Anda di halaman 1dari 5

Pencegahan kanker Ovarium

1) Pencegahan Primer 15

Pencegahan primer yaitu upaya mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang sehat menjadi sakit. Upaya pencegahan primer dapat dilakukan dengan
pemberian informasi mengenai kanker ovarium, upaya pencegahan seperti :

1. Pemakaian pil pengontrol kehamilan


Menurut ACS, perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi secara oral (pil KB)
untuk tiga sampai lima tahun diperkirakan mengurangi risiko terkena kanker indung
telur hingga 30 sampai 50 persen lebih rendah.
2. Operasi sterilisasi atau hysterectomy (pengangkatan rahim)
Dari penelitian ACS, operasi sterilisasi, berupa pengikatan saluran indung telur untuk
mencegah kehamilan, mengurangi 67 persen risiko terkena kanker indung telur.
Sementara untuk pengangkatan rahim, memang terbukti efektif untuk mencegah kanker
rahim.
3. Diet
Gaya diet yang memperbanyak makan sayuran, terbukti mengurangi risiko terkena
kanker indung telur. Apalagi, jika anda membatasi konsumsi daging dan makanan yang
mengandung lemak jenuh.
4. Olahraga
Para penelitian, membuktikan olahraga ringan hingga sedang, namun dilakukan rutin
(minimal 3 kali dalam seminggu dengan waktu olahraga minimal 15 menit) dapat
meningkatkan kekebalan tubuh, memperbanyak antioksidan dan mengurangi risiko
kegemukan. Semua akibat baik dari olahraga itu penting untuk menjaga kesehatan,
termasuk mencegah terkena kanker.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghambat progresifitas penyakit, pencegahan ini
dapat dilakukan dengan diagnosa dini dan pengobatan yang tepat, diantaranya adalah
Diagnosis Kanker Ovarium
 Operasi
Tindakan operasi dilakukan sangat tergantung dari kondisi kesehatan pasien dan
sejauh mana kanker itu telah menyebar dalam tubuh. Di bawah ini ada contoh-
contoh operasi yang kerap dilakukan untuk menghentikan penyebaran kanker
ovarium, yaitu :
a) Unilateral oophorectomy
b) Bilateral oophorectomy
c) Bilateral salpingectomy
d) Unilateral dan bilateral salpingo-oophorectomy
e) Radical hysterectomy
f) Cytoreduction
 Kemoterapi
Merupakan perawatan dengan obat-obatan untuk membunuh sel kanker. Obat-
obatan kemoterapi di masukkan langsung ke jaringan pembuluh darah atau
diminum. Kemoterapi ini juga penting untuk mencegah kanker menyebar ke organ
tubuh lainnya. Untuk penderita kanker ovarium yang menyerang sel epitel, biasanya
diperlukan 6 kali kemoterapi dengan jarak satu kemoterapi dengan kemoterapi yang
lainnya yaitu 3-4 minggu.
 Terapi radiasi
Gunanya untuk membunuh sel penular dengan menggunakn sinar radiasi tinggi.
Walaupun pengobatan ini efektif untuk kebanyakan jenis kanker tapi jarang
digunakan pada pengobatan kanker indung telur.
 Ultrasonografi (USG)
USG adalah cara pemeriksaan invasif yang lebih murah. Dengan USG dapat secara
tegas dibedakan tumor kistik dengan tumor yang padat. Pada tumor dengan bagian
padat (echogenik) persentase keganasan makin meningkat. Sebaliknya, pada, tumor
kistik tanpa ekointernal (anechogenic) kemungkinan keganasan
menurun.Pemakaian USG transvaginal (transvaginal color flow doppler) dapat
meningkatkan ketajaman diagnosis karena mampu menjabarkan morfologi tumor
ovarium dengan baik. Pemakaian USG transvaginal color Doppler dapat
membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas.
 Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemakaian CT-Scan untuk diagnosis tumor ovarium juga sangat bermanfaat.
Dengan CT-Scan dapat diketahui ukuran tumor primer, adanya metastasis ke hepar
dan kelenjar getah bening, asites, dan penyebaran ke dinding perut. CT-Scan kurang
disenangi karena
1) Risiko radiasi,
2) Risiko reaksi alergi terhadap zat kontras,
3) Kurang tegas dalam membedakan tumor kistik dengan tumor padat, dan
4) Biaya mahal.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Jika dibandingkan dengan CT-Scan, MRI tidak lebih baik dalam hal diagnostic,
menggambarkan penjalaran penyakit, dan menentukan lokasi tumor di abdomen
atau pelvis.

Deteksi Dini Kanker Ovarium

1. Skrining Kanker Ovarium

Salah satu cara untuk deteksi awal kanker ovarium adalah dengan metode skrining. Kriteria
untuk skrining penyakit yang disarankan oleh World Health Organization (WHO) adalah :

1. Kondisi yang diskrining seharusnya menggambarkan penyebab utama kematian dan


memiliki prevalensi yang substansial di populasi.
2. Perjalanan alamiah penyakit dari fase laten hingga munculnya penyakit harus memiliki
karakteristik yang jelas.
3. Seharusnya terdapat pengobatan untuk penyakit pada fase laten atau awal sehingga
meningkatkan kesembuhan.
4. Tes skrining harus diterima pada populasi.
5. Pengobatan yang efektif harus tersedia untuk penyakit tahap lanjut.
6. Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus tersedia.
7. Harus terdapat persetujuan berdasarkan petunjuk klinis siapa yang diobati.
8. Skrining harus cost effective
9. Skrining tes harus mempunyai positive predictive value, negative predictive value,
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
2. Tumor Marker

Tumor marker adalah substansi kimia yang ditemukan dalam darah, cairan tubuh atau di
jaringan tubuh lainnya yang dapat dideteksi dalam hubungan dengan perkembangan
keganasan. Tumor marker dapat digunakan untuk diagnosis dan memantau perkembangan
penyakit. Tumor marker adalah protein yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya sel
kanker yang hidup, pada umumnya tumor marker adalah protein yang dihasilkan oleh sel
kanker tersebut. Tumor marker tergantung pada jenis histologi tumor, masing-masing jenis
histologi tumor mempunyai tumor marker yang spesifik (Andrijono, 2009).

Salah satu tantangan utama perkembangan tes skrining adalah dimana tes skrining tersebut
harus memiliki spesifisitas tinggi karena rendahnya prevalensi kanker ovarium dan untuk
menghindari banyaknya nilai positif palsu. Secara statistik, keberhasilan tes skrining
memerlukan sensitifitas lebih dari 75% dan spesifisitas lebih dari 99,6% untuk mendapatkan
positive predictive value (PPV)10%. Kombinasi CA125 dan symptom index dapat mendeteksi
89,3% wanita dengan kanker ovarium, 80,3% pada stadium awal dan 95,1% pada stadium akhir
penyakit. Beberapa peneliti lain membandingkan risiko indeks keganasan (Risk Malignancy
Index/RMI) berdasarkan CA125, pencitraan/imaging, dan statusmenopause dengan predictive
probability (PP) berdasarkan novel bioassaymenggunakan CA125, HE4 dan status menopause
untuk memprediksi kanker ovarium tipe epitelial pada pasien dengan massa pelvis. Pada pasien
dengan tumor jinak ovarium dan kanker ovarium tipe epitelial dengan spesifisitas 75%
didapatkan sensitifitas pada PP 94,3% dan sensitifitas pada RMI 83,7%. Pada pasien stadium
I dan II, sensitifitas pada PP 85,3% dan pada RMI sensitifitasnya 61,8%. Sensitifitas pada
kanker ovarium stadium III dan IV masing-masing 98,8% dan 93% (Anderson, dkk.,2010).

a. CA125 (Cancer Antigen 125)

Tumor marker yang paling luas dipakai dalam deteksi kanker ovarium adalah CA125 sehingga
sering disebut “standar emas”. Pertama kali diidentifikasi oleh Bast, Knapp dan koleganya di
tahun 1981. CA125 adalah high molecular weight glycoprotein yang meningkat pada kira-kira
90% pasien dengan kanker ovarium tipe epitelial stadium lanjut. CA125 dihasilkan dari fetal
amniotic dan coelomicepithelium dan pada jaringan dewasa berasal dari coelomic epithelium
(sel mesotelial pleura, pericardium, dan peritoneum) dan Mullerian (tuba, endometrium, dan
endoservik). CA125 mengandung 2 domain antigen utama yaitu A dan B yang mengikat
antibodi monoklonal OC125 dan M11. Kekurangan CA125 sendiri sebagai tumor marker pada
skrining kanker ovarium adalah tingginya nilai positif palsu dengan sensitifitas 50-62% pada
stadium awal dan 90% pada stadium lanjut dan spesifisitas 94%-98,5% (Gupta, D. dan Lis,
CG., 2012).

b. Human Epididymis Protein 4 (HE4)

Human epididymis protein 4 (HE4) adalah tumor marker baru dan ditemukan dengan kesatuan
DNA pada kanker ovarium dengan sensitifitas 76% dan jika dikombinasikan dengan CA125
akan memiliki sensitivitas 95%. HE4 adalah low molecular weight glycoprotein dan
merupakan golongan stable 4-disulfide dimana fungsinya belum diketahui.

HE4 disekresikan dan terlihat pada epitel jaringan genitalia wanita yang normal.
Kemunculannya pada kista ovarium kortikal menandakan bahwa pembentukan epitel
Mullerian adalah prasyarat dalam perkembangan beberapa tipe kanker ovarium dimana lebih
dari 90% ditemukan pada kanker ovarium.

3. Peran Ultrasonografi pada Kanker Ovarium

Teknik ultrasonografi transvaginal dan transabdominal merupakan modalitas pencitraan dalam


pemeriksaan organ pelvis oleh karena noninvasif, murah, dan banyak tersedia. Dengan
penggunaan ultrasonografi transvaginal, frekuensi probe yang digunakan bisa lebih tinggi
sehingga resolusi gambar menjadi lebih baik. Selain untuk menilai infertilitas dan komplikasi
kehamilan muda, kelainan menstruasi dan nyeri pelvis, penggunaan TVS saat ini juga berperan
dalam evaluasi massa adneksa yang sejalan dengan program skrining kanker ovarium.
Pengetahuan tentang anatomi ovarium normal dan fungsinya adalah penting untuk dapat
melihat adanya kelainan pada ovarium (Jermy dan Bourne, 2003).

Sumber :

Anderson dkk. Assessing Lead Time of Selected Ovarian Cancer Biomarkers: A Nested Case–
Control Study. JNCI: Journal of the National Cancer Institute, Volume 102, 2010: 26–38

Andrijono. 2009. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta: Pustaka Spirit.

Gupta, D. And Lis, C.G. Role of CA-125 in predicting ovarian cancer in general population.
Past practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 26, 2012: 243-256.

Jermy K, Bourne T, 2003, Ultrasound of the Ovary. Imperial College London: 181-192

Anda mungkin juga menyukai