Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN KORBAN PEMERKOSAAN

OLEH :

NAMA KELOMPOK II

1. GERALDY S ADRIAANSZ
2. HANNA METEKOHY
3. HENYNISA SIPAHELUT
4. IREINE TALAHATURUSSON
5. INA A SUMAH
6. JAMITA SOUISSA
7. JENY SOSALE
8. JULIVIA METEKOHY
9. KNIL W MUSKITA
10. LENDA TUHUMURY
11. LUSSY BALRIYANAN
12. LIVI Y SOIRIPET
13. RIELNA S TOISUTA
KATA PENGANGTAR

Puji syukur senantiasa selalu kami panjatkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan limpahan berkat kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di buat
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II yang membahas tentang “Asuhan
Keperawatan Korban Pemerkosaan”.

Makalah ini kami buat dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadiri bahwa dalam pembuatan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai pembuat makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata
Kuliah.

Ambon, 04 November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN

A. DEFENISI
B. KLASIFIKASI
C. FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA PERKOSAAN
D. EFEK KEKERASAN SEKSUAL
E. KONSEKUENSI DARI KEKERASAN SEKSUAL
F. FASE REAKSI PSIKOLOGI TERHADAP PERKOSAAN
G. PENATALAKSANAAN

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan seksual terhadap


anak cukup membuat masyarakat terkejut. Kasus kekerasan seksual terhadap anak
masih menjadi fenomena gunung es. Hal ini disebabkan kebanyakan anak yang
menjadi korban kekerasan seksual enggan melapor. Karena itu, sebagai orang tua
harus dapat mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual.
Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak
pada masalah kesehatan dikemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang
berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.
Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, antara
lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa
(betrayal), trauma secara seksual (traumatic sexualization), merasa tidak berdaya
(powerlessness), dan stigma (stigmatization). Secara fisik memang mungkin tidak ada
hal yang harus dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual,
tapi secara psikis bisa menimbulkan ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan dendam.
Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan
dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan penyembuhan trauma psikis
akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang
terkait, seperti keluarga, masyarakat maupun negara.
Berbeda dengan kasus perilaku kekerasan dalam keluarga lebih sering
berbentuk kekerasan dalam keluarga atau rumah tangga (KDRT). Berdasarkan UU
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik kekerasan secara fisik,
secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan
penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban
menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis.
Perilaku kekerasan dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang yang
tinggal dalam keluarga, suami, istri, orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu,
tanpa membedakan gender ataupun posisi dalam keluarga.

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Aasuhan
Keperawatan pada anak klien dengan kebutuhan khusus: Anak Korban
Pemerkosaan

2. Tujuan Khusus
Setelah disampaikannya materi tentang Pemerkosaan dan KDRT, diharapkan
mahasiswa dapat :
a. Mahasiswa mampu memahami secara menyeluruh tentang Perilaku Anak
korban Pemerkosaan.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bentuk serta faktor-faktor terjadinya
pemerkosaan pemada anak.
c. Mahasiswa dapat mengimplikasikan dan mengetahui bagaimana proses
asuhan keperawatan dalam masalah Korban Pemerkosaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Perkosaan atau verkrachting termasuk kejahatan kesusilaan yang ada di dalam Buku
II KUHP Pasal 285. Menurut Pasal 285 KUHP perkosaan adalah suatu tindakan
kekerasan yang dilakukan terhadap wanita diluar pernikahan si pelaku. Salah satu unsur
di dalam Pasal 285 adalah kekerasan. Kekerasan yang dimaksud dalam Pasal 285 adalah
kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencari, memaksa,
merampas atau membawa pergi. Pemerkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan
nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara
yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum.
Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang
anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan
umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang
dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki
pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas
seksual.
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah
tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan
atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil
dan atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan
yang biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku terdiri dari:
1. Familial Abuse
Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah, menjadi
bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya
ayah tiri, atau kekasih, termasuk dalam pengertian incest. kategori incest dalam
keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak. Kategori pertama, sexual
molestation (penganiayaan). Kategori kedua, sexual assault (perkosaan), berupa oral
atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, fellatio (stimulasi oral pada penis),
dan cunnilingus (stimulasi oral pada klitoris). Kategori terakhir yang paling fatal
disebut forcible rape (perkosaan secara paksa), meliputi kontak seksual.
2. Extrafamilial Abuse
Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban, dan
hanya 40% yang melaporkan peristiwa kekerasan. Kekerasan seksual yang
dilakukan oleh orang dewasa disebut pedophile, yang menjadi korban utamanya
adalah anak-anak. Pedophilia diartikan ”menyukai anak-anak” sedangkan Pedetrasy
merupakan hubungan seksual antara pria dewasa dengan anak laki-laki. Biasanya
ada tahapan yang terlihat dalam melakukan kekerasan seksual, kemungkinan pelaku
mencoba perilaku untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban menuruti,
kekerasan akan berlanjut dan intensif, berupa nudity (dilakukan oleh orang dewasa),
disrobing (orang dewasa membuka pakaian di depan anak), genital exposure
(dilakukan oleh orang dewasa), observation of the child (saat mandi, telanjang, dan
saat membuang air), mencium anak yang memakai pakaian dalam, fondling
(meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan bokong), masturbasi, fellatio
(stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri), cunnilingus (stimulasi pada vulva
atau area vagina, pada korban atau pelaku), digital penetration (pada anus atau
rectum), penile penetration (pada vagina), digital penetration (pada vagina), penile
penetration (pada anus atau rectum), dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku
atau area genital lainnya, paha, atau bokong korban).

B. Klasifikasi
Menurut kriminolog Mulyana W. Kusuma menyebutkan macam-macam perkosaan
sebagai berikut:
1. Sadistic Rape
Perkosaan sadistis, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk
yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik
bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui serangan yang mengerikan atas
alat kelamin dan tubuh korban.
2. Angea Rape
Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk
menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan. Disini
tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap siapa pelaku yang
memproyeksikan pemecahan atas prustasi-prustasi, kelemahan, kesulitan, dan
kekecewaan hidupnya.
3. Dononation Rape
Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas
kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan
seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan
seksual.
4. Seductive Rape
Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta
oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman
personal harus dibatasi tidak sampai sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya
mempunyai rasa bersalah yang menyangkut seks.
5. Victim Precipitatied Rape
Yakni perkosan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebaagi
pencetusnya.
6. Exploitation Rape
Perkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan hubungan
seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang
berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan
sosial. Misalnya, istri yang diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga
yang diperkosa majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan
(mengadukan) kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.

C. Faktor-faktor Terjadinya Perkosaan


Perkosaan terjadi karena berbagai jenis sebab. Umumnya dapat dibedakan dalam
dua jenis yang berbeda, yakni faktor internal (yang berasal dari korban sendiri) ataupun
faktor eksternal (yang berasal dari luar diri korban perkosaan). Pada dasarnya seorang
wanita menjadi korban perkosaan karena kondisi fisik maupun psikisnya yang lebih
lemah dari pria (pelaku perkosaan)

D. Efek Kekerasan Seksual


Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological disorder yang
disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang
intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
Korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk
terbuka pada orang lain, empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
1. Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai
anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan
dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang
mengancam anak.
2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual)
Perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan
seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam
rumah tangga.
3. Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan
dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya
mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan
kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya.
Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan
dalam dirinya.
4. Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang
buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa
bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering
merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya
akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan
minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau
berusaha menghindari memori kejadian tersebut.
E. Risiko Psikis Dan Reproduksi
1. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
2. Rasa takut yang berkepanjangan
3. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat secara normal
4. Tidak jarang dikucilkan dan dibuang oleh lingkungannya karena dianggap
membawa aib
5. Risiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara normal
pada kehidupannya dimasa dating

F. Konsekuensi dari kekerasan seksual


1. Kehamilan dan komplikasi ginekologis
Kehamilan dapat terjadi dari pemerkosaan, sebuah studi mengenai remaja di
Ethiopia menunjukkan bahwa 17% dari mereka yang pernah diperkosa telah
hamil, sepeti juga penelitian di Meksiko yang menunjukkan 15-18% mengalami
kehamilan. Studi longitudinal di Amerika Serikat menemukan bahwa dari 4000
perempuan yang diikuti selama 3 tahun, rasio kehamilan dari pemerkosaan adalah
5% dari pemerkosaan di antara korban berusia 12-45 tahun.

2. Penyakit-penyakit menular seksual


HIV dan penyakit menular seksual lainnya merupakan konsekuensi yang jelas dari
pemerkosaan. Penelitian pada perempuan di rumah-rumah menunjukkan bahwa
perempuan yang mengalami kekerasan seksual dari pasangan intim secara
signifikan lebih mungkin untuk memiliki penyakit menular seksual. Pada
perempuan yang diperjualbelikan untuk pekerjaan seks, tingkat penyakit menular
seksual cukup tinggi.

3. Kesehatan mental
Kekerasan seksual telah diasosiasikan dengan beberapa permasalahan mental pada
remaja dan dewasa. Pada suatu penelitian berdasar populasi, prevalensi gejala dan
tanda yang mengarahkan pada gangguan psikiatrik adalah 33% pada perempuan
dengan riwayat kekerasan seksual saat dewasa, 15% pada perempuan dengan
riwayat kekerasan seksual oleh pasangan intim dan 6% pada perempuan yang
tidak mengalami. Terdapat hubungan antara riwayat pemerkosaan dengan
gangguan tidur, gejala-gejala depresi, keluhan somatik, konsumsi rokok dan
gangguan perilaku saat ini. Pada kondisi-kondisi di mana tidak dilakukannya
konseling trauma, efek psikologis yang negatif dapat menetap sampai setahun
setelah kejadian berlalu, sementara trauma fisik yang diderita cenderung membaik
selama periode tersebut. Meskipun dilakukan konseling, masih dapat ditemukan
50% dari perempuan tersebut mengalami gejala-gejala gangguan stres. Adapun,
perempuan yang mengalami kekerasan seksual pada waktu kecil maupun dewasa
memiliki risiko lebih untuk melakukan tindakan bunuh diri.

4. Pengasingan sosial
Pada berbagai lingkungan sosial, dipercayai pria tak bisa mengendalikan nafsu
seksualnya dan perempuan bertanggungjawab untuk menarik hasrat seksual pada
pria. Pada beberapa masyarakat, disetujui bahwa perempuan yang diperkosa
sebaiknya menikahi pelaku, sehingga menjaga integritas dari perempuan dan
keluarganya dengan mengesahkan hubungan tersebut. Selain dari pernikahan,
keluarga cenderung menekan korban untuk tidak melaporkan atau menuntut
pelaku. Pria biasanya diperbolehkan untuk menolak seorang perempuan sebagai
istri jika ia sudah diperkosa. Di beberapa negara, mengembalikan kehormatan
seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual dapat berarti sang
perempuan harus diasingkan, atau dalam kasus yang ekstrim, perempuan tersebut
akan dibunuh.

G. Fase Reaksi Psikologi Terhadap Perkosaan


1. Fase disorganisasi akut
Fase yang dimanifestasikan dalam 2 cara yaitu :
a) Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa memalukan,
marah dan bentuk emosi yang lainnya.
b) Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi dan korban
tampak tenang
2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian, diikuti tahap
cemas yang meningkat, takut mengingat kembali, gangguan tidur, terlalu waspada
dan reaksi psikosomatik
3. Fase reorganisasi, dimana kejadian ditempatkan pada perspesktif, beberapa korban
tidak benar-benar pulit dan mengembangkan gangguan stress kronik

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis untuk menurunkan
trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada untuk kemungkinan
tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : An.A (L / P) Tgl Pengkajian : 12/11/2021
Umur : 13
Informan :
II. ALASAN MASUK
Keluarga mengatakan bahwa klien merasa ketakutan dan cemas saat mengingat
suatu kejadian yang dialami dan ingin mencoba bunuh diri

MASALAH SAAT PENGKAJIAN


Klien tidak menjawab saat di berikan pertanyaan oleh perawat

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu? Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil
3. Trauma Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya Fisik √

Aniaya Seksual √

Penolakan √

Kekerasan dalam keluarga

Tindakan Kriminal

Penjelasan : Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami


gangguan jiwa.

3. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Ya Tidak

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : Tidak ada


IV. Fisik
1. Tanda vital : TD :- N :110x/m , S :37ºC, P : 22x/m
2. Ukur vital : TB : 135, BB : 32, Turun Naik
3. Keluhan Fisik : Ya Tidak
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Genogram: (3 Generasi)

Ket :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Garis Keturunan

: Pasien

2. Konsep Diri :
a. Citra Tubuh :
Klien mengatakan bahwa tidak ada yang ia sukai dari dirinya
b. Identitas :
- Klien mengatakan bahwa disekolah klien terpilih sebagai ketua kelas 7
A
- Klien belum menikah
- Klien sempat mengatakan bahwa klien tidak puas sebagai perempuan
c. Peran :
Klien mengatakan bahwa dirumah tugasnya ialah membersihkan halaman
rumah, klien sangat antusias saat menjalankan tugasnya
d. Ideal diri :
Klien mengatakan semoga ia bisa menjalani tugasnya sebagai ketua kelas,
klien dapat menerima dirinya sebgai seorang perempuan, dan semoga
klien dapat diterima dilingkungannnya dan klien berharap semoga bisa
menerima msalah yang terjadi
e. Harga diri :
Persepsi klien dengan orang lain bahkan lingkungan sedikit menurun
dikarenakan klien merasa bahwa dirinya tidak pantas lagi setelah kejadian
tersbut dialaminya dan jarang berinteraksi dengan orang lain

3. Hubungan Sosial :
a. Orang terdekat :
Klien mengatakan bahwa orang yang paling terdekat dengannya ialah
mama
b. Peran Serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien mengatakan bahwa ia tidak terlibat dalam kegiatan kelompok
dimasyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Hambatannya ialah klien merasa minder dan malu
4. Spiritual :
a. Nilai dan Keyakinan :
Klien mengatakan bahwa percaya pada tuhan namun ia mempersalhakan
tuhan atas kejadian yang menimpahnya
b. Kegiatan Ibadah :
Klien mengatakan jarang beribadah dan mebndekatkan diri pada tuhan

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian tidak Cara
berpakaian tidak sesuai
seperti biasanya.
Jelaskan : klien terklihat rapi

2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
Pembicaraan
Jelaskan : klien sangat lambat dalam berbicara

3. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah Agitas
TIK Grimesen Tremor Kompulsif
Jelaskan : klien terlihat sangat tegang dan gelisah saat ditanya

4. Alam Perasaan
Sedih Ketakutan Putus Asa Khawatir Gembira
berlebihan
Jelaskan : klien terlihat takut saat ditanya oleh perawat

5. Afek
Datar Tumpul Tidak Kooperatif Mudah Tersinggung
Jelaskan : klien bereaksi saat ditanyakan oleh perawat terkait penyakitnya

6. Interaksi selama wawancara


Bermusuhan Tidak Kooperatif Mudah tersinggung
Kontak mata kurang Defensi Curiga
Jelaskan : saat dilakukan pengkajian kontak mata klien kurang dan klien
tampak curiga

7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan :
Klien teringat kejadian yang terjjadi padanya yang dilihat olehnya

8. Proses Pikir
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan Asosiasi
Flight of ideas Blocking Perseverasi
Jelaskan : klien daat diwawancara sering terhenti namun klien melanjutkan
lagi setelah ditanyakan lagi

9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yg Terkait Pikiran magis
Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
Nihilistik Sisip Pikir Sial Pikir Kontrol
Pikir
Jelaskan : klien mengatakan bahwa ia tidak menyukai tubuhnya dan hanya
menyukai bagian mata saja namun pada dasarnya tubuhnya terlihat bagus

10. Tingkat Kesadaran


Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi :
Waktu Tempat Orang

11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat
jangka
pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi

12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana

13. Kemampuan penilaian


Gangguan ringan Gangguan bermakna
14. Daya tilik diri :
Menghindari penyakit yg diderita Menyalahkan hal-hal
Diluar diri

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Bantuan Minimal Bantuan Total
2. BAB/BAK
Bantuan Minimal Bantuan Total
3. Mandi
Bantuan Minimal Bantuan Total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan Minimal Bantuan Total
5. Istirahat dan Tidur
Tidur siang lama 2 s/d 3 jam
Tidur malam lama 5 s/d 7 jam
Aktifitas sebelum/sesudah tidur menyikat gigi, cuci kaki dan berdoa /
merapikan tempat tidur, mandi/cuci muka dan mneyikat gigi
6. Penggunaan Obat
Bantuan Minimal Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan √
Sistim pendukung √
8. Aktifitas didalam rumah
Ya Tidak
Menyiapkan makanan √
Menjaga kerapihan rumah √
Mencuci pakaian √
Pengaturan keuangan √
9. Aktifitas diluar rumah
Ya Tidak
Belanja √
Transportasi √
Lain-lain
Jelaskan : klien pergi kesekolah berjalan kaki dengan teman / bahkan sendiri

VIII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum Alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/
berlebihan
Teknik Relokasi Bekerja berlebihan
Aktifitas Konstruktif Menghindar
Olahraga Mencederai diri
Lainnya ..........................................
Lainnya .......................................

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah dengan dengan lingkungan, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah dengan pendidikan, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah dengan pekerjaan, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah dengan perumahan, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah dengan ekonomi, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik
..............................................................................................................................
Masalah lainnya, spesifik
..............................................................................................................................
X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG :
Penyakit Jiwa Sistem Pendukung
Faktor Predisposisi Penyakit Fisik
Koping Obat-obatan
Lainnya : .......................

B. ANALISA DATA

Data Masalah
DS : Resiko Bunuh Diri
- Klien mengingat kejadian yang terjadi
kepadanya
- Klien mengungkapkan bahwa dirinya
tidak berarti lagi
- Klien mengatakan sempat ingin
bunuh diri

DO :
- Klien tampak cemas dan gelisa
- Klien terlihat ketakutan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Sindrom Pasca Trauma

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi


Sindrom Pasca Trauma TUM : Sp I Pasien
Klien tidak menciderai diri - Bina hubungan
sendiri saling percaya
TUK : dengan klien
- Klien dapat membina - Identifikasi benda-
hubungan saling benda yang dapat
percaya membahayakan
- Klien dapat terlidung pasien
dari perilaku bunuh - Amankan benda-
diri benda yang dapat
- Klien dapat membahayakan
mengekspresikan pasien.
perasaan - Lakukan kontrak
- Klien dapat treatment
meningkatkan harga - Ajarkan cara
diri mengendalikan
- Klien dapat dorongan bunuh diri
menggunakan koping
yang adaptif Sp II Pasien
- Klien dapat
menggunakan - Identisifikasi aspek
dukungan sosial positif pasien
- Dorong pasien
untuk berfikir
positif terhadap diri
sendiri
- Dorong pasien
untuk menghargai
diri sebagai individu
yang berharga

Sp III Pasien
- Identisifikasi pola
koping yang biasa
diterapkan pasien
- Nilai pola koping
yng biasa dilakukan
- Identifikasi pola
koping yang
konstruktif
- Dorong pasien
memilih pola
koping yang
konstruktif
- Anjurkan pasien
menerapkan pola
koping konstruktif
dalam kegiatan
harian
Sp IV Pasien
- Buat rencana masa
depan yang realistis
bersama pasien
- Identifikasi cara
mencapai rencana
masa depan yang
realistis
- Beri dorongan
pasien melakukan
kehiatan dalam
rangka meraih masa
depan yang realistis

SP 1 Keluaga
o Diskusikan
massalah yang
dirasakan keluarga
dalam merawat
pasien
o Jelaskan pengertia,
tanda dan gejala
resiko bunuh diri,
dan jenis prilaku
yang di alami
pasien beserta
proses terjadinya
o Jelaskan cara-cara
merawat pasien
resiko bunuh diri
yang dialami pasien
beserta proses
terjadinya.

SP II Keluarga
- Latih keluarga
mempraktekan cara
merawat pasien
dengan resiko
bunuh diri
- Latih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien
resiko bunuh diri.

SP III Keluarga
- Bantu keluarga
membuat jadual
aktivitas dirumah
termasuk minum
obat
- Diskusikan sumber
rujukan yang bias
dijangkau oleh
keluarga

E. TINDAKAN KEPERAWATAN

Tgl/bln/thn Dx.Keperawatan Implementasi Evaluasi

04 Resiko Bunuh Sp I Pasien S:


November Diri - Bina hubungan Klien mengatakan
2021 saling percaya sudah mencoba
dengan klien belajar berkenalan
- Mengidentifikasi namun masih
benda-benda yang enggan untuk
dapat dilakukan
membahayakan
pasien O:
- Mengamankan Klien aktif dan
benda-benda yang memperhatikan
dapat selama latihan
membahayakan berkenalan
pasien. dengan perawat
- Melakukan
kontrak treatment A:
- Mengajarkan cara Klien sudah tahu
mengendalikan cara berkenalan
dorongan bunuh dengan
diri menyebutkan
nama,asal,hobi
Sp II Pasien
P:
- Mengidentisifikasi
aspek positif Lanjutkan
pasien berkenalan
- Mendorong pasien dengan orang
untuk berfikir lain.
positif terhadap
diri sendiri
- Mendorong pasien
untuk menghargai
diri sebagai
individu yang
berharga

Sp III Pasien
o Mengidentisifikasi
pola koping yang
biasa diterapkan
pasien
o Menilai pola
koping yng biasa
dilakukan
o Mengidentifikasi
pola koping yang
konstruktif
o Mendorong pasien
memilih pola
koping yang
konstruktif
o Menganjurkan
pasien
menerapkan pola
koping konstruktif
dalam kegiatan
harian

Sp IV Pasien
o Membuat rencana
masa depan yang
realistis bersama
pasien
o Mengidentifikasi
cara mencapai
rencana masa
depan yang
realistis
o Memberi
dorongan pasien
melakukan
kehiatan dalam
rangka meraih
masa depan yang
realistis

SP 1 Keluaga
o Mendiskusikan
massalah yang
dirasakan keluarga
dalam merawat
pasien
o Menjelaskan
pengertia, tanda
dan gejala resiko
bunuh diri, dan
jenis prilaku yang
di alami pasien
beserta proses
terjadinya
o Menjelaskan cara-
cara merawat
pasien resiko
bunuh diri yang
dialami pasien
beserta proses
terjadinya.

SP II Keluarga
- Melatih keluarga
mempraktekan
cara merawat
pasien dengan
resiko bunuh diri
- Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien
resiko bunuh diri.
SP III Keluarga
- Membantu
keluarga membuat
jadual aktivitas
dirumah termasuk
minum obat
- Mendiskusikan
sumber rujukan
yang bias
dijangkau oleh

F. STRATEGI PELAKSANAAN
Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien
isyarat bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikumba An.A, Bagaimna perasaan An.A di pagi yang cerah ini?
Bagaimana, Masi adakah doorongan An.A untuk mengaihiri kehidupan? Baik, sesuai
janji kita kemarin sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas
pemberian tuhan yang masih An.A miliki serta aspek positif dalam diri An.A,
bukannya An.A masih punya keluarga dan teman yang sayang dengan An.A . Berapa
lama kita akan bercakap dan mau dimana?
Tahap Kerja
“Menurut An.A, apa saja dalam hidup An.A yang perlu disyukuri, siapa saja yang
akan sedih dan merasa rugi jika An.A meninggal. Coba sekarang An.A ceritakan hal-
hal yang baik dalam kehidupan An.A. Keadaan yang bagaimana yang membuat An.A
merasa puas? Bagus!. Ternyata kehidupan M’ba Ayu masih ada yang baik dan patut
di syukuri. Coba An.A sebutkan kegiatan apa yang masih M’ba lakukan selama ini”
Bagaimana kalau M’ba mencoba melakukan kegiatan tersebut lagi, mari kita
berlatih.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan An.A sekarang setelah kita bercakap-cakap? Bisa An.A
sebutkan kembali apa–apa saja yang patut An.A syukuri dalam hidup An.A?. Ingat
dan ucapkan selalu hal-hal yang baik dalam hidup An.A jika terjadi dorongan
mengakhiri kehidupan. Bagus An.A! Coba inggat-ingat lagi hal-hal lain yang masih
An.A miliki dan perlu syukuri nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi
masalah dengan baik? Tempatnya dimana. Namun, jika ada perasaan-perasaan yang
tak terkendali segera hubungi saya ya An.A. Permisi.
Ø  SP III Pasien: meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
(pola koping) pasien isyarat bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikum An.A, Bagaimna perasaan An.A di pagi yang cerah ini? Masi
adakah keinggina untuk bunuh diri? Menurut An.A, Apa lagi hal-hal positif yang
perlu An.A syukuri? Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara
mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? di sini saja?

Tahap Kerja
“ Coba ceritakan situasi yang membuat An.A ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apa
kira-kira jalan keluar dari masalah yang An.A alami. Hemm… ternyata banyak juga
yah. Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing
cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!,
kalau menurut An.A yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat
rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian An.A.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan An.A sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara
mengatasi masalah yang akan An.A gunakan? Coba dalam satu hari ini, An.A
menyelesaikan masalah yang An.A alami dengan cara yang An.A pilih tadi. Besok
dijam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas An.A menggunakan
cara yang dipilih’.

Ø  Sp IV Pasien: Menyusun rencana Masa depan


Oriantasi
“Assalamualaikum An.A, Bagaimna perasaan An.A di pagi yang cerah ini? Masi
adakah keinggina untuk bunuh diri?. Saya rasa pasti sudah tidak ada. Menurut An.A,
Apa lagi cara mengatasi masalah yang selama ini timbul? Sekarang kita akan
berdiskusi tentang rencana maa depan ibu dan cara mencapainya. Mau berapa
lama? di sini saja?
Tahap Kerja
“Coba ceritakan apa rencana An.A dimasa depan setelah keluar dari sini nanti.
Bagus!!. Ternyata An.A mempunyai rencana yang luar biasa bagus dan masih
mempunyai semangat hidup yang besar. Nah, sekarang coba kita diskusikan
keuntungan dan kerugian masing-masing rencana tersebut dan bagaimana cara
mencapai masa depan yang An.A ingginkan. Mari kita pilih cara yang paling baik
dan realistis!, kalau menurut An.A yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari
kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian
An.A agar masa depan yang An.A rencanakan dapat tercapai.”
Terminasi
“An.A sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mencapai rencana masa
depan yang An.A gunakan? Coba mulai sekarang, M An.A melakukan
kegiatan/rencana tersebut dengan cara yang An.A pilih tadi. Besok dijam yang sama
kita akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman An.A menggunakan cara
yang dipilih’. Saya harap An.A tetap semangat, saya yakin masa depan yang An.A
ingginkan pasti An.A dapatkan”. Saya permisi dulu…..

KELUARGA

Ø  SP I Keluarga: mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang


cara merawat anggota keluarga yang beresiko bunuh diri

Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, kenalkan saya perawat mita yang merawat Anak
Bapak/Ibu di rumah sakit ini”.
“ Bagaiman kalua kita berbincang-bincang tentang cara merawat agar An.A tetap
selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana apa Bapak/Ibu bersedia?
Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita
mengawasi terus An.A
Tahap Kerja
‘Apa masalah atau kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat An.A?.
“Oww….Begini Bapak/Ibu, An.A sedang mengalami putus asa yang sangat berat
akibat kekasihnya yang telah menghamili dan meninggalkannya menikah dengan
wanita lain ini terjadi, sehingga sekarang ia selalu inggin mengaikhiri hidupnya
karena merasa tak berguna.
“Bapak/Ibu sebaiknya Ny. P memperhatikan benar-benar munculnya dan tanda dan
gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang melakukan bunuh diri menunjukan
gejala melalui percakapan misalnya”saya tidak inggin hidup lagi, orang lain lebih
baik tanpa saya. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar An.A mengatakan hal
tersebut?”
“ Jika Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala seperti itu, mata sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari An.A secara serius. Pengawasan terhadap
An.A pun harus ditingkatkan, Jangan tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah
atau jangan biarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan dan tanda dan gejala
tersebut, dan menemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri. Seperti tali
tambang, silet, gunting, ikat pinggang, pisua serta benda tajam lainnya yang mungkin
bisa di gunaka untuk melukai diri, sebaiknyan dicegah dengan meningkatkan
pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan hal tersebut. Katakana
Bapak/Ibu serta keluarga bahwa sayang pada An.A dan katakana juga kebaikan-
kebaikannya.
“ Selain itu usahakan 5x sehari Bapak/Ibu memuji beliau dengan tulus tapi tidak
berlebihan”. “Tetapi jika sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu
mencari bantuan orang lain. Apabila tidak bisa diatasi segera rujuk kepuskesmas
untuk mendapatkan peraeatan yang serius. Setelah kembali kerumah, Bapak/Ibu
perlu membantu agar An.A terus berobat untuk mengatasi keingginan bunuh dirinya.
Karena kondi An.A yang dapat saja nekat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita
semua harus mengawasi An.A terus menerus. Bapak/Ibu Bapak/Ibu juga kami minta
partisipasinya untuk juga dapat mengawasi An.A ya… pokoknya An.A tidak boleh
ditinggal sendiri sedikitpun untuk sementara karena dalam kondisi serius”
“Jika Bapak/Ibu berbicara pada An.A focus pada hal-hal positif, hindarkan
pernyataan negative”. “Selain itu sebaiknya An.A pumya kegiatan positif seperti
melakukan hobinya bermain music, menyulam dll supaya An.A tidak sempat
melamun sendiri”.
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi perasaan
inggin bunuh diri dan merawat pasien resiko bunuh diri?”
Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang belum jelas atau mau ditanyakan?. Bapak/Ibu
tolong bisa diulangi lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang inggin bunuh
diri?”. Ya, Bagus jika Bapak/Ibu sudah mengerti. Jangan lupa pengawasannya ya!
Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat
melanjutkan untuk membicarakan cara-cara meningkatlkan harga diri An.A dan
penyelesaian masalahnya pada pertemuan akan datang”. “ Bagaimana Bapak/Ibu
setuju?” Kalau begitu sampai bertemu lagi besok disini”. Terima kasih atas
waktunya.

Ø  SP II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko


bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, sesuai janji kitakemarin lalu alhamdullah kita
sekarang bisa bertemu lagi”. Bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara
merawat pasien resiko bunuh diri yang kita bicarakan minggu lalu?”.
“ Sekarang kita akan mempraktekkan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?” “
Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke An.A ya?”
“Bapak/Ibu berapa lama waktu mau kita latihan?”
Tahap Kerja
“Sekarang anggap saya An.A yang mengatakan inggin mati saja, coba An.A
praktikan cara berkomunikasi yang benar jika sedang berada dalam keadaan seperti
ini” “Bagus, cara Bapak/Ibu sudah benar”, “Sekarang coba praktekan cara member
pujian kepada An.A?” “Bagus, Kemudian bagaimna jika cara memotivasi An.A
minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadual?” “Bagus sekali,
ternyata Bapak/Ibu sudah mengerti cara merawat An.A?”
“Bagaimana Jika sekarang kita mencobanya langsung kepada An.A?” (Ulangi lagi
semua cara diatas langsung kepada klien)
Terminasi
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu berlatih cara merawa An.A di Rumah?” “Setelah
ini coba Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah kita lakukan tadi setiap kali membesuk
An.A” “ Baiklah bagaimana kalau 2/3 hari lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan
kita kan mencoba lagi cara merawat An.A sampai Bapak/Ibu lancr melakukannya”.
“Jam berapa Bapak/Ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat
ini ya Bapak/Ibu”
Ø  SP III Keluarga: Perencanaan pulang bersama keluarga/Aktivitas di rumah
dengan pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, hari ini An.A sudah boleh pulang, maka sebaiknya
kita membicarakan jadual An.A selama dirumah “berapa lama kita bias diskusi?, baik
mari kita diskusikan.”
Tahap Kerja
“Bapak/Ibu, ini jadual An.A selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah
dilakukan dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual
minum obatnya” “ Hal-hal yang perlu diperhatikanlebih lanjut adalah perilaku
yang diitampilkan oleh An.A selama dirumah. Kalau misalnya An.A Mengatakan
terus menerus inggin bunuh diri, tampak An.A gelisah dan tidak terkendali serta tidak
memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, tolong Bapak/Ibu sekeluarga hubungi perawat di
puskesmas terdekat dari rumah Bapak/Ibu, ini nomor telpon puskesmas yang bias di
hubunggi (0370) 140791.
Terminasi
“Bagaimna Bapak/Ibu ada yang belum jelas?” ini jadual kegiatan harian An.A untuk
dibawah pulang. Ini surat rujukan untuk perawat di puskesmas Selaga Alas, jangan
lupa control ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.

DAFTAR PUSTAKA
 PPNI.2016.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:Defenisi dan Indikator
Diagnostik,Ed.1 Cetakan III (Revisi).Jakarta: DPP PPNI
 Herdman,H,T& Kamitsuru,S.2018.Nanda-I Diagnosis Keperawatan: Defenisi
Dan Klasifikasi 2018-2020.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai