Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

“Asuhan Keperawatan Pada Korban Perilaku Kekerasan (KDRT)”

Dosen Pengampu:
Rr. Dian Tristiana, S. Kep, Ns., M. Kep

Disusun oleh:
Kelompok 4 (A3)
1. Nur Fadhilahturrokhmah (131711133020)
2. Santi Oktavia (131711133021)
3. Indah Noer Aini (131711133058)
4. Iga Rahma Azhari (131711133113)
5. Nurhikmah Inge Dwi Lestari (131711133117)
6. Nia Ramadhani (131711133154)
7. Salsabilla Raisya Nugrahanti (131711133155)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Korban
Perilaku Kekerasan (KDRT)”

Dalam penyusunan makalah ini penulis melibatkan bantuan dari berbagai


pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Tanpa bantuan semua pihak mungkin penulis akan sulit
dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis meminta maaf apabila dalam menyusun
makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan hati terbuka penulis menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan


Pada Korban Perilaku Kekerasan (KDRT)” dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi pembaca maupun penulis.

Surabaya, 17 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi KDRT ...................................................................................... 4
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya KDRT ....................................................... 5
2.3 Tanda-Tanda Dengan KDRT ................................................................. 7
2.4 Dampak KDRT ...................................................................................... 9
2.5 Rentan Respon Marah. ......................................................................... 10
2.6 Upaya Pencegahan KDRT.......................................................................12
2.7 Upaya Penanggulangan KDRT...............................................................13
2.8 Implikasi Keperawatan dalam Masalah KDRT.......................................14
2.9 Lembaga Penanganan KDRT..................................................................15
BAB 3. TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus ................................................................................................... 17
3.2 Asuhan Keperawatan ........................................................................... 17
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia,


merupakan fenomena gunung es dimana angka yang dipublikasikan bukan
merupakan gambaran dari keseluruhan kasus yang sebenarnya terjadi.
Layaknya gunung es, kasus-kasus yang terlihat selama ini hanyalah kasus-
kasus yang berada dipuncaknya, atau dengan kata lain kasus-kasus yang
diangkat saja (Shinta, Bramanti, dkk, 2007: 5).

Kemudian berdasarkan data yang dimiliki oleh Yayasan Mirta


Perempuan, kasus KDRT pada tahun 2007 hingga 2011 masih cukup tinggi
meskipun tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Yakni pada tahun 2007
sebanyak 283 kasus, tahun 2008 sebanyak 279 kasus, 2009 sebanyak 204
kasus, 2010 sebanyak 287 kasus dan 2011 terjadi 209 kasus KDRT. KDRT
terjadi karena disebabkan oleh masalah keuangan, kecemburuan salah satu
pihak, masalah anak, campur tangan pihak ketiga, masalah masa lalu, atau
kesalahpahaman antar suami dan istri (Moerti Hadiati Soeroso, 2011: 77-80).

Pada kenyataannya masih ada korban KDRT yang berusaha


menyembunyikan masalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya
karena merasa malu pada lingkungan sosial dan tidak ingin dianggap gagal
dalam berumah tangga. Pola pikir yang menganggap bahwa apa yang terjadi
dalam keluarga, sekalipun itu perbuatan kekerasan, sepenuhnya merupakan
permasalahan rumah tangga pribadi seringkali menjadikan korban enggan
mengadukan kekerasan yang telah menimpanya (Rena Yulia, 2013: 4)

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, rumusan masalah yang terbentuk adalah:
1. Apa definisi perilaku kekerasan (KDRT)?
2. Apa saja faktor predisposisi perilaku kekerasan (KDRT)?
3. Apa saja tanda keluarga dengan perilaku kekerasan (KDRT)?
4. Apa saja dampak perilaku kekerasan (KDRT)?
5. Bagaimana rentang respon pada perilaku kekerasan (KDRT)?
6. Bagiamana upaya pencegahan perilaku kekerasan (KDRT)?
7. Bagaimana implikasi keperawatan dalam masalah perilaku kekerasan
(KDRT)?
8. Bagaimana lembaga yang menagani kasus perilaku kekerasan (KDRT)?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada korban perilaku kekerasan
(KDRT)?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan definisi perilaku kekerasan (KDRT).
2. Menjelaskan faktor predisposisi perilaku kekerasan (KDRT).
3. Menjelaskan tanda keluarga dengan perilaku kekerasan (KDRT).
4. Menjelaskan dampak perilaku kekerasan (KDRT).
5. Menjelaskan rentang respon pada perilaku kekerasan (KDRT).
6. Menjelaskan upaya pencegahan perilaku kekerasan (KDRT).
7. Menjelaskan implikasi keperawatan dalam masalah perilaku kekerasan
(KDRT).
8. Menjelaskan lembaga yang menagani kasus perilaku kekerasan (KDRT).
9. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada korban perilaku kekerasan
(KDRT).

2
1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat yang diperoleh yaitu penulisan ini dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi tentang asuhan keperawatan perilaku kekerasan
(KDRT).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Penulisan ini dapat menambah pengalaman dan wawasan mahasiswa
tentang asuhan keperawatan perilaku kekerasan (KDRT).
b. Bagi profesi keperawatan
Penulisan ini dapat digunakan oleh profesi keperawatan sebagai
referensi dalam pemberian asuhan keperawatan perilaku kekerasan
(KDRT).
c. Bagi institusi pendidikan
Penulisan ini berguna sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan
diharapkan dapat dijadikan bahan masukan penulisan selanjutnya.
d. Bagi masyarakat
Penulisan ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengetahui
asuhan keperawatan perilaku kekerasan (KDRT).

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi KDRT

Menurut Annisa (2010), kekerasan adalah segala bentuk perbuatan


yang menimbulkan luka baik secara fisik maupun psikologis. Kekerasan
merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah
orang kepada seseorang atau sejumlah orang, yang dengan sarana
kekuatannya, baik secara fisik maupun non-fisik dengan sengaja dilakukan
untuk menimbulkan penderitaan kepada obyek kekerasan.

KDRT adalah segala bentuk tindak kekerasan yang terjadi atas dasar
perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan
terutama terhadap perempuan termasuk ancaman, paksaan, pembatasan
kebebasan, baik yang terjadi dalam lingkup publik maupun domestic (Annisa,
2010).

Pengertian KDRT menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004


adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasaan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Mufidah, 2008).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa KDRT merupakan


segala bentuk tindakan kekerasan yang terjadi terhadap lawan jenis, namun
biasanya perempuan lebih banyak menjadi korban daripada menjadi pelaku.
KDRT mengakibatkan timbulnya penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, atau penelantaran rumah tangga pada korban KDRT.

4
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya KDRT

Menurut Mufidah (2008: 273-274), beberapa faktor penyebab


terjadinya KDRT yang terjadi di masyarakat, antara lain:

a. Budaya patriarki yang menempatkan posisi pihak yang memiliki


kekuasaan merasa lebih unggul. Dalam hal ini laki-laki dianggap lebih
unggul daripada perempuan dan berlaku tanpa perubahan, bersifat
kodrati. Pengunggulan laki-laki atas perempuan ini menjadikan
perempuan berada pada posisi rentan menjadi korban KDRT.
b. Pandangan dan pelabelan negatif (stereotype) yang merugikan,
misalnya laki-laki kasar, maco, perkasa sedangkan perempuan lemah,
dan mudah menyerah jika mendapatkan perlakuan kasar. Pandangan
ini digunakan sebagai alasan yang dianggap wajar jika perempuan
menjadi sasaran tindak KDRT
c. Interpretasi agama yang tidak sesuai dengan nilai-nilai universal
agama. Agama sering digunakan sebagai legitimasi pelaku KDRT
terutama dalam lingkup keluarga, padahal agama menjamin hak-hak
dasar seseorang, seperti cara memahami nusyuz, yakni suami boleh
memukul istri dengan alasan mendidik atau ketika istri tidak mau
melayani kebutuhan seksual suami maka suami berhak memukul dan
ancaman bagi istri adalah dilaknat oleh malaikat.
d. KDRT berlangsung justru mendapatkan legitimasi masyarakat dan
menjadi bagian dari budaya, keluarga, negara, dan praktek di
masyarakat, sehingga menjadi bagian kehidupan yang sulit
dihapuskan, kendatipun terbukti merugikan semua pihak.
e. Antara suami dan istri tidak saling memahami, dan tidak saling
mengerti. Sehingga jika terjadi permasalahan keluarga, komunikasi
tidak berjalan baik sebagaimana mestinya.

Menurut Annisa (2010), faktor penyebab terjadinya KDRT yang


terjadi di masyarakat, antara lain adalah:

a. Motif (dorongan seseorang melakukan sesuatu)

5
1) Terganggunya motif biologis, artinya kebutuhan biologis pelaku
KDRT mengalami terganggu atau tidak dapat terpenuhi. Sehingga
membuat ia melakukan untuk menuntut kebutuhan tersebut, namun
cara menuntut pemenuhan kebutuhan tersebut menyimpang tanpa
adanya komunikasi yang baik sebagaimana mestinya.
2) Terganggunya motif psikologis, artinya tertekan oleh tindakan
pasangan, misalnya suami sangat membatasi kegiatan istri dalam
aktualisasi diri, memaksakan istri untuk menuruti semua keinginan
suami.
3) Terganggunya motif teologis, artinya hubungan manusia dengan
Tuhan mengalami penyimpangan, ketika hal ini terganggu, maka
akan muncul upaya kemungkinan pemberontakan untuk memenuhi
kebutuhan. Misalnya, perbedaan agama antara suami dan istri, dan
keduanya tidak saling memahami satu sama lain, tidak ada
toleransi dalam keluarga, keduanya hanyalah mementingkan dari
kepercayaan masing-masing, maka yang muncul adalah
ketidakharmonisan antara keduanya.
4) Terganggunya motif sosial, artinya komunikasi atau interaksi
antara pasangan suami istri tidak dapat berjalan dengan baik.
Sehingga jika terjadi kesalah fahaman atau perbedaan, hanya
mementingkan ego dari masing-masing tanpa adanya komunikasi
timbal balik yang baik hingga kekerasan menurut mereka yang
dapat menyelesaikan masalah.
5) Harapan, setiap pasangan suami istri memiliki suatu harapan
mengenai apa yang akan dicapai dalam keluarganya, misalnya
harapan agar keluarganya hidup sejahtera dengan berkecukupan
akan tetapi harapan tersebut tidak dapat berjalan sebagai
kenyataan. Kemudian diantara keduanya tidak dapat menerima
kenyataan sehingga yang terjadi hanyalah tuntutan kepada
pasangan tanpa memikirkan bersama jalan keluar.
6) Nilai atau norma, dapat terjadi KDRT jika terjadi pelanggaran
terhadap nilai dan norma yang ada di dalam keluarga atau tidak

6
dipatuhinya nilai di dalam keluarga. Misalnya penerapan nilai etika
yang salah, tidak adanya penghormatan dari istri terhadap suami
atau sebaliknya, tidak adanya kepercayan suami terhadap istri,
tidak berjalannya fungsi dan peran dari masing-masing anggota
keluarga.
2.3 Tanda Keluarga Dengan KDRT

Ciri dan tanda yang biasanya terjadi jika seseorang mengalami KDRT
adalah:

1. Tanda-tanda emosional dari kekerasan


Tidak semua kekerasan bersifat fisik. Kekerasan emosional dapat
membuat korban merasa tak berdaya, putus asa atau kehilangan harapan.
Mereka mungkin berpikir bahwa mereka tidak akan keluar dari kendali
pelaku kekerasan. Beberapa kekerasan emosional juga dapat membuat
korban merasa tidak diinginkan dan tidak ada orang lain yang akan
menyayangi mereka selain dari pelaku kekerasan.
Biasanya, korban dari kekerasan mudah mengalami kelainan
mental, seperti depresi, gangguan makan atau gangguan tidur. Tidur
mereka sering terganggu karena perasaan was-was yang konstan di mana
mereka tidak dapat bersantai dengan penuh. Tanda-tanda emosional dari
kekerasan lainnya dapat meliputi:
 Harga diri yang rendah
 Terlalu sering meminta maaf atau terlalu penurut
 Cemas, gelisah, atau takut secara konstan
 Mengalami masalah dengan obat-obatan atau alcohol
 Kehilangan ketertarikan pada kegiatan sehari-hari
 Membicarakan atau mencoba bunuh diri.
2. Menyendiri atau mendadak pendiam
Korban kekerasan cenderung pendiam dan menarik diri dari
masyarakat. Jika teman Anda mengalami perubahan pada kepribadian
mereka, dari orang yang suka bersosialisasi dan periang menjadi seseorang
yang mengisolasi diri sendiri, hal tersebut dapat menjadi pertanda dari

7
kekerasan dalam rumah tangga. Teman Anda mungkin sering terlambat
saat kerja atau pertemuan, atau membatalkan janji secara mendadak.
Yang lebih parah, orang tersebut mulai memutus kontak dari
teman-teman dan anggota keluarga serta mengisolasi diri mereka dari
orang-orang terdekat. Apabila Anda menanyakan tentang kehidupan
pribadi atau pasangan mereka, mereka berusaha untuk tidak menceritakan
kepada Anda atau mengelak dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik
saja.
3. Tanda-tanda ketakutan
Walau korban kekerasan mungkin tidak menceritakan kekerasan,
mereka mungkin menyebutkan pelaku kekerasan “moody” atau “mudah
marah”. Mereka juga mungkin mengatakan bahwa pasangan mereka
menjadi pemarah setelah minum alkohol, sebagai contoh. Korban
kekerasan mungkin merasa tidak nyaman apabila berada jauh dari rumah.
Mereka kaku dan malu saat berbincang-bincang. Mereka juga merasa
cemas dalam berusaha menyenangkan pasangan mereka. Kadang, apabila
berada bersama dengan pelaku kekerasan, korban merasa sangat ketakutan
di mana ia tidak dapat bertindak atau mengambil keputusan.
4. Tanda-tanda dikendalikan
Korban kekerasan mungkin telah menyerahkan membiarkan hidup
mereka dikontrol oleh pelaku kekerasan tersebut. Mereka takut berpergian
atau mengambil keputusan tanpa izin. Jika seseorang adalah korban dari
kekerasan, ia akan selalu meminta izin sebelum berpergian atau bertemu
orang lain. Teman Anda mungkin menyebutkan pasangannya “sedikit
cemburu” atau “sedikit posesif”.
Kendali dari pelaku juga berlaku pada aspek lainnya seperti
hubungan dan keuangan. Mungkin teman Anda selalu memiliki uang yang
sedikit atau tidak memiliki kendaraan pribadi. Mereka mungkin
menyebutkan bahwa pasangan mereka yang mengatur keuangan dan
mereka perlu memperhitungkan setiap pengeluaran. Hal ini membuat
korban lebih mudah dikendalikan dan bergantung pada pelaku. Pelaku
kekerasan mungkin sering menuduh korban memiliki hubungan lain.

8
2.4 Dampak KDRT
Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu
sendiri. Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak,
bahkan suami.
1. Dampak pada istri antara lain:
 Perasaan rendah diri, malu dan pasif
 Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah
makan dan susah tidur
 Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
 Gangguan kesehatan seksual
 Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan
kekerasan
 Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya
gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon
secara normal ajakan berhubungan seks
2. Dampak pada anak antara lain:
 Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
 Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
 Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
3. Dampak pada suami antara lain:
 Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
 Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri

Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi


banyak perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas,
letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur
merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga
mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang pada
akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi
diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiyaan
mereka.

9
Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak
hamil mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia
atau metrohagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal,
dapat mengalami penurunan libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

Diseluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang


mengalami kekerasan fisik dan kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada
saat hamil, dapat terjadi keguguran/abortus, persalinan immature, dan bayi
meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami
penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama,
persalinan dengan alat bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat
melahirkan bayi dengan BBLR. Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik
atau bayi lahir mati.

Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi


istri dalam rumah tangga diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan
ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola pikir istri misalnya tidak mampu
berpikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga
(paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang
terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik
dan mental dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak menjadi korban
termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi
penyakit menular.

Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini


terjadi tidak saja pada wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang
bekerja atau mencari nafkah. Seperti terputusnya akses mendadak, kehilangan
kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk tempat tinggal,
kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang lain.

2.5 Rentang Respon Marah


Dikutip dari buku ajar keperawatan kesehatan jiwa, Perilaku
kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang

10
dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan
respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan
marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 2.1 Rentang Respons Marah

Keterangan:

- Asertif: Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


- Frustasi: Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
- Pasif: Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaan.
- Agresif: Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
- Amuk: Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.

TABEL 2.1 Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif

Karakteristik Pasif Asertif Amuk

Nada bicara  Negatif  Positif  Berlebihan


 Menghina diri  Menghargai  Menghina
 Dapatkah saya diri sendiri orang lain
lakukan?  Saya  Anda
 Dapatkah ia dapat/akan selalu/tidak
lakukan? lakukan pernah?

Nada suara  Diam  Diatur  Tinggi


 Lemah  Menuntut
 Merengek
Sikap tubuh  Melorot  Tegak  Tegang
 Menundukan  Relaks  Bersandar
kepala ke depan
Personal Space  Orang lain  Menjaga  Memiliki
dapat masuk jarak yang teritorial
pada teritorial menyenangk orang lain
pribadinya an

11
 Mempertaha
nkan hak
tempat/terito
rial
Gerakan  Minimal  Memperlihat  Mengancam
 Lemah kan gerakan , ekspansi
 Resah yang sesuai gerakan

Kontak mata  Sedikit/tidak  Sekali-sekali  Melotot


ada (intermiten)
sesuai
dengan
kebutuhan
interaksi

2.6 Upaya Pencegahan KDRT


Sejatinya pemernintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan
KDRT. Hak mendapat perlindungan individu dan keluarga dijamin oleh
negara sebagaimana isi penjelasan Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Makna sesungguhnya Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dalam
undang-undang ini adalah mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah
tangga (tujuan preventif), melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
(tujuan protektif), menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga (tujuan
represif), dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan
sejahtera (tujuan konsolidatif) yang merupakan perwujudan prinsip persamaan
hak dan penghargaan terhadap martabat manusia (Ridwan, 2009).
Upaya pencegahan KDRT merupakan kewajiban bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Hal ini terkait dengan locus terjadinya KDRT di
ranah privat, sehingga Pemerintah tidak dapat begitu saja masuk dan
memantau rumah tangga tersebut secara langsung. Sehingga dibutuhkan
keterlibatan masyarakat dalam memantau dan mencegah terjadinya KDRT di
lingkungannya. Kewajiban masyarakat ini diakomodir dalam Pasal 14 dan
Pasal 15 UU PKDRT. Bahkan dalam Pasal 15 dirinci mengenai kewajiban
“setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan

12
dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas
kemampuannya untuk a). Mencegah berlangsungnya tindak pidana; b).
Memberikan perlindungan kepada korban; c). Memberikan pertolongan
darurat; dan d). Membantu proses pengajuan permohonan penetapan
perlindungan (Estu, 2008).

2.7 Upaya Penanggulangan KDRT


Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga,
diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara
lain (Dadang, 2016):
1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang
teguh pada agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak
terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,
karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap
ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga
dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar
tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam
sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara
kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan
dalam rumah tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan
sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi
dengan rasa saling percaya.

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh isteri apabila


mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut (Dadang,
2016):

1. Curhatlah pada orang yang dipercaya. Menceritakan kondisi keluarga


pada orang lain, kerabat dekat, sahabat, atau tetangga yang biasa
dipercaya pada saat tertentu ini bukan membuka aib. Namun isteri
yang mengalami kekerasan pasti mengalami tekanan, bahkan mungkin

13
depresi dari curhat pada orang yang dipercaya secara psikologis dapat
meringankan beban.
2. Renungkan saran dan nasihatnya. Curhat berarti membuka
kesempatan pada orang yang anda percaya untuk ikut merasakan,
memahami sekaligus intervensi. Artinya, jka sang teman memberikan
saran maupun alternatif, bukalah mata hati renungkan saran dan
nasihatnya.
3. Mintalah suami konseling. Kebiasaan suami melakukan kekerasan
dalam rumah tangga tertentu perlu diwaspadai. Secara baik-baik
mintalah suami konsultasi dengan pakar dan melakukan terapi, tentu
saja harus pandai mencari waktu yang tepat untuk membiarkannya.
4. Segera ambil keputusan. Jika suami makin kerap melakukan
kekerasan dalam rumah tangga keluarga atau pakar dan segara ambil
keputusan untuk kebaikan istri dan anak.

2.8 Implikasi Keperawatan dalam Masalah KDRT


Menurut Yosep (2000), implikasi keperawatan yang dapat diberikan
dalam masalah KDRT meliputi:
1. Kekerasan tersebut diperlukan tindakan kolektif untuk mengatasinya,
memerlukan proses pendidikan yang terus menerus untuk
mensosialisasikan nilai-nilai demokratis dan penghargaan pada hak-
hak anak-anak, berusaha menegakkan undang-undang yang
melindungi anak-anak dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang
dewasa dan membangun lembaga-lembaga advokasi anak-anak.
2. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter
dan one stop crisis center.
3. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan
fisik korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus
meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan
korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan.
Perawat berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan
diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri dari konseling

14
keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan pembinaan
spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan
keperawatan sesuai permasalah-an yang dihadapi klien, dan
pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan
proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
4. Mengantarkan korban ke tempat aman atau tempat tinggal alternative
(ruang pelayanan khusus).
5. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan
kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial. Serta lembaga
social yang dibutuhkan korban.

2.9 Lembaga Penanganan KDRT


1. P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak)
Merupakan pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya
pemberdayaan perempuan diberbagai bidang pembangunan, serta
perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenis diskriminasi dan
tindak kekerasan, termasuk perdagangan orang, yang dibentuk oleh
pemerintah atau berbasis masyarakat, dan dapat berupa: pusat rujukan,
pusat konsultasi usaha, pusat konsultasi kesehatan reproduksi, pusat
konsultasi hukum, pusat krisis terpadu (PKT), pusat pelayanan terpadu
(PPT), pusat pemulihan trauma (trauma center), pusat penanganan krisis
perempuan (women crisis center), pusat pelatihan, pusat informasi ilmu
pengetahuan dan teknologi (PIPTEK), rumah aman (shelter), rumah
singgah, atau bentuk lainnya.

2. Komnas Perempuan
Jika korban perempuan, bisa juga memanfaatkan keberadaan
Komnas perempuan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan atau Komnas Perempuan adalah lembaga negara independen di
Indonesia yang dibentuk sebagai mekanisme nasional untuk
menghapuskan Kekerasan terhadap Perempuan.

15
3. Komnas Perlindungan Anak Indonesia
Jika akibatnya telah menjadikan anak sebaai korbannya, bisa
memanfaatkan keberadaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Komisi
Nasional Perlindungan Anak (disingkat Komnas PA) adalah organisasi di
Indonesia dengan tujuan memantau, memajukan, dan melindungi hak
anak, serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak anak yang
dilakukan oleh negara, perorangan, atau lembaga.
4. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian
Pengertian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak menurut
kesepakatan bersama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik merupakan unit yang bertugas memberikan
pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang
menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap perempuan dan
anak yang menjadi pelaku tindak pidana (Rizki, 2016).
5. LSM di bidang pengawasan KDRT
LSM ataupun lembaga-lembaga lain yang ada di daerah masing-
masing yang dibentuk untuk menerima pengaduan KDRT.

16
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus

Ny. C usia 32 tahun datang ke Rumah Sakit Ngudi Waluyo bersama


dengan kakak kandungnya untuk memeriksakan kondisi kehamilan dan psikis Ny.
C. Ny. C tampak memar pada pipi sebelah kiri, ia terlihat sering melamun, Ny. C
mengatakan takut jika didekati oleh laki-laki, dan ia sangat cemas terhadap
kondisi janinnya, lebih sering dan hanya menjawab pertanyaan dengan sangat
singkat. Saat ditanya tentang suaminya, ia hanya diam dan meneteskan air mata.
Menurut kakaknya, Ny. C sedang hamil 4 minggu, suami Ny. C tidak bekerja dan
sering keluar malam untuk berjudi. Ny. C bekerja sebagai karyawan di bank
swasta, pada tanggal 6 September malam, Ny. C dan suaminya bertengkar karena
Ny.C pulang terlambat. Ny. C sudah mencoba menjelaskan tentang alasan
keterlambatannya, tetapi suaminya tidak percaya dan langsung marah dan
membentak Ny. C dengan suara yang kasar dan keras. Ny. C didorong oleh
suaminya hingga jatuh dan pipinya terbentur ujung meja. Karena khawatir
dengan kondisnya, kakak Ny. C membawanya ke RS. Ngudi Waluyo pada tanggal
10 September 2019 pukul 09.00 WIB.

3.2 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

FORMULIR PENGKAJIAN
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Ruangan Rawat: Belum ada Tanggal Dirawat: 10 September 2019

I. IDENTITAS PASIEN
Initial : Ny. C (P) Tanggal Pengkajian: 09/09/2019
Umur : 32 tahun No. RM : 168.XXX
Informan : Kakak kandung
II. ALASAN MASUK
Ny. C datang dibawa oleh kakak kandungnya karena, kakaknya
mengatakan bahwa ia khawatir atas kondisi janin dan kondisi kesehatan

17
adiknya. Ny. C datang ke RS Ngudi Waluyo dengan kondisi memar pada
pipi sebelah kiri, terlihat sering melamun, Ny.C mengatakan takut jika
didekati oleh laki-laki, sangat cemas terhadap kondisi janinnya, lebih
sering dan hanya menjawab pertanyaan dengan sangat singkat. Saat
ditanya tentang suaminya, ia hanya diam dan meneteskan air mata.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? Ya V Tidak


2. Pengobatan sebelumnya? Berhasil Kurang berhasil
Tidak berhasil
3.

Pelaku/usia Korban/usia Saksi/usia


Aniaya Fisik V 32 thn V 40 thn
Aniaya Seksual
Penolakan
Kekerasan dalam Keluarga V 32 thn V 40 thn
Tindakan kriminal

Jelaskan no. 1, 2, 3: Ny. C belum pernah melakukan pengobatan


sebelumnya, Ny. C merupakan korban aniaya fisik dan kekerasan dalam
rumah tangga, dan kakak kandung Ny. C sebagai saksi.

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?

Ya V Tidak

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan: sebelumnya pasien


juga pernah bertengkar hebat dengan suaminya, dan pernah ditampar di
bagian pipi pasien. Pasien mengatakan sering bertengkar karena suami
sering pulang malam dengan kondisi mabuk dan kalah berjudi, sehingga
meluapkan emosinya ke Ny.C.

Masalah Keperawatan: Sindrom Pasca Trauma

18
IV. FISIK
1. TTV : TD : 120/90 mm/Hg N : 90 x/mnt S : 36,5 °C
RR : 19 x/mnt
2. Ukur : TB : 157 cm BB : 45 kg
3. Keluhan fisik : V Ya Tidak
Pasien mengatakan nyeri pada pipi sebelah kirinya.
Masalah Keperawatan: Nyeri Akut

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan:

= Perempuan = Pasien (sedang hamil)

= Laki- laki

= Meninggal

= Tinggal serumah

Keterangan Tambahan
Pola komunikasi:
Pasien jarang berkomunikasi dan membicarakan permasalahannya ke
kakak kandungnya (perempuan).
Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

19
2. Konsep diri
a. Gambaran diri: Pasien menganggap dirinya tidak becus menjaga
bayi yang ada dalam kandungannya.
b. Identitas: Pasien adalah lulusan universitas ternama di daerah
Jawa Tengah dan sekarang ia bekerja di salah satu bank swasta.
c. Peran: Pasien bekerja sebagai karyawan di bank swasta dan
pasien adalah tulang punggung keluarga karena ia membiayai
suaminya.
d. Ideal diri: Pasien berharap bisa menjadi istri yang baik dan
berharap suaminya yang bekerja menggantikannya.
e. Harga diri: Setelah kejadian tersebut, pasien merasa tidak dihargai
oleh suaminya karena selama ia bekerja sang suami sering keluar
malam dan berjudi.
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah Situasional

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti: Bayi yang dikandungnya
b. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain: Setelah
kejadian yang dialami pasien, pasien tidak lagi bekerja dan jarang
keluar rumah. Pasien cenderung diam, dan sering melamun
sendiri.
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial

4. Spiritual
a. Kegiatan ibadah: Pasien rutin melakukan sholat 5 waktunya di
mushola dekat rumahnya. Saat pasien sedih ia sering berdoa dan
meminta pertolongan kepada Allah SWT.
Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

20
VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian


tidak sesuai tidak spt biasanya
Jelaskan: Pasien berpenampilan rapi dan bersih.
Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

2. Pembicaraan

Cepat Keras Gagap Inkoheren

Apatis V Lambat Membisu Tidak bisa

Jelaskan: Saat perawat bertanya kepada pasien, pasien menjawab


dengan lambat.

Masalah Keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal

3. Aktivitas Motorik

Lesu Tegang V Gelisah Agitasi

Tik Grimasen Tremor Kompulsif

Jelaskan: Pasien tampak gelisah karena tidak tahu bagaimana kondisi


janin yang dikansungnya.

Masalah Keperawatan: Ansietas

4. Alam perasaaan

V Sedih V Ketakutan Putus asa V Khawatir

Gembira berlebihan

Jelaskan: Pasien tampak sedih dan ketakutan setelah mengalami


kejadian kekerasan oleh suaminya.

Masalah Keperawatan: Ansietas

21
5. Afek
V Datar Tumpul Labil Tidak sesuai

Jelaskan: Pasien tampak datar saat berkomunikasi dengan perawat.

Masalah Keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal

6. lnteraksi selama wawancara

Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung


V Kontak mata (-) Defensif Curiga

Jelaskan: Kontak mata pasien kurang saat diajak berbicara dengan


perawat maupun kakak kandungnya.

Masalah Keperawatan: Isolasi Sosial

7. Presepsi
Halusinasi
Pendengaran V Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penciuman

Jelaskan: Pasien mulai takut melihat-melihat laki-laki.


Masalah Keperawatan: Resiko Tinggi Perubahan Presepsi Sensori:
Halusinasi

8. Proses Pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan asosiasi
Flight of idea Blocking Pengulangan
pembicaraan/persevarasi

Jelaskan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

9. Isi Pikir

Obsesi Fobia Hipokondria

Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis

22
Waham

Agama Somatik Kebesaran Curiga

Nihilistik Sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir

Jelasakan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

10. Tingkat kesadaran


Bingung Sedasi Stupor Disorientasi
Waktu Tempa Orang

Jelaskan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

11. Memori
Gg daya ingat jangka panjang Gg daya ingat jangka pendek
Gg daya ingat saat ini Konfabulasi

Jelaskan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Mudah beralih Tidak mampu konsentrasi

Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

13. Kemampuan penilaian


Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

23
14. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan: -

Masalah Keperawatan: Tidak ditemukan masalah keperawatan

VII. MEKANISME KOPING

ADAPTIF MALADAPTIF
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah V Reaksi lambat
Teknik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olahraga Mencederai diri
Lainnya: Lainnya:

Jelaskan: Pasien lambat dalam menjawab pertanyaan dari pasien


maupun orang lain.
Masalah Keperawata: Koping Individu Inefektif

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

1. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik (dukungan keluarga)


Pasien adalah seorang istri yang berkerja sebagai karyawan di
bank swasta, sedangkan suaminya tidak bekerja dan suka berjudi di
malam hari. Pasien merupakan korban kekerasan yang telah dilakukan
oleh suaminya. Kakak Ny. C mengatakan bahwa pada tanggal 6
September terjadi pertengkaran suami istri karena istri terlambat
pulang kerja. Tampak memar di pipi sebelah kirinya dan setelah
kejadian itu, Ny. C tampak sering melamun dan takut akan kondisi
janinnya.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik (tidak ada)
3. Masalah dengan pendidikan, spesifik (tidak ada)

24
4. Masalah dengan perumahan, spesifik (tidak ada)
5. Masalah dengan ekonomi, spesifik (tidak ada)
6. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik (tidak ada)
7. Masalah lainnya, spesifik (tidak ada)

Masalah Keperawata: Ketidakmampuan Koping Keluarga

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG

Penyakit jiwa Sistem pendukung

Faktor presipitasi Penyakit fisik

Koping Obat-obatan

Jelaskan: -

Masalah Keperawata: Tidak ditemukan masalah keperawatan

XI. ASPEK MEDIS

a. Diagnosa medis : Depresi


b. Terapi medis : Belum dilakuakan terapi

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. Sindrom Pasca Trauma


2. Nyeri Akut
3. Gangguan Komunikasi Verbal
4. Ansietas
5. Koping Individu Inefektif
6. Harga Diri Rendah Situasional
7. Isolasi Sosial
8. Ketidakmampuan Koping Keluarga
9. Resiko Tinggi Perubahan Presepsi Sensori: Halusinasi

25
ANALISA DATA
Nama: Ny. C No. RM: 168.XXX Ruangan: Belum ada
MASALAH
DATA-DATA ETIOLOGI TT
KEPERAWATAN
Data Subyektif: Kekerasan (KDRT) yang Sindrom Pasca Trauma
dilakukan oleh suami
- Pasien mengatakan sangat
pasien
cemas terhadap kondisi
janinnya.
- Pasien mengatakan takut jika
Timbul ketakutan dan
didekati oleh laki-laki
rasa cemas
- Pasien mengatakan sering
bertengkar karena suami
sering pulang malam dengan Sindrom Pasca Trauma
kondisi mabuk dan kalah
berjudi, sehingga meluapkan
emosinya ke Ny.C.

Data Obyektif :

- Kondisi memar pada pipi


sebelah kiri pasien.
- Alam perasaan pasien:
ketakutan
- Setelah kejadian yang
dialami pasien, pasien tidak
lagi bekerja dan jarang keluar
rumah.
- Saat ditanya tentang
suaminya, ia hanya diam dan
meneteskan air mata.
- Afek pasien datar dan tampak
sedih.

26
Data Subyektif: Gangguan peran diri Harga Diri Rendah
pada diri pasien Situasional
- Pasien menganggap dirinya
tidak becus menjaga bayi
yang ada dalam
Pasien merasa tidak
kandungannya.
dihargai
- Pasien berharap bisa menjadi
istri yang baik dan berharap
suaminya yang bekerja KDRT
menggantikannya.
- Pasien merasa tidak dihargai
oleh suaminya karena selama Harga Diri Rendah
ia bekerja sang suami sering Situasional
keluar malam dan berjudi.
- Pasien merasa malu kepada
tetangganya karena suami
sering bertindak kasar
kepadanya.

Data Obyektif :

- Kontak mata kurang.


- Aktivitas motorik pasien
lesu.
- Pembicaraan pelan dan
lambat.
- Setelah kejadian yang
dialami pasien, pasien tidak
lagi bekerja dan jarang keluar
rumah.

27
Data Subyektif: Kekerasan (KDRT) yang Isolasi Sosial
dilakukan oleh suami
- Kakaknya mengatakan
pasien
bahwa ia khawatir atas
kondisi janin dan kondisi
kesehatan adiknya dan Depresi
terlihat sering melamun.
- Kakak pasien mengatakan
Isolasi Sosial
bahwa pasien jarang
berkomunikasi dan
menceritakan masalahannya
ke kakak kandungnya atau
orang lain.
- Pasien mengatakan takut jika
didekati oleh laki-laki

Data Obyektif :

- Setelah kejadian yang


dialami pasien, pasien tidak
lagi bekerja dan jarang keluar
rumah.
- Saat ditanya tentang
suaminya, ia hanya diam dan
meneteskan air mata.
- Pasien cenderung diam, dan
sering melamun sendiri.
- Lebih sering dan hanya
menjawab pertanyaan dengan
sangat singkat.
- Pandangan kosong.
- Afek murung/sedih.

28
2. Diagnosis Keperawatan
Pohon Masalah
Resiko Tinggi Perubahan Presepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi sosial

Core problem Harga Diri Rendah Situasional

Sindrom Pasca Trauma

Ketidakmampuan Koping Keluarga

Diagnosa keperawatan jiwa:

1) Isolasi sosial b.d harga diri rendah situasional.


2) Harga diri rendah situasional b.d sindrom pasca trauma.
3) Sindrom pasca trauma b.d ketidakmampuan koping keluarga.

3. Intervensi Keperawatan Berdasarkan SLKI dan SIKI

No. DIAGNOSA SLKI SIKI

1. Isolasi Sosial Keterlibatan Sosial (L. 13116) Promosi Sosialisasi (I. 13498)
(D.0121)
Setelah dilakukan tindakan Terapeutik
keperawatan 3x24 jam pasien
1. Motivasi pasien untuk
dapat menurunkan tingkat isolasi
meningkatkan keterlibatan
social pada diirnya.
dalam hubungan (kembali
Kriteria hasil: bekerja dan mau bercerita
kepada kakaknya/orang lain)
a. Minat terhadap aktivitas (5)
2. Diskusikan perencanaan
b. Perilaku menarik diri (5)
kegiatan di masa depan.
c. Afek murung (5)

29
Edukasi

1. Anjurkan berinteraksi dengan


tetangga dan kakaknya secara
bertahap.
2. Anjurkan berbagi pengalaman
(bercerita tentang masalahnya)
ke orang terdekat.
Dukungan Emosional (L. 09256)

Terapeutik

1. Fasilitasi pasien untuk


mengungkapkan perasaan
cemas dan sedihnya.
2. Lakukan sentuhan untuk
memberikan dukungan
(merangkul).
3. Kurangi tuntutan berpikir saat
pasien mulai cemas.
Edukasi

1. Jelaskan manfaat tidak merasa


bersalah dan malu.
2. Anjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami pasien.
2. Harga Diri Harga Diri (L. 09069) Promosi Harga Diri (I. 09308)
Rendah
Setelah dilakukan perawatan Obeservasi
Situasional
selama 3x24 jam pasien dapat
(D.0087) 1. Monitoring tingkat harga diri
Meningkatkan harga dirinya. pasien setiap waktu.
Terapeutik
Kriteria hasil :
1. Diskusikan terkait pertanyaan
a. Penilaian diri positif (5)
tentang harga diri.
b. Kontak mata (5)

30
c. Perasaan malu (5) 2. Diskusikan pengalaman yang
d. Perasaan bersalah (5) dapat meningkatkan harga
dirinya.
3. Diskusikan alasan mengkritik
diri atau merasa bersalah.
4. Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas yang meningkatkan
harga diri pasien.
Edukasi

1. Jelaskan kepada keluarga


pentingnya dukungan dalam
perkembangan konsep positif
pada pasien.
2. Anjurkan mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi dengan orang
lain.
3. Anjurkan untuk membuka diri.
4. Latih untuk meningkatkan
kepercayaan pada kemampuan
dalam mengatasi situasi.
3. Sindrom Pasca Ketahanan Personal (L. 09073) Reduksi Ansietas (I. 09314)
Trauma
Setelah dilakukan perawatan Observasi
(D.0104)
selama 3x24 jam pasien dapat
1. Identifikasi saat tingkat
meningkatkan ketahanan diri ansietas berubah.
pasien. 2. Identifikasi kemampuan
mengambil keputusan
Kriteria hasil :
Terapeutik
a. Verbalitas perasaan(5)
1. Temani pasien untuk
b. Mencari dukungan emosional
mengurangi kecemasan.
(5).

31
c. Menggunakan strategi untuk 2. Pahami situasi yang membuat
meningkatkan keamanan (5). ansietas.
3. Diskusikan perencanaan
realistis tentang masa depan.
Edukasi

1. Anjurkan keluarga untuk tetap


bersama pasien.
2. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan.
3. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat.

Dukungan Perlindungan
Penganiayaan Pasangan
(I. 09273)

Observasi

1. Identifikasi riwayat kekerasan


dalam rumah tangga (cedera,
kecemasan dan gangguan
kejiwaan lainnya)
2. Identifikasi tanda dan gejala
kekerasan emosional (HDR
dan malu).
3. Identifikasi interaksi dengan
pasangan.
Terapeutik

1. Lakukan wawancara dengan


pasien dan keluarga yang
mengetahui tentang kekerasan
yang dialami pasien.

32
2. Dokumentasikan bukti
kekerasan fisik yang
dilakukan.
3. Tegaskan secara positif bahwa
diri pasien berharga.
4. Dukung pasien untuk
mengambil tindakan untuk
mencegah terjadi kekerasan
lebih lanjut.
5. Buat rencana keselamatan
yang digunakan jika terjadi
kekerasan.
Edukasi

1. Anjurkan pasien untuk


mengekspresikan
kekhawatiran dan perasaan
(ketakutan, rasa bersalah, rasa
malu dll).

33
BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan
KDRT merupakan segala bentuk kekerasan yang mengakibatkan rasa
sakit atau penderitaan secara fisik, seksusal, psikologis, atau perampasan
kemerdekaan dalam lingkup rumah tangga, faktor penyebab terjadinya KDRT
adalah budaya patriarki, stereotype yang merugikan salah satu pihak, atau
tidak ada pemahaman yang sama dalam keluarga. Adanya gangguan dalam
psikologis seseorang merupakan salah satu motif terjadinya KDRT.
Adanya motif psikologi yang mendorong terjadinya KDRT, maka
dalam kasus KDRT diperlukan asuhan keperawatan diberikan kepada pelaku
KDRT, karena pelaku KDRT harus dikaji adakah gangguan psikologis yang
diderita oleh seseorang sehingga melakukan hal yang dapat merampas
kemerdekaan orang lain, oleh karena itu diharapkan dengan adanya asuhan
keperawatan ini dapat menunjang kesehatan jiwa klien.

34
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Dadang Iskandar. 2016. Upaya Penanggulangan Terjadinya Kekerasan dalam


Rumah Tangga. Vol 3 (2).

Estu Rakhmi. 2008. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan


dalam Rumah Tangga , Antara Terobosan Hukum dan Fakta
Pelaksanaannya Vol 5 (3). Jurnal Legislasi Indonesia.

Mufidah. 2008. Psikologi Keluarga Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang


Press.

Moerti Hadiati Soeroso, S.H., M.H. 2011. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam Prespektif Yuridis-Viktimologis, Jakarta: Sinar Grafika.

Moerti Hadiati Soeroso, S.H., M.H. 2010. Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Sinar Grafika. Jakarta

Prastowo, T. 2007. Waspadai Kekerasan di Sekitar Kita. PT Maraga Borneo


Tarigas.

Rena Yulia. 2010. Viktimologi: Perlindungan Hukum Terhadap Korban


Kejahatan. Bandung: Graha Ilmu.

Ridwan Masyur. 2016. Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga menurut
Sistem Peradilan Pidana dalam Perspektif Restorative Justice Vol 5
(3)431-446. Jurnal Hukum dan Peradilan.

Rizky Ediansyah. 2016. Upaya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta
Bandar Lampung dalam Penanggulangan Tindak Pidana Kekerasan
Terhadap Anak. Skripsi Fakultas Hukum Unila: Bandar Lampung.

Shinta, D.H; Bramanti, O.C. 2007. Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta:
LBH APIK dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

35

Anda mungkin juga menyukai