Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN DENGAN

TRAUMA PELVIS

Disusun oleh:

Nuraida Dwi Cipta Idayanto (0118029)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

STIKES DIAN HUSADA

KOTA MOJOKERTO

2021

1
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa :

Kami mempunyai fotocopy dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang
telah dituliskan dalam referensi atau daftar pustaka, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika di kemudian hari terbukti adanya ketidak jujuran akademik, kami bersedia mendapatkan
sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Senin, 5 April 2021

Tanda Tangan
Nama NIM
Mahasiswa
Nuraida Dwi Cipta 0118029

KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Asuhan Keperawatan dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN DENGAN TRAUMA
PELVIS” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Kegawat
Daruratan 2. Melalui Asuhan Keperawatan ini, saya berharap agar saya dan pembaca mampu
memahami dengan baik tentang ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN
DENGAN TRAUMA PELVIS
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan dari
bapak Sutomo, S., Ns., M.Kep selaku fasilitator dalam materi yang dibahas pada Asuhan
Keperawatan ini.

Saya berharap agar makalah yang telah saya susun ini dapat memberikan pengetahuan
serta perkembangan wawasan yang cukup bagi pembaca dan penulis yang lain. Saya juga
berharap agar makalah ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Mojokerto, 5 April 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan..........................................................................................................................2
Kata Pengantar.................................................................................................................................3
Daftar Isi..........................................................................................................................................4
Daftar Tabel/Gambar.......................................................................................................................5
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................8
B. Tujuan Umum......................................................................................................................8
C. Tujuan Khusus.....................................................................................................................8
D. Manfaat ...............................................................................................................................9
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi ..............................................................................................................................10
B. Anatomi.............................................................................................................................11
C. Etiologi..............................................................................................................................15
D. Tanda Dan Gejala..............................................................................................................15
E. Patofisiologi.......................................................................................................................16
F. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................................17
G. Pengobatan/Terapi............................................................................................................17
H. Analisa Data......................................................................................................................18
I. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................................19
J. Intervensi Keperawatan.....................................................................................................19
K. implementasi......................................................................................................................23
L. Evaluasi Keperawatan.......................................................................................................23
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................................................24
B. Saran..................................................................................................................................24
Daftar Pustaka................................................................................................................................25

4
Tabel/Gambar

Tulang dan ligamen

Pleksus syaraf

5
Suplay darah arteri

6
Patofisiologi woc

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur pada pelvis terjadi akibat trauma tumpul dan berhubungan dengan angka
mortalitas antara 6% sampai 50%. Walaupun hanya terjadi pada 5% trauma, penderita
biasanya mempunyai angka ISS (injury severity score) yang tinggi dan sering juga terdapat
trauma mayor di organ lain, karena kekuatan yang dibutuhkan untuk terjadinya fraktur
pelvis cukup signifikan. Sebagai contoh, insidensi robekan aorta thoracalis meningkat secara
signifikan pada pasien dengan fraktur pelvis terutama tipe AP kompresi.
Pada pasien dengan trauma pelvis dapat terjadi hemodinamik yang tidak stabil, dan
dibutuhkan tim dari berbagai disiplin ilmu. Status hemodinamik awal pada pasien dengan
fraktur pelvis adalah faktor prediksi utama yang dihubungkan dengan kematian.
Fangio P,et al (2005) mempublikasikan pada penelitiannya bahwa angka kematian pada
pasien dengan hemodinamik stabil adalah 3,4% yang dibandingkan dengan yang
hemodinamik tidak stabil adalah sebesar 42%.
Karena trauma multipel biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis, hipotensi
yang terjadi belum tentu berasal dari fraktur pelvis yang terjadi. Walaupun demikian, pada
pasien fraktur pelvis yang meninggal, perdarahan pelvis terjadi pada 50% pasien yang
meninggal. Pasien dengan fraktur pelvis mempunyai 4 daerah potensial perdarahan hebat,
yaitu : Permukaan tulang yang fraktur, trauma pada arteri di pelvis, trauma pada plexus
venosus pelvis, sumber dari luar pelvis.
Diagnosa fraktur pelvis memerlukan pemeriksaan klinis dan radiolologi yang teliti,
terutama pada penderita yang tidak sadar agar diperiksa secara menyeluruh. Dalam
penanganan fraktur pelvis, selain penanganan fraktur, juga penanganan untuk komplikasinya
yang menyertainya yang dapat berupa perdarahan besar, ruptur kandung kemih, atau cedera
uretra.
B. TUJUAN UMUM
Setelah membaca makalah ini, di harapkan pembaca mengetahui dan memahami tentang
trauma pelvis yang sangat penting untuk menjaga keamanan dan kesehatan tubuh kita.
C. TUJUAN KHUSUS
- Mengetahui dan memahami definisi trauma pelvis
- Mengetahui dan memahami etiologi dari trauma pelvis
- Mengetahui dan memahami tanda dan gejala trauma pelvis
8
- Mengetahui dan memahami patofisiologi trauma pelvis beserta Woc
- Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan diagnostik
- Mengetahui dan memahami terapi trauma pelvis
- Mengetahui dan memahami analisa data dari trauma pelvis
- Mengetahui dan memahami diagnosa dari trauma pelvis
- Mengetahui dan memahami intervensi dari trauma pelvis
- Mengetahui evaluasi dari trauma pelvis
D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan sebagai bahan pengajaran di bidang
pendidikan maupun di bidang penelitian-penelitian.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini menggambarkan
superfisial dari respons fisik terhadap cedera. Trauma juga mempunyai dampak psikologis
dan sosial. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan dapat
menyebabkan hilangnya produktifitas seseorang. (R.Sjamsuhidajat. 2005, hal.90).
Truama pelvis adalah trauma pada area pelvis yang dapat terjadi mulai dari yang ringan
hingga yang mengancam kehidupan. Hal ini termasuk fraktur ring pelvis, fraktur acetabulun,
serta injury pada jaringan yang ada pada area pelvis.
Mayoritas dari trauma panggul yaitu adanya injury yang disebabkan oleh trauma tumpul
dengan kekuatan tinggi, meskipun pada pasien yang tua dan lemah, trauma dapat terjadi
akibat rudapaksa tumpul dengan kekuatan rendah. Trauma dengan kekuatan tinggi m
eningkatkan resiko injury pada organ visera pelvis
Trauma pelvis Merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat – alat dalam rongga
panggul seperti uretra, buli – buli, rektum serta pembuluh darah.

10
B. ANATOMI
Hubungan antara tulang pelvis dan vaskularisasinya menjelaskan mengapa sering
terjadi perdarahan pada fraktur pelvis.
a. Tulang dan ligament
Tulang pelvis adalah struktur seperti cincin yang terdiri dari 3 tulang yang
bersatu yaitu 1 tulang sacrum dan 2 tulang innominata. Tiap tulang inominata
terbentuk dari 3 tulang, yaitu ilium, ischium, dan pubis. Tulang inominata bergabung
dengan sacrum di posterior pada 2 sacroiliac (SI) joint. Pada daerah anterior
bergabung pada simfisis pubis. Tanpa adanya ligamentum pada struktur ini, cincin
pelvis tidak akan mencapai stabilitasnya. Aspek posterior pelvis distabilisasi oleh
ligamentum yang sangat kuat.

https://image.slidesharecdn.com/anatomipelvis-160127041740/95/anatomi-pelvis-4-638.jpg?cb=1453868572

Ligamentum ini menghubungkan sacrum dengan tulang inominata. Stabilitas


yang diberikan SI ligamen posterior harus dapat menahan kekuatan weight-bearing
yang ditransmisikan melalui SI ligamen ke ekstremitas bawah. Simfisis berfungsi
sebagai penopang saat weight-bearing untuk mempertahankan struktur cincin pelvis.
Ligamentum posterior SI dibagi menjadi komponen yang pendek dan panjang.
Komponen pendek berjalan oblique dari posterior sacrum ke spina iliaca posterior
superior dan posterior inferior. Komponen panjang berjalan longitudinal dari aspek
lateral sacrum ke spina iliaca posterior superior dan bergabung dengan ligamentum
sacrotuberous. Pada sisi anterior, SI joint dilingkupi oleh struktur ligamen lemah yang
pipih dan tipis (Fig 1B) yang berjalan dari ilium ke sacrum. Struktur ini
memberikan stabilitas yang minimal, yang berfungsi sebagai kapsul yang
11
melingkupi SI joint dan memisahkannya dari isi cavum pelvis. Hampir semua
struktur yang ada pada SI joint adalah struktur yang kuat. Pada posisi tegak, berat
dari bagian atas tubuh mendorong sacrum ke bawah antara iliac wings dan

menyebabkan ± 58º rotasi dorsoventral.


Tulang inominata bergerak ke belakang dan ke bawah dimana pada saat yang
bersamaan rami pubis bergerak ke atas. Reduksi yang tepat dan pengembalian
morfologi dari SI joint tidaklah terlalu penting karena kontak erat antara
permukaan artikular tidak terjadi pada keadaan normal.
Simfisis pubis terdiri dari 2 permukaan kartilago hialin yang saling berhadapan.
Permukaan ini dilingkupi dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa yang cukup tebal.
Simfisis didorong inferior oleh otot yang berinsersi pada ligamentum arcuatum.
Posisi yang paling tebal adalah pada sisi superior dan anterior.
Beberapa ligamen berjalan dari spine ke pelvis. Ligamentum iliolumbaris
mengamankan pelvis ke vertebra lumbalis. Ligamentum ini berasal dari processus
transversus L4 dan L5 dan berinsersi pada posterior dari crista iliaca. Ligamentum
lumbosacral berjalan dari processus L5 ke ala sacrum. Ligamentum ini membentuk
pegangan yang kuat dan menempel pada akar N.spinalis L5.
b. Otot-otot
Pelvis yang intak membentuk 2 area anatomis mayor. False pelvis dan true pelvis
dipisahkan oleh pinggir pelvis, atau garis iliopectineal yang berjalan dari
promontorium sacralis sepanjang perbatasan antara ilium dan ischium ke ramusm
pubis. Tidak ada struktur mayor yang melewati pinggiran ini. Diatasnya false pelvis
(greater pelvis) berisi ala sacral dan iliac wings, membentuk bagian dari rongga
abdomen. Bagian dalam false pelvis dilingkupi oleh otot iliopsoas. True pelvis (lesser
pelvis) terletak dibawah pinggir pelvis. Dinding lateralnya terdiri dari pubis,
ischium dan sebuah segitiga kecil dari ilium. Termasuk didalamnya foramen
obturatorium, yang ditutupi oleh otot dab membran, dan terbuka di bagian
superior dan medial untuk jalan dari nervus obturator dan pembuluh darah.
Obturator internus berasal dari membran dan melingkari lesser sciatic notch dan
menempel pada ujung proximal femur. Tendon obturator internus adalah struktur
yang penting karena berfungsi sebagai penanda untuk akses ke columna posterior.
Otot piriformis berorigin dari aspek lateral dari sacrum dan adalah penanda untuk
menemukan nervus sciaticus. Biasanya, nervus sciatic meninggalkan pelvis diatas
otot piriformis dan memasuki greater sciatic notch. Kadang-kadang sisi peroneal
berjalan diatas dan melewati piriformis. Dasar dari true pelvis terdiri dari coccyx,
12
otot coccygeal dan levator ani, urethra, genitalia dan rectum. Semuanya melewati
struktur ini.
c. Pleksus Syaraf
Plexus lumbosacralcoccygeus dibentuk oleh rami anterior T12 s/d S4 (fig 2),
yang paling penting adalah L4 s/d S1. Syaraf lumbalis L4 dan L5 memasuki true
pelvis dari false pelvis, dimana nervus sacral adalah bagian dari true pelvis. Syaraf
L4 berjalan antara L5 dan SI joint dan bergabung dengan L5 untuk membentuk
truncus lumbosacralis pada promontorium sacralis (12 mm dari garis joint). Syaraf L5
berjarak 2 cm dari SI joint dan keluar dari foramen intervertebralis. Syaraf sacralis
melewati foramen sacralis dan bergabung dengan pleksusnya. Beberapa cabang
menuju otot
mayor dalam pelvis. Nervus glutealis superior dan inferior berjalan ventral ke
piriformis dan memasuki pelvis melalui greater sciatic notch. Nervus pudendalis
(S2,3 dan 4) mempersyarafi otot sfingter pelvis dan dapat terkena pada fraktur
pelvis.

13
d. Suplai Darah Arteri
Suplai darah major pada pelvis didapat dari a. hipogastrica (cabang iliaca
interna). Arteri hipogastric terdapat pada level SI joint.

Sumber: https://ningrumwahyuni.files.wordpress.com/2009/12/44702.jpg

Arteri yang berasal dari hipogastric, awalnya berjalan bersama-sama sampai ke


lengkungan posterior pelvis dan saling beranastomosis, membentuk hubungan
kolateral. A glutealis superior adalah cabang terbesar. Karena berasal dari
lengkungan kanan dari a hipogastrica dan mempunyai proteksi otot yang sedikit,
maka arteri ini mudah sekali terkena pada fraktur dari lengkungan pelvis
posterior. Cabang obturator dan pudendal interna paling sering terkena pada
fraktur ramus pubis.
e. Drainase vena
Sistem drainase vena pada pelvis juga mepunyai cabang kolateral yang sangat
banyak, dengan tanpa valve sehingga dapat terjadi aliran balik. (Fig 5) Vena
terbentuk dengan plexus yang besar yang terdapat pada dinding pelvis. Karena
dinding vena ini relatif tipis, vena ini tidak dapat berkontraksi sebagai respon
14
terhadap cedera. Plexus venosus pelvis bersifat ekstensif, sehingga dapat memberikan
perdarahan yang signifikan bila terjadi disrupsi, walaupun tekanan vena normal.
C. ETIOLOGI
a. Trauma langsung: benturan langsung pada tulang mengakibatkan fraktur pada tempat
tersebut, misaalnya: kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja
b. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul pada benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan
c. Trauma iatrogonic, seperti operasi ginekologik dan operasi daerah pelcis atau akibat
tindakan endoskopi, seperti operasi transurenthral.
d. Trauma tumpul
e. Trauma tajam akibat luka tusuk atau tembak
f. Patologis: metastase dari tulang
g. Degenerasi
h. Spontan, terjadi tarikan otot yang sangat kuat
i. Proses penyakit: kanker dan riketsia
j. Compression force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan
fraktur kompesi tulang belakang
k. Muscle(otot) akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat
menyebabkan fraktur (misal: elektrik shock atau tetani)
D. TANDA DAN GEJALA
Fraktur pelvik hampir selalu menyakitkan. Rasa nyeri ini diperparah dengan
menggerakkan pinggul atau mencoba berjalan sehingga terdapat limitasi dalam pergerakan.
Seringkali, pasien akan mencoba untuk memosisikan pinggul atau lututnya dengan posisi
ditekuk dalam posisi tertentu untuk menghindari memperburuknya rasa sakit. Beberapa
pasien mungkin mengalami pembengkakan atau memar di daerah pinggul.
Seperti patah tulang lainnya, gejala yang ditimbulkan dari patah pergelangan tangan
adalah nyeri dan bengkak yang disertai perubahan warna kulit menjadi kemerahan dan
terasa panas pada perabaan yang merupakan tanda dari peradangan yang terjadi karena
adanya kerusakan jaringan.
Jika ada struktur saraf yang tertekan atau terluka, fraktur pelvik juga dapat menyebabkan
gejala saraf seperti sensasi kesemutan, kebas, sampai dengan gangguan BAK dan BAB (jika
terdapat keterlibatan saraf L5 ata S1). Jika tulang yang patah menyebabkan luka terbuka,
pengidap memiliki risiko terkena infeksi terutama jika tidak langsung ditangani dengan
tepat.

15
Pada fraktur pelvik dengan fragmen tulang yang patah melukai pembuluh darah, pengidap
dapat mengalami perdarahan, baik terbuka maupun tertutup dan membutuhkan penanganan
segera untuk menghentikan perdarahan. Posisi anatominya yang berdekatan dengan pembuluh
darah besar yaitu arteri femoralis menyebabkan risiko perdarahan pada fraktur pelvik lebih
tinggi.

Pada beberapa kasus, patahan tulang dapat melukai ligamen di sekitarnya dan akan
memengaruhi mobilitas tulang tersebut. Selain posisi anatominya yang dekat dengan arteri
femoral, pelvik juga berdekatan dengan saluran kemih yaitu uretra, sehingga fraktur pelvik dapat
menyebabkan cedera pada uretra yang gejalanya dapat berupa kencing berdarah.

E. PATOFISIOLOGI/ WEB OF CAUTION

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologis:
16
- Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan
prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
- Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan
umum memungkinkan.

b. Pemeriksaan urologis dan lainnya:


- Kateterisasi
- Ureterogram
- Sistogram retrograd dan postvoiding
- Pielogram intravena
- Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

G. PENGOBATAN/TERAPI
a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
- Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
traksi, pelvic sling
- Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
- Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan
dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa
menggunakan penopang.
- Fraktur Tipe B:
• Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain
gendongan posterior atau korset elastis.
Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan
cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
• Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa
dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau
terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan
menggunakan pen pada krista iliaka.
- Fraktur Tipe C
17
sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka
yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang –
kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara
terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.

H. ANALISA DATA
a. Data demografi/ identitas klien
Antara lain nama, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, pekerjaan, dan alamat
klien.
b. Keluhan utama
Adanya nyeri dan sakit pada daerah punggung
c. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk menentukan hubungan genetik perlu diidentifikasi misalnya adanya predisposisi
seperti arthritis, spondilitis ankilosis, gout/ pirai (terdapat pada fraktur psikologis).
d. Riwayat spiritual
Apakah agama yang dianut, nilai-nilai spiritual dalam keluarga dan bagaimana dalam
menjalankannya.
e. Aktivitas kegiatan sehari-hari
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan membawa benda-
benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis utama lainnya. Orang yang
kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun.
f. Pemeriksaan fisik
1. Pengukuran tinggi badan
2. Pengukuran tanda-tanda vital
3. Integritas tulang, deformitas tulang belakang
4. Kelainan bentuk pada dada
5. Adakah kelainan bunyi pada paru-paru, seperti ronkhi basah atau kering, sonor atau
vesikuler, apakah ada dahak atau tidak, bila ada bagaimana warna dan
produktivitasnya.
6. Kardiovaskuler: sirkulasi perifer yaitu frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian
kapiler, warna kulit dan temperatur kulit.
7. Abdomen tegang atau lemas, turgor kulit, bising usus, pembesaran hati atau tidak,
apakah limpa membesar atau tidak.
8. Eliminasi: terjadinya perubahan eliminasi fekal dan pola berkemih karena adanya
immobilisasi.

18
9. Aktivitas adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
10. Apakah ada nyeri, kaji kekuatan otot, apakah ada kelainan bentuk tulang dan
keadaan tonus otot.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh nyeri
(D.0077)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas (D.0054)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai dengan
kerusakan jaringan (D.0129)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas (D.0056)
5. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit (D.0142)
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera intervensi keperawatan Observasi:
fisik ditandai dengan tingkat nyeri menurun - Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri (D.0077) dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
- Kemampuan frekuensi, kualitas,
menuntaskan intensitas nyeri
aktivitas - Identifikasi skala
meningkat nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi respons
menurun nyeri non verbal
- Meringis - Identifikasi faktor
menurun pemberat dan
- Perasaan takut memperingan nyeri.
mengalami Terapeutik:
cedera berulang - Berikan teknik
menurun nonfarmakologis
- Proses berpikir untuk mengurangi
membaik rasa nyeri
- Perilaku - Kontrol lingkungan
membaik yang memperberat

19
(L.08066 ) rasa nyeri
- Fasilitas istirahay dan
tidur
Edukasi:
- jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- jelaskan strategi
meredakan nyeri
(1.08238)
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan ambulasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi:
kerusakan integritas mobilitas fisik - Identifikasi adanya
struktur tulang ditandai meningkat dengan nyeri atau keluhan
dengan mengeluh sulit kriteria hasil : fisik lainya
menggerakkan - Pergerakan Terapeutik:
ekstremitas (D.0054) ekstremitas - Fasilitas aktivitas
meningkat ambulasi dengan alat
- Kekuatan otot bantu
meningkat - Fasilitas melakukan
- Rentang gerak mobilitas fisik
(ROM) Edukasi:
meningkat - Jelaskan tujuan dan
- Nyeri menurun prosedur ambulasi
- Kelemahan fisik - Ajarkan ambulasi
menurun sederhana yang harus
(L.05042) dilakukan
(1.06171)
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi:
penurunan mobilitas integritas kulit - Identifikasi penyebab
ditandai dengan meningkat dengan gangguan integritas
kerusakan jaringan kriteria hasil: kulit
(D.0129) - Perfusi jaringan Terapeutik:
meningkat - Ubah posisi tiap 2
- Kerusakan jam jika tirah baring

20
jaringan - Gunakan produk
menurun berbahan ringan
- Kerusakan /alami dan
lapisan kulit hipoalergik pada kulit
menurun sensitif
- Nyeri menurun Edukasi:
(L.14125) - Anjurkan
Menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air
yang cukup
(1.11353)

4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi


berhubungan dengan intervensi keperawatan Observasi :
imobilitas ditandai toleransi aktivitas - Monitor lokasi dan
dengan merasa tidak meningkat dengan ketidak nyamanan
nyaman setelah kriteria hasil: selama melakukan
beraktivitas (D.0056) - Kemudahan aktivitas
dalam Terapeutik:
melakukan - Sediakan lingkungan
aktivitas sehari- nyaman dengan
hari meningkat rendah stimulus
- Warna kulit - Monitor lokasi dan
membaik ketidak nyaamanan
(L.05047) selama melakukan
aktivitas
Terapeutik:
- Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
Edukasi:
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Ajarkan strategi
21
koping untuk
menguraangi
kelelahan
(1.05178)
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan Manajemen imunisasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan Edukasi:
kerusakan integritas kulit tingkat infeksi menurun - Identifikasi riwayat
(D.0142) dengan kriteria hasil: kesehatan dan
- Nyeri menurun riwayat alergi
- Bengkak Terapeutik:
menurun - Dokumentasikan
(L.14137) informasi vaksinasi

Edukasi:
- Jelaskan tujuan,
manfaaat, reaksi
yang terjadi,
jadwal, dan efek
samping
- Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus
(1.14508)

K. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan perencanaan atau intervensi keperawatan yang sesuai standart operasional yang
ada. Yang mana tindakan ini berkaitan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat.
L. EVALUASI
Penilaian akhir dari asuhan keperawatan terutama pada intervensi dan implementasi
keperawatan. Hal yang di evaluasi sesuai dengan format SOAP (Subjektif, Objektif,
Assassment, dan Planning)

22
BAB III
A. KESIMPULAN
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini
menggambarkan superfisial dari respons fisik terhadap cedera. Trauma juga mempunyai
dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat
holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktifitas seseorang. (R.Sjamsuhidajat. 2005,
hal.90).

23
Truama pelvis adalah trauma pada area pelvis yang dapat terjadi mulai dari yang ringan
hingga yang mengancam kehidupan. Hal ini termasuk fraktur ring pelvis, fraktur acetabulun,
serta injury pada jaringan yang ada pada area pelvis.
Mayoritas dari trauma panggul yaitu adanya injury yang disebabkan oleh trauma tumpul
dengan kekuatan tinggi, meskipun pada pasien yang tua dan lemah, trauma dapat terjadi
akibat rudapaksa tumpul dengan kekuatan rendah. Trauma dengan kekuatan tinggi m
eningkatkan resiko injury pada organ visera pelvis
B. SARAN
Sebagai seorang perawat, sudah menjadi kewajiban untuk memberikan tindakan
perawatan dalam asuhan keperawatan yang diarahkan kepada pembentukan tingkat
kenyamanan pasien, manajemen rasa sakit dan keamanan. Perawat harus mampu mamahami
faktor psikologis dan emosional yang berhubungan dengan diagnosa penyakit, dan perawat
juga harus terus mendukung pasien dan keluarga dalam menjalani proses penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada : 6 April 2021
Chris, jack, 2009. Assasment and management of trauma. University of southern
California:disidion of trauma and surgical critical care
Musliha. (2010). Keperawatan gawat darurat.Yogyakarta : nuha medika
Salim, carolina. 2015. Sistem penilaian trauma. CDK-232/col.42. no.9, rh,2015

24
Thomas, mark A. (2011). Teraoi Dan Reahbilitasi
Fraktur.Jakarta:EGChttps://image.slidesharecdn.com/anatomipelvis160127041740/95/anato
mi-pelvis-4-638.jpg?cb=1453868572
PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
PPNI.2017.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
PPNI.2017.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai