Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DEVELOPMENTAL DISPLASIA OF THE HIP (DDH)

Disusun untuk memenenuhi tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB) 1 di


Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUP Fatmawati

DISUSUN OLEH:

Elina, S. Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2019/ 1441 H
LAPORAN PENDAHULUAN

DEVELOPMENTAL DISPLASIA OF THE HIP (DDH)

A. Definisi
Salah satu kelainan kongenital dari sistem muskuloskeletal adalah
dislokasi kongenital pada panggul, meliputi subluksasi dari panggul, dan
displasia dari panggul (Artha, 2014). Meskipun istilah Dislokasi kongenital pada
panggul telah luas dipakai selama beberapa abad, istilah yang lebih
diterima saat ini adalah Developmental Displacement pada
panggul, Klisic pada tahun 1989 merekomendasikan istilah ini karena
karena menggambarkan suatu kelainan yang dinamis, sesuai dengan
perkembangan bayi. Istilah baru ini mencerminkan fakta, bahwa
persentase kecil dari panggul yang saat lahir terlihat normal, dan menjadi
subluksasi atau dislokasi paling lambat saat usia 6 – 10 bulan. Berdasarkan hal
tersebut, maka disokasi dan subluksasi tidak benar – benar merupakan proses
kongenital (Salter, 1999).
Developmental displasia of the hip adalah pertumbuhan abnormal
dari hip yang meliputi subluksasi caput femur, displasia acetabulum, dan
dislokasi caput femur dari acetabulum. Pada neonatus dengan DDH, caput
femur dapat mengalami dislokasi dan tereduksi secara spontan ke dalam
acetabulum (Kurniawan & Ahmad, 2015)
Dislokasi panggul kongenital (DDH) merupakan kelainan
kongenital terjadi dislokasi pada panggul karena asetabulum dan femoral
head tidak berada pada tempat seharusnya. Tidak semua dislokasi panggul
dapat direduksi. Dalam subluksasi panggul, kepala femoralis (Kotlarsky
dkk, 2015).
Developmental Displacement pada panggul mencakup subluksasi,
dislokasi, dan displasia (kegagalan pertumbuhan tulang acetabulum dan
proximal femur). Merupakan fase spectrum dari ketidakstabilan panggul
pada bayi. Dalam keadaan normal, panggul bayi baru lahir dalam keadaan
stabil dan sedikit fleksi. Suatu kelainan yang tidak mudah terlihat saat
lahir, dan memerlukan pemeriksaan dengan metode spesifik saat bayi
baru lahir untuk mendeteksi kelainan ini. Tetapi masih belum dapat mengenali
penyakit ini sedini mungkin, bahkan baru dapat dilihat saat anak mulai belajar
berjalan.Abnormalitas ini, jika tidak ditangani dengan baik sejak awal, akan
menyebabkan peradangan pada panggul saat dewasa. Paling sedikit satu per
tiga dari peradangan sendi panggul pada dewasa disebabkan oleh
Developmental Displacement pada panggul. Dislokasi panggul adalah
femoral head berada diluar dari acetabulum tetapi masih di dalam kapsul.
Subluksasi panggul adalah femoral head bergeser ke samping juga atas dan
masih bersentuhan dengan bagian dari acetabulum. Panggul stabil pada posisi
fleksi dan abduksi, pada subluksasi posisi panggul akstensi dan adduksi.
Saat panggul mengalami dislokasi atau subluksasi, perkembangan
tulang femoral head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang akan
menyebabkan displasia.
B. Faktor penyebab
Beberapa penyebab DDH secara teoritis telah banyak
dikemukakan, antara lain penyebab mekanik, hormon-induced joint laxity,
displasia acetabulum primer dan faktor genetik. Faktor genetik diduga kuat
memiliki peran sebagai etiologi DDH. Kelainan ini cenderung didapat
pada individu yang memiliki riwayat DDH dalam keluarga, bahkan dalam
seluruh populasi (contoh negaranegara di utara dan timur Mediterania).
Wynne dan Davis pada tahun 1970 mengidentifikasi dua kelainan yang
diturunkan, yang dapat menjadi predisposisi timbulnya DDH, yaitu
kelemahan sendi generalisata (bersifat dominan) dan acetabulum yang
dangkal (bersifat poligenik, terutama terlihat pada anak perempuan dan
ibunya). Namun demikian, hal ini tidak bisa dianggap sebagai penyebab
tunggal karena dari 4 atau 5 kasus hanya satu yang mengalami dislokasi.
Ortolani melaporkan bahwa 70% anak dengan DDH memiliki riwayat
kelainan tersebut di dalam keluarganya.
Faktor hormonal, yaitu tingginya kadar estrogen, progesteron dan relaxin
pada ibu hamil di mingguminggu terakhir kehamilan diduga menjadi
pencetus DDH. Tingginya kadar hormon tersebut diduga menyebabkan
relaksasi pelvis saat proses kelahiran yang menyebabkan ligamentous
laxity pada anak sehingga mempermudah terjadinya dislokasi caput femur.
Malposisi intrauterin (terutama posisi Breech dengan tungkai
ekstensi) diduga turut menyebabkan terjadinya DDH. Dislokasi unilateral
biasanya mengenai panggul kiri, terutama pada presentasi vertex (occiput
anterior sinistra) dimana panggul adduksi. Faktor-faktor postnatal juga
diduga berperan terhadap timbulnya instabilitas pada hip dan displasia
acetabulum. Kebiasaan meletakkan bayi dalam selimut dengan posisi
ekstensi penuh pada hip dan lutut serta kebiasaan menggendng bayi di
belakang sehingga bayi dalam posisi abduksi akan mempermudah
terjadinya DDH (Antony, 2008).
Berbeda dari kelainan kongenital lainnya, Developmental
Displacement pada panggul merupakan hasil akhir kombinasi dari
pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Etiologi dari abnormalitas ini
masih kontroversial karena data yang kurang adekuat. Keadaan ini
dihubungkan dengan beberapa faktor. Diantaranya faktor ras, banyak
ditemukan pada orang amerika asli, dan jarang pada orang tionghoa dan
orang berkulit hitam. Faktor genetik, dengan ditemukannya data bahwa
abnormalitas ini lebih sering pada bayi yang memiliki riwayat keluarga
dengan Developmental Displacement pada panggul. Faktor lainnya adalah
posisi janin di dalam rahim dan riwayat kelahiran sungsang Kelainan
muskuloskeletal lainnya seperti metatarsus adductus dan torticollis juga
dilaporkan berhubungan dengan Developmental Displacement pada panggul.
Oligo-hidramnion juga dihubungkan dengan kejadian abnormalitas ini. Panggul kiri
lebih sering terkena, diduga karena posisi di dalam rahim, panggul kiri
berhadapan dengan sakrum dari ibu, dan menyebabkan posisi aduksi.

C. Patofisiologi

Sendi panggul berkembang baik di dalam rahim, dalam posisi fleksi


tetap. Saat lahir, ditemukan 1 dari 80 anak yang mengalami kelemahan
panggul, dan ini kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. Apabila saat
lahir atau dalam usia satu minggu, dilakukan ekstensi panggul secara pasif, ini
merupakan tanda kelemahan panggul, femoral head kemungkinan
mengalami dislokasi. Sebagai akibatnya, menggantungkan bayi baru lahir
dengan memegang pergelangan kakinya sudah tidak boleh dilakukan.
Dislokasi panggul saat lahir bersifat sementara, dan spontan
menjadi stabil dalam dua bulan pertama. Dislokasi dan subluksasi panggul
yang persisten menyebabkan perubahan sekunder di dalam dan di sekitar
sendi panggul, terjadi perkembangan abnormal dari acetabulum,
peningkatan anteversi femoral neck, hipertrofi dari kapsul, kontraktur
dari otot yang melewati sendi panggul terutama otot iliopsoas dan otot aduktor.
Terjadinya perubahan sekunder pada panggul menyebabkan kesulitan untuk
mengembalikan panggul ke keadaan normal. Maka dari itu sangat penting
untuk dapat mendiagnosis secara dini, untuk menghindari terjadinya perubahan
sekunder dari panggul. Jika panggul pada bayi baru lahir tidak pernah di
ekstensikan secara pasif, dan tidak pernah dipertahankan pada posisi ekstensi
pada bulan pertama kelahiran, dislokasi dan subluksasi dari panggul dapat
dihindari.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar- X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi pada sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.
2. CT Scan
CT- Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi
dimana sendi berada tidak pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radi aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih
detail. Seperti halnya CT-scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya
pergeseran sendi dan mangkuk sendi.

E. Asuhan Keperawatan
a) Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d agen cedera fisik
2. Gangguan Mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan ekstremitas
ditandai dengan perubahan postur tubuh
4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakit
b) Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d agen cedera fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x1 hari
diharapkan nyeri berkurang atau teratasi
Kriteria Hasil:
- Nyeri berkurang/ terkontrol (skala1-4)
- Pasien tidak gelisah
- Tanda-tanda vital normal

Diagnosa NOC NIC


Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan  Pain Management
keperawatan 1x24 jam di - Obeservasi
dapatkan kriteria hasil:
keadaan umum
- Memperlihatkan
pasien (
pengendalian nyeri
tingkat nyeri
- Melaporkan adanya
dan TTV)
nyeri
- Ajarkan teknik
- Tidak menunjukan
distraksi dan
adanya nyeri
relaxasi
meningkat
- Kolaborasi
pemberian
analgetik
Gangguan  Joint Movement : Active  Exercise therapy
Mobilitas Fisik  Mobility Level : ambulation
b/d Gangguan Setelah dilakukan tindakan
- Monitoring vital
keperawatan 1x24 jam di sign
Muskuloskeletal
dapatkan kriteria hasil: sebelm/sesudah
latihan dan lihat
- Klien meningkat
respon pasien
dalam aktivitas fisik
saat latihan
- Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
- Konsultasikan
dengan terapi
- Memverbalisasikan
fisik tentang
perasaan dalam
rencana ambulasi
meningkatkan
sesuai dengan
kekuatan dan
kebutuhan
kemampuan berpindah
- Bantu klien
- Memperagakan
untuk
penggunaan alat Bantu
menggunakan
untuk mobilisasi
tongkat saat
(walker)
berjalan dan
cegah terhadap
cedera
- Ajarkan pasien
atau tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
- Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
- Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan

F. Operasi THR
Total Hip Replacement (THR) merupakan tindakan operasi
penggantian sendi hip, setelah terjadinya kerusakan kronis pada acettabulum
dan caput femur. Total Hip Replacement Surgery merupakan suatu operasi
pergantian sendi pinggul dengan menggunakan bahan metal dan plastik
keras sehingga diharapkan sendi buatan ini dapat mengurangi nyeri dan
memperbaiki fungsi. Menurut Commonwealth Orthopaedics’ surgeons di
Virginia bagian Utara, pada tahun 2003 - 2006 terdapat 2,600 pasien yang
telah melakukan THR. Di United States, tahun 2003 terdapat 200,000 tindakan
operasi THR, 100,000 partial hip replacements, dan 36,000 revision hip
replacements (Chunliu et al., 2007) dan menurut National Institute of Arthritis
and Musculoskeletal and Skin Diseases mengatakan, angka kejadian THR pada
tahun 2009 berkisar 1 : 2,266 kejadian.
Tindakan operasi THR kerap menimbulkan beberapa komplikasi.
Komplikasi yang serius seperti infeksi sendi terjadi 2% dari jumlah pasien
(AAOS, 2015). Beberapa jenis kompikasi pasca THR adalah Blood loss
requiring transfusion, Deep vein thrombosis (DVT), Pulmonary embolism,
Excessive joint bleeding, Hematoma, Joint infection, Joint dislocation, Sciatic
nerve injury.
DAFTAR PUSTAKA

 Antony JH. Developmental dysplasia of the hip. Dalam: Herring


JA, editor. Tachdjian’s pediatrics orthopaedics jilid IV. Edisi ke-4.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. hlm. 637-756
 Artha, I. A. R. D. A. 2012. Developmental Displacement of the
Hip. Jurnal Skala Husada Volume 9 Nomor 1 April 2012: 33-39
 Bulechek. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jakarta: EGC.
 Kurniawan, Aryadi & Ahmad Fauzi. 2014. Application of Pavlik
Harnes in Developmental Dysplasia of the Hip (DDH). Case
Report Paediatric Orthopaedic Division, Faculty of Medicine,
Universitas Indonesia
 Kotlarsky P, Haber R, Bialik V, Eidelman M. Developmental
dysplasia of the hip: what has changed in the last 20 years?. World
J Orthopedics. 2015;6(11):886.
 Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC), 5 th. Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.
 Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. Lippincott Williams & Wilkins. 1999; 8:146-156
 SDKI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI

Anda mungkin juga menyukai