Anda di halaman 1dari 44

OBAT KARDIOVASKULER

Winda
Winda Mardiana
Mardiana 1831800017
1831800017
Fauzan
Fauzan Abdul
Abdul Latif
Latif 1831800019
1831800019
Dwiki
Dwiki Qutsi
Qutsi Ali
Ali M.
M. 1831800021
1831800021
Nahdia
Nahdia Fiki
Fiki Maghfiroh
Maghfiroh 1831800023
1831800023
A. Obat Gagal Jantung
1. Penghambat ACE
a. Mekanisme Kerja
Penghambat ACE menghambat konversi angiotensin I (Ang I) menjadi
angiotensin II (Ang II). Kebanyakan efek biologik Ang II diperantarai oleh
reseptor angiotensin tipe 1 (AT1). Stimulasi reseptor AT1 menyebabkan
vasokontriksi, stimulasi dan pelepasan aldosterone, peningkatan aktivitas
simpatis, dan hipertrofi miokard. Penghambat ACE dengan mengurangi
pembentukan Ang II akan menghambat aktivitas Ang II di reseptor AT 1
maupun AT2, sehingga terjadi pengurangan hipertrofi miokard dan penurunan
preload jantung yang akan menhambat progresi remodelling jantung
b. Kontraindikasi
Penghambat ACE tidak dianjurkan untuk diberikan kepada
wanita hamil dan menyusui, pasien dengan stenosis arteri
ginjal bilateral, atau angioedema pada terapi dengan
penghambat ACE sebelumnya
c. Dosis
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis
rendah dan dititrasi sampai dosis target.
Cont…
Cont…
d. Efek Samping
Batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia, dan angioedema.

2. Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker)


a. Mekanisme Kerja
Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas Ang II hanya di
reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka disebut juga AT1-Bloker. Tidak
adanya hambatan kininase II menyebabkan bradikinin dipecah menjadi
kinin inaktif, sehingga vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Dalam hal
ini diduga mekanismenya juga sama, yakni akumulasi bradikinin karena
terjadi reaksi saling antara penghambat ACE dan AT1-Bloker.
b. Dosis

c. Efek Samping
Pusing dan batuk kering.
3. Diuretik
A. Mekanisme Kerja
a. Farmakodinamik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit
Na+/K+/2CI- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal; tempat kedanya di
permukaan sel epitel bagian lumina) (yang menghadap ke lumen tubuh). Pada
pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal
tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal
ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh
proksimal Serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan aliran darah
ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar.
Cont…
b. Farmakokinetik
Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cema, dengan
derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas furosemid 65%
sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat golongan ini terikat
pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di
glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transpor
asam organik di tubuh proksimal. Dengan cara ini obat
terakumulasi di cairar tubuh dan mungkin sekali ditempat kerja di
daerah yang lebih distal lagi.
B. Kontraindikasi
Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi
cairan akan meningkatkan aktivasi neurohormonal yang
akan memacu progresi gagal jantung, maka diuretik
tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang
asimtomatik maupun yang tidak ada overload cairan,
maka itu diuretic harus selalu diberikan dalam kombinasi
dengan penghambat ACE.
C. Dosis
D. Efek Samping
1) Gangguan cairan dan elektrolit 4) Hipotensi
2) Ototoksisitas 5) Efek metabolik
3) Reaksi alergi 6) Nefritis interstisialis alergik

E. Interaksi
Seperti diuretik tiazid, hipopkalemia akibat pemberian diuretik kuat dapat
meningkatkan risiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritmia.
Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan
antikanker sisplatin akan meningkatkan risiko nefrotoksisitas.
Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya
berkurang.
4. Antagonis Aldosteron
A. Mekanisme Kerja
Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat
(akibat aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron), bisa sampai 20x
kadar normal. Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta
ekskresi K dan Mg. Retensi Na dan air menyebabkan edema dan
peningkatan preload jantung. Aldosteron memacu remodelling dan
disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung
yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroblas
B. Dosis
E. Interaksi
Antagonis aldosteron direkomendasikan untuk ditambahkan pada
a. Penghambat ACE dan diuretik kuat pada gagal jantung lanjut (NYHA
kelas III-IV) dengan disfungsi sistolik (fraksi ejeksi ≤ 35%) untuk
mengurangi mortalias dan morbiditas (terbukti untuk spironolakton).
b. Penghambat ACE dan β-bloker pada gagal bantuan setelah infark
miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel kid (fraksi ejeksi ≤ 40%)
dan tanda-tanda gagal jantung atau diabetes untuk mengurangi
mortalitas dan morbiditas (terbukti untuk eplerenon).
5. β – Blocker
A. Mekanisme Kerja
B. Dosis
C. Efek Samping
Pada awal terapi dengan β-bloker dapat terjadi :
1) Retensi cairan dan memburuknya gejala-gejala, maka
tingkatkan dosis diuretik.
2) Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE atau β-
bloker.
3) Bradikardia, maka kurangi dosis β-bloker.
4) Rasa lelah, maka kurangi dosis β-bloker.
6. Vasodilatasor lain

A. Hidralazin-Isosorbid Dinitrat
B. NA Nitroprusid I.V.
C. Nitrogliserin I.V.
D. Nesiritid I.V.
7. Digoksin

• Beberapa efek digoksin pada pengobatan gagal


jantung, yaitu :
1) Inotropik positif
2) Kronotropik negatif
3) Mengurangi aktivasi saraf simpatis
A. Indikasi
1) Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, karena
digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel
(akibat hambatan pada nodus AV).
2) Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih
simtomatik, terutama yang disertai takikardia
meskipun telah mendapat terapi maksimal dengan
penghambat ACE dan β-bloker,
B. Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia, blok AV
derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma Wolff-Parkinson-
White, kardiomiopati obstruktif hipertrofik, hipokalemia.
C. Dosis
Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi ginjal
normal (pada lansia 0,06250-125 mg, kadang-kadang 0,25 mg).
Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg.
D. Efek Samping
a. Efek toksik digoksin berupa :
1) Efek proaritmik, yakni :
• Penurunan potensial istirahat (akibat hambatan pompa Na), menyebabkan after
potential yang mencapai ambang rangsang, dan penurunan konduksi AV.
• Peningkatan automatisitas.
b. Efek samping gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah, nyeri lambung.
c. Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning.
d. Lain-lain : delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi buruk
8. Obat Inotropik Lain

A. Dopamin dan Dobutamin I.V.


Merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan
untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal
jantung yang parch. Kerjanya melalui stimulasi reseptor
dopamin D, dan reseptor β adrenergik di sel otot jantung.
Dopamin mempunyai penggunaan yang terbatas pada
pengobatan pasien dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik.
B. Penghambat Fosfodiesterase
9. Antitrombotik
Warfarin (antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal jantung dengan fibrilasi
atrial, riwayat kejadian tromboembolik sebelumnya, atau adanya trombus di ventrikel
kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme.
Setelah infark miokard, aspirin atau warfarin direkomendasikan sebagai
profilaksis sekunder.

10. Antiaritmia
Antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah β-bloker dan amiodaron.
β-bloker mengurangi kematian mendadak pada gagal jantung. Penggunaan β-bloker
pada gagal jantung dapat dilihat pada butir 2.5.
Amiodaron digunakan pada gagal jantung hanya jika disertai dengan fibrilasi atrial
dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron adalah satu-satunya obat antiaritmia yang
tidak disertai dengan efek inotropik negatif.
B. Obat Antiaritmia
1. Obat Kelas I
1) IA
a. Kuinidin
b. Prokainamid
c. Disopiramid
2) IB
a. Lidokain
b. Meksiletin
c. Fenitoin
d. Tokainid
3) IC
a. Enkainid
b. Flekainid
2. Obat Kelas II
1) Propanolol
2) Asebutolol
3) Esmolol
3. Obat Kelas III
Obat-obatan dalam kelas III ini memunyai
sifat farmakologik yang berlainan, tapi
sama-sama mempunyai kemampuan
memperpanjang lama potensial aksi dan
refractoriness serabut purkinje dan
serabut otot ventrikel. Obat-obat ini
menghambat aktivitas sistem saraf otonom
secara nyat.
• EFEK ELEKTROFISIOLOGIK JANTUNG
Semua obat kelas III memperpanjang
lama potensial aksi dan masa
refakter efektif serabut purkinje dan
otot ventrikel. Kecuali bretilium, efek
kedua obat lain terhadap nodus AV
kurang kuat.
•  
Automatisitas. Efek langsung obat kelas II
terhadap automatisitas nodus SA dan serabut
purkinje hanya sedikit. Pada pemberian
parenteral, bretilium meningkatkan
automatisitas selintas dengan cara melepaskan
norepinefrin dari ujung saraf simpatis. Secara
eksperimenta efek ini dapat dicegah dengan
mengosongkan cadangan katekolamin dengan
reserpin atau dengan -bloker.
Kesigapan dan konduksi. Bretilium dan sotalol
tidak memiliki efek yang nyata terhadap
kesigapan membran dan konduksi serabut
purkinje. Amiodaron berkaitan dengan kanal
Na+ yang dalam keadaan inaktif, menurunkan
kesigapan membran dan konduksi di serabut
purkinje. Konduksi melalui nodus AV ditekan
secara nyata oleh sotalol dan amiodaron,
tetapi hanya sedikit oleh bretilium.
Efek terhadap aritmia re-entry. Obat kelas
III diduga meniadakan arus-balik dengan
cara memperpanjang masa refrakter, tanpa
mempengaruhi penjalaran impuls. Di
samping itu bretilium dapat menyebabkan
repolarisasi dan peningkatan kecepatan
konduksi pada daerah yang terdepolarisasi
dengan cara melepaskan katekolamin.
Efek elektrokardiografik. Pada kadar terapi,
amiodaron dan sotalol menurunkan frekuensi
denyut janting, tetapi bretilium hanya sedikit
efeknya. Pada pengobatan jangka lma dengan
amiodaron terjadi sinus bradikardi simtomatik.
Amiodaron dan sotalol memperpanjang interval
P-R,sedangkan bretilium tidak. Semua obat
memperpanjang interval Q-Tc, J-T, P-A, dan A-V.
Amiodaron memperpanjang interval H-V dan
lama kompleks QRS.
4. Obat Kelas IV

Merupakan penghambat kanal Ca++.


efek klinis yang penting dari antagonis
Ca++ untuk pengobatan aritmia adalah
penekanan potensial aksi yang Ca++
dependent dan perlambatan konduksi
di nodus AV.
• EFEK ELEKTROFISIOLOGIK JANTUNG
Verapamil dan diltiazem mempunyai efek
langsung terhadap elektrofisiologik dan
mekanik otot jantung dan otot polos
pembuluh darah.
Pembentukan impuls. Verapamil
menurunkan kecepatan depolarisasi spontan
fase 4 di serabut purkinje dan dapat
menghambat delayed afterdepolarization
dan trigerd activity yang terihat pada
toksisitas digitalis eksperimental.
Efek terhadap aritmia arus-balik. Efek yang palng
nyata dari verapamil dan diltiazem adalah menurunkan
kecepatan konduksi melalui nodus AV dab
memperpanjang masa refrakter fungsional nodus AV.
Efek ini diduga merupakan efek laangsung dari
penyekatan kanal Ca++. Depresi nodus AV menimbulkan
penurunan respons ventrikel pada fibrilasi atrium dan
menghilangkan takikardia supraventrikuler paroksismal.

Efek elektrokardiografik. Verapamil dan diltiazem


meningkatkan interval P-R pada irama sinus, dan
memperlambat kecepatan ventrikel pada fibrilasi atrium
C. Obat Antihipertensi
1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air & klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Selain mekanisme
tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga
menambah efek hipotensinya.

GOLONGAN TIAZID
Golongan obat : hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan
diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan
klortalidon)
DIURETIK KUAT (LOOP DIURETICS, CEILING DIURETICS)
Furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat

DIURETIK HEMAT KALIUM


Amilorid , triamteren dan spironolakton
2. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-blocker)
Pemberian β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β-bloker
dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain:
1) Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga
menurunkan curah jantung
2) Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal engan akibat
penurunan produksi angiotensin II
3) Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan
pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik
perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin
PENGHAMBAT ADRENORESEPTOR ALFA (α-BLOKER)
Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan
venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Venodilatasi
menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya
menurunkan curah jantung. Venodilatasi α hipotensi ortostatik α
refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma
ADRENOLITIK SENTRAL
1. METILDOPA
2. KLONIDIN
3. GUANFASIN DAN GUANABENZ
4. MOKSONIDIN DAN RILMEDIN

PENGHAMBAT SARAF ADRENERGIK


Reserpin, guanetidin, guanadrel.
PENGHAMBAT GANGLION
1. Trimetafan

3. Vasodilatasor
Hidralazin, minoksidil dan diazoksid

Anda mungkin juga menyukai