.
sendiri dan membantu Pasien memahami
pasien untuk mengontrol akibat dari
kecemasan kecemasan berlebih.
d. Membuat kontrak Pasien bersedia
dengan pasien untuk untuk melakukan
diskusi selanjutnya. pertemuan
berikutnya
O : kontak mata
bagus, pasien
mampu mengatakan
kondisinya saat
sedang cemas,
mengetahui
penyebab
kecemasannya dan
akibat dari
kecemasannya,
pasien tampak
sedikit tenang
A : TUK 2 (pasien
mengenal
ansietasnya) tercapai
P : lanjutkan TUK 3
(Pasien dapat
menunjukkan
starategi koping
efektif dalam
menghadapi
ansietasnya dengan
menggunakan teknik
relaksasi ateknik
25
distraksi)
Pasien dapat menunjukkan S : pasien menjawab
starategi koping efektif dalam sapaan perawat.
menghadapi ansietasnya Pasien mau
dengan menggunakan teknik mengungkapkan
relaksasi ateknik distraksi : perasaannya saat itu.
a. Menyapa pasien dan Keluarga pasien
menanyakan bagaimana mengatakan bersedia
perasaannya saat ini membantu pasien
b. Membantu klien mengatasi
melakukan teknik kecemasannya.
relaksasi nafas dalam Keluarga pasien
dan teknik distraksi bersedia membantu
selama 15 menit pasien mengatasi
c. Memberikan pujian kecemasannya
kepada klien atas dengan teknik
pencapaiannya relaksasi dan
melakukan teknik distraksi
relaksasi nafas dalam
dan teknik distraksi O : pasien masih
dengan baik tampak sedikit
d. Memberikan gelisah, pasien
kesempatan kepada mampu
klien untuk mengobrol memperhatikan
bersama keluarga perawat, pasien
maupun petugas yang mampu
ada di ruang perawatan. mempraktikkan
teknik relaksasi
nafas dalam dan
distraksi, pasien
tampak lebih tenang
A : TUK 3 (Pasien
dapat menunjukkan
starategi koping
efektif dalam
menghadapi
ansietasnya dengan
menggunakan teknik
relaksasi ateknik
distraksi)
P : lanjutkan TUK 4
(Pasien dapat
dukungan dari
keluarga untuk
mengontrol rasa
cemasnya)
At-Thahirah, Almira. 2006. Kekerasan Rumah Produk Kapitalisme (Kritik Atas Persoalan KDRT).
Bandung: UN
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Darmono & Diantri. 2008. Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Jiwa. Jakarta: FK.UI
Efendy, Ferry Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
PPNI, S.D. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta
PPNI, T.P. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta
28
PPNI, T.P. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year
Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Yusuf. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
29