Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

NARAPIDANA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa II

Dosen Pembimbing : Ns. Nur Uyun I Biahimo, M.Kep

DISUSUN OLEH
Kelompok 4 (kelas C) :
1. PERCI TAMANI
2. PUTRI GOBEL
3. RAHMAWATI A. USMAN
4. RAMLAWATY NAI
5. RIANTI UMANI
6. RIVALDI AHMAD (tidak aktif)
7. RIZQA PURNAMA IDRUS
8. ANITA SUPU

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
T.A 2019-2020
A. Laporan Pendahuluan
1. Definisi Narapidana
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau saksi
lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena
tindak pidana) atau terhukum. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995
tentang Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan.
Selanjutnya Dirjosworo (dalam Lubis dkk, 2014) narapidana adalah manusia
biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada, maka
dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman. Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 (dalam Lubis dkk, 2014) tentang Pemasyarakatan,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
(dalam Soraya, 2013) tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan
tindak kejahatan dan telah dinyatakan bersalah oleh hakim di pengadilan serta dijatuhi
hukuman penjara.

2. Penggolongan Narapidana
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
menentukan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar:
a. Umur
b. jenis kelamin
c. lama pidana yang dijatuhkan
d. jenis kejahatan.
e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
f. Pembinaan Narapidana Wanita di LAPAS dilaksanakan di LAPAS Wanita.

Dalam standar registrasi dan klasifikasi narapidana dan tahanan yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor: Pas- 170.Pk.01.01.02 Tahun 2015 tentang Standar Registrasi dan
Klasifikasi Narapidana dan Tahanan.
Penggolongan narapidana berdasarkan umur terdiri atas:
a. Anak (12 s.d. 18 tahun)
b. Dewasa (diatas 18 tahun)
Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas:
a. Laki –laki
b. Wanita
Penggolongan narapidana berdasarkan lama pidana, terdiri atas:
a. Pidana 1 hari sd 3 bulan ( Register B.II b )
b. Pidana 3 bulan sd 12 bulan 5 hari (1 tahun) (Register B.II a)
c. Pidana 12 bulan 5 hari (1 tahun keatas ) (Register B.I)
d. Pidana Seumur Hidup (Register Seumur Hidup)
e. Pidana Mati (Register Mati)
Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kejahatan, terdiri atas:
a. Jenis kejahatan umum
b. Jenis kejahatan khusus

Penggolongan berdasarkan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau


perkembangan pembinaan. Rahmat Hi. Abdullah (hal. 54) dalam jurnalnya menjelaskan
bahwa adapun penggolongan narapidana sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 12
UU 12/1995 memang perlu, baik dilihat dari segi keamanan dan pembinaan serta
menjaga pengaruh negatif yang dapat berpengaruh terhadap narapidana lainnya.  Jenis
kejahatan juga merupakan salah satu karakteristik ide individualisasi dalam pembinaan
narapidana. Untuk itu, di dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana haruslah
dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya, seperti narkotika, pencurian, penipuan,
penggelapan, pembunuhan, dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan
prisonisasi atas narapidana.
Di Indonesia terdapat penggolongan lembaga pemasyarakatan, yaitu lapas umum dan
lapas khusus seperti Lapas Perempuan, Lapas Anak, Lapas Narkotika dan Lapas untuk
tindak pidana berat seperti yang ada di Nusakambangan Cilacap. Namun tidak di semua
daerah di Indonesia memunyai lapas-lapas khusus. Biasanya daerah yang tidak
memunyai lapas khusus contohnya untuk narapidana anak, maka akan dititipkan di lapas
anak di daerah lain yang paling dekat.
Jadi seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas daras umur,
jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya sesuai
dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Artinya, seorang narapidana herus
ditempatkan dengan narapidana lainnya yang golongannya sama sebagaimana yang telah
ditentukan. Seperti halnya narapidana dengan jenis kejahatan berbeda tidak ditempatkan
dalam satu sel secara bersamaan.

3. Jenis Masalah Kejiwaan Narapidana


Narapidana yang terkucilkan dari masyarakat umum, akan mengalami berbagai
masalah kejiwaan narapidana kemungkinan akan muncul, diantaranya:
1. Harga Diri Rendah dan Konsep Diri yang Negative
a. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998). Harga diri rendah
adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative,
dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan. Seseorang yang dikatakan
mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya
lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa – apa, tidak kompeten, gagal, malang,
tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang
dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan
dan kesempatan yang dihadapinya. Akan ada dua pihak yang bisa disalahkannya,
entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain
(Rini, J.F, 2002).

b. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak
efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung
kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, difungsi
system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C.
1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan
dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan adekuat
karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu tidak efektif
merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah
seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Adapun Penyebab
Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
a. Faktor Presdisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orangtua,
penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri
yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas
yang menurun.

c. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah :


- Mengejek dan mengkritik diri
- Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri sendiri
- Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi
- Menunda keputusan
- Sulit bergaul
- Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
- Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga, halusinasi
- Merusak diri: harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhiri hidupnya
- Merusak/melukai orang lain
- Perasaan tidak mampu
- Pandangan hidup yang pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penurunan produktivitas
- Penolakan terhadap kemampuan diri
- Kurang memerhatikan perawatan diri
- Berpakaian tidak rapih
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada suara lemah

d. Penatalaksanaan Terapi (Psikoterapi)


Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan
diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis, 2005,
hal.231). Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat
dan Akemat, 2005, hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang
paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005)

2. Risiko Bunuh Diri


Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri. Jadi bunuh
diri adalah suatu tindakan agresif yang merusak diri sendiri dengan mengemukakan
rentang harapan-harapan putus asa, sehingga menimbukan tindakan yang mengarah
pada kematian.
a. Rentang Respon
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang. Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain:
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis: Individu yang tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu
mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak
mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu: Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan
tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya: kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu
akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan
bunuh diri.
c. Depresi: Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat
individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Etiologi Bunuh Diri


1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain:
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian. Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial. Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan
sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga/faktor genetic. Factor genetik mempengaruhi terjadinya
resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting
untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
e. Faktor biokimia. Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik,
dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

Selain itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, motif bunuh
diri ada banyak macamnya, yaitu:
1. Dilanda keputusasaan dan depresi.
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan/tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta/Iman/Ilmu).
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

c. Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan,
mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Perilaku
bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori:
1. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”Pada kondisi
ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang
kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai
dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.Ancaman bunuh diri pada
umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati, disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri,
namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
3. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif
mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat
nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri
terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu
masalah yang menjatuhkan harga dirinya.

d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang biasanya muncul yaitu:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).

4. Bentuk-Bentuk Pelayanan terhadap Narapidana


1. Pelayanan Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan, dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan. Didalam
rumah tahanan sangat penting adanya fasilitas kesehatan guna untuk melayani setiap
narapidana yang sakit.dengan adanya pelayanan kesehatan maka narapidana yang
mengalami sakit akan secepatnya bisa tertolong untuk mendapatkan kesembuhan.
Pelayanan kesehatan di rumah tahanan teluk kuantan kabupaten kuantan singingi
merupakan bentuk pelayanan yang di berikan oleh pihak rumah tahanan kepada
narapidana. Berikut adalah hasil wawancara peliti dengan kepala rumah tahanan teluk
kuantan yang mana peneliti menanyakan apa saja bentuk pelayanan kesehatan di
dalam rumah tahanan dan kepala rumah tahanan menjawab sebagai berikut: “Bentuk
pelayanan kesehatan yang kami sediakaan adalah 1 ruangan kesehatan,2 ranjang
tidur,1 lemari untuk alat medis,2 lemari untuk obatobatan,1 ruangan tenaga medis,1
kamar mandi”. Dari kutipan diatas dapat dilihat bawa peihak rumah tahanan
menyediakan pelayanan kesehatan bagi narapidana yaitu 1 ruangan klinik yang terdiri
dari Dengan 2 ranjang tidur, 1 lemari untuk alat medis dan lemari untuk obat-oabatan
1 ruangan tenaga medis dan 1 kamar mandi, fasilitas ini dapat digunakan oleh
narapidana untuk berobat atau jika narapidana ingin cek kesehatan, dengan
menyediakan sarana kesehatan maka narapidana dapat lebih mudah untuk
mendapatkan pertolongan pertama jika mengalami gangguan kesehatan, jika penyakit
narapidana tidak dapat ditangani oleh tenaga medis maka narapidana akan dirujuk ke
rumah sakit umum daerah teluk kuantan dengan pengawalan dari pihak rutan.

2. Pelayanan Konsumsi
Konsumsi adalah sutu kebutuhan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh
seseorang pada setiap harinya untuk menjaga kesehatan tubuh seseorang maka harus
mendapatkan atau mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang sehat agar
terhindar dari segala penyakit yang bisa menyerang tubuh seseorang. Pelayanan
konsumsi adalah bentuk pelayanan yang sangat penting dan sangat di butuhkan oleh
narapidana yang sedang menjalani hukuman. Berikut adalah hasil wawancara peneliti
dengan kepala rutan tentang apa saja bentuk pelayanan konsumsi dari rumah tahanan
untuk narapidana dan kepala rutan menjawab seagai berikut: Dari kutipan diatas dapat
dilihat bentuk pelayanan konsumsi oleh pihan rutan dapat berupa peralatan dapur, dan
nada juga terdapat 1 kantin untuk narapidana membeli kebutuhan mereka, narapidana
tidak bisa bebas kapanpun mereka mau ke kantin, tetapi ada waktuwaktu tertentu jika
narapidana ingin kekantin. Pelayanan konsumsi sangat dibutuhkan oleh narapidana
yang sedang menjalani hukuman di dalam rumah tahanan meskipun narapidana
sedang dalam menjalani hukuman tetapi mereka berhak untuk mendapatkan
pelayanan konsumsi daripihak rumah tahanan agar narapidana hidup sehat.

3. Pelayanan Penjagaan
Pelayanan penjagaan narapidana adalah bentuk kegiatan dalam
melindungi,menjaga serta memperhatikan narapidana di rumah tahanan agar terhindar
dari kekerasan ataupun kerusuhan antar sesama narapidana.

4. Pelayanan Kunjungan
Pelayanan kunjungan narapidana adalah suatu bentuk pelayanan dari pihak
keluarga maupun kerabat untuk dapat mengunjungi narapidana yang sedang menjalani
hukuman di rumah tahanan.berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan kepala
rutan yang mana meneliti menanyakan bentuk pelayanan ataupun waktu kunjungan
yang di berikan oleh pihak rutan dan kepala rutan menjawab sebagai berikut: “bentuk
pelayanan kungjungan dari kami yaitu mengizinkan keluarga ataupun kerabar
narapidana untuk menjenguk narapidana dengan waktu setiap hari dari jam 09.00-
10.00 dan 15.30-16.30,setiap hari kecuali tanggal merah.kami mengizinkan keluarga
untuk membawakan makanan ataupun minuman kepada napi.

5. Rehablitasi pada Narapidana


Pelaksanaan Rehabilitasi dalam Deradikalisasi Narapidana Terorisme Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M-02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola
Pembinaan Narapidana/Tahanan, pembinaan bagi narapidana terorisme dalam sistem
pemasyarakatan menekankan pada dua hal, yakni:
a. Pembinaan kepribadian yang meliputi:
1. Pembinaan kesadaran beragama untuk memberikan pengertian supaya warga
binaan pemasyarakatan dapat menyadari akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan
yang benarbenar dan perbuatan-perbuatan yang salah;
2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara diberikan dengan tujuan untuk
menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara dalam diri para narapidana;
3. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) supaya pengetahuan serta
kemampuan berpikir warga binaan pemasyarakatan semakin meningkat sehingga
dapat menunjang kegiatan-kegiatan positif yang diperlukan selama masa
pembinaan;
4. Pembinaan kesadaran hukum dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan
hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi baik
saat berada di dalam lingkungan pembinaan maupun setelah berada kembali di
tengah-tengah masyarakat; dan
5. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat yang bertujuan supaya
mantan narapidana dapat diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya;

b. Pembinaan kemandirian yang terdiri dari pemberian:


1. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri misalnya kerajinan tangan,
industri rumah tangga dan sebagainya;
2. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil misalnya pengolahan
bahan mentah dari sektor pertanian dan bahan alam menjadi bahan setengah jadi;
dan
3. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing
misalnya kemampuan dibidang seni, maka diusahakan untuk disalurkan ke
perkumpulan seniman.

Rehabilitasi harus mencakup langkah langkah berikut:

1. Tahap persiapan, termasuk penetapan tujuan rehabilitasi, survei dan pengumpulan


data, analisis dan verifikasi informasi, awal analisis penilaian dan kebutuhan,
pengaturan detail rehabilitasi, analisis dan manajemen risiko, koordinasi dengan
pihak terkait, mempersiapkan narapidana atau peserta rehabilitasi, dan
menyiapkan pelatih atau narasumber;
2. Tahapan pelaksanaan, termasuk kegiatan pengembangan umum, misalnya
pengembangan karakter, keterampilan ekonomi dasar, pemberdayaan diri dan
kegiatan pengembangan spesifik misalnya ajaran agama, keterampilan tukang
kayu, keterampilan manajemen kemarahan;
3. Tahapan tindak lanjut, yang meliputi konseling berkelanjutan, silaturrahmi
(diskusi atau dialog), evaluasi keberhasilan rehabilitasi, mendapat umpan balik
untuk perbaikan, dan keterlibatan masyarakat atau layanan. Target dari tahapan
tindak lanjut adalah narapidana yang mendukung etika dan norma sosial,
menunjukkan sikap positif, dan menunjukkan kesiapan untuk bergabung kembali
dengan komunitas yang lebih luas. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan
perbaikan yang telah diraih oleh narapidana atau mantan aktivis terorisme
(Sukabdi, 2015).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor biologis, faktor
psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa
tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan,
rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan
penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual.
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian,
dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive.
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis.

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:

MASALAH YANG PERLU DIKAJI

No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif


1 Masalah utama : gangguan Mengungkapkan ingin Merusak diri sendiri,
konsep diri : harga diri diakui jati dirinya. Merusak orang lain,
rendah Mengungkapkan tidak Ekspresi malu,
ada lagi yang peduli.
Mengungkapkan tidak
Menarik diri dari
bisa apa-apa.
hubungan social,
Mengungkapkan
Tampak mudah
dirinya tidak berguna.
tersinggung,
Mengkritik diri
Tidak mau makan
sendiri.
dan tidak tidur.
Perasaan tidak
mampu.
2 Penyebab tidak efektifnya Mengungkapkan Tampak
koping individu ketidakmampuan dan ketergantungan
meminta bantuan terhadap orang lain
orang lain. Tampak sedih dan
Mengungkapkan malu tidak melakukan
dan tidak bisa ketika aktivitas yang
diajak melakukan seharusnya dapat
sesuatu. dilakukan
Mengungkapkan tidak Wajah tampak
berdaya dan tidak murung
ingin hidup lagi.
3 Akibat isolasi sosial Mengungkapkan Ekspresi wajah
menarik diri enggan bicara dengan kosong tidak ada
orang lain kontak mata ketika
Klien mengatakan diajak bicara
malu bertemu dan Suara pelan dan tidak
berhadapan dengan jelas
orang lain Hanya memberi
jawaban singkat
(ya/tidak)
Menghindar ketika
didekati

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat menegakkan
diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan jenis masalah jiwa pada narapidana yaitu harga
diri rendah dan risiko bunuh diri, sebagai berikut:

Diagnosa 1. Harga Diri Rendah


Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan
orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
1.2 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
1.3 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.4 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.5 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.6 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistis
2.4. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Menarik diri


Tujuan Umum :Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
▪ K–P
▪ K – P – P lain
▪ K – P – P lain – K lain
▪ K – Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
▪ Salam, perkenalan diri
▪ Jelaskan tujuan
▪ Buat kontrak
▪ Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
▪ Perilaku menarik diri
▪ Penyebab perilaku menarik diri
▪ Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
Diagnosa 3: Risiko Bunuh Diri
1. Tindakan keperawatan klien yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
 Tujuan : Klien tetap aman dan selamat
 Tindakan : melindungi klien
Perawat yang dapat melakukan hal-hal berikut untuk melindungi klien yang
mengancam atau berupaya bunuh diri.

a. Tetap menemani klien sampai dipindahkan ketempat yang lebih aman


b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya
c. Memastikan bahwa pasien benar-benar telah meminum obatnya, jikia pasien
mendapatkan obat
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai pasien melupakan keinginanya untuk bunuh diri.
2. Tindakan keperawatan untuk klien yang menunjukan isyarat untuk bunuh diri
 Tujuan :
a.Klien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b. Klien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Klien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
 Tindakan
a. Mendiskusikan tentang cara menagatasi keinginan bunug diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman dekat
b. Meningkatkan harga diri klien dengan memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan perasaannya, berikan pujian untuk klien, menyakinkan klien
bahwa dirinya berarti untuk orang lain
c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara
mendiskusikan dengan klien cara menyesaikan masalahnya, mendiskusikan
dengan klien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
DAFTAR PUSTAKA

Mareta, J. Rehabilitasi dalam Upaya Derradikalisasi Narapidana Terorisme. Masalah-masalah


Hukum, 47(4), 338-356.

https://www.scribd.com/document/327541806/askep-narapidana-1 dikutip pada 16 oktober


2019

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt598d737413c6a/penggolongan-
penempatan-narapidana-dalam-satu-sel-lapas/ dikutip pada 16 Oktober 2019

https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/download/587/526 dikutip pada 16 Oktober


2019

Anda mungkin juga menyukai