Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat
penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar
dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau
dislokasi tulang.Bentuk kaku (rigid) dan kokoh antar rangka yang membentuk tubuh
dihubungkan oleh berbagai jenis sendi.Adanya penghubung tersebut memungkinkan
satu pergerakan antar tulang yang demikian fleksibel dan nyaris tanpa gesekan.
Tulang dan sendi dipakai untuk melindungi berbagai organ vital di bawahnya
disamping fungsi pergerakan (locomotor )/perpindahan makhluk hidup. Sendi
merupakan satu organ yang kompleks dan tersusun atas berbagai komponen yang
spesifik satu dengan lainnya. Pada umumnya sendi terdiri dari air dan tersusun atas
serabut kolagen, proteoglikan, glikoprotein lain serta lubrikan asam hialuronat,
struktur yang kompleks di atas memungkinkan suatu pergerakan sendi yang luas
(fungsi locomotor ),  frictionless  dan tidak mengakibatkan kerusakan besar dalam
jangka panjang. . (Septadina, 2015)
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi.Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi  bahu
dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet.Selain macet, juga terasa nyeri.Sebuah sendi yang pernah mengalami
dislokasi, 2nalgesi-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi. Dislokasi terjadi saat
2nalgesi memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari
posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh penyakit
atau trauma karena dapatan (acquired ) atau karena sejak lahir (kongenital ).(Citra
Kunia putri dan trisna insan Noor, 2013)
World Health Organization (WHO) juga mencatat pada tahun 2011 – 2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita dislokasi sendi
akibat kecelakaan (WHO, 2011). Berdasarkan data Depkes RI 2011, dari sekian
banyak kasus dislokasi sendi di Indonesia, dislokasi sendi bahu akibat kecelakaan
memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara dislokasi sendi lainnya yaitu sekitar
46,2%.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Dislokasi sendi ?
2. Apa etiologi Dislokasi sendi ?
3. Apa saja klasifikasi Dislokasi sendi ?
4. Apa manifestasi klinis Dislokasi sendi ?
5. Bagaimana patofisiologi Dislokasi sendi ?
6. Apa saja komplikasi Dislokasi sendi ?
7. Bagaimana pathway Dislokasi sendi ?
8. Apa saja pencegahan Dislokasi sendi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan Dislokasi sendi ?
10. Apa diagnostik penunjang Dislokasi sendi ?
11. Bagaimana prognosis Dislokasi sendi ?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Dislokasi sendi ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
untuk mendapatkan gambaran dan mengetahui tentang bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa “Dislokasi “.
2. Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan
meliputi:
a. Mampu memahami dan menjelaskan definisi Dislokasi sendi
b. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi Dislokasi sendi
c. Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi Dislokasi sendi
d. Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Dislokasi
sendi
e. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi Dislokasi sendi
f. Mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Dislokasi sendi
g. Mampu memahami dan menjelaskan pathway Dislokasi sendi
h. Mampu memahami dan menjelaskan pencegahan Dislokasi sendi
i. Mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Dislokasi
sendi
j. Mampu memahami dan menjelaskan prognosis Dislokasi sendi
k. Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan Dislokasi
sendi
D. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa
Agar mahsiswa mengetahui dan memahami cara asuhan keperawatan
muskluskletal dengan diagnosa dislokasi dengan cepat dan tanggap dan
meningkatkan potensi diri sehubungan dengan penanggulangannya
2. Manfaat bagi masyarakat
Agar masyarakat dapat mengetahui tindakan atau intervensi tentang
dislokasi dengan cepat dan tanggap.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Dislokasi Sendi

Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi, Keadaan


dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth, 2002).Dislokasi adalah
deviasi hubungan normal antara rawan yang satu dengan rawan yang lainnya sudah
tidak menyinggung satu dengan lainnya.(Bengkulu, 2019)

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis.Dislokasi sendi jika tidak
segera ditangani dapat mengakibatkan nekrosis avaskuler, yaitu kematian jaringan
akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah, dan juga mengakibatkan paralysis
syaraf.(rick daniels,RN, COL, 2012)

B. Etiologi
Dislokasi sendi terjadi karena trauma akibat kecelakaan, seperti kecelakaan
mobil, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan terjatuh dari tempat yang tinggi, dan
lain-lain.Dislokasi sendi dapat disebabkan juga oleh trauma akibat pembedahan
ortopedi.Dislokasi sendi juga dapat disebabkan oleh factor predisposisi, terjadi
infeksi di sekitar sendi dan juga akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.(brunner &
suddarth, 2010)
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya dislokasi sendi antara lain sebagai
berikut.
1. Cedera olah raga biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki serta olahraga yang beresiko jatuh, misalnya: terperosok akibat
bermain ski, senam, volley, basket, dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.  
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga benturan keras pada sendi
saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi, terjatuh dari tangga
atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
3. Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen
vital penghubung tulang.
4. Terjatuh.
C. Klasifikasi
Dislokasi sendi dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Dislokasi Congonital : Dislokasi sendi yang terjadi sejak lahir akibat
kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik : Dislokasi sendi akibat penyakit sendi atau jaringan
sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi Traumatic : Dislokasi sendi akibat kedaruratan ortopedi ( seperti
pasokan darah, susunan syaraf rusak, dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia ) yang disebabkan oleh cedera dimana sendi
mengalami kerusakan akibat kekerasan.(brunner & suddarth, 2010).

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut.

1. Dislokasi Akut Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai
nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.  
2. Dislokasi Berulang. Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang  berlanjut dengan trauma yang minimal, maka
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello
femoral joint. Dislokasi  biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/
fraktur yang disebabkan  berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempat terjadinya :

1. Dislokasi Sendi Rahang Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena


menguap atau terlalu lebar serta terkena pukulan keras ketika rahang sedang
terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.  
2. Dislokasi Sendi Bahu Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral
berada di anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior
(dislokasi posterior), dan di  bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku Mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan
yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku
jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang
siku.
4. Dislokasi Sendi Jari Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak
ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal Merupakan
dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi  persendian.
6. Dislokasi Panggul Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di
posterior dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum
(dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi
sentra).
7. Dislokasi Patella Dislokasi patella paling sering terjadi ke arah lateral.
Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral
patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi
dilakukan  berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh  berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
D. Manifestasi klinis
Pada penderita Dislokasi sendi, akan menunjukkan tanda dan gejala seperti :
1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Kekakuan
6. Deformitas pada persendiaan
Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu
celah.Perubahan sumbu tulang yang mengalami Dislokasi.
7. Gangguan gerakan Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut.
8. Pembengkakan
Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas.
9. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal
phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
10. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi Sendi bahu, sendi siku, metakarpal
phalangeal dan sendi pangkal paha servikal.
11. Kekakuan.(brunner & suddarth, 2010).

E. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang
berlebihan pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya
terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan
pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan
struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.(Bengkulu, 2019)
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera
olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya
kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi. Begitu pula dengan trauma
kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan suatu tindakan atau saat
berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan terjadi
dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadi
kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal yang menyebabkan dislokasi.(Bengkulu, 2019)
F. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Cedera saraf : Saraf Aksila Dapat Cedera, pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mugkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tersebut.
b. Cedera Pembuluh Darah : arteri aksila dapat rusak.
c. Fraktur dislokasi.
2. Komplikasi Lanjut
a. Kekakuan Sendi Bahu: immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
b. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid.
c. Kelemahan otot.(brunner & suddarth, 2010)

G. WOC

H. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif
untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.

2. CT Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat
dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar
3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet
dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif,
sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan
lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.(rick daniels,RN, COL, 2012).
I. Pencegahan
1. Cedera akibat olahraga
a. Gunakan peralatan yang di perlukan seperti sepatu untuk lari.
b. Latihan atau exercise.
c. Conditioning.
2. Trauma kecelakaan
a. Kurangi kecepatan.
b. Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman.
c. Patuhi peraturan lalu lintas.(Bengkulu, 2019)

J. Penatalaksanaan

Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau
siku. Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan
gaya trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan
kekuatan karena bisa mengakibatkan patah tulang.Untuk mengendurkan kontraksi
dan spasme otot perlu diberikan anastesi setempat atau umum.Kekenduran otot
memudahkan reposisi.(brunner & suddarth, 2010)

1. Reposisi
a. Lakukan reposisi segera.
b. Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali.
Tindakan ini sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-
ototnya.
c. Dislokasi sendi :
1) Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa
anestesi. Misalnya dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku,
dislokasi bahu.
2) Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum
3) Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot
dan latihan yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong
gerakan sendi yang penuh, khususnya pada sendi bahu.
4) Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda
gangguan neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan
vaskuler setelah reposisi tertutup berhasil dilakukan secara lembut.
Pembedahan terbuka mungkin diperlukan, khususnya kalau jaringan
lunak terjepit diantara permukaan sendi.
5) Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan
pemasangan gips, misalnya pada sendi panngkal paha, untuk
memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.
6) Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
7) Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi.
8) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi
dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
9) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi
halus 3-4 x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
10) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan.
2. Penatalaksanaan medis
a. Farmakologi
1) Pemberian obat-obatan: analgesik non narkotik
a) Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri
otot,sendi,sakit kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari
obat ini adalah agranulositosis. Dosis : sesudah makan,
dewasa: sehari 3x1 kapsul, anak: sehari 3x1/2 kapsul.
b) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri
ringan atau sedang, kondisi akut atau kronik termasuk
nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan.
Efek samping dari obat ini adalah mual,muntah,
agranulositosis, aeukopenia. Dosis : dewasa: dosis awal
500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
b. Pembedahan
1) Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para
pasienyang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi
persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang
sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna
atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang
lazim dilakukan:
a) Reduksi Terbuka: melakukan redukasi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan diseksi dan pemanjanan tulang yang patah.
b) Fiksasi Interna: stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup,plat,paku dan pin logam.
c) Graft Tulang: penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk
menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d) Amputasi: penghilangan bagian tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop
(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi
dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui
pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi: eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintetis.
h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis.
3. Penatalaksanaan non medis
a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
b. RICE
R: Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C: Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E: Elevasi (meninggikan bagian dislokasi).(brunner & suddarth, 2010).
K. Prognosis
Dislokasi sendi biasanya tidak fatal.Gejala klinis dapat dihilangkan dengan
terapi adekuat dan bedrest total. Melakukan aktifitas yang berlebih dapat
memperburuk gejala (brunner & suddarth, 2010)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DISLOKASI SENDI
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,asuransi golongan
darah ,nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan
diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi:
a. Umur. Pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga
menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi
cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak, biasanya klien
jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out.
b. Pekerjaan. Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang
mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh , atupun kecelakaan
di tempat kerja , kecelakaan industri dan atlit olahraga, seperti  pemain
basket , sepak bola dll
c. Jenis kelamin. Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki – laki dari
pada perempuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda.(Citra
Kunia putri dan trisna insan Noor, 2013).  
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstermitas, nyeri tekan
otot, dan deformitas pada daerah trauma, untuk mendapatkan pengkajian yang
lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode PQRS.(Citra Kunia
putri dan trisna insan Noor, 2013).  
3. Riwayat Penyakit
Sekarang Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis extermitras bawah,
syok.
4. Riwayat Penyakit
Dahulu Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit,
seperti osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan,
penyakit lainnya seeperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus, penyakit
jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien, perlu
ditanyakan pada keluarga klien.
5. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis
sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan B3( brain )
dan B6 (bone).
a. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran ,periksa adanya perubahan tanda-tanda vital ,yang
meliputi brikardia ,hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.
b. Kepala
1) Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis  
2) Pemeriksaan fungsi selebral
3) Status mental: observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara
,ekspresi wajah aktivitas motorik klien
4) Pemeriksaan saraf kranial
5) Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna
otot hamstring melemah
c. Muskuloskeletal
1) Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai dengan
distribusi segmental dan saraf yang terkena  
2) Look, pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan,  pembengkakan dan deformitas
3) Fell, kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi  pada ramus dan simfisi fubis
4) Move, disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada daerah ekstermitas.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan bersikap
protektif.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang ditandai dengan rentang gerak (ROM) menurun.
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(mis.penekanan pada tonjol tulang, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi,energi listrik bertegangan tinggi) ditandai dengan kerusakan
jaringan dan/atau lapisan kulit.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh ditandai
dengan fungsi atau struktur tubuh berubah.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan mengunyah atau menelan ditandai dengan berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang ideal.(tim pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

C. Rencana keperawatan

Diagnosa Intervensi Tujuan


SIKI SLKI
Nyeri akut berhubungan dengan Observasi Setelah dilakukan
agen cedera fisik 1. Identifikasi intervensi selama 2x24
dibuktikan dengan bersikap lokasi, jam. Maka tingkat
protektif. nyeri berkurang
karakteristik,
Definisi :pengalaman sensori dan dengan kriteria hasil:
durasi,
emosional yang tidak menyenangkan 1. Mampu
frekuensi,
yang muncul akibat kerusakan mengontrol
kualitas dan
jaringan yang aktual atau potensial nyeri
atau digambarkan dalam hal
intensitas nyeri
2. Mampu
kerusakan sedemikian rupa 2. Identifikasi mengenali
(International Association for the skala nyeri onset/skala
study of pain): awitan yang tiba-tiba 3. Identifikasi nyeri
atau lambat dari intensitas ringan 3. Mampu mengenali
factor yang
hingga berat dengan akhir yang dapat penyebab nyeri.
memperberat
diantisipasi atau diprediksi dan (PPNI, 2018)
dan
berlangsung.(AMIN HUDA
memperingan
NURARIF, 2012).
nyeri
4. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik.
Terapeutik
1. Berikan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS,
hypnosis,
akupresur,
terapi music,
kompres
hangat/dingin,
dll)
2. Control
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu
ruangan,pencah
ayaan,kebisinga
n.)
3. Fasilitasi
istirahat dan
tidur.
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,priod
e, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri.
3. Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik.(tim pokja
SIKI DPP PPNI, 2018)
Gangguan mobilitas fisik berhu Observasi Setelah dilakukan
bungan dengan kerusakan 1. Identifikasi intervensi selama 2x24

integritas struktur tulang adanya nyeri jam. Maka mobilitas


fisik meningkat
ditandai dengan rentanggerak ( atau keluhan
dengan kriteria hasil:
ROM) menurun. fisik lainnya.
1. Pergerakan
Definisi : Keterbatasan pada 2. Identifikasi ekstremitas
pergerakan fisik tubuh atau satu atau toleransi fisik klien
lebih ekstremitas secara mandiri dan melakukan meningkat
terarah.(AMIN HUDA NURARIF, ambulasi. 2. Rentang
2012).
3. Monitor gerak (ROM)
frekuensi meningkat.
jantung dan 3. Rasa nyeri
tekanan darah menurun
sebelum 4. Memperagaka
memulai n penggunaan

ambulasi. alat

4. Monitor kondisi 5. Mengerti


tujuan dari
umum selama
peningkatan
melakukan
mobilitas
ambulasi.
6. Memverbalisa
Terapeutik
sikan perasaan
1. Fasilitasi
dalam
aktifitas meningkatkan
ambulasi kekuatan dan
dengan alat kemampuan
bantu berpindah.
(mis.tongkat,kr (PPNI, 2018)
uk.)
2. Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi.
2. Anjurkan
melakukan
ambulasi dini.
3. Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Berjalan
dari tempat
tidur ke kursi
roda, berjalan
dari tempat
tidur ke kamar
mandi,berjalan
sesuai
toleransi).
(tim pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)
Gangguan integritas Observasi Setelah dilakukan
kulit/jaringan berhubungan 1. Identifikasi intervensi selama 2x24

dengan faktor mekanis indikasi jam. Maka integritas


kulit dan jaringan
(mis.penekanan pada tonjol dilakukan
menurun dengan
tulang, gesekan) atau faktor latihan.
kriteria hasil:
elektris (elektrodiatermi,energi 2. Identifikasi
1. Nyeri
listrik bertegangan tinggi) keterbatasan
menurun.
ditandai dengan kerusakan pergerakan 2. Hematoma
jaringan dan/atau lapisan kulit. sendi. menurun.
Definisi : kerusakan kulit (dermis 3. Monitor lokasi 3. Perfusi
dan/atau epidermis) atau jaringan ketidaknyaman jaringan
(membrane an atau nyeri meningkat.
mukosa,kornea,fasia,otot,tendon,t pada saat 4. Kerusakan
ulang,kartilago,kapsul sendi bergerak. jaringan

dan/atau ligamen). Terapeutik menurun.

1. Cegah (tim pokja SIKI DPP

terjadinya PPNI, 2018)

cedera selama
latihan rentang
gerak
dilakukan.
2. Fasilitasi
mengoptimalka
n posisi tubuh
untuk
pergerakan
sendi yang aktif
dan pasif.
3. Lakukan
gerakan pasif
dengan bantuan
sesuai dengan
indikasi.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan.
2. Anjurkan
melakukan
rentang gerak
pasif dan aktif
secara
sistematis.
3. Ajarkan rentang
gerak aktif
sesuai dengan
program
latihan.
(tim pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)
Gangguan citra tubuh Observasi Setelah dilakukan
berhubungan dengan 1. Identifikasi intervensi selama 2x24
harapan citra jam. Maka citra tubuh
perubahan fungsi tubuh
tubuh
membaik dengan
ditandai dengan fungsi atau berdasarkan
tahap kriteria hasil:
struktur tubuh berubah.
perkembangan 1. Body image
Definisi : konfusi dalam gambaran
2. Identifikasi positif
mental tentang diri-fisik individu. perubahan citra
2. Mampu
(AMIN HUDA NURARIF, 2012). tubuh yang
memverbalis
mengakibatkan
asikan
isolasi sosial
perasaan
3. Monitor
negatif
frekuensi
3. Mampu
pernyataan
memverbalis
kritik terhadap
asikan
diri sendiri.
perubahan
Terapeutik
gaya hidup
1. Diskusikan
4. Mampu
perubahan
memverbalis
tubuh dan
asikan
fungsinya
kekhawatiran
2. Diskusikan
pada
kodisi stres
penolakan
yang
/reaksi orang
mempengaruhi
lain.
citra tubuh
5. Respon non verbal
(mis.
pada perubahan tubuh
Luka,penyakit,
pembedahan) membaik (PPNI,
3. Diskusikan cara 2018)
mengembangka
n harapan citra
tubuh secara
realistis.
Edukasi
1. Jelaskan kepada
keluarga
tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh
2. Latih fungsi
tubuh yang
dimiliki.
3. Anjurkan
mengungkapka
n gambaran diri
terhadap citra
tubuh.
(tim pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)
Ketidakseimbangan nutrisi  Observasi Setelah dilakukan
kurang dari kebutuhan tubuh 1. Identifikasi intervensi selama 2x24
status nutrisi jam. Maka kebutuhan
berhubungan dengan kesulitan
2. Identifikasi
nutrisi membaik
mengunyah atau menelan kebutuhan
kalori dan jenis dengan kriteria hasil:
ditandai dengan berat badan
nutrien 1. Nyeri
menurun minimal 10% dibawa
3. Monitor asupan abdomen
h rentang ideal. makanan menurun.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup 4. Monitor berat
2. Frekuensi
untuk memenuhi kebutuhan badan.
Terapeutik makan
metabolic.(AMIN HUDA NURARIF,
1. Lakukan oral membaik.
2012). hygiene. 3. Nafsu makan
2. Berikan membaik.
makanan tinggi 4. Mampu mengi
kalori dan
dentifikasi
tinggi protein.
3. Berikan kebutuhan
suplemen nutrisi.
makanan. 5. Menunjukkan
Kolaborasi peningkatan
1. Kolaborasi
fungsi
pemberian
medikasi pengecapan
sebelum makan dari menelan.
(mis. Pereda 6. Tidak terjadi
nyeri, penurunan berat badan
antiemetik)
yang berarti.(PPNI,
(tim pokja SIKI DPP
PPNI, 2018) 2018)
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi, Keadaan
dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis (tulang lepas dari sendi)(brunner & suddarth, 2010). Dislokasi terjadi saat
ligamen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari
posisinya yang normal didalam sendi. Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga
hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran  pada ligamen
sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari
gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena adanya  penyakit yang
akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya
trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan  panjang
ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan
pada sendi.Dislokasi dapat direposisi tanpa anastesi, misalnya pada sendi bahu atau
siku. Reposisi dapat diadakan dengan gerakan atau perasat yang barlawanan dengan
gaya trauma dan kontraksi atau tonus otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan
kekuatan karena bisa mengakibatkan patah tulang.Untuk mengendurkan kontraksi
dan spasme otot perlu diberikan anastesi setempat atau umum.

B. Saran
Pengetahuan seorang perawat tentang konsep dasar sebuah penyakit dapat
membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Seorang perawat yang
telah mampu menguasai konsep dasar penyakit maka kemungkinan akan lebih
mudah dalam melaksanakan asuhan keperawatannya. Selain mempermudah
perawat atau dalam menyusun asuhan keperawatan, memahami konsep dasar
sebuah penyakit juga dapat membantu perawat dalam memberikan edukasi kepada
pasien. Dalam hal ini perawat dapat membantu memberikan pengetahuan kesehatan
tentang dislokasi sendi pada pasien. Sehingga pasien dapat melakukan  pencegahan
dini terhadap kemungkinan munculnya penyakit dislokasi sendi ini.
DAFTAR PUSTAKA

AMIN HUDA NURARIF, H. K. (2012). NANDA NIC NOC (H. K. AMIN HUDA
NURARIF (Ed.); 1st ed.). MEDIACTION.
Bengkulu, U. M. (2019). Dosen : Ns . Harsismanto M . Kep. January.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.29001.80484
brunner & suddarth. (2010). medical surgical nursing (1st ed.).
Citra Kunia putri dan trisna insan Noor, 2011. (2013). 済 無 No Title No Title. Analisis
Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani, 53(9), 1689–1699.
PPNI, tim pokja S. D. (2018). standar luaran keperawatan indonesia ( tim pokja S. D.
PPNI (Ed.); 1st ed.). dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia.
rick daniels,RN, COL, P. (2012). contemporary medical surgical nursing (2nd ed.).
Septadina, I. (2015). Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibular.
Majalah Kedokteran Sriwijaya, 47(1), 61–66.
https://doi.org/10.36706/mks.v47i1.2744
tim pokja SDKI DPP PPNI. (2016). standar diagnosis keperawatan indonesia (tim pokja
SDKI DPP PPNI (Ed.); 1st ed.). dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional
indonesia.
tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). standar intervensi keperawatan indonesia (tim pokja
SIKI DPP PPNI (Ed.); 1st ed.). dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional
indonesia.

Anda mungkin juga menyukai