Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II

“Patofisiologi kelainan kongenital pada sistem digestive dan asuhan


keperawatan pada anak : Hirschprung, atresia ani, atresia ductus hepaticus
dan dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia (dalam
konteks keluarga)”

Tugas diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
II

Oleh:

Kelompok 4

Yutika Wiguna C1AA18124


Ira Karida C1AA18056 Annisa H P C1AA18018
Anellysha P C1AA18016 Erhan H C1AA18040
Kelas 3 B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI

2020

Jl. Karamat No. 36 Kota Sukabumi 43122, Telp. (0266) 223759, Email:
stikesmi_edu@yahoo.co.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
taufik serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Patofisiologi kelainan kongenital pada sistem digestive dan asuhan
keperawatan pada anak : Hirschprung, atresia ani, atresia ductus hepaticus
dan dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia (dalam
konteks keluarga)”, sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

Kemudian sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kapada


junjungan besar Nabi kita Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat dan keluarga
beliau hingga akhir zaman, karena beliaulah yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan ke jalan yang terang benderang ini.

Dalam kesempatan ini saya juga akan mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu Rima Novianti U,S.Kep,Ners.,M.Kep. Yang telah
bersedia menerima Makalah ini meskipun banyak terdapat kekurangan di
dalamnya.

Dalam pembuatan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa masih


banyak terdapat kekurangan. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan khususnya
kami.

Sukabumi, 01 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................1
1.3 TUJUAN............................................................................................................2
1.4 METODOLOGI.................................................................................................2

BAB II PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM


DIGESTIVE DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK :
HIRSCHPRUNG, ATRESIA ANI, ATRESIA DUCTUS HEPATICUS DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA (DALAM KONTEKS KELUARGA)...............................................3

2.1 PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM


DIGESTIVE.......................................................................................................3
A. HIRSCHSPRUNG.......................................................................................4
B. ATRESIA ANI...........................................................................................10
C. ATRESIA DUCTUS HEPATICUS...........................................................13
D. KONSEP KELUARGA.............................................................................16
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................16
A. HIRSCHSPRUNG.....................................................................................17
B. ATRESIA ANI...........................................................................................19
C. ATRESIA DUCTUS HEPATICUS...........................................................22

BAB III PENUTUP..............................................................................................25

3.1 KESIMPULAN................................................................................................25
3.2 SARAN............................................................................................................25

ii
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kelainan bawaan atau kelainan kongenital adalah kondisi tidak normal
yang terjadi pada masa perkembangan janin. Kelainan ini dapat memengaruhi
fisik atau fungsi anggota tubuh anak sehingga menimbulkan cacat lahir. Pada
banyak kasus, kelainan kongenital terjadi pada 3 bulan pertama kehamilan,
yaitu saat organ pada tubuh bayi baru mulai terbentuk. Kelainan kongenital
umumnya tidak berbahaya, namun ada pula yang harus segera ditangani.
Kelainan kongenital bisa terdeteksi pada masa kehamilan atau saat bayi
dilahirkan. Tetapi ada juga kelainan kongenital yang baru bisa diketahui pada
masa tumbuh kembang anak, misalnya gangguan pendengaran.
Menurut WHO lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia setiap tahunnya lahir
dengan kelainan bawaan. Di Amerika Serikat hampir 120.000 bayi lahir
dengan kelainan bawaan setiap tahun. Kelainan bawaan merupakan salah satu
penyebab utama dari kematian bayi. Data WHO menyebutkan bahwa dari 2,68
juta kematian bayi, 11,3% disebabkan oleh kelainan bawaan.
Di Indonesia, hasil Riskesdas tahun 2007 menjelaskan kelainan bawaan
menjadi salah satu penyebab kematian bayi. Pada bayi usia 0-6 hari, kematian
bayi yang disebabkan oleh kelainan bawaan sebesar 1,4%, sedangkan pada
usia 7-28 hari, menjadi meningkat persentasenya menjadi 18,1%.
Dengan adanya karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan arahan bagi
mahasiswa guna memahami dan mengerti bagaimana terjadinya kelainan pada
sistem digestif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Ketepatan dan tingkat penguasaan patofisiologi Kelainan Kongenital pada
sistem digestive dan asuhan keperawatan pada anak : Hirschprung, atresia ani,

1
atresia ductus hepaticus dan dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia (dalam konteks keluarga).
1.3 TUJUAN
Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi Kelainan Kongenital pada
sistem digestive dan asuhan keperawatan pada anak : Hirschprung, atresia ani,
atresia ductus hepaticus dan dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia (dalam konteks keluarga).
1.4 METODOLOGI

Studi literatur dilakukan melalui daring Internet.

2
BAB II

PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM


DIGESTIVE DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK :
HIRSCHPRUNG, ATRESIA ANI, ATRESIA DUCTUS HEPATICUS DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA (DALAM KONTEKS KELUARGA)

2.1 PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM


DIGESTIVE
Sistem digestif adalah suatu kesatuan fungsi dari saluran pencernaan dan
kelenjar-kelenjar yang membantu terjadinya proses pencernaan makanan di
dalam saluran pencernaan untuk menghasilkan energi bagi tubuh.

3
Pada saat pembentukan sistem digestif, dapat timbul berbagai gangguan baik
akibat faktor internal maupun faktor eksternal yang menyebabkan timbulnya
kelainan kongenital pada sistem digestif.

A. HIRSCHSPRUNG
1. PENGERTIAN
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan yang
ditandai dengan tidak adanya ganglia pada usus besar bagian distal
sehingga terjadi obstruksi fungsional.

J: Foto polos abdomen menunjukkan zona transisi (PARTZ) di rektosigmoid. B:


Foto polos abdomen yang menunjukkan PARTZ di midsigmoid. C: Foto polos
abdomen yang menunjukkan PARTZ di kolon desendens. D: Enema kontras
menunjukkan zona transisi enema kontras (CETZ) di rektosigmoid. E: Enema
kontras menunjukkan CETZ di midsigmoid. F: Enema kontras menunjukkan
CETZ di titik dua turun. Gambar milik Pratap A, Gupta DK, Tiwari A, dkk. BMC
Pediatr. 2007 Jan 27; 7: 5. [Akses terbuka.] PMID: 17257439, PMCID:
PMC1790893.

4
Sebagian besar kasus penyakit Hirschsprung didiagnosis pada periode bayi
baru lahir. Penyakit Hirschsprung harus dipertimbangkan pada setiap bayi
baru lahir yang gagal mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam
setelah lahir. Meskipun kontras enema berguna dalam menegakkan
diagnosis, Full-thickness biopsi tetap menjadi standar kriteria. Setelah
diagnosis dikonfirmasi, pengobatan definitif adalah membuang usus
aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus yang sehat dengan
rektum distal, dengan atau tanpa pengalihan usus awal.
2. PATOFISIOLOGI
Tiga pleksus saraf menginervasi usus: pleksus submukosa
(Meissner), pleksus mienterika (Auerbach) (antara lapisan otot
longitudinal dan sirkuler), dan pleksus mukosa yang lebih kecil. Semua
pleksus ini terintegrasi dengan baik dan terlibat dalam semua aspek fungsi
usus, termasuk absorpsi, sekresi, motilitas, dan regulasi aliran darah.
Motilitas normal terutama di bawah kendali neuron intrinsik. Dengan tidak
adanya sinyal ekstrinsik, fungsi usus tetap memadai, karena arsitektur
refleksif kompleks dari sistem saraf enterik (ENS). Karena alasan ini, ENS
sering disebut sebagai "otak kedua". Kontraksi dan relaksasi otot polos
usus berada di bawah kendali ganglia enterik. Sebagian besar aktivasi saraf
enterik menyebabkan relaksasi otot, yang dimediasi oleh oksida nitrat dan
neurotransmiter enterik lainnya. Aferen saraf ekstrinsik ke ENS
mengandung serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik umumnya
menyebabkan kontraksi, sedangkan serat adrenergik terutama
menyebabkan penghambatan.
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, pleksus myenterika
dan submukosa tidak ada. Anus selalu terpengaruh, dan aganglionosis
berlanjut ke proksimal untuk jarak yang bervariasi. Dengan tidak adanya
refleks ENS, kendali atas otot polos usus menjadi sangat ekstrinsik.
Aktivitas sistem kolinergik dan sistem adrenergik adalah 2-3 kali aktivitas
usus normal. Sistem kolinergik (rangsang) dianggap mendominasi sistem
adrenergik (penghambatan), yang menyebabkan peningkatan tonus otot

5
polos. Dengan hilangnya impuls relaksasi enterik intrinsik, peningkatan
tonus otot tidak dilawan. Fenomena ini menyebabkan ketidakseimbangan
kontraktilitas otot polos, gerakan peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan
obstruksi fungsional.
Sel ganglion enterik berasal dari puncak saraf selama
perkembangan embrio. Dalam perkembangan normal, neuroblas
ditemukan di kerongkongan pada minggu kelima kehamilan, dan mereka
bermigrasi ke usus kecil pada minggu ketujuh dan ke usus besar pada
minggu kedua belas. Salah satu kemungkinan etiologi penyakit
Hirschsprung adalah terhentinya migrasi neuroblas aboral. Sebagai
alternatif, meskipun migrasi sel normal dapat terjadi, neuroblas dapat
mengalami apoptosis, kegagalan proliferasi, atau diferensiasi yang tidak
tepat dalam segmen usus bagian distal yang terkena. Fibronektin, laminin,
molekul adhesi sel saraf (NCAM), dan faktor neurotropik yang ada di
stroma usus diperlukan untuk perkembangan ganglion enterik yang
normal, sedangkan ketidakhadiran atau disfungsi mereka juga dapat
berperan dalam etiologi penyakit Hirschsprung.

6
img : Boston Children’s Hospital

Para peneliti juga telah mengidentifikasi beberapa gen yang


ekspresi yang tidak tepat menghasilkan fenotipe penyakit Hirschsprung.
Studi asosiasi genom (GWAS) di Eropa dan Asia telah mengidentifikasi
tiga varian kerentanan penyakit yang umum di RET, SEMA3, dan NRG1
lokus. Rs80227144 adalah varian frekuensi rendah dari SEMA3 yang telah
dikaitkan dengan orang Eropa, dan analisis kondisional menunjukkan
bahwa rs9282834, varian missense frekuensi rendah yang mengkodekan
RET p.Asp489Asn, khusus untuk orang Asia.
 RET protoonkogen telah terlibat dalam beberapa penelitian dari
Hirschsprung patogenesis.
Peneliti dan rekannya menemukan bahwa varian langka RET dikaitkan
dengan fenotipe yang lebih parah di antara pasien Hirschsprung Cina.
Leon dan rekannya menentukan bahwasporadis RET mutasi urutan
pengkodeanpada pasien Hirschsprung mengakibatkan pemotongan protein
yang akan menghalangi translokasi dan penahan membran sel.
Qin dan rekan melakukan analisis microarray dari kolon aganglionik dan
jaringan normal; mereka menemukan 622 gen dengan ekspresi anomali di
jaringan aganglionik, danmyenteric HAND2 ekspresisecara signifikan
dilemahkan.
Dalam perbandingan ekspresi gen antara kolon normal dan aganglionik,
Chen dan rekan menentukan bahwa ekspresi berlebih dari gen DVL1 dan
DVL3 dikaitkan dengan fenotipe Hirschsprung.
Dalam sebuah ulasan, Butler Tjaden dan Trainor melaporkan bahwa
mutasi pada gen, RET, GDNF, GFRα1, NRTN, EDNRB, ET3, ZFHX1B,
PHOX2b, SOX10, dan SHH terjadi pada sekitar 50% pasien penyakit
Hirschsprung.
Studi-studi ini menunjukkan kompleksitas patogenesis
Hirschsprung. Studi yang sedang berlangsung tentang faktor genetik dan

7
lingkungan akan terus menjelaskan penyakit bermasalah ini di masa
depan.
Meskipun sel ganglion enterik adalah entitas patogen utama pada penyakit
Hirschsprung, beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis sel lain juga
dapat terlibat. Ketika distimulasi secara ekstrinsik, sel otot polos di kolon
aganglionik tidak aktif secara elektrik. Selain itu, sel-sel interstisial sel, sel
alat pacu jantung yang menghubungkan saraf enterik dan otot polos usus,
juga telah didalilkan sebagai faktor penyumbang penting. Temuan ini
menunjukkan bahwa patofisiologi Hirschsprung tidak terbatas pada sel
yang biasanya ada di dalam ganglia enterik saja.

8
Pathway Penyakit Hirschprung

Etiologi : herediter

Tidak adanya ganglion


(aganglion) pada bagian
segmen rectosigmoid colon
distal

Penyakit Hirschprung

Tidak adanya neuron


meissner dan aurbach di
segmen rectosigmoid

Tidak dapat Peristaltik usus menghilang


mendorong bahan-
bahan yang dicerna
Profulsi feses dalam lumen Obstruksi kronis
terlambat
Penyumbatan pada
lumen usus Distensi usus
Terjadi distensi dan penebalan pada
dinding kolon dibagian proksimal
sehingga timbul gejala obstruktif usus
Penimbunan feses Dinding usus
akut / kronis
mengalami iskemik
disertai iritasi feses
Gangguan Gastrointestinal

Invasi bakteri
Mual, muntah, kembung

Terjadi peningkatan
anoreksia Lemas, lemah cairan dan elektrolit

Perubahan nutrisi : Intoleran aktivitas Feses encer


kurang dari kebutuhan
tubuh
Diare
Cairan tidak seimbang

Risiko gangguan pola Risiko asidosis Ketidakseimbangan


napas metabolic asam basa

9
B. ATRESIA ANI
1. PENGERTIAN
Anus imperforata atau atresia anus adalah malformasi anorektal
kongenital (ARM) di mana lubang anus yang normal tidak ada saat lahir.
ARM terdiri dari cacat spektrum luas mulai dari minor (misalnya, selaput
membran) hingga malformasi kloaka kompleks yang melibatkan saluran
kemih dan genital juga. Dengan demikian prognosis bisa sangat bervariasi.
ARM biasanya terkait dengan perkembangan yang salah dari otot panggul,
termasuk sfingter anus eksternal dan saraf. Sekitar setengah dari pasien
dengan ARM juga memiliki kelainan pada sistem organ lain. Ini paling
sering melibatkan sistem genitourinari dan muskuloskeletal. Diagnosis
tertunda dapat terjadi pada satu dari lima neonatus, meskipun evaluasi
postpartum rutin. Penundaan seperti itu dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC4843315/bin/jcdr-10-
PD01-g001.jpg

2. ETIOLOGI
Etiologi pasti dari malformasi anorektal tidak diketahui dan
kemungkinan multifaktorial. Riwayat keluarga positif terjadi pada sekitar

10
1,4% kasus. Mode pewarisan autosom dominan terjadi pada sindrom
tertentu, seperti sindrom Currarino, sindrom Townes-Brock, dan sindrom
Pallister-Hall. Penelitian telah mencatat peningkatan insiden dengan
trisomi 13, 18, dan 21. Sekitar setengah dari pasien dengan ARM
ditemukan memiliki kelainan terkait, dan risiko anomali meningkat
dengan tingkat ARM yang lebih tinggi. Ini paling sering termasuk anomali
genitourinari, anomali tulang belakang / tulang belakang, anomali
kraniofasial, anomali kardiovaskular, anomali sumsum tulang belakang,
dan anomali gastrointestinal lainnya. Laporan menunjukkan peningkatan
risiko malformasi anorektal secara konsisten dengan ayah yang merokok,
ibu yang kelebihan berat badan, obesitas, dan diabetes.
Anus imperforata umumnya berhubungan dengan kelainan kongenital lain
yang dikelompokkan sebagai Sindrom / Asosiasi VACTERL, yang
merupakan singkatan dari:
 Vertebral defects - misalnya, tulang belakang hipoplastik kecil atau
defek hemivertebra
 Anal defects - atresia anus / anus imperforata
 Cardiac defects - misalnya, cacat septum ventrikel, Cacat septum
atrium, atau tetralogi Fallot
 Tracheoesophageal fistula
 Renal defects -ginjal lengkap atau parsial (baik unilateral atau
bilateral), anomali sistem genitourinari lainnya
 Limb defect - digit hilang atau bergeser, polidaktili, atau sindaktili
(yaitu, berselaput atau menyatu jari tangan atau kaki)  
 Untuk mendiagnosis VACTERL / VACTER Syndrome, setidaknya harus
ada 3 cacat.
Sindrom lain yang mungkin sering dikaitkan dengan ARM termasuk
MURCS (aplasia duktus Mullerian, aplasia ginjal, dan displasia somite
cervicothoracic), OEIS (omfalokel, eksstrofi, anus imperforata, dan defek
tulang belakang).
3. PATOFISIOLOGI

11
Malformasi anorektal terjadi selama 8 hingga 12 minggu
kehamilan janin karena kegagalan untuk menyelesaikan perkembangan
usus belakang. Ada gangguan sekat, dan membran kloaka biasanya
ditemukan pendek di bagian punggungnya; dengan demikian, usus
belakang mempertahankan keterikatannya pada sinus urogenitalis.

12
C. ATRESIA DUCTUS HEPATICUS
1. PENGERTIAN
Atresia bilier ditandai dengan obliterasi atau diskontinuitas sistem
bilier ekstrahepatik, yang mengakibatkan obstruksi aliran empedu.
Gangguan ini merupakan penyebab yang paling umum dapat diobati
dengan operasi yang kolestasis ditemukan selama periode bayi baru lahir.
Jika tidak dikoreksi dengan pembedahan, selalu terjadi sirosis bilier
sekunder. Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok
yang berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal),
yang menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan situs inversus atau
polysplenia/asplenia terkait dengan atau tanpa anomali kongenital lainnya
(janin / bentuk embrio), terdiri dari 10-35% kasus.

Atresia bilier

Patologi sistem bilier ekstrahepatik sangat bervariasi pada pasien ini, dan
klasifikasi berikut ini didasarkan pada lokasi utama atresia:

13
 Tipe I melibatkan obliterasi duktus komunis; duktus proksimal yang
paten
 Type II ditandai dengan atresia duktus hepatikum, dengan struktur
kistik yang terdapat pada porta hepatis
Type III (> 90% pasien) melibatkan atresia duktus hati kanan dan kiri
hingga setinggi porta hepatis. Varian ini tidak boleh disamakan dengan
hipoplasia bilier intrahepatik, yang terdiri dari sekelompok kelainan yang
berbeda dan tidak dapat diperbaiki melalui pembedahan.
2. PATOFISIOLOGI
Meskipun gambaran histopatologi atresia bilier telah dipelajari
secara ekstensif pada spesimen bedah dari sistem bilier ekstrahepatik yang
dipotong pada bayi yang menjalani portoenterostomi, patogenesis
gangguan ini masih kurang dipahami. Studi awal mendalilkan malformasi
kongenital dari sistem duktular bilier. Masalah ontogenesis hepatobilier
ditunjukkan oleh bentuk atresia janin / embrionik yang berhubungan
dengan anomali kongenital lainnya. Namun, tipe neonatal yang lebih
umum ditandai dengan lesi inflamasi progresif, yang menunjukkan peran
agen infeksi dan / atau toksik yang menyebabkan obliterasi saluran
empedu.
Pada tipe III, varian histopatologi yang paling umum, sisa fibrosa
menunjukkan obliterasi lengkap setidaknya sebagian dari sistem bilier
ekstrahepatik. Duktus di dalam hati, meluas ke porta hepatis, awalnya
dipatenkan selama beberapa minggu pertama kehidupan tetapi dapat
semakin rusak. Agen atau agen yang sama yang merusak saluran
ekstrahepatik mungkin menjadi penyebab, dan efek dari racun yang
tertahan di empedu merupakan faktor yang berkontribusi.
Identifikasi inflamasi aktif dan progresif serta kerusakan sistem bilier
menunjukkan bahwa atresia bilier ekstrahepatik kemungkinan merupakan
lesi yang didapat. Namun, tidak ada faktor etiologi tunggal yang
diidentifikasi. Agen penular tampaknya menjadi kandidat yang paling
masuk akal, terutama pada atresia yang terisolasi (neonatal). Beberapa

14
penelitian telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi terhadap
reovirus tipe 3 pada pasien dengan atresia bilier jika dibandingkan dengan
kontrol. Virus lain, termasuk rotavirus dan cytomegalovirus (CMV), juga
terlibat.

15
D. KONSEP KELUARGA
Tak banyak keluarga yang bisa menerima dengan lapang dada ketika
anaknya mengidap penyakit serius. Alina Morawska dan Amy Mitchell dari

16
University of Queensland dalam artikel berjudul “What parents can do to
make a child’s chronic illness easier” mengatakan bahwa keluarga harus
percaya diri, menekan stres, dan berupaya mengubah pola pikir sang buah
hati.
Menurut Morawska dan Mitchell, keluarga harus konsisten dalam
mendampingi sang buah hati. Konsistensi ini dapat membantu untuk
mengurangi stres. Dalam menghadapi anak berpenyakit kronis, keluarga juga
membutuhkan pikiran yang selalu jernih, agar dapat menemukan cara efektif
dalam proses penyembuhan sang buah hati. Pola hidup yang sehat juga harus
dijalani, tak hanya untuk anak saja, tapi juga untuk keluarga.

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
 Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan masa lalu
 Biodata klien
 Riwayat keperawatan
 Riwayat psikologis
 Koping keluarga dalam menghadapi masalah
 Riwayat tumbuh kembang
 BB lahir abnormal
 Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
 Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
 Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
 Riwayat social
 Hubungan sosial
 Pemeriksaan fisik

A. HIRSCHPRUNG

17
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon
mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
 Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan
saluran pencernaan mual dan muntah
 Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang
kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya.
( Whaley & Wong, 2004 ).

RENCANA KEPERAWATAN
 Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon
mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1) anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai
fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2) Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1) Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2) Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3) Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi,
jumlah
4) Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5) Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
 Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan
saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1) Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet
yang dianjurkan

18
Kriteria Hasil :
1) Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2) Turgor kulit pasien lembab
3) Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi :
1) Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkan
2) Ukur berat badan anak tiap hari
3) Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan
parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa
mual dan muntah
 Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang
kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1) Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil :
1) Turgor kulit lembab.
2) Keseimbangan cairan.
Intervensi :
1) Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2) Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake –
output
3) Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit
cairan tubuh dengan segera
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya.
(Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan :
Pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :

19
1) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan
dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan
pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi :
1) Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang
ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2) Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3) Kaji latar belakang keluarga
4) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat –
obatan pada keluarga pasien
5) Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya
bagi pasien.

B. ATRESIA ANI
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Dx Pre Operasi :
 Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake, muntah.
 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
b) Dx Post Operasi :
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma
sekunder dari kolostomi.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

RENCANA KEPERAWATAN
a) Diagnosa Pre Operasi
 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
Tujuan :

20
1) Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan
teratur.
Kriteria Hasil :
1) Penurunan distensi abdomen.
2) Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1) Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
2) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
3) Ukur lingkar abdomen
 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake, muntah
Tujuan :
1) Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
1) Output urin 1-2 ml/kg/jam
2) Capillary refill 3-5 detik
3) Turgor kulit baik
4) Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1) Monitor intake – output cairan
2) Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
3) Pantau TTV
 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan :
1) Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak lemas
Intervensi :

21
1) Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang
anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan
alay, media dan gambar
2) Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
3) Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
b) Diagnosa Post Operasi
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma
sekunder dari kolostomi.
Tujuan :
1) Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1) Kaji area stoma.
2) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan
longgar pada area stoma.
3) Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan
stoma.
4) Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih
besar sekitar
5) 1/8 dari ukuran stoma.
6) Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
7) Gunakan kantong kolostomi yang baik
8) Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
9) Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan :
1) Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang
perawatan di rumah.
Intervensi :
1) Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan
tinggi kalori tinggi protein.
2) Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

22
C. ATRESIA DUCTUS HEPATICUS
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient
yang buruk, mual muntah
 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu dalam jaringan dtandai dengan adanya pruritus
 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

RENCANA KEPERAWATAN
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient
yang buruk, mual muntah
Tujuan :
1) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria hasil :
1) CRT < 3 detik,
2) Turgor kulit baik,
3) Produksi urine 1-2ml/kgbb/jam
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit.
2) Pantau intake dan output cairan (urin, feses, muntah)
3) Awasi nilai laboraturium, contoh  Hb/Ht, Na, albumin.
4) Kolaborasi : Berikan cairan IV (biasanya glukosa).
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah
Tujuan :
1) Nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Bayi akan menunjukkan peningkatan berat badan progresif
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal

23
2) Nafsu makan normal
Intervensi:
1) Kaji distensi abdomen
2) Pantau masukan nutrisi dan frekuensi muntah
3) Timbang BB setiap hari.
4) Berikan makanan /minuman sedikit tapi sering.
5) Kolaborasi :
6) Monitor laboratorium; albumin, protein sesuai program.
7) Berikan vitamin-vitaminyang larut dalaam lemak (A, D, E dan K)
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu dalam jaringan dtandai dengan adanya pruritus
Tujuan :
1) Integritas kulit baik
Kriteria hasil :
1) Tidak ada pruritus/lecet
2) Jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi
Intervensi:
1) Gunakan air mandi biasa atau pemberian lotion/ cream.
2) Berikan massage pada waktu tidur.
3) Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
4) Gunting kuku jari, berikan sarung tangan bila diindikasikan.
5) Kolaborasi:
6) Berikan obat sesuai indikasi (antihistamin).
7) Berikan obat resin kholestiramin (questian).
8) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. (bilirubin direk
dan indirek)
 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
1) Pola nafas yang efektif
Kriteria hasil :
1) Frekuensi pernapasan bayi normal

24
2) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Intervensi:
1) Kaji distensi abdomen
2) Kaji RR, kedalaman, dan kerja pernafasan.
3) Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi
atau eksensi pada saat beristirahat
4) Kolaborasi :
5) Beri O2 tambahan bila perlu

25
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.
Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian
neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat
badan rendah diperkirakan kira-kira 20% diantaranya meninggal karena
kelainan kongenital dalam minggu pertama kehidupannya.
Penyakit Hirschprung, atresia ani, atresia ductus hepaticus merupakan
penyakit-penyakit langka dalam kasusnya mungkin hanya ada 1 dari ribuan
kelahiran, namun walaupun langka kita sebagai perawat harus memahami
bagaimana penanganannya karna kelak di kemudian hari ketika kita memnjadi
perawat bisa saja menemukan klien dengan penyakit langka ini.
3.2 SARAN
Sebagai seorang perawat hendaknya kita tahu apa saja faktor-faktor yang
bisa menyebabkan kelainan kongenital sehingga kita bisa mencegah kelainan
kongenital dan kematian janin/bayi yang disebabkan oleh kelainan kongenital.

26
DAFTAR PUSTAKA

Medscape (09 September 2020). Hirschsprung Disease. diakses pada 01 oktober


2020, dari https://emedicine.medscape.com/article/178493-overview

NCBI (10 Juli 2020). Imperforate Anus. diakses pada 01 oktober 2020, dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549784/

Medscape (03 Mei 2019). Pediatric Biliary Atresia. diakses pada 01 oktober
2020, dari https://emedicine.medscape.com/article/927029-overview

Julinar, Jurnalis Y D, Sayoeti Y. Atresia Bilier. Majalah kedokteran Andalas,


Vol.33. No.2. Juli-Desember 2009

idnMedis.com. Penyakit Hirschsprung: Penyebab-Gejala Dan Pengobatan.


diakses pada 01 oktober 2020, dari https://idnmedis.com/penyakit-hirschsprung

THE CONVERSATION (14 Mei 2015). What parents can do to make a child’s
chronic illness easier. diakses pada 06 oktober 2020, dari
https://theconversation.com/what-parents-can-do-to-make-a-childs-chronic-
illness-easier-41359

AKPER INSAN HUSADA SURAKARTA (31 desember 2017). ASKEP ANAK


DENGAN HIRSPRUNG. diakses pada 01 oktober 2020, dari
https://www.akperinsada.ac.id/askep-anak-dengan-hirsprung/

NURSITIJAMILAH02 (25 Mei 2015). Askep Atresia Bilier. diakses pada 01


oktober 2020, dari https://nursitijamilah02.wordpress.com/2015/05/25/askep-
atresia-billier/

LOVELYLIVE. askep-askep. diakses pada 01 oktober 2020, dari


https://lovelylive.wordpress.com/askep-askep/

27

Anda mungkin juga menyukai